"Anjir, aku sampai pangling! Kalau aku tidak mengenalmu, mungkin aku akan mengira kamu itu orang gila." Ujar Dirga mengomentari penampilan Awan setelah ia bercerita sekian lama.Dirga sengaja mengajak Awan ke rumahnya dan menyuruhnya bersih-bersih dan kemudian mereka bercerita panjang lebar tentang semua yang terjadi selama tiga tahun belakangan ini.Dari sana, Awan tahu kalau Dirga selalu mengunjungi sekolah mereka setiap seminggu sekali. Kadang, ada juga Karina dan Kirana.Mereka selalu percaya jika Awan akan kembali suatu saat nanti. Siapa sangka, hari ini, pas giliran Dirga yang berkunjung ke sekolah, ia berhasil bertemu Awan.Dirga sempat ingin memberitahu Karina dan Kirana, namun Awan melarangnya dan berkata akan memberitahu mereka sendiri nantinya.Awan hanya bisa tersenyum masam namun tidak tersinggung dengan tanggapan Dirga tentang dirinya. Hal yang wajar, mengingat penampilan Awan saat itu yang terlihat sangat tidak lazim.
Dalam sebuah kamar, tampak sekelompok perias sedang sibuk merias calon pangantin wanita yang akan menikah hari itu.Tempat pernikahan sudah siap dan undangan juga sudah disebar. Apalagi, banyak orang penting mulai dari pejabat, konglomerat hingga artis-artis besar yang akan datang menghadiri pernikahannya dan seharusnya hari ini akan menjadi hari paling membahagiakan bagi si wanita. Tapi, kenyataannya justru tidak terlihat seperti itu. Ekspresi wanita tersebut tampak muram dan tatapannya terlihat kosong. Tidak ada semangat di dalamnya, seolah jiwanya sudah lama menghilang dari tubuhnya.Melihat pemandangan memilukan seperti itu, sang ibu yang sedari tadi memperhatikan menjadi trenyuh. Ia meminta semua orang untuk keluar dan meningalkannya bersama putrinya."Nak, kamu harus kuat!" Ucap sang ibu lirih dengan mata berkaca-kaca.Wanita berwajah murung yang tidak lain adalah Nadya Wongso tersebut hanya diam tanpa bicara. Melihat itu, ibunya menjadi semakin sedih. Meski begitu, tidak ada
"Ben, tunggu! Aku ikut denganmu!" Ujar Irvan setengah berlari menyusul adik ke tiganya keluar ruangan. Melihat Beny turun tangan dan mengerahkan anggotanya, Irvan tidak mau ketinggalan. Bagaimanapun, ini adalah kesempatannya untuk unjuk gigi dan mendapat perhatian dari semua orang dan khususnya dari ayahnya.Tentu saja, Irvan memiliki keyakinan kalau adiknya yang merupakan petinggi salah satu kelompok dunia hitam itu akan dapat mengendalikan situasinya. Hanya saja, baru saja mereka sampai di luar gedung, tatapan keduanya seketika terbelalak dan raut wajah keduanya seketika berubah merah padam.Bagaimana tidak? Pemandangan di luar gedung benar-benar kacau. Semua kendaraan yang ada di halaman parkir tampak hancur akibat serangan anak-anak sekolah yang sedang tawuran. Karpet merah yang sebelumnya terlihat bersih dan rapi di sepanjang jalan ikut hancur tidak berbentuk.Yang lebih parah, karangan bunga yang jumlahnya ratusan dan terpajang disepanjang jalan di sekitar gedung turut hancur
