Sebuah sentuhan lembut seolah sedang membelai rambutku. Aku yang sedang tidur, seketika membuka mata perlahan. Ternyata, Zahra saat ini sedang tersenyum melihat wajahku. Tangan mungil Zahra masih membelai rambutku dengan lembut."Mama udah bangun?" tanya Zahra."Iya, Sayang. Zahra udah pulang sekolah?" tanyaku."Udah dari tadi, Ma. Mama tidurnya lama banget," kata Zahra sambil sedikit memanyunkan bibirnya yang terlihat menggemaskan itu.Ternyata benar yang dikatakan Zahra, karena jam di dinding sudah menunjukkan pukul 13.00 siang. Itu artinya, aku sudah tertidur cukup lama."Kok Zahra tahu Mama tidurnya lama?" tanyaku."Dari tadi kan Zahra duduk disini nungguin Mama bangun," jawab Zahra polos."Kenapa Zahra gak bangunin Mama?""Kata Nenek, Mama kan lagi sakit karena mau punya Dedek bayi. Apa benar, Ma?" tanya Zahra antusias."Memangnya, Zahra mau punya Dedek bayi?"Zahra mengangguk cepat. "Mau, Ma. Zahra pengen punya Dedek bayi kayak Naura temen Zahra. Naura baru punya adek bayi loh,
"Ih Papa mah gitu ... kalau dua-duanya gimana?" tanya Zahra sambil menaikkan sebelah alisnya, lalu memandangku dan memandang wajah Mas Sony secara bergantian.Aku dan Mas Sony saling berpandangan mendengar pertanyaan dari Zahra. Tapi, jika Tuhan memang memberikan keduanya pun, aku tak akan menolak. Justru, aku akan sangat bersyukur apabila pertanyaan dari Zahra barusan dikabulkan oleh Tuhan."Memang Zahra mau, kalau punya dua Dedek bayi?" tanya Mas Sony."Mau, satu buat teman main Zahra, dan yang satu buat Papa," jawab Zahra tersenyum antusias."Terus Mama gak kebagian dong?" tanya Mas Sony lagi."Iya ya, gimana kalau tiga?" Kata Zahra sambil mengedip-ngedipkan sebelah matanya padaku dan Mas Sony.Aku dan Mas Sony saling pandang dan terkekeh bersama mendengar pertanyaan Zahra. Aku sangat bersyukur memiliki keluarga kecil yang bahagia ini. Apalagi dengan kehadiran janin bayi dalam rahimku, menambah sempurna kebahagiaan ini."Oh ya, Mas, kok jam segini kamu udah pulang kerja?" tanyaku.
"Son, Nay, kalian yakin mau ke dokter kandungan naik motor?" tanya Ibu dengan raut wajah khawatir."Iya, Bu. Naya yang minta," kata Mas Sony melirik ke arahku."Kamu kan lagi hamil muda, Nay. Apa gak sebaiknya kalian naik mobil saja," ujar Ibu."Naya gak mau, Bu. Naya mual kalau naik mobil. Lagi pula, ini keinginan Dedek bayi dalam perut Naya," jawab Mas Sony cepat sebelum aku berbicara."Ternyata bawaan ngidam toh. Terus kalian mau naik motor siapa? Kamu kan gak punya motor, Son?""Nanti aku pinjem motor Pak Ujang aja, Bu," jawab Mas Sony. Pak Ujang adalah security yang bertugas di rumah ini."Ya sudah, kalau gitu kalian hati-hati di jalan ya? Jagain Naya baik-baik, Son. Gak usah ngebut-ngebut bawa motornya," nasehat Ibu."Mama sama Papa mau naik motor? Zahra ikut ya, Pa?" tanya Zahra dengan wajah memelas."Gak bisa sayang ... Papa aja masih mau belajar dulu ini. Nanti kalau Papa sama Mama udah pulang, nanti Papa ajak Zahra naik motor keliling komplek deh. Gimana?""Ya udah deh, Pa.
