Setelah hampir satu minggu absen, hari ini Akmal kembali ke sekolah. Sebelumnya, dia dipanggil kepala sekolah dan guru BK untuk kasusnya beberapa hari yang lalu. Semua sudah dijelaskan dengan sejujurnya, tidak ada yang Akmal tutupi.
Sekolah tidak memberi skors atau SP. Dia hanya diberikan teguran biasa. Akmal juga sudah mengakui kesalahannya.
"Jadi, Helsa tetap di Jakarta? Tapi, kalian backstreet?" tanya Reno.
"Mamanya Helsa keras juga, Papanya gimana?" Kali ini David yang bertanya.
"Papanya itu selalu percaya anaknya," jawab Akmal. Tangannya sibuk merobek-robek kertas yang sudah mulai hancur berkeping-keping. Pandangan Akmal lurus ke halaman tengah s
Malam minggu adalah malam panjang bagi beberapa pasangan. Entah di rumah atau diluar rumah. Namun, tidak dengan gadis yang masih terbaring di brankar.Selama satu jam tertidur karena pengaruh darah yang masuk ke tubuhnya, akhirnya Helsa bangun dari tidur. Percayalah, ketika tubuh menerima pasokan darah dari luar, rasa kantuk itu sangat luar biasa.Ketika matanya terbuka, tidak ada satupun orang di kamarnya. Dokter Adryan sudah kembali ke apartemennya sejak gadis itu menerima satu kantong darah terakhir.Helsa menghembus nafasnya gusar, bahkan Akmal tidak ada disini. Tadi, sebelum dokter Adryan pulang, dia sempat menanyakan kabar dari Akmal. Pikirnya, mungkin Akmal membalas pesannya. Namun, tidak ada respon dari pemuda itu.
Sesuai dengan jadwal, hari ini Helsa kembali ke rumah. Untungnya, petugas dari laboratorium mawar medika mengambil darahnya masih pagi. Jadi, gadis itu pulang lebih awal. Tapi, Helsa belum tahu siapa yang akan menjemputnya di rumah sakit. Akmal, pemuda itu bahkan tidak ada kabar sampai sekarang. Sudah lah, Helsa tidak mau menaruh harapan terlalu tinggi. Dokter Adryan masuk ke kamar rawatnya, membawa serta hasil dari laboratorium. Helsa sedikit tersentak, ketika dokter ganteng itu menyentuh puncak kepalanya. Ia masih mengingat perkataan Suster itu semalam, hal itu membuat Helsa sedikit canggung."Kamu udah siap?" tanya dokter Adryan. Helsa mengangguk, posisinya sudah berdiri menghadap dokter itu. "Gimana hasilnya, dokter?" "HB kamu kembali normal. Tapi, ingat, kamu itu belum sembuh sepenuhnya. Jangan banyak begadang, pikiran, dan capek. Saya nggak segan buat sekap kamu di rumah sakit, kalau kamu ngelawan." Helsa tersenyum simpul. Wajahnya mera
Bunyi pukulan dan tendangan samsak terdengar menggema ke seluruh penjuru ruangan. Malam ini Akmal memutuskan untuk bermain ke tempat latihannya.Tidak ada jadwal latihan, dia hanya ingin. Ya, pemuda itu salah satu anggota Kickboxing. Seni bela diri itu sudah dia tekuni sejak usia lima belas tahun.Akmal masih dirundung rasa bersalah pada kekasihnya. Meskipun menurutnya Helsa tidak mengetahui video itu, tapi tetap saja perasaannya tidak tenang. Seperti ada sesuatu yang menjanggal. Ini pertama kalinya pemuda itu membohongi kekasihnya."Cerita kalau punya masalah?"Suara berat itu menghentikan pukulannya pada samsak yang tak berdosa. Akmal tersenyum hangat mendapati sosok pria bertubuh besar yang berdiri di belakangnya."Coach," sebutnya lalu mereka saling melakukan first bump.First bump : gerakan adu kepalan tangan yang berfungsi seperti jabat tangan atau tos.Pria yang dipanggil coach oleh Akmal tadi bersandar pada ring. Tatapan intens tertuju pada s
Akmal melintasi koridor kelas sebelas. Langkahnya cukup pelan, dengan kedua tangan yang dimasukan ke saku celana abunya. Pemuda itu berhenti di antara para gadis yang sedang menceritakan malam sweet seventeen Rania. Bagaimana tidak, namanya diseret juga. "Kalian mau lihat nggak calon istri gue?" Mereka tersentak, suara Akmal menghentikan aktivitas mereka. "Bukannya kakak pacarnya Rania? Oh, atau udah jadi calon suaminya?" Satu diantaranya menanggapi, dia sedikit tertarik dengan pertanyaan pemuda itu. Pemuda tersebut mengeluarkan ponsel dari saku kemeja sekolah, lalu menampilkan wallpapernya. Foto itu, menggambarkan Akmal yang sedang berbaring diatas sofa dan Helsa yang berbaring di atas tubuhnya. Mereka menatap Akmal yang tersenyum sinis,"cantik banget," lirih salah satu dari mereka."Ini serius, kak? Terus, kenapa dengan malam itu? Kok Rania bilang ke semua orang kalau kakak pacarnya?" Akmal terkekeh, melihat raut wajah adik-adik kelasnya yan
