Share

Bab 23

Author: LANGIT JINGGA
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Kepulangan Akmal ke Jakarta disambut orang tuanya. Dua hari yang lalu setelah dihubungi Dila, mereka akhirnya kembali ke Jakarta. Akmal tidak peduli dengan kehadiran mereka, matanya masih sembab karena menangis seharian. 

Dasar cengeng.

Kalian tahu, alasan Renata tidak menyetujui hubungan Akmal dan Helsa adalah orangtua Akmal yang sudah berpisah sejak dia kecil.  Kata Renata, Akmal berasal dari keluarga yang tidak jelas asal-usulnya. Sakit, bukan? 

"Akmal," panggil Dewi, Mamanya.

"Ngapain Mama pulang? Masih peduli sama Akmal? Papa juga, ngapain? Kalian kembali atau tidak, nggak akan mengubah keadaan." Akmal beranjak dari sofa ruang tengah, dan kembali ke kamarnya. 

Dari bandara, pemuda itu minta untuk kembali ke rumah saja. Tadinya,  Dila ingin ke rumah yang ditempatinya.

"Akmal," tegur Andriano, Papanya.

"Kak, Akmal butuh waktu," sanggah Dila yang sangat mengerti perasaan keponakannya saat ini. Akmal benar-benar kehilangan gadisnya. 

Akmal menaiki anak tangga menuju kamarnya. "Pulang lo semua! Gue nggak butuh dikasihani."

*** 

Pemuda itu masuk ke kamar, meletakkan ranselnya dan juga koper milik Helsa yang tidak sempat gadis itu bawah. Matanya kembali berkaca-kaca ketika melihat fotonya bersama Helsa, disana mereka tampak bahagia. 

Akmal juga mengingat kembali ucapan tante Dila 'ikhlasin Helsa.' 

Sampai disini, kah, semuanya? Haruskah dia melepaskan gadis yang sudah menemaninya hampir tiga tahun ini?

Akmal beralih pada sebuah miniatur rumah yang diberikan Helsa untuk hadiah ulang tahunnya satu tahun lalu. 

'Welcome back, sayang' 

Itu suara dari miniatur tersebut. Miniatur yang sudah di desain dengan suara asli sang kekasih. Miniatur itu diberikan Helsa agar Akmal tahu bahwa dia selalu punya rumah untuk pulang. Ia tertawa miris, air matanya jatuh begitu saja tanpa persetujuannya. 

"Tapi, kalau aku juga orang yang salah?" 

"Aku minta sama Tuhan, biar benerin kamu." 

Pemuda itu mengingat kembali setiap ucapan Helsa yang ingin selalu bersamanya. Semuanya berubah begitu cepat. 

Akmal membuka koper milik Helsa, meraih baju milik kekasihnya. Ia peluk erat baju itu, mencium layaknya itu adalah tubuh gadisnya. 

"Gue harus gimana, Helsa Septian?" 

Tangisnya pecah. Akmal marah dan kecewa pada semua orang. Tidak ada yang bisa diandalkannya, tidak ada yang bisa membuat gadisnya kembali dalam pelukannya. 

*** 

Gadis itu duduk di salah satu ruangan bercat putih polos, ditemani wanita yang duduk disampingnya saat ini. Helsa, gadis itu sedang menunggu giliran untuk periksa kandungannya. Perasaannya begitu kalut, ketika namanya sudah dipanggil.

"Nona Helsa Septian," seru wanita yang bertugas sebagai  asisten dokter.

"Ayo, sayang. Giliran kamu," Renata menyentuh tangan putrinya. Wanita itu bisa merasakan tangan anak gadisnya yang bergetar. Renata menyunggingkan bibir, melihat Helsa seperti ketakutan.

Helsa bangkit, dan mengekori Renata menuju ruangan dokter kandungan. 

"Selamat sore, dok," ucap Renata ketika sudah memasuki ruangan tersebut. 

"Selamat sore," balas dokter perempuan itu, "Helsa gimana, siap untuk saya periksa?" 

