Home / Fiksi Remaja / About Me: Alshameyzea / Bab 8. Kisah di bawah Cahaya Temaram

Share

Bab 8. Kisah di bawah Cahaya Temaram

Author: litrcse
last update Huling Na-update: 2024-09-27 06:22:11

"Di antara jutaan wajah, aku memilihmu." -Alshameyzea Afsheena

••••

Di luar kafe ini, setiap meja dirancang sederhana untuk empat orang, dengan kursi panjang yang mampu menampung dua orang berdampingan, menciptakan suasana akrab. Malam ini, kafe dipenuhi oleh tawa dan obrolan, aroma kopi yang menggoda, dan alunan musik lembut yang meresap ke dalam jiwa.

"Ayo duduk bareng aku," ajak Keenan, senyum hangat menghias wajahnya. Di bawah cahaya lampu temaram, matanya berkilau lembut, seolah menggoda hati yang mendengarnya.

Aku mengangguk, "Ayo, Aline, kita duduk di sini saja." Namun, Aline yang masih menggenggam tanganku erat tampak ragu, gelisah dalam keramaian ini.

Tiba-tiba, Kafka, dengan ketegasan yang tak terbantahkan, menarik mini bag Aline, menghentikannya. "Eh, lo mau kemana?" tanya Kafka, nada suaranya tenang, tanpa memberi ruang untuk perdebatan.

Aline melotot marah, "Lepasin! Lo ngapain narik-narik tas gue? Kalau copot—"

"Nanti gue ganti," potong Kafka, tetap santai, seolah tak tergoyahkan oleh amarah Aline yang berkobar.

"Mentang-mentang lo itu—" Aline mulai berteriak, namun Kafka, dalam kesabaran yang luar biasa, mengabaikannya.

"Udah, jangan bawel. Lo duduk bareng gue, malam ini aja, please. Biarin mereka berduaan," ucap Kafka, berusaha menenangkan suasana dengan menarik Aline menjauh dariku.

Aku tahu semua ini pasti sudah direncanakan oleh Keenan. Saat tatapanku bertemu dengannya, senyumnya kembali menyentuh hatiku, membuatku merasakan getaran yang tak terungkapkan. Namun, aku segera mengalihkan pandangan, berusaha menyembunyikan degup jantung yang tak terduga.

Kafe ini cukup ramai malam ini, tidak hanya diisi oleh teman-teman kami, tetapi juga pengunjung lain yang tampak menikmati suasana hangat. Musik live mengalun lembut dari panggung di sudut ruangan, sementara lampu-lampu temaram menggantung di langit-langit, menciptakan nuansa syahdu yang intim dan hangat.

Saat aku melirik ke sekeliling, pandanganku tertangkap oleh sosok pria yang tampaknya tak asing. Ia mengenakan kaos putih sederhana di bawah jaket denim hitam, celana jeans yang pas, dan sepatu sneakers putih bersih. Meski pencahayaan lembut membuat wajahnya samar, tatapannya yang tajam seolah menembus malam, membawa dingin ke dalam hatiku.

‘Eh? Dia menatapku?’ batinku bergetar, dan seketika tatapan kami bertaut, membekukan waktu sejenak.

"Sheena, kamu mau pesan apa?" tanya Keenan dengan nada penuh perhatian, suaranya membelah kebisingan di sekelilingku, mengembalikan pikiranku dari lamunan.

Aku menoleh ke arah Keenan, "Terserah," jawabku cepat, berusaha menyembunyikan kekacauan emosional di dalam diriku. Tatapanku kembali mencari pria itu, namun ia sudah menghilang, meninggalkan rasa penasaran yang menyentuh.

"Sheena, ada apa?" Keenan bertanya, mengikuti arah pandanganku.

Aku menggeleng cepat, mencoba menghilangkan rasa canggung yang mulai merayapi diriku. "Eh, enggak, gak papa," jawabku sambil berusaha fokus pada Keenan. Senyum hangatnya terasa menenangkan, membawa secercah kehangatan di tengah kekacauan malam.

"Kamu ngapain ngeliatin aku?" tanyaku, bingung, mengangkat kedua alisku dengan penuh rasa ingin tahu.

"Emangnya nggak boleh ya?" Keenan membalas, nadanya genit. Senyum lebar menghiasi bibirnya, menciptakan aura yang memikat.