Mendengar kalimat berani Irvan, beny seketika berkeringat dingin.Apa kakaknya itu tidak bisa membaca situasi? Bisa-bisanya ia memprovokasi Theo seperti ini. Apa dia tidak tahu dampak mengerikan yang akan menimpa mereka jika sampai Theo tersinggung dan membawa pamannya turun tangan?Hanya saja, saat Beny hendak menyela dan meluruskan situasinya, suara dingin Theo sudah lebih dulu terdengar."Oh, sepertinya tuan pertama Wongso tidak terima? Baiklah, kalau begitu katakan padaku, bagaimana kamu ingin menyelesaikannya?" Tanya Theo dengan senyum main-main.Di mata Beny, Theo seperti sengaja ingin memancing mereka. Jika kakaknya itu berkata yang tidak-tidak sekali lagi, bisa dipastikan kalau Theo tidak akan menahan diri untuk mengajak kakak dan pamannya untuk membuat perhitungan dengan mereka.Lain halnya dengan Irvan, ia sama sekali tidak menyadari kegelisahan adiknya dan berkata dengan nada semakin angkuh, "Tentu saja, masing-masing kalian harus memata
"Menikah dengan keluarga Winata belum tentu buruk. Paling tidak, keluarga kita masih tetap aman dan ayahmu bisa bekerja di perusahaan yang tidak kalah bonafit dari perusahaan milik keluarga Wongso ini.""Keluarga kita tidak akan lagi ditindas oleh pamanmu.""Sekarang, mungkin kamu tidak menyukai tuan muda Andreas. Tapi, perlahan seiring berjalannya waktu, kamu akan terbiasa dengan sendirinya. Yang perlu kamu lakukan hanyalah membuka hatimu untuknya.""Tuan muda Andreas sangat menyukaimu. Selain itu, dia dari keluarga yang mapan dan jelas. Kamu tidak perlu lagi susah-susah bekerja dan cukup menjadi istri yang baik di rumah. Dia pasti akan memperlakukanmu dengan baik." Kalimat demi kalimat yang dilontarkan oleh ibunya, membuat Nadya tidak mengerti dengan jalan pikiran ibunya. Baru beberapa saat yang lalu ia meminta dirinya untuk bersabar dan sekarang, ia sudah berbalik menyakinkan dirinya agar menerima Andreas dan memuji segala kelebihan Andreas. Seolah Andreas adalah jaminan hidup mer
Di dekat pintu masuk utama telah berdiri seorang pemuda tampan berusia dua puluhan. Badannya tinggi dan tegap. Lalu, sorot matanya yang tegas memberikan kesan layaknya seorang penguasa dan tidak tersentuh.Selain itu, ia juga memiliki aura kuat yang sukar untuk dijelaskan.Bahkan, Beny Wongso yang merupakan petinggi salah satu kelompok mafia merasa tertekan saat menatap mata pemuda ini. Aura mendominasi seperti ini hanya bisa dirasakan oleh mereka yang telah terbiasa bertarung. Seolah, Beny sedang berhadapan dengan sosok hebat yang sangat mengerikan dan tidak bisa dilawannya.Penampilannya yang tenang memberikan kesan bahwa pemuda ini memiliki kerpecayaan diri yang tinggi.Lain halnya dengan Nadya. Ia menatap lama ke arah pemuda yang baru masuk tersebut dengan tatapan yang sangat dalam.Lama ia meyakinkan dirinya kalau saat itu ia tidak sedang bermimpi.Sampai-sampai Nadya mengerjapkan matanya beberapa kali dan menemukan sosok yang sudah lama ia cari itu ternyata masih berada di sana.