"Selamat ya, Nay. Gue seneng ... banget, akhirnya Lo bisa hamil juga," ucap Siska tulus yang masih memeluk tubuhku."Terima kasih, Sis. Gue juga gak nyangka, setelah sekian lama, akhirnya gue bisa hamil," kataku."Gue jadi penasaran, Nay," kata Siska sambil melerai pelukannya."Penasaran kenapa?" tanyaku."Hmm ... ada lah. Gak enak ngomong depan Babang Sony sama Babang Aska," bisik Siska sambil terkekeh kecil."Kenapa?" tanyaku sambil menaikkan sebelah alisku."Udah, entar aja gue kasih tau," jawab Siska.Setelah beberapa menit berbincang dengan Siska dan juga Aska, giliran aku dan Mas Sony di panggil untuk masuk ke dalam ruangan dokter. Aku dan Mas Sony segera bergegas masuk ke dalam ruangan dokter. Rasanya, aku sudah tak sabar, ingin tahu bagaimana perkembangan janin dalam kandunganku.Setelah berbasa-basi sebentar, seorang dokter wanita bernama Elsa itu menyuruhku untuk berbaring di atas ranjang pasien. Setelah mengecek tensi darah ku, barulah dokter Elsa memeriksa janin dalam peru
"Nay, kamu gak papa-papa kan?" tanya Mas Sony dengan wajah cemas.Aku yang masih sangat syok hanya bisa mengangguk. Jantungku saja masih berdebar-debar tak karuan."Mas, kenapa kamu ngerem mendadak sih?" tanyaku setelah sedikit tenang, sambil membenarkan posisi dudukku di atas motor."Wanita itu, Nay. Dia nyebrang sembarangan. Hampir aja, aku nabrak dia," jawab Mas Sony sambil menunjuk ke bawah."Tapi kamu gak nabrak dia kan, Mas?" tanyaku khawatir."Alhamdulillah, enggak, Nay," jawab Mas Sony.Aku langsung melihat ke arah yang mas Sony tunjukkan. Ternyata, ada seorang wanita yang sedang terduduk di bawah aspal dengan posisi menunduk. Rambut panjangnya yang tergerai kebawah menutupi bagian wajahnya."Ayo, Mas, kita lihat. Takut dia kenapa-kenapa," kataku sambil berusaha turun dari motor.Mas Sony segera menyandarkan motornya, setelah aku turun dari motor. Kami berdua menghampiri wanita yang masih terduduk di aspal itu. Untungnya, saat ini posisi jalanan agak sepi. Kalau ramai, pastila
"Nay, maaf ya. Aku tadi gak sadar bawa motornya terlalu ngebut," ujar Mas Sony sambil memegang tanganku lembut. Posisi kami saat ini masih duduk di atas motor. Tak lama, ia mencium punggung tanganku. Ada raut wajah sesal di wajah Mas Sony. Sebenarnya, aku mau marah. Apalagi mengingat kondisiku yang sedang hamil saat ini. Seolah-olah, Mas Sony abai pada keselamatan diriku. Tapi melihat raut wajah sesalnya, aku jadi tak tega juga."Iya, Mas, aku gak papa. Tapi jangan diulangi lagi ya, Mas? Aku takut, apalagi sekarang aku lagi hamil," kataku."Iya, Nay, aku janji gak akan gitu lagi. Tadi aku cuma syok aja. Malas ketemu orang itu," jelas Mas Sony. Orang itu yang dimaksud Mas Sony, siapa lagi kalau bukan Anggun. Jangankan Mas Sony, aku sendiri saja sangat terkejut tadi."Aku juga tadi sempat kaget, Mas. Gak nyangka kita bisa ketemu dia di jalan tadi," kataku."Entahlah, Nay. Tadi itu seperti sebuah kebetulan, yang tak diharapkan," kata Mas Sony sedikit terkekeh."Namanya juga takdir, Mas.