"Boleh sih, tapi—" jawabku, namun kalimatku terputus oleh pertanyaan Keenan yang tiba-tiba.

"Kenapa pipi kamu merah?" tanyanya, matanya menyorot lembut, menyingkap keindahan kerentanan di dalam diriku.

"Eh?" Aku secara refleks menutupi kedua pipiku, merasakan wajahku memerah seperti tomat yang matang. Dalam momen itu, semua perhatian terasa begitu mendalam, seolah dunia di sekitar kami menghilang, menyisakan hanya kami berdua dan kilauan emosi yang tak terucap.

Keenan tertawa kecil, suaranya lembut dan penuh kehangatan, menyebarkan rasa nyaman di sekitar kami.

Kamu adalah bukti

Dari cantiknya paras dan hati

Kau jadi harmoni saat ku bernyanyi

Tentang terang dan gelapnya hidup ini

Kaulah bentuk terindah

Dari baiknya Tuhan padaku

Waktu tak mengusaikan cantikmu

Kau wanita terhebat bagiku

Tolong kamu camkan itu

Beberapa menit kemudian, sambil menunggu pesanan tiba, suara lembut dari lagu "Bukti" mengalun di kafe. Meskipun aku tidak tahu siapa yang menyanyikannya malam ini, suaranya begitu memikat, menyatu dengan melodi lagu yang indah.

"Lagunya pas banget buat cewek yang malam ini duduk di depan aku," ujar Keenan, menatapku dengan penuh arti.

"Pas gimana?" tanyaku dengan nada polos, penasaran.

"Kamu adalah bukti, dari cantiknya paras dan hati," Keenan mulai menyanyikan beberapa baris lirik dengan lembut. Suaranya, meskipun tidak semerdu penyanyi di panggung, memiliki kehangatan dan keintiman tersendiri yang membuatku tersentuh.

"Udah ah, Keenan, jangan godain aku terus," balasku, sedikit malu namun juga merasa senang.

Keenan terkekeh pelan, suara tawanya lembut dan menyenangkan. Dia kembali menatapku dengan penuh perhatian, menopang dagunya dengan tangan kanan, dan senyuman manisnya terus menghiasi wajahnya. Malam itu terasa begitu spesial, dengan setiap detik dipenuhi dengan kehangatan dan perhatian yang membuat jantungku berdegup lebih kencang.

"Keenan, kamu ngapain gitu! Diliatin orang-orang loh! Udah ah, aku ke Aline aja," ujarku, sudah siap berdiri untuk meninggalkan kursi.

"Jangan dong," cegah Keenan, menahan pergerakanku dengan lembut.

"Sorry ya... aku cuma liatin kamu kok, nggak boleh ya?" Keenan berkata dengan ekspresi sedikit sedih yang membuatku merasa bersalah.

Akhirnya, aku duduk kembali di kursi. Keenan duduk tegak dengan tatapan lembut yang terus tertuju padaku.

"Kamu ada yang mau diomongin? Atau mau cerita sesuatu?" tawar ku, berusaha mengubah suasana agar lebih nyaman.

"Hmm..." Keenan terlihat berpikir sejenak, wajahnya tampak serius namun tetap lembut.

"Daripada kamu ngeliatin aku terus, mending kamu cerita sesuatu deh," kataku, mencoba memecahkan ketegangan yang mulai terasa.

Keenan menghela napas lembut, ekspresinya berubah sedikit sedih. "Sorry, Sheena, kalau kamu nggak suka aku tatap," ujarnya dengan suara lirih.

"E-eh, bukan gitu," jawabku, gelagapan mendengar pernyataannya.

"Oh, jadi suka?" Keenan bertanya sambil menaikkan dan menurunkan kedua alisnya dengan nakal.