Gadis itu memandang Renata, melihat Mamanya yang sedang tersenyum padanya. 

"Baik. Silahkan cantik, langsung baring di brankar," ucap dokter yang bername tag Dr. Valen.  "Emang ada keluhan apa anaknya, bu?" 

"Cuma mau memastikan kandungannya baik-baik saja, karena sebentar lagi dia akan menikah." Renata mengalibi, tidak mungkin mengatakan bahwa Helsa sedang hamil atau takut anaknya hamil.

Helsa diam menatap mamanya dari brankar, benar-benar wanita ini. 

Alat  pendeteksi kandungan sudah mulai menjamah bagian luar dari rahim. Dokter sedang mengamati rahim gadis itu dari layar monitor. Beberapa saat kemudian, dokter menaruh kembali alat tersebut dan membangunkan Helsa dari brankar. 

"Rahimnya bersih. Tidak ada gejala apapun disana," jelas dokter Valen.

Renata tersenyum senang. Wanita itu menang lagi.   "Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan ya, dok?" 

"Iya, bu." 

"Baik. Terima kasih, dok. Mungkin hanya itu saja, kami permisi." Renata berjabat tangan dengan dokter itu, lalu keluar dari ruangan. 

"Bohong sama orang tua hukumnya besar loh," sindir Renata. "Gimana ya, kalau Papa tahu? Dia pasti tidak menyukai si brandal itu." 

"Ma, Helsa nggak akan berangkat ke Kanada. Helsa mau tetap di Jakarta," ujarnya.

"Supaya kamu tetap bersama berandalan itu? Jangan mimpi, sayang!" 

"Walaupun kamu di Jakarta, Mama akan kenalkan kamu dengan seseorang yang lebih baik dari Akmal. Yang bisa menjaga kamu, bisa bahagiakan kamu tentu saja," ucap Renata. 

*** 

Mbak Ana turut bersedih dengan kepindahan Helsa. Wanita itu sedang bantu mengemas  barang-barang yang akan dibawah Helsa besok. Mungkin hanya beberapa, karena sebagiannya akan dipaketkan saja. 

Gadis itu duduk di pintu balkon kamarnya, menatap keluar. Malam ini, malam terakhir nya disini. Semua urusan kepindahan dari SMA Harapan sudah diurus oleh asisten Mamanya. 

Hari ini Yuda dan Renata sudah mengurus semua keperluannya di Kanada. Helsa pun turut meminta dibelikan apartemen, ia tidak mau tinggal bersama sepupunya. Gadis itu sudah pasrah dengan kepergiannya. 

"Sa, mau mbak buatin teh?" tanya mbak Ana, wanita berusia kepala tiga itu mengambil duduk disamping Helsa.

"Mbak, Helsa boleh nanya nggak?" lirih gadis itu menyeka air matanya.

"Boleh banget," jawab mbak Ana.

"Mbak Ana sering nangis pas jauh dari rumah?" tanya Helsa. "Apa aku bisa jauh dari Akmal?" 

Mbak Ana bergeming,  tahu betul perasaan gadis itu, apalagi ketika menanyakan hal seperti ini. Apa Helsa bisa jauh dari Akmal?

Mbak Ana tahu bagaimana Akmal dan Helsa yang hampir setiap hari bersama. 

"Selama perasaan kamu dan Akmal sama, tidak ada yang namanya jauh. Nyatanya kalian masih berdiri dibawah langit yang sama.  Jakarta dan Kanada hanya masalah geografis." 

Benar kata mbak Ana, tidak ada jarak untuk mereka yang saling mencintai. Sejauh apapun Helsa melangkah, Akmal akan selalu bersamanya. 

"Sejauh apapun kamu pergi, kalau garis takdirnya sama Akmal, kalian akan dipertemukan kembali," tambah mbak Ana. 

Helsa berhambur ke pelukan wanita itu, menangis sejadi-jadinya disana. Tidak pernah terbayangkan tentang hal ini, ia harus jauh dari Akmal. Ini tidak pernah ada dalam daftar list kehidupannya.