Tuan besar Wongso dibuat terkejut dengan keberanian Nadya.Selama ini, tidak pernah ada satu orangpun dari keluarganya yang berani menyela ucapannya apalagi sampai menentang perintahnya. Tidak terkecuali Nadya. Tidak peduli apa yang diucapkan Dimas, Nadya tidak pernah sekalipun berani menentang dirinya.Keberanian Nadya menentang kata-katanya sama sekali tidak diduganya. Sebagai seorang kepala keluarga, bagaimana Dimas bisa menerimanya? Sikap Nadya kali ini sama saja dengan menampar dirinya di depan umum. Tatapan Dimas Wongso seketika berubah dingin."Nadya, beginikah caramu bicara dengan orang tua? Apa kamu ingin mempermalukan keluarga kita? Sekarang, demi pria tidak jelas asal-asulnya seperti dia, kamu berani mengkhianati calon suamimu dan mencoreng nama baik keluarga kita?" Ucap Dimas dingin dan penuh tekanan."Kakek, katakan padaku, apa selama ini aku pernah menentangmu? Jika hari ini aku menentangmu, maka itu karena kakek yang memaksaku melakukannya. Tidak hanya kakek, tapi sem
Bam!Belum sempat pengawal tersebut bereaksi, sebuah pukulan tajam dan terukur sudah membuatnya terhempas terbang.Bam!Serangan itu terjadi dengan begitu cepat seperti badai dan sulit dihentikan. Begitu serangan pertama datang dan menghempaskan satu orang pengawal, pukulan lainnya sudah datang menyusul dan menghempaskan satu orang lainnya.Saking cepatnya, semua orang yang menyaksikannya seakan sedang melihat sebuah ilusi optik dimana mereka melihat satu persatu pengawal keluarga Wongso melayang terbang dan tiba-tiba saja, belasan pengawal yang semula terlihat gagah perkasa, kini sudah meringkuk di atas lantai dengan kondisi sudah tidak sadarkan diri.Sulit bagi siapapun untuk menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Hanya ekspresi kesakitan di wajah para pengawal ini yang menunjukkan kalau mereka diserang dengan sebuah pukulan yang sangat keras dan membuat mereka lumpuh hingga tidak sadarkan diri seperti sekarang ini.Nadya sendiri yang semula sempat mengkhawatirkan keadaan A
"Apa yang mereka lakukan?""Bodoh! Mereka malah melakukannya sendiri tanpa perlu kita paksa. Hahaha!"Melihat dua tetua keluarga Saka yang dengan 'bodoh'nya coba menyelamatkan dua rekannmereka yang ada di tengah kolam membuat Edi tertawa terbahak-bahak. Ia melihat kalau keduanya sudah melakukan tindakan sangat bodoh tanpa menyadari ada sesuatu di bawah permukaan kolam.Benar saja, saat keduanya melintasi permukaan kolam yang tenang, monster ular yang sedang bersembunyi di bawah kolam langsung menyergap dan hampir saja menelan keduanya secara hidup-hidup. Jika saja Awan tidak datang tepat waktu, niscaya keduanya sudah berpindah alam dan menjadi bagian dari isi perut sang ular.Meski begitu, apa yang dilakukan Awan tidak memberi dampak apa-apa selain hanya berhasil mengalihkan perhatian si ular. Bahkan dengan serangan seperti itu tidak meninggalkan satu goresan di permukaan kulit ular monster tersebut.Edi tertawa mencemooh, "Hahaha, dia pikir dia siapa? Menyerang binatang spritual ting
Di tempat lain.Ribuan binatang spritual berlarian masuk ke dalam gua seolah sedang berlomba untuk berebut makanan. Derap langkah mereka yang besar membuat seluruh gua bergetar hebat seolah sedang dilanda gempa bumi.Pemandangan ini akan membuat siapapun gemetar ketakutan. Bahkan tiga tetua pembentukan jiwa yang dibawa oleh Edi tidak urung merasa khawatir. Jika jumlahnya puluhan, mereka mungkin masih dapat dengan mudah membunuhnya layaknya menginjak kawanan semut.Namun, jika jumlahnya sudah sebanyak ini, mereka tidak akan bisa keluar tanpa cidera."Tuan muda, situasi ini tidak terlihat bagus. Kita harus bergerak cepat!""Tetua, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Edi yang ditanya seperti itu justru balik bertanya dengan ekspresi bingung dan tegang.Kepercayaan diri yang ia tunjukkan beberapa menit sebelumnya sudah berubah menjadi ekspresi tegang. Rencana yang seharusnya mudah justru menjadi sangat sulit saat ini. Meskipun mereka berhasil mendapatkan teratai bumi dan inti monster