BERSAMBUNG

Kaugnay na kabanata

  • About Me: Alshameyzea    Bab 8. Kisah di bawah Cahaya Temaram (Part 2)

    "Ih, Keenan, kamu kenapa sih?" Aku memalingkan wajahku, berusaha menyembunyikan pipi yang mungkin sudah memerah lebih dari sebelumnya.Keenan tertawa kecil, tangannya menyisir rambut dengan santai. "Okay, okay," ujarnya. "Kamu kalau jam segini ngapain aja di rumah?"Aku berpikir sejenak, memikirkan rutinitasku di rumah. "Aku biasanya baca buku, atau nonton televisi, atau ngobrol dengan Aline," jawabku, sambil mengenang kegiatan sehari-hariku.Keenan mendengarkan dengan penuh perhatian, senyum lembutnya tidak pernah pudar. "Tidurnya jam berapa emang?" tanyanya, penuh rasa ingin tahu."Jam sepuluh malam," ucapku."Misal aku call kamu, boleh?" Keenan bertanya, nada suaranya mengandung harapan yang membuat hatiku bergetar.Namun, sebelum aku sempat menjawab, Aline sudah mendekat dengan cepat. "Yuk, Al, ikut aku ke kamar mandi bentar," katanya, memegang tanganku.Aku menoleh ke arah Keenan, yang masih duduk dengan tenang. Ali

    Huling Na-update : 2024-09-27
  • About Me: Alshameyzea    Bab 9. Aline Kepo

    "Di antara suara tawa dan obrolan, hanya suaramu yang bisa membuatku merasa tenang meskipun jarak memisahkan." -Alshameyzea Afsheena °°°°° Keenan mengetik pesannya dengan cepat, dan ketika aku membacanya, senyumku merekah tanpa bisa kucegah. Keenan Aksara: Sheena, tadi pipi kamu memerah sepanjang jalan. Aku membalas dengan cepat, ingin tahu apakah dia benar-benar memperhatikan. Alsha: Iyakah? Keenan Aksara: Iya, lucu banget kek tomat. Alsha: Enak aja. Keenan Aksara: Hehe, bercanda Sheena. Saat aku sibuk dengan handphone, Aline menghampiri dengan ekspresi penasaran. "Al! Kenapa kamu senyum-senyum sendiri gitu?" teriaknya, membuatku sedikit terkejut. Aku hanya menggeleng sambil tersenyum, lalu memalingkan wajahku darinya. "Pasti lagi chattingan sama si Keenan," kata Aline dengan nada malas, memutar bola matanya yang terlihat sedikit jengkel. Aku tetap tidak menggubris kata-katanya, mataku masih tertuju pada layar handphone, jemariku sibuk membalas pesan dari Keen

    Huling Na-update : 2024-09-27
  • About Me: Alshameyzea    Bab 9. Aline Kepo (Part 2)

    Aline mengalihkan perhatian dari ponselnya dan menatapku dengan ekspresi serius. "Duh, Al, meskipun kak Claudia di luar kelihatan wow banget, dia juga gak mau kalah soal cogan. Liat aja Keenan, dia juga diincar, kan? Kalau Kak Claudia tau ada cowok yang lebih ganteng lagi dari Keenan, pasti dia bakal deketin juga," jelas Aline dengan nada penuh keyakinan.Aku mengerutkan keningku, sulit mempercayai penjelasan Aline. "Pernah ada kabar nih," lanjut Aline dengan nada berbisik penuh rahasia, "katanya Kak Claudia pernah ketahuan selingkuh dengan pacarnya sendiri. Dan bukan cuma satu, tapi lima cowok, Al! Bayangin, lima cowok jadi selingkuhannya. Gila banget gak sih, tuh senior.""Aku awalnya nggak percaya, tapi setelah pengakuan dari pacarnya Kak Claudia dan para korban selingkuhannya, aku baru percaya. Berita itu sempet rame di sekolah kita, apalagi di media sosial cowoknya," Aline melanjutkan cerita dengan penuh antusias, matanya berbinar penuh gairah. Sementara itu, aku hanya bisa mende

    Huling Na-update : 2024-09-27
  • About Me: Alshameyzea    Bab 9. Aline Kepo (Part 3)