"Mbak, Helsa sayang sama Akmal," jerit Helsa. 

Mbak Ana menepuk-nepuk punggung kecil yang bergetar itu, menenangkan gadis yang selalu rapuh. 

"Nggak apa-apa berpisah dulu. Suatu saat nanti bertemu lagi," kata mbak Ana.

Related chapters

  • AYAH UNTUK DEVAN   Bab 24

    Pukul delapan malam, Ando, Ranaya, dan Arjun duduk di sebuah cafe yang tidak jauh dari sekolah. Tadinya hanya ada Ando dan Arjun, tapi Ranaya datang menemui mereka. Gadis itu membawa kabar bahwa besok Helsa akan berangkat ke Kanada. Bella , Diandra, Citra, dan Keke, saat ini datang ke rumah Helsa. Gadis itu mau menemui mereka semua, perpisahan katanya. Ranaya memang sempat ke sana, namun memutuskan pergi menemui dua laki-laki itu. Sejak setengah jam yang lalu, mereka mencoba menghubungi Akmal. Sayangnya, tidak dijawab sama sekali oleh pemuda itu. Bahkan chat pun hanya dibaca. Entahlah, sedang apa dan dimana dia. "Ini si Akmal kenapa nggak jawab telepon kita? Dia mau lepasin Helsa gitu aja?" Manik mata Ranaya bergantian menatap dua pemuda di hadapannya sekarang. "Usaha apa kek kalian," raung Ranaya, frustasi melihat kedua pemuda itu biasa saja. "Apa mungkin Akmal bawah kabur Helsa kedua kalinya?" terkah

  • AYAH UNTUK DEVAN   Bab 25

    Langit siang terlihat begitu cerah hari ini. Namun, tak secerah hati pemuda yang duduk di kursi pantry dapur rumahnya. Akmal memandang keluar jendela dapur. Rumah ini tampak tidak berpenghuni, tubuh Akmal memang disini, namun hati dan pikirannya berada jauh.Tidak pernah terduga bahwa hari ini akan datang. Hari ini, Helsa berangkat ke Kanada. Tanpa ada kabar dari siapapun, bahkan dari sahabat-sahabatnya."Akmal," seorang gadis memeluk tubuh polosnya dari belakang. Matanya melotot ketika mengetahui gadis ini."Tau dari mana lo rumah gue?""Tau dong, kan rumah calon pacar," celetuk Rania.

  • AYAH UNTUK DEVAN   Bab 26

    Dua hari tidak sadarkan diri di rumah sakit, akhirnya Helsa siuman. Manusia pertama yang ia lihat saat membuka mata adalah Mamanya dan seorang pria tampan berjas putih. Dokter Adryan memeriksa kondisinya pasca siuman. Helsa melengos saat Mamanya mengajak bicara. Ia sangat membenci Renata. Wanita tua itu pasti sedang bahagia karena berani membawanya pulang. "Kenapa juga harus sadar? Kenapa aku nggak sekalian mati aja, sih," komentar Helsa. "Jangan bicara seperti itu," sambar Adryan. "Sa, kenalin dokter Adryan. Dia yang akan merawat kamu disini," ujar Renata memperkenalkan dokter Adryan.

  • AYAH UNTUK DEVAN   Bab 27

    Setelah hampir satu minggu absen, hari ini Akmal kembali ke sekolah. Sebelumnya, dia dipanggil kepala sekolah dan guru BK untuk kasusnya beberapa hari yang lalu. Semua sudah dijelaskan dengan sejujurnya, tidak ada yang Akmal tutupi. Sekolah tidak memberi skors atau SP. Dia hanya diberikan teguran biasa. Akmal juga sudah mengakui kesalahannya. "Jadi, Helsa tetap di Jakarta? Tapi, kalian backstreet?" tanya Reno. "Mamanya Helsa keras juga, Papanya gimana?" Kali ini David yang bertanya. "Papanya itu selalu percaya anaknya," jawab Akmal. Tangannya sibuk merobek-robek kertas yang sudah mulai hancur berkeping-keping. Pandangan Akmal lurus ke halaman tengah s