"Tuh bener kan? Kedatangan kalian kesini bikin Naya jadi mau makan nasi. Kamu pengen lauk apa, Nay? Biar aku bilang sama Mbak di dapur buat masakin," tanya Mas Sony padaku. Wajah Mas Sony terlihat senang dan antusias. Seolah sangat senang melihat istrinya ini akhirnya mau makan nasi."Hmm ... aku pengen banget makan pakai lauk ayam bakar sama sambel terasi mentah, Mas. Tapi ..." kataku tertahan. Mau bilang kok rasanya gak enak."Tapi apa?" tanya Mas Sony menaikan sebelah alisnya."Aku maunya kamu yang masak, Mas," ucapku pelan."Hah!" Mas Sony membelalakkan matanya lebar, seolah tak percaya dengan apa yang aku ucapkan barusan."Aku mana bisa masak, Nay?" ucap Mas Sony dengan wajah di buat memelas.Mendengar ucapan Mas Sony, seketika bibir ini melengkung ke bawah. Kesal rasanya, jika keinginan ini tak mau ia turuti. Saat Mas Sony menatapku, aku langsung memalingkan wajah. Entahlah, semenjak hamil, aku merasa sangat sensitif. Sebentar-sebentar rasanya ingin marah. Meskipun aku sudah ber
POV Anggun🍁"A ... Anggun, aku ... aku benar-benar gak tahu kalau saat itu kamu sedang hamil anakku. Kenapa kamu gak bilang padaku, kenapa?" tanya Mas Jody meninggikan suaranya. Tiba-tiba, air mata jatuh dari sudut matanya.Ada kesedihan yang terlihat jelas di wajah Mas Jody. Seandainya dulu ia tahu bahwa aku sedang mengandung anaknya, apakah ia akan tetap pergi meninggalkan aku?"Kalau kamu tahu, terus kamu mau apa, Mas? Bukankah niatmu mendekati aku hanya untuk mendapatkan harta aku? Hah!" teriakku.Enak sekali Mas Jody berbicara begitu. Seolah-olah ia masih peduli pada anaknya yang hingga kini tak pernah sekalipun ia temui."Enggak, aku gak sejahat itu. Aku akui, aku memang salah. Tapi, aku gak mungkin ninggalin kamu gitu aja, kalau aku tahu kamu hamil," lirih Mas Jody."Bullshitt ... bualan macam apa itu? Kamu sama Rista itu sama, Mas, sama-sama pengkhianat!" teriakku.Kesal, marah, kecewa dan juga sakit. Itu adalah gambaran kondisi hatiku saat ini. Aku tahu, aku pun tak sempurn
☘️Dan hari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba juga. Sony dan Naya memutuskan untuk merayakan ulang tahun Zahra di hotel bintang lima. Sebab, di acara ulang tahun Zahra kali ini, Sony dan Naya mengundang semua karyawan di perusahaannya tanpa terkecuali.Tema perayaan ulang tahun Zahra kali ini bernuansa Mickey mouse. Sesuai dengan tokoh Disney kesukaan Zahra. Zahra merasa sangat senang, sebab setiap keinginannnya selalu dipenuhi oleh Papa dan Mamanya. Dan yang lebih membuat Zahra bahagia, akhirnya ia bisa mengundang Anggun yaitu Mama kandung yang mulai ia sayangi itu."Selamat ulang tahun, cucu Oma dan Opa," ucap Bu Hanin yang didampingi oleh Pak Abu. Bu Hanin dan Pak Abu mencium Zahra secara bergantian."Terima kasih, Pak, Bu, karena kalian semua sudah datang," ucap Bu Maysaroh."Sama-sama, Bu. Kami sangat senang, karena kalian mau mengundang kami," ucap Bu Hanin.Ucapan Bu Hanin sebenarnya tulus. Tapi bagi keluarga Bu Maysaroh justru terdengar seolah sindiran bagi mereka. Mereka
☘️POV AuthorSony memandang wajah Naya yang sedang tertidur pulas sambil memeluk kedua anaknya, Adam dan Aisyah. Di tangan kanan Naya ada Adam dan di tangan kirinya Aisyah. Belum lagi, ada Zahra yang ikut-ikutan tertidur pulas di samping adiknya, Aisyah. Naya tertidur pulas dengan wajah yang terlihat sangat kelelahan. Mulutnya terlihat sedikit terbuka, dan terdengar suara dengkuran halus keluar dari mulutnya. Membuat Sony terkekeh kecil melihat posisi tidur Naya yang menurutnya terlihat lucu itu.Sony mengabadikan momen tidur istri dan anak-anaknya dengan kamera ponsel miliknya. Foto itu akan Sony simpan sebagai kenangan jika di kantor Sony merasa rindu dengan keluarganya di rumah. Bagi Sony, Naya tetap terlihat cantik meskipun dalam kondisi jelek sekalipun.Pastilah tak mudah bagi Naya untuk mengurus ketiga buah hatinya. Seperti saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 malam. Tapi, ketiga anak Sony dan Naya baru tertidur setelah puas bermain. Dan tanpa sadar, Naya pun ikut keti