    Aline, dengan mata berbinar, mengangguk dan terus menunjukkan foto itu. Benar saja, di postingan yang ditunjukkan Aline, tampak tiga cowok dengan wajah hampir mirip. "Lihat, mereka benar-benar kembar tiga!" serunya dengan antusias, suaranya membuat telingaku berdenging."Woah! Gila banget, bisa-bisanya kembar tiga tapi ganteng semua!" teriak Aline, suara kagetnya hampir memekakkan telinga."Aline," aku melotot padanya."Sorry, sorry, Al. Tapi ini serius. Mereka kembar tiga?" Aline terus bersemangat, tidak bisa menyembunyikan rasa herannya."Di foto memang keliatan mirip semua sih. Mungkin efek filter kali," jawabku asal, berusaha tetap tenang meskipun dalam hati aku juga terkejut."Entahlah," Aline tetap tak bisa menutupi kegembiraannya. "Yang paling penting, aku udah nemu akun Instagramnya Arshaka!" Dia hampir melompat kegirangan. "Aku bisa lihat story-nya dia, aku bisa kepoin dia. Kalo perlu, aku DM dia!"Aku hanya bisa memandang Aline dengan rasa campur aduk. Malam ini, dia tampakn

    Huling Na-update : 2024-09-27
  • About Me: Alshameyzea    Bab 10. Di Antara Cinta dan Janji

    "Jika hidup adalah sebuah buku, maka momen ketika bersamamu adalah bab favorit ku."°°°°°Bel istirahat berbunyi, menandakan waktu bagi para siswa untuk sejenak melepaskan penat dari pelajaran. "Al, ayo buruan temenin aku," desak Aline sambil menarik tanganku dengan tergesa-gesa. Wajahnya penuh semangat dan sedikit cemas, membuatku penasaran."E-eh, bentar, sabar dong, Aline, aku beresin buku dulu," tegurku, mencoba membereskan bukuku yang masih berserakan di meja."Duh, Al, buruan, ayo!" serunya lagi, nada suaranya semakin mendesak."Mau kemana sih? Buru-buru amat," tanya Kafka, yang sedari tadi memperhatikan tingkah laku Aline dengan wajah penuh rasa ingin tahu."Bukan urusan lo!" bentak Aline, matanya melotot. "Ayo, Al, keburu direbut orang nanti." Kali ini Aline menarik tanganku lebih kuat sehingga mau tak mau aku harus ikut dengannya.Kafka hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis, mungkin sudah terbiasa dengan tingkah Aline yang selalu penuh energi.Aline berjalan deng

    Huling Na-update : 2024-09-27
  • About Me: Alshameyzea    Bab 10. Di Antara Cinta dan Janji (Part 2)

    Tatapannya dingin dan tajam, seolah ingin menyelidik setiap sudut pikiranku. Dia mengangkat satu alisnya dengan angkuh. "Sama-sama," ucapnya dengan nada ketus sebelum langsung berbalik dan meninggalkan aku.Aku menggigit bibirku, merasa canggung dan sedikit malu. 'Aduh, aku melakukan kesalahan. Ngapain juga aku nyebut nama Keenan.' Aku menepuk dahiku pelan, merasa konyol dengan diriku sendiri."Tunggu," panggilku lagi, suaraku sedikit gemetar namun cukup kuat untuk menghentikan langkah cowok itu.Dia berhenti dan menoleh, mengangkat kedua alisnya. Tatapannya penuh tanya, seolah ingin tahu kenapa aku berani memanggilnya."E-eh, boleh minta tolong ambilkan buku ini nggak?" Aku menunjuk ke buku yang tadinya mau aku ambil, letaknya di rak paling atas, sebelah buku yang jatuh tadi.Dia menghela napas, matanya menyipit sedikit. "Minta tolong aja ke cowok yang namanya Keenan," jawabnya ketus, lalu berbalik hendak pergi lagi."Eh, maaf, tadi aku nggak tau kalo itu kamu," aku masih berusaha me

    Huling Na-update : 2024-09-27
  • About Me: Alshameyzea    Bab 11. Pertandingan Basket

    "Kadang, kebahagiaan yang melimpah bisa jadi mengaburkan pandangan, membuat kita kehilangan."°°°°Kantin SMA Cendana dipenuhi dengan kegembiraan setelah bel pulang sekolah berbunyi. Suasana riuh rendah, di mana suara tawa dan obrolan siswa memenuhi ruangan. Meja-meja panjang yang biasanya dipenuhi dengan bekal dan makanan cepat saji sekarang menjadi saksi dari berbagai cerita dan perbincangan yang berlangsung. Cahaya matahari sore menyinari kantin melalui jendela besar, menciptakan pola-pola hangat di lantai. "Al, kamu ngapain beli air mineral? Bukannya tadi udah bawa ya dari rumah?" tanya Aline, melihatku dengan tatapan bingung sambil menggenggam botol air mineral yang baru dibeli."Ini, buat Keenan nanti," jawabku sambil menunjukkan botol air mineral yang baru saja kubeli.Aline menatapku dengan tatapan ingin tahu, wajahnya penuh keinginan untuk menggoda. "Perhatian banget, emang udah jadian?" Dia mengangkat alis dan memperlihatkan ek