  • AYAH UNTUK DEVAN   Bab 28

    Malam minggu adalah malam panjang bagi beberapa pasangan. Entah di rumah atau diluar rumah. Namun, tidak dengan gadis yang masih terbaring di brankar.Selama satu jam tertidur karena pengaruh darah yang masuk ke tubuhnya, akhirnya Helsa bangun dari tidur. Percayalah, ketika tubuh menerima pasokan darah dari luar, rasa kantuk itu sangat luar biasa.Ketika matanya terbuka, tidak ada satupun orang di kamarnya. Dokter Adryan sudah kembali ke apartemennya sejak gadis itu menerima satu kantong darah terakhir.Helsa menghembus nafasnya gusar, bahkan Akmal tidak ada disini. Tadi, sebelum dokter Adryan pulang, dia sempat menanyakan kabar dari Akmal. Pikirnya, mungkin Akmal membalas pesannya. Namun, tidak ada respon dari pemuda itu.

  • AYAH UNTUK DEVAN   Bab 29

    Sesuai dengan jadwal, hari ini Helsa kembali ke rumah. Untungnya, petugas dari laboratorium mawar medika mengambil darahnya masih pagi. Jadi, gadis itu pulang lebih awal. Tapi, Helsa belum tahu siapa yang akan menjemputnya di rumah sakit. Akmal, pemuda itu bahkan tidak ada kabar sampai sekarang. Sudah lah, Helsa tidak mau menaruh harapan terlalu tinggi. Dokter Adryan masuk ke kamar rawatnya, membawa serta hasil dari laboratorium. Helsa sedikit tersentak, ketika dokter ganteng itu menyentuh puncak kepalanya. Ia masih mengingat perkataan Suster itu semalam, hal itu membuat Helsa sedikit canggung."Kamu udah siap?" tanya dokter Adryan. Helsa mengangguk, posisinya sudah berdiri menghadap dokter itu. "Gimana hasilnya, dokter?" "HB kamu kembali normal. Tapi, ingat, kamu itu belum sembuh sepenuhnya. Jangan banyak begadang, pikiran, dan capek. Saya nggak segan buat sekap kamu di rumah sakit, kalau kamu ngelawan." Helsa tersenyum simpul. Wajahnya mera

  • AYAH UNTUK DEVAN   Bab 30

    Bunyi pukulan dan tendangan samsak terdengar menggema ke seluruh penjuru ruangan. Malam ini Akmal memutuskan untuk bermain ke tempat latihannya.Tidak ada jadwal latihan, dia hanya ingin. Ya, pemuda itu salah satu anggota Kickboxing. Seni bela diri itu sudah dia tekuni sejak usia lima belas tahun.Akmal masih dirundung rasa bersalah pada kekasihnya. Meskipun menurutnya Helsa tidak mengetahui video itu, tapi tetap saja perasaannya tidak tenang. Seperti ada sesuatu yang menjanggal. Ini pertama kalinya pemuda itu membohongi kekasihnya."Cerita kalau punya masalah?"Suara berat itu menghentikan pukulannya pada samsak yang tak berdosa. Akmal tersenyum hangat mendapati sosok pria bertubuh besar yang berdiri di belakangnya."Coach," sebutnya lalu mereka saling melakukan first bump.First bump : gerakan adu kepalan tangan yang berfungsi seperti jabat tangan atau tos.Pria yang dipanggil coach oleh Akmal tadi bersandar pada ring. Tatapan intens tertuju pada s