"Tetua Arsyad, kenapa anda berhenti di sini?" Tanya salah seorang prajurit keluarga Saka heran.Karena tetua Arsyad yang memimpin mereka tiba-tiba berhenti, membuat semua orang di belakangnya ikut berhenti dan menatapnya dengan penuh tanya,Seharusnya mereka harus bergegas kembali ke kediaman keluarga Saka. Karena disamping mereka harus membawa pil untuk kepala keluarga, mereka juga harus segera melaporkan tentang misi penyelamatan dua tetua mereka yang dipimpin oleh Dian dan meminta tim bantuan.Namun, bukannya harus bergegas kembali, tindakan tetua Arsyad yang tiba-tiba berhenti dan menunjukkan gelagat mencurigakan membuat semua orang kebingungan."Cony, serahkan pilnya padaku!" Ujar tetua Arsyad mengulurkan tangannya."Tetua, apa maksudmu? Kita harus bergegas kembali dan melapor pada keluarga utama." Ujar prajurit Cony tidak langsung menuruti permintaan seniornya tersebut."Apa perintahku kurang jelas? Cepat, serahkan pil itu padaku!" Ulang tetua Arsyad dingin."Maaf, tetua! Kami t
Ternyata, Awan sudah memperhitungkan semua kemungkinan bahaya yang dapat membahayakan dirinya dan orang-orang disekitarnya. Itu termasuk semua orang yang pernah menentang Awan seperti halnya kelompok Shelma.Tetua Dion sempat meragukan kecurigaan Awan saat itu. Menurutnya, Shelma seperti halnya semua prajurit dalam keluarga Saka adalah karakter yang sangat loyal. Karena salah satu persyaratan agar mereka bisa diterima sebagai prajurit keluarga Saka adalah mereka harus bersumpah setia menggunakan darah yang membuat mereka tidak bisa mengkhianati keluarga Saka.Hanya saja, alasan akan cukup masuk akal dengan menjelaskan kalau dirinya hanya orang luar yang membuat Shelma ataupun rekan-rekannya bisa saja menghabisi dirinya. Ditambah jika ada seseorang yang mampu meyakinkan mereka.Siapa lagi, kalau bukan Edi Purnama.Itu sebabnya, sesaat sebelum masuk ke dalam gua, sesuai dengan arahan Awan, tetua Dion sengaja memberi tanggungjawab pada Shelma dan rekan-rekannya secara khusus menjaga keam
Edi sempat salah tingkah saat Awan tiba-tiba bertanya padanya dan menjawab dengan nada agak tinggi, "Apa maksudmu bertanya seperti itu? Bagaimana aku tahu apa yang ada di dalam sana! Seperti kata Dian, seharusnya kita menyelamatkan tetua Elang dan tetua Evan sebelum ular monster itu kembali.""Begitukah?" Ujar Awan dengan senyum licik yang membuat Evan merasa gelisah layaknya seorang maling yang baru saja tertangkap basah."Bagaimana kalau kamu sudahi saja sandiwara ini, tuan muda Edi? Atau, aku sendiri yang akan membongkar kebohonganmu?""Kebohongan apa maksudmu? Jika ada yang perlu dicurigai di sini maka itu adalah kamu. Kita semua sudah melihat kalau dua tetua Saka ada di sana. Tapi, bukannya bergegas menyelamatkan mereka, bajingan ini justru membuat tuduhan tidak mendasar dan mengulur waktu yang membuat nyawa mereka bisa saja tidak dapat diselamatkan." Balas Edi ketus dan membalikkan semua kesalahan pada Awan.Selain tetua Dion, para prajurit keluarga Saka tampak mulai termakan de