    Huling Na-update : 2024-09-27
  • About Me: Alshameyzea    Bab 11. Pertandingan Basket (Part 2)

    Sementara itu, pertandingan terus berlanjut dengan penuh intensitas. Keenan, dengan ketangkasan dan keterampilannya, berhasil memasukkan bola ke ring lawan dengan mulus. Setiap kali dia mencetak poin, sorakan dan teriakan dari para pendukungnya menggema di seluruh arena, menambah kemeriahan suasana. Aku baru menyadari betapa banyaknya penggemar Keenan. Di bawah sinar matahari sore yang lembut, gedung olahraga SMA Cendana dipenuhi oleh suasana kemenangan yang meriah. Keenan berdiri di tengah lapangan dengan senyuman lebar, dikelilingi oleh anggota timnya yang bersorak gembira. Suara sorakan penonton bergema di seluruh gedung, menciptakan suasana yang penuh energi dan kegembiraan.Para pendukung Keenan, terutama yang berasal dari kalangan wanita, meneriakkan nama tim mereka dengan semangat. Aku memperhatikan beberapa adik dan kakak kelas yang bergerombol mendekat, membawa minuman dan camilan, siap untuk memberikan hadiah kecil kepada Keenan sebagai bentuk penghargaa

    Huling Na-update : 2024-09-27

Pinakabagong kabanata

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 7)

    “E-eh, Kak, itu mau dipasang di mading sama Yara...” protes si siswi, namun Aline tak peduli, tangannya gemetar ketika ia mulai membaca, matanya bergerak cepat melintasi kalimat-kalimat di selebaran itu. Aku berdiri di sampingnya, dan perlahan-lahan judul berita di koran itu terlihat jelas di mataku, seolah-olah huruf-huruf itu melompat keluar dari halaman dan menghantam dadaku dengan keras. ~"Tragedi di Laut Mediterania: Pesawat XYZ345 Jatuh, 7 Siswa Indonesia Jadi Korban"Penerbangan internasional XYZ345 dari Indonesia menuju Spanyol yang membawa total 162 penumpang mengalami kecelakaan tragis di perairan dekat Laut Mediterania. Pesawat tersebut membawa 7 siswa Indonesia yang terpilih untuk mengikuti lomba tingkat Internasional ke Spanyol, bersama dengan penumpang umum dan kru pesawat. Berdasarkan laporan sementara, sebagian besar korban telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Namun, terdapat satu jasad siswa Indonesia yang hingga saat ini belum ditemukan. Berikut adalah da

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 6)

    Tiba-tiba Aline menepuk lenganku, memutuskan lamunan yang mulai merasuk. "Hey, Al! Kok malah ngelamun? Udah sana, lanjutin belajarnya. Aku mau tidur," katanya dengan ringan sebelum berbalik dan menuju tempat tidurnya.Aku sedikit terkejut, lalu tersadar dan mengangguk. "Iya, iya," jawabku sambil kembali menatap layar laptop, mencoba fokus lagi pada tugas yang harus kuselesaikan. Aku menggulir pelan halaman pada laptopku, membaca artikel tentang ketentraman jiwa manusia. Di tengah keheningan malam, pikiranku melayang pada nasihat lembut seorang ustadz di pengajian kecil. Suaranya penuh keyakinan, wajahnya teduh di bawah sorotan lampu masjid, saat ia berbicara tentang hati dan perasaan perempuan."Perempuan," katanya lembut, "jika tidak disibukkan dengan ilmu dan agamanya, dia akan gila karena perasaannya."Kalimat itu seperti sayatan tajam, menggugah kesadaran yang dalam. Aku memejamkan mata, mencoba merenungkan kata-katanya. Mungkin ini jawabannya—aku perlu mengalihkan perasaanku ke

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 5)