  • AYAH UNTUK DEVAN   Bab 31

    Akmal melintasi koridor kelas sebelas. Langkahnya cukup pelan, dengan kedua tangan yang dimasukan ke saku celana abunya. Pemuda itu berhenti di antara para gadis yang sedang menceritakan malam sweet seventeen Rania. Bagaimana tidak, namanya diseret juga. "Kalian mau lihat nggak calon istri gue?" Mereka tersentak, suara Akmal menghentikan aktivitas mereka. "Bukannya kakak pacarnya Rania? Oh, atau udah jadi calon suaminya?" Satu diantaranya menanggapi, dia sedikit tertarik dengan pertanyaan pemuda itu. Pemuda tersebut mengeluarkan ponsel dari saku kemeja sekolah, lalu menampilkan wallpapernya. Foto itu, menggambarkan Akmal yang sedang berbaring diatas sofa dan Helsa yang berbaring di atas tubuhnya. Mereka menatap Akmal yang tersenyum sinis,"cantik banget," lirih salah satu dari mereka."Ini serius, kak? Terus, kenapa dengan malam itu? Kok Rania bilang ke semua orang kalau kakak pacarnya?" Akmal terkekeh, melihat raut wajah adik-adik kelasnya yan

Latest chapter

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 126

    Lima hari sudah Adryan tidak kembali ke rumah. Kata Bunda, pria itu sedang berada di apartemen. Bunda sudah memberikan kotak berisi testpack padanya. Entah kenapa, tidak ada reaksi apapun dari pria itu.Setelah pulang mengantarkan Devan ke sekolah, wanita yang kini berbadan dua itu mampir kesana. Kebetulan letak Cafe itu tak jauh dari sekolahan anaknya.Helsa hanya ingin menikmati cheesecake. Lagian di rumah hanya dia sendiri. Oh ya, dia dan Devan tetap di rumah mereka. Bunda melarang ia pulang ke rumah Mamanya.Helsa menceritakan kesalahpahaman yang terjadi pada mertuanya.Pandangannya keluar kaca jendela. Kebetulan macam apa yang harus membuatnya bertemu dengan mantan kekasihnya. Akmal lengkap dengan seragamnya.Helsa bercedak pelan, seharusnya dia tidak bertemu lagi dengan pria itu."Helsa, kamu disini juga?"Helsa meraih tas, ingin beranjak dari sana, namun dicegah pria itu. "Cake kamu belum habis. Mubazir," sebut Akmal."Gue boleh duduk disini?" tanya Akmal."Silahkan," kata Helsa

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 125

    BMW hitam memasuki pekarangan rumah berlantai tiga itu tepat pukul lima sore. Setelah memarkirkan mobil, sang empunya keluar dari sana. Disambut baik istri dan juga anaknya. Helsa mencium punggung tangan kekar itu, lalu dibalas kecupan singkat pada dahinya."Bagaimana harinya?" tanya Adryan.Helsa tersenyum menerima satu buket bunga mawar putih kesukaannya. Buket bunga kelima, di hari kelima cuti."Papi nanya Devan dong, Mami aja yang ditanya," protes Devan yang kini duduk pada kursi piano.Nggak mau kalah ini bocah satu.Adryan mendekatinya. "Bagaimana hari ini Singa kecilnya Papi?" Ia mencium gemas anaknya, tak lupa Devan pun mencium punggung tangan Papinya."Baik dong, hari ini Devan langsung pulang ke rumah. Om Jefry sama tante Vio yang nganterin," jawab Devan, semangat.Helsa berlalu meninggalkan percakapan Ayah dan anak tersebut. Tak lupa membawa serta tas dan juga jas milik Adryan. Akan panjang jika ia harus menunggu keduanya selesai dengan perbincangan, mulai dari yang penting

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 124

    Siang itu kantor pusat Perusahaan Andrean Corp dibuat panik pada lantai sepuluh, tepatnya di dalam ruangan meeting. Renata memberi perintah untuk mengangkat tubuh lemah tak berdaya putrinya yang jatuh di depan ruangan tersebut setelah hampir dua jam melakukan pertemuan dengan salah satu investor asal Rusia. Beberapa hari ini Helsa terlihat kelelahan karena menyiapkan persentase dan semua laporan untuk melakukan pertemuan ini. Dan pada akhirnya, ia tumbang sesaat setelah investor tersebut menandatangani kontrak kerja sama. "Helsa...," panggil Renata. Wanita paru baya itu menepuk-nepuk pelan pipi putrinya, namun hasilnya nihil, Helsa sama sekali tidak sadarkan diri.Renata segera menghubungi Adryan. Untuk beberapa saat belum ada jawaban, sampai pada panggilan keempat barulah pria itu menjawabnya."Hallo, Ma...,"Renata menarik nafas sebentar. "Rumah sakit Mitra Husada, sekarang Adryan." *** Langkah kakinya dengan cepat menyusuri koridor rumah sakit Mitra Husada. Adryan tidak mengh