Rombongan Awan masuk ke dalam gua.Gua itu sendiri memiliki lebar tidak lebih dari dua setengah meter.Hanya saja, siapapun yang masuk ke dalam gua akan merasakan tekanan yang sangat besar seolah mereka sedang memasuki mulut harimau. Tidak terkecuali mereka yang berada di ranah pembentukan inti seperti halnya tetua Dion dan yang lainnya. Mereka merasakan tekanan yang belum pernah mereka hadapi.Tidak heran, Dian yang berada di ranah pembentukan fondasi tampak begitu tertekan. Sampai-sampai ia tidak berani berada jauh dari sisi Awan. Berada di dekat Awan satu-satunya cara yang membuatnya merasa agak aman.Karena di dalam gua terdapat binatang spritual tingkat empat dan juga lebar gua yang relatif sempit, mereka tidak memiliki pilihan selain berjalan kaki dan berusaha untuk menyembunyikan hawa keberadaan mereka.Hanya saja, belum lama mereka berjalan masuk ke dalam gua, mereka terpaksa berhenti karena di depan mereka terdapat beberapa lorong.Tanpa mereka sadari, gua tempat mereka ber
Keserakahan terkadang membuat seseorang bisa kehilangan akal sehat dan nuraninya. Itulah yang terjadi pada Edi Purnama.Menurut Awan, Edi memiliki tujuan utama yang membuatnya sampai rela menjadikan wanita yang disukainya sebagai alat untuk mendapatkan keinginannya. Bisa jadi, Awan dan tim keluarga Saka akan dijadikan sebagai pengalih perhatian.Hanya saja, Awan tidak bisa menyimpulkan apa yang sedang dicari oleh Edi sampai berani mengorbankan banyak orang untuk mendapatkan keinginannya. Yang bisa dilakukan Awan saat ini adalah mengikuti permainan Edi dan membuat langkah antisipasi untuk menghindari jatuhnya korban di pihak mereka.Setelah menjelaskan rencananya pada tetua Dion, Awan lalu membuat pil pemulihan untuk kepala keluarga Saka seperti janjinya. Yang mengejutkan, pembuatan pil ini sendiri tidak menggunakan tungku alkimia seperti kebanyakan alkemis lainnya dan Awan bahkan hanya membutuh waktu kurang dari lima menit untuk memurnikan empat pil tingkat atas."Astaga! Dokter jeni
Awan dan tetua Dion sampai di area pinggir hutan yang relatif sangat sepi dan bagian belakang mereka adalah tebing yang cukup tinggi. Sebuah tempat yang cukup ideal untuk meramu pil."Dokter jenius Awan, katakan saja, apa yang anda ingin saya lakukan?" Tanya tetua Dion begitu hanya ada mereka berdua di tempat tersebut.Awan tersenyum kecil dan berkata, "Hmn, tetua Dion sangat bijak. Saya kagum, tetua dapat membaca maksud saya mengajak anda ke sini.""Jangan mengejek saya, dokter jenius Awan! Di depan anda, saya justru tidak ada apa-apanya.""Saat anda mengajak saya untuk menjaga anda membuat pil, saya menyadari kalau ada sesuatu yang anda inginkan dari saya tapi tidak ingin diketahui oleh yang lainnya. Saya melihat anda dapat mengalahkan hewan spritual tingkat tiga dengan mudah. Bagi orang lain, mungkin itu suatu keberuntungan karena mengira tetua Armen sudah tenaga dan melukai monster itu sebelumnya. Tapi, saya tidak melihatnya demikian. Ular itu bahkan tidak terluka sama sekali oleh
"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" Tanya Dian meminta saran Awan dan para tetua.Meski dalam hati Dian sangat ingin menyelamatkan dua orang tetuanya yang ditangkap oleh monster ular tersebut. Namun, Dian masih dapat mengendalikan ketenangannya dan mempertimbangkan jalan terbaik yang harus mereka ambil.Misi menyelamatkan dua tetuanya jelas adalah misi yang hampir mustahil. Pertama, mereka tidak tahu bagaimana nasib kedua tetua tersebut saat ini. Entah mereka masih hidup atau sudah mati. Kedua, kalaupun mereka nekad pergi menyelamatkan keduanya, peluang keberhasilan mereka sangatlah kecil.Bagaimanapun lawan yang menanti mereka adalah binatang spritual tingkat empat. Sementara mereka hanya memiliki empat ahli pembentukan inti tahap menengah. Itupun jika Edi Purnama bersedia membantu mereka serta ditambah oleh lima orang pembentukan inti tahap awal.Untuk Awan sendiri, Dian tidak mungkin melibatkannya dalam misi berbahaya ini. Bagaimanapun, Awan adalah harapan kesembuhan kakeknya.