    Jemariku gemetar sedikit saat menemukannya, dan aku membuka halaman demi halaman, hingga kutemukan kutipan yang selalu berulang dalam buku itu. Bibirku membaca pelan kata-kata yang pernah memberiku kekuatan."Dalam perpaduan bulan dan bintang, langit malam mengungkap keindahan, menghapus segala beban hidup yang memandang."Aku mengulangi kalimat itu, berbisik, "Bulan dan bintang... langit malam... keindahan... menghapus beban hidup yang memandang."Mataku tak lepas dari langit di luar jendela. Bulan bersinar dengan tenang, bintang-bintang di sekelilingnya berkelip, seolah menyapa. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang hampir kupegang. Aku merasakan denyut ide yang perlahan mulai terbangun di kepalaku."Keindahan... langit malam..." gumamku lagi, lebih dalam, mencoba merangkai makna di antara kata-kata itu. Aku menutup mataku sejenak, membiarkan bayangan langit malam menari-nari di dalam pikiranku, berharap bisa memunculkan sesuatu yang nyata. Dan tiba-tiba.. seperti kilatan cahaya, 'aku t

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 4)

    Aku berbalik dan memandangnya dengan lelah. "Sebentar lagi, Lin," jawabku singkat, suaraku nyaris tenggelam."Aku mau ngaji dulu, sambil nunggu adzan isya'," tambahku, berharap Aline tak lagi mendesakku.Namun, dia tetap mendekat, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan. "Al, minum obat dulu, ya? Jangan ditunda-tunda," katanya sambil meraih kotak obat yang sudah kusiapkan di kamar untuk keadaan darurat. Dia menyodorkan obat itu kepadaku, seakan tak ingin memberi ruang bagi penolakan.Aku menatap pil-pil di tangannya, lalu mengangguk lemah. Perlahan, aku mengambil obat tersebut dan segera menelannya. Perasaan sedikit tenang menyelimuti, meski tidak sepenuhnya menghapus rasa sakit yang ada di dalam dada."Nah, gitu dong. Kalau gini kan aku bisa lebih tenang. Kamu lupa ya? Tadi Kafka nitip kamu ke aku," ucap Aline, mencoba mencairkan suasana.Kafka. Nama itu membuatku terdiam sejenak. Masih ada banyak hal yang harus kupertanyakan padanya, namun, malam ini, aku terl

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 3)

    Aline mengangguk pelan, "Iya," jawabnya lembut, tak pernah sekalipun melepaskan rangkulannya di pundakku.Abhi yang biasanya ceria terlihat lebih serius. "Cepet sembuh ya, neng Alsha," ucapnya dengan nada tulus, meskipun ada sedikit kebingungan di matanya.Nevan menambahkan, "Iya, cepet sembuh, Al, biar Keenan nanti nggak kepikiran pas tanding." Kalimat terakhir itu terasa seperti belati yang menusuk langsung ke hatiku. Air mataku yang sedari tadi kutahan semakin deras mengalir, namun aku tetap diam. Mereka tidak tahu. Tidak tahu bahwa sakit yang kurasakan bukan hanya karena pusing, tetapi karena pengkhianatan yang baru saja kulihat. Keenan. Orang yang mereka banggakan, orang yang mereka kira akan peduli padaku, ternyata sudah bersama orang lain. Gadis lain. Setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, aku memohon agar mobil berhenti. "Mampir ke masjid dulu... sholat Maghrib," pintaku dengan suara pelan, hampir tak terdengar.Aline mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut, dan su

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 2)

    Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki yang semakin mendekat membawaku kembali ke kenyataan. Aline tiba lebih dulu, diikuti oleh Kafka, Nevan, dan Abhi. Wajah mereka penuh kecemasan saat mereka menghampiriku. Aline duduk di sampingku, tanpa ragu langsung merangkulku dengan erat. Pelukan hangatnya seolah mencoba menarikku keluar dari keterpurukan yang tengah melingkupiku."Al, tiba-tiba banget sakitnya?" tanyanya lembut, suaranya bergetar samar dengan kekhawatiran.Aku hanya mengangguk pelan, masih menutupi wajah dengan kedua tanganku. Air mata yang membasahi pipiku tidak bisa kutahan lagi, dan aku tidak ingin mereka melihat betapa hancurnya aku saat ini."Bentar, gue telfon supir gue dulu biar cepet kesini," Kafka berkata, suaranya terdengar seperti dari kejauhan, bergema di antara pikiranku yang kacau. Aku bisa mendengar langkah kakinya menjauh sedikit, mungkin untuk mendapatkan sinyal yang lebih baik, tapi fokusku tak bisa sepenuhnya tertuju padanya.Aline menghela napas dalam