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 123

    "Devan..., tante Diandra kangen," seru Diandra sembari memeluk bocah tersebut."Tante Andra cantik deh," puji Devan."Makasih, Sayang," balas Diandra.Devan menyodorkan tangan, "bagi duit merah tante Andra, kan Devan udah bilang tante cantik."Diandra memelototkan matanya, bisa-bisanya bocah ini meminta imbalan padanya. Duh, ajaran siapa sih bocah satu ini."Jangan gitu dong, kita kan temenan," rayu Diandra."Tante Andra tuh temannya Mami, bukan Devan," balas Devan. Ia kemudian sibuk melihat-lihat beberapa pajangan di dalam caffe tersebut.Helsa dan Citra terkikik mendengar percakapan Diandra dan Devan. Pas banget Devan ketemu sama aunty yang lemot nya nggak hilang-hilang."Sa, anak lo ngeselin banget, sumpah!""Devan lo ajak bicara," celetuk Citra.Sore itu mereka tidak sengaja bertemu di Cafe yang ada di rumah sakit Mawar Medika. Citra dan Diandra akan menjenguk Ando yang sakit. Guru olahraga itu mengalami kecelakaan beberapa hari yang lalu."Kalian kenapa nggak bilang sama gue kala

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 122

    Acara reuni sudah selesai. Helsa pikir dia tidak akan bertemu Akmal lagi setelah itu, tapi hari ini mereka dipertemukan kembali.Seperti saat ini, lagi-lagi dia bersama Akmal di pinggir jalan yang tidak jauh dari markas TNI. Akmal yang baru saja akan menjemput kekasihnya pun bertemu Helsa yang sedang meratapi ban mobilnya yang pecah."Pakai derek aja ke bengkelnya, aku antar kamu pulang," ujar Akmal. Pria itu lengkap dengan seragam lorengnya.Entah sudah berapa kali Akmal menawarinya, tapi Helsa tetap menolak. Hari sudah semakin gelap."Gue nggak mau terjadi salah paham," jujur Helsa."Aku yang tanggung jawab di depan suami kamu," sahut Akmal, "ponsel kamu aja mati total."Tertegun. Mungkin lebih baik Helsa pulang bersama Akmal, lagian setelah dipikir-pikir dia tak ada apa-apanya dengan tentara satu ini."Mau, kan?" Akmal bertanya lagi, memastikan Helsa mau pulang bersamanya."Antar gue di depan perumahan aja," jawab Helsa.Dia tidak ingin Akmal tahu dimana rumahnya sekarang, karena j

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 121

    Weekend adalah hari bermalas-malasan Adryan untuk berangkat ke rumah sakit. Bagaimana tidak, istri dan anaknya asyik di rumah, sedangkan ia harus bekerja. Padahal kan, dia juga ingin berlibur.Ya, setiap sabtu Helsa dan Devan memang libur.Pukul lima pagi Helsa sudah terjaga. Mandi, menyiapkan sarapan, dan juga pakaian kerja suaminya. Helsa juga sempat mengintip Devan di kamar, anaknya masih tertidur, sama seperti Adryan.Sudah selesai dengan semuanya, wanita tersebut kembali ke kamar untuk membangunkan bayi besarnya.Bayi besar? Itu karena Adryan berlaku manja sejak Helsa kembali dari Kanada.Helsa duduk pada bibir ranjang, ia usap lengan suaminya, "Mas, Helsa udah sejam berkutat di dapur, masih aja tidur,"Hanya sedikit erangan yang terdengar, sekali lagi Helsa membangunkannya. Menarik selimut yang menutup sebatas pinggang."Good morning, babe," ucap Adryan. Ia menarik tangan Helsa dan mengecupnya. Aish, jantung aman?Helsa hanya bergumam, ia beranjak dari sana membuka gorden jendel