☘️Hari ini, adalah hari putusan sidang tentang kasus meninggalnya Maryam. Aku datang didampingi oleh Bapak mertua. Beberapa kali sidang, kami sempat membawa Ibu mertua. Tapi, beliau sering mengamuk jika bertemu dengan pelaku. Setiap jalannya sidang, orang tua Maryam memang selalu menyempatkan untuk hadir di persidangan.Mereka sama denganku, ingin tahu tentang perkembangan kasus Maryam. Berulang kali, Ibu dan Bapak mengucapkan terima kasih padaku setelah mengetahui tentang fakta bahwa Maryam pernah mengalami pemerkosaan oleh pelaku. Mereka mengucapkan terima kasih sebab aku telah menerima Maryam apa adanya. Sebab selama ini, aku dan Maryam memang menutup rapat tentang aib itu.Saat sidang sebelumnya, aku membeberkan tentang kasus perkosaan yang diterima Maryam di masa lalu, untuk menambah berat masa hukuman yang diterima oleh pelaku. Itulah sebabnya orang tua Maryam bisa mengetahui fakta yang sesungguhnya. Karena hanya akulah saksi kunci. Aku juga menyerahkan buku diary milik Maryam
☘️Mataku tertuju pada lembar halaman tulisan Maryam yang terakhir. Sebab pada catatan itu, tertulis jelas namaku. Mataku langsung memanas, membaca tulisan Maryam yang ditujukan untukku.Ungkapan hatiku untuk Mas KenzieMas Kenzie, aku mencintaimu dengan segala kekuranganmu.Terima kasih telah mencintaiku.Terima kasih telah menyayangiku.Terima kasih telah menjagaku.Terima kasih telah menjadi pelindung untukku.Terima kasih telah menjadi penyelamat hidupku.Terima kasih telah menerima segala kekuranganku.Terima kasih atas cinta tulusmu.Dan masih banyak ucapan terima kasih lainnya yang tak bisa aku ungkapkan untukmu.Kamu lelaki kedua yang ada di dalam hatiku setelah Bapak.Aku memintamu, Mas.Dan cinta ini, akan aku bawa sampai mati ....Begitulah isi cacatan terakhir Maryam di buku diary miliknya. Membuat air mataku seketika mengalir deras. Dada ini semakin sesak dibuatnya. Dan ternyata, bukan hanya itu saja. Masih banyak catatan lain yang berisi tentang diriku. Semua Maryam ceri
☘️"Pak, Bu, maafkan saya. Sebab saya tidak bisa menjaga Maryam dengan baik," ucapku menunduk.Saat ini, kami semua sudah berada di rumah. Kami semua saat ini sedang berkumpul di ruang tamu."Sudah, Ken. Ini sudah jadi takdir Tuhan. Meskipun saya kecewa, tapi semua tak akan merubah keadaan," ucap Bapak."Lalu, bagaimana dengan pelaku yang sudah mencelakai Maryam? Apa sudah tertangkap?" tanya Bapak."Sudah, Pak. Kemarin, pelaku sudah diamankan oleh pihak kepolisian," jawabku."Syukurlah, setidaknya, pelakunya harus dihukum sesuai dengan perbuatannya pada anak kami," ucap Bapak."Kami sangat berterima kasih sama kamu, Ken. Karena selama ini sudah bertanggung jawab membahagiakan anak kami. Hampir setiap hari, Maryam telepon kami. Maryam selalu menceritakan tentang kamu," ucap Bapak dengan suara serak."Benarkah?" tanyaku lirih.Aku tak menyangka, Maryam selalu menceritakan tentang aku pada Bapak dan Ibu. Padahal, selama ini Maryam sama sekali tak pernah bercerita padaku. Bahkan, Maryam h