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa

    "Ketika rasa tak lagi mampu berlabuh di bumi, aku melangitkannya—membiarkannya terbang tinggi, menuju Tuhan, di mana segala harapan menemukan tempatnya yang abadi." -Alshameyzea Afsheena •••Di bawah langit senja yang memancarkan warna merah jingga lembut, bandara sore itu tampak bagaikan palet cat yang dipenuhi dengan warna-warna ceria dan energi yang tak tertahan. Namun, kontras antara suasana yang riuh dan keadaan batinku yang terpuruk tak pernah lebih jelas daripada saat ini. Setiap langkahku terasa seperti usaha sia-sia untuk menghapus bayangan yang baru saja menghantamku dengan keras, seakan dunia yang kukenal runtuh dalam sekejap. Napasku terasa semakin berat, masing-masing seperti beban yang menambah kekosongan yang menggelayuti hatiku. Tanpa rencana atau tujuan yang jelas, kakiku menarikku ke arah kamar mandi, mencari ketenangan di tempat yang sederhana. Mungkin, air wudhu' yang dingin dan menyegarkan bisa menjadi penawar sementara, menyelamatkanku dari kegundahan yang men

  • About Me: Alshameyzea    Bab 49. Merilis Luka (Part 3)

    Aku terus memperhatikannya, merasa janggal dan penasaran. Gerakannya tenang, tapi matanya tampak sibuk mencari. Lalu, tak lama kemudian, muncul beberapa sosok yang sangat familiar-Rey, dokter Athala, dan bundanya. Mereka bergabung dengan Arshaka, tampak berbicara dengan penuh keseriusan.Ada perasaan aneh yang tiba-tiba muncul di dadaku, semacam kekacauan emosional yang sulit kutafsirkan. Namun sebelum aku bisa mencerna lebih jauh, suara Aline memecah keheningan."Al, lagi liatin apa sih?" tanyanya dengan nada penasaran, membuyarkan lamunanku.Aku tersentak, refleks menggeleng pelan. Tapi saat aku kembali menoleh ke arah Shaka dan keluarganya, mereka sudah menghilang dalam keramaian bandara. Aku menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri dari rasa tak menentu yang tiba-tiba melanda.Kami berhenti di area parkir. Aline segera membuka pintu dan keluar dengan cepat, sementara aku masih mencoba menenangkan pikiran. Beberapa detik kemudian, mobil Nevan dan Abhi tiba, disusul oleh mob

  • About Me: Alshameyzea    Bab 49. Merilis Luka (Part 2)

    "Itu. Lanjutannya," jawabku sambil menatapnya lebih dalam, ingin melihat reaksinya.Keenan menarik napas dalam, tatapannya tak pernah lepas dari wajahku. "Masih," ucapnya mantap, tanpa ragu.Keheningan langsung menyelimuti kami. Meski di sekitar kami kelas dipenuhi dengan suara obrolan teman-teman yang riuh, rasanya seperti ada dinding tak terlihat yang memisahkan kami dari hiruk pikuk itu. Hanya ada aku dan Keenan, duduk berhadapan dengan suasana yang kini terasa jauh lebih dalam dan rumit."Kamu mau ya, nganterin aku nanti?" tanyanya tiba-tiba, suaranya kini lebih lembut, penuh harap. "Bareng Kafka juga. Nanti ajak Aline."Aku menatapnya, kini wajahnya penuh dengan permohonan yang begitu tulus. Untuk sesaat, aku terdiam. Lalu, dengan senyum tipis, aku mengangguk pelan, tanda bahwa aku bersedia.---KRING! KRING! KRING!Bel sekolah berbunyi, menandakan akhir dari jam pelajaran hari itu. "Jam pelajaran telah selesai, seluruh siswa diperbolehkan untuk pulang ke rumah masing-masing,"

DMCA.com Protection Status