Helsa menyibak selimut tipis yang dipakainya, dia mungkin akan pulang sekarang. Untuk apa berlama -lama di IGD, sedangkan Akmal pergi meninggalkan sendirian. Biarkan saja dia pergi, biarkan dia menenangkan dirinya sendiri."Suster, saya mau pulang aja ya?! Saya udah nggak apa-apa," ujarnya pada seorang suster yang baru masuk ruangan tersebut. "Saya disuruh rawat nona sampai benar membaik. Tadi, pacarnya minta langsung sama saya," seru perawat ini.Akmal mungkin pergi dengan kemarahannya, namun ia tetap meminta beberapa perawat dìsana mengurus Helsa sampai benar-benar membaik. Helsa berdecak pelan, "saya cuma kena hantaman aja, Sus. Sudah membaik. Antarkan saya ke bagian administrasi sekarang.""Tapi, kalau nona mau pulang katanya nanti saya telpon pacarnya lagi biar dijemput," sela perawat itu.Melihat gadis itu sudah berjalan keluar kamar rawat tersebut, perawat itu mendengus sebal. Gadis keras kepala."Lewat sini, nona," kata perawat itu mengikut
Sesuai dengan janjinya, hari ini Helsa mau menemani Dito mencari kado untuk orang spesialnya. Padahal laki-laki tersebut sudah mencegah agar tidak usah pergi bersamanya.Namun, Helsa bersikeras mau menepati janjinya. Masalah Akmal kemarin, Helsa sudah meminta maaf pada pemuda itu. Kata Dito, wajar jika Akmal seperti itu. Laki-laki mana yang senang melihat kekasihnya jalan bersama laki-laki lain, apalagi dengan status Dito adalah mantan kekasih Helsa.Mereka masuk ke salah satu pusat perbelanjaan. Helsa membawa Dito ke salah satu stañd toko yang sering dikunjunginya. Toko tersebut didominasi oleh keperluan perempuan."Sa, feminim banget ini toko," sebut Dito, tangannya mengambil satu boneka berwarna biru. "Kamu sering kesini?"
Isakan tangis begitu pilu dari kamar mandi. Gadis bersurai panjang itu duduk pada ubin kamar mandi, dibawah guyuran air dari shower. Menyembunyikan wajahnya di antara lutut. Satu minggu sudah Helsa lalui tanpa Akmal, pemuda itu tidak mengunjunginya setelah kejadian malam itu. Pagi ini kembali lagi tangisan pecah. Dua minggu telat datang tamu bulanan, gadis itu memutuskan untuk membeli testpack dan hasilnya dua garis merah tertera di sana. "Lo nggak boleh ada di rahim gue! Lo harus mati," jeritnya. Memukul berulang kali perutnya yang kini pada rahimnya sudah ada kehidupan. "Lo nggak boleh hidup, lo harus hilang! Gue nggak mau kehadiran lo!" "Akmal, gue nggak mau. Lo jahat sama gue, lo udah nggak sayang gue." *** Sepanjang lorong SMA Diaksa pagi itu terlihat heboh, dengan Rania yang berjalan bergandengan dengan Akmal. Wajahnya berseri-seri karena sudah merasa menang. Malam kemarin Rania dan Akmal resmi berpacaran. Tepat di sebuah cafe
"Anjing!"Geraman dan umpatan membangunkan gadis disampingnya yang tertidur dengan balutan selimut tebal tanpa busana.Akmal beranjak dari ranjang, mengenakan boxer dan langsung masuk ke kamar mandi."Sayang," panggil gadis itu.Rania, gadis itu menyusul kekasihnya ke kamar mandi. Akmal lupa mengunci pintu, sehingga dengan gampangnya gadis tersebut masuk dengan tanpa busana.Dibawah guyuran shower pemuda itu mandi dengan boxer, mengumpat habis-habisan dirinya sendiri. Tangan halus melingkar di pinggangnya, membuat Akmal melenguh sesaat."Ran, lo pulang sendiri, ya? Gue ada keperluan," ujar Akmal. Ia merasa bersalah dengan gadis itu yang menjadi pelampiasannya, dan lebih lagi ia sudah mengkhianati Helsa."Al, semalam?"Akmal membalikan badan, ia tangkup wajah sendu Rania, "maafin gue.""Maksud kamu?" Rania menatap dalam manik mata pemuda itu. "Akmal, aku sayang sama kamu. Untuk malam tadi, aku nggak apa-apa."Akmal menelan saliva kasar, me