☘️Aku masih menunggu di luar ruangan ICU dengan cemas. Perasaanku bercampur aduk. Dalam hati tak henti-hentinya melantukan doa untuk kekasih hatiku yang saat ini sedang berjuang nyawa.Dini yang berada di sampingku mengusap pundakku pelan. Seolah memberikan aku dukungan agar tetap kuat. Tak sengaja aku melirik ke arah Dini, ternyata adikku itu sudah menitikkan air mata."Kenzie!" panggil suara yang sepertinya tak asing. Lalu aku menoleh ke arah sumber suara itu."Bapak, Ibu," ucapku. Ternyata orang tua Maryam baru tiba di rumah sakit.Semalam, aku telah menceritakan perihal kejadian ini pada kedua mertuaku. Dan malam ini, sepertinya mereka baru tiba. Karena memang jarak dari kampung halaman mereka untuk sampai di kota ini cukup jauh."Gimana keadaan Maryam, Ken?" tanya Ibu yang terlihat sudah berlinang air mata.Aku menundukkan kepala, tak sanggup untuk menceritakan tentang kondisi Maryam saat ini. Pastilah perasaan mereka sama hancurnya denganku jika tahu bagaimana keadaan Maryam sa
"Bagaimana, Ken? Apa benar, polisi sudah menangkap pelakunya?" tanya Ibu tak sabar, saat aku baru tiba di rumah sakit."Benar, Bu. Pelakunya sudah tertangkap," jawabku lirih sambil duduk di kursi tunggu depan ruangan Maryam saat ini dirawat."Terus, siapa pelakunya?"Sulit rasanya, untuk menjawab pertanyaan dari Ibu. Aku tak mungkin menceritakan secara detail tentang kasus ini pada Ibu. Yang ada, Ibu akan berpikir macam-macam tentang Maryam. Biarlah, aib Maryam dimasa lalu cukup aku saja yang tahu."Ken, kok gak jawab pertanyaan Ibu?""Aku gak kenal dengan pelakunya, Bu.""Aneh, kalau gak kenal, kenapa bisa kejadian begini? Apa jangan-jangan, pelakunya itu selingkuhan Maryam?" tanya Ibu yang seketika membuatku terkejut sekaligus marah."Bu, bisa gak, Ibu gak menuduh Maryam yang aneh-aneh. Maryam sekarang lagi kritis, Bu. Lagi berjuang antara hidup dan mati, jadi tolong, jangan berpikir negatif dengan Maryam!" ucapku tak terima."Loh, Ibu kan cuma bertanya, apa salahnya? Lagian kamu it
☘️"Arrghh ... !" Aku berteriak kesetanan saat para polisi memegangi tubuhku untuk menjauh dari dua orang biadab itu."Pak, tenang, Pak!" teriak salah seorang polisi yang sedang memegangi ku. Tapi, aku tetap berusaha ingin lepas dan maju untuk menghajar pelaku yang sudah membuat istriku terluka. Bahkan, saat ini istriku sedang bertaruh nyawa di ranjang rumah sakit. Itu semua akibat ulah pria biadab itu.Pak polisi menyeret tubuhku dengan paksa untuk menjauh dan keluar dari ruangan tadi. Aku benar-benar tak bisa mengendalikan amarahku. Bagaimana tidak, salah satu pria yang duduk itu wajahnya masih sangat aku kenali. Dia adalah Dion. Mantan pacar Maryam yang dulu pernah bertengkar denganku.Dan aku yakin, pria paruh baya yang duduk di samping Dion itu adalah Ayahnya. Pria bejat yang sudah memperkosa Maryam dulu. Hingga membuat Maryam depresi dan hampir bunuh diri.Aku terduduk di sebuah kursi dengan pikiran kacau balau. Antara emosi, marah, dan juga dendam. Rasanya belum puas, jika belu
☘️"Ken, gimana keadaan Maryam?" tanya Ibu yang baru datang bersama Dini. Aku sendiri masih duduk di depan ruang ICU, karena kondisiku juga ikut melemah setelah melakukan pendonoran darah untuk Maryam."Maryam masih kritis, Bu," jawabku lemah.Hingga saat ini, keadaan Maryam memang belum menunjukkan kemajuan. Maryam masih kritis dan belum juga sadarkan diri."Memangnya, apa yang terjadi, Ken? Kenapa bisa seperti ini?""Ceritanya panjang, Bu. Intinya ada orang jahat yang mau mencelakakan kami. Maryam bisa seperti ini juga karena aku, Bu. Maryam ... sudah menyelamatkan nyawa aku, Bu," jelasku dengan suara serak. Tak lama, air mata keluar dari sudut mataku.Aku memang benar-benar tak bisa lagi menahan kesedihan. Aku benar-benar sangat takut. Takut jika Maryam meninggalkan aku. Kami belum lama menikah, tapi, begitu banyak cobaan yang datang silih berganti. Dan puncaknya, inilah cobaan terberat dan yang paling menakutkan untukku.Aku takut ....Takut jika Maryam sampai pergi meninggalkan k