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 120

    Satu minggu setelah pertemuan Akmal dan Helsa. Devan selalu memberitahu bahwa teman Maminya yang ia panggil om tentara itu selalu mendatangi sekolahnya. Akmal mengetahui sekolah Devan dari Ranaya. Pria itu memaksa Ranaya agar mau jujur. Takut dimarahi Helsa, sebelum Akmal bertemu Devan, Ranaya meminta maaf pada sahabatnya. Helsa tidak menyalahkan Ranaya, sama sekali tidak. Karena dia tahu hal semacam ini akan terjadi. "Jadi, dia sering ke sekolah bertemu Devan?" tanya Adryan. Helsa menjawab dengan anggukan kecil. Sekarang mereka berada dalam satu mobil menuju rumah Mamanya. Seharian ini Devan di rumah Renata. "Kamu nggak marah, kan, kalau Akmal sering ketemu Devan?" tanya Adryan lagi. "Mas tau apa yang paling Helsa takutin disini." Adryan meraih tangan kanan istrinya, mencium punggung tangan itu. "Dia tahu Devan lebih butuh kamu, Sayang." "Mas, apa Helsa cerita sama Mama?" tanya Helsa. "Jangan buat Mama sakit karena hal semacam ini. Kamu tau kan, gimana perasaan Mama sama dia

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 119

    "Mami..!Wanita itu menoleh, tersenyum melihat jagoan kecilnya berlari menghampirinya. Helsa merentangkan tangan, menyambut pelukan Devan. Devan mencium pipi Helsa, lalu mencium punggung tangan wanita itu. "Mami pakai mobil Papi? Mobil Mami kemana? Kok Papi nggak jemput Devan?" tanyanya beruntun. "Lagi di service. Emang salah kalau Mami yang jemput?" Devan mencebik, "Devan kan udah bilang Mami nggak boleh jemput Devan.""Papi lagi sibuk," timpal Helsa. "Mami nggak kerja? Emang Oma nggak marah?" "Nggak. Mami udah ijin sama Oma," sahut Helsa, "ayo kita masuk." Helsa membuka pintu mobil untuk Devan, memakaikan seatbelt untuknya, lalu turut masuk ke dalam. "Kita jemput Papi dulu," kata Helsa. "Papi pulang cepet banget." "Nggak tau, Mami cuma disuruh gitu." Mobil keluar dari parkiran sekolah tersebut, dan melaju dengan kecepatan sedang menuju Mawar Medika. Hari ini mobilnya masuk service, jadi Helsa memakai mobil Adryan. Pria itu pun meminta untuk menjemput Devan sebelum kemba

  • AYAH UNTUK DEVAN   BAB 118

    Hari berlalu, bulan pun berganti. Satu tahun sudah Helsa berada di Jakarta. Selain mengurus keluarganya, Helsa pun disibukkan dengan pekerjaannya. Jabatannya yang hanya karyawan biasa di perusahaan Papanya sudah naik satu tingkat menjadi sekretaris Mamanya. Helsa sendiri yang meminta belajar dari bawah dahulu. "Devan-," panggil Adryan. Suasana meja makan terasa hening, biasanya Devan yang selalu banyak bicara. Menceritakan tentang sekolahnya, tentang teman-temannya yang absurd, guru yang cerewet, dan masih banyak lagi."Devandra-," sekali lagi Adryan memanggilnya.Tidak ada sahutan sama sekali, bocah itu malahan turun dengan membawa piringnya hendak makan di pantry dapur. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar deheman pria dewasa tersebut. "Azlan Devandra Van Brawi-," "Ia, Papi," sahut Devan. Jika Adryan sudah menyebut dengan nama lengkapnya, maka Devan tahu Papinya sedang tidak bercanda."Kenapa diemin Maminya dari kemarin, hm?" Devan mendekat pada kursi yang ditempati Ad

DMCA.com Protection Status