Malam itu, suasana rumah sakit terasa berbeda. Meski masih diselimuti kekhawatiran akan kondisi kesehatan ayahnya, ada kehangatan yang muncul di antara mereka. Rain telah menyiapkan makan malam yang ia pesan, di ruang makan kecil yang terhubung dengan kamar VVIP ayahnya Summer. Makan malam itu adalah cara Rain untuk mengalihkan pikiran Summer dari kecemasan yang terus membayangi, dan kehadiran Rain tampaknya berhasil membawa suasana yang lebih ringan.Haru, yang semula duduk diam di samping Summer, segera menjadi pusat perhatian saat Rain mulai mengajaknya berbicara. Anak kecil itu memang cenderung pendiam di tengah situasi yang tidak menyenangkan, tetapi entah bagaimana, Rain berhasil membuatnya tertawa. Mereka duduk melingkar di meja, menyantap hidangan sederhana yang disiapkan Rain. Di satu sisi meja, Rain dengan gayanya yang santai, membuat lelucon kecil tentang ayam goreng yang membuat Haru tertawa terbahak-bahak. “Jadi, Haru, gimana kalau nanti kita goreng ayam sama-sama? Haru
Pagi itu, langit tampak cerah, seakan mencerminkan suasana hati Rain yang penuh semangat. Ia merasakan dorongan yang kuat untuk menyelesaikan semua pekerjaannya dengan cepat. Pikiran tentang Summer dan Haru membuatnya ingin segera kembali ke rumah sakit, memastikan bahwa mereka baik-baik saja. Ada sesuatu yang hangat tumbuh di hatinya, dan ia tahu kalau itu adalah cinta dan rasa kepeduliannya terhadap Summer dan Haru.Di galeri seni miliknya, Rain menatap deretan lukisan dan karya seni yang dipajang dengan bangga. Setiap detail dan sentuhan seni di galeri itu menggambarkan dedikasi dan kecintaannya pada dunia seni. Namun, pikirannya terus melayang kembali pada pertemuan dengan Summer dan Haru malam sebelumnya.Setelah mengadakan beberapa pertemuan singkat dengan klien dan menyelesaikan beberapa berkas penting, Rain memutuskan untuk mengambil cuti setengah hari. Ia tidak sabar ingin segera ke rumah sakit. Ia memberitahu kepada stafnya bahwa ia akan pulang lebih awal hari ini, dan merek
Setelah hari yang panjang dan melelahkan di tempat kerja Summer, Summer kembali ke rumah sakit dengan hati penuh harapan. Ia telah menyelesaikan satu hari yang cukup menguras pikiran, dan kini adalah saatnya untuk berkumpul bersama keluarga.Sesampainya di rumah sakit, Summer berjalan dengan langkah cepat menuju ruang VVIP milik ayahnya. Setiap langkah terasa berat oleh rasa cemas dan harapan. Begitu masuk ruangan, Summer melihat pemandangan yang tidak terduga. Rain dan Haru sedang duduk di ruang santai, tampak asyik menonton televisi bersama.Rain duduk di kursi, dengan Haru yang berbaring di pangkuannya. Mereka tampak fokus pada acara TV yang ceria, dan tawa kecil Haru menghangatkan suasana di ruang tersebut. Summer berhenti sejenak, terpesona oleh pemandangan yang hangat ini. Rain tampak begitu nyaman dan terhubung dengan Haru, seolah-olah ia telah menjadi bagian dari keluarga ini.Menyadari kehadiran Summer, Rain menoleh dan tersenyum lebar pada Summer. "Kamu sudah pulang?" tanya
Setelah mendapati fakta yang mengejutkan, Summer tidak lagi bisa fokus pada pekerjaannya hari ini. Walau begitu, ia harus menyelesaikan pekerjaannya. Setelah semuanya selesai, Summer duduk di ruang televisi sambil memikirkan apa tindakan yang harus ia ambil.Selama ini, ia merasa Rain adalah sahabat lama yang tak sengaja dipertemukan kembali oleh takdir. Tapi kini, bayangan Rain seakan berubah menjadi sesuatu yang lebih rumit dan dalam. Summer merenung, mencoba memproses setiap kejadian yang telah berlangsung, terutama sejak ia menerima pekerjaan di apartemen misterius ini.Ia mengingat kembali setiap percakapan, setiap pertemuan, dan setiap bantuan yang diberikan Rain padanya. Mulai dari kemunculannya di rumah sakit, perhatian yang Rain berikan pada Haru, hingga biaya perawatan ayahnya yang secara ajaib tiba-tiba berkurang, karena ada bantuan dari orang tak dikenal. Dan kemudian, pekerjaan aneh di apartemen mewah ini, di mana ia merasa seakan diawasi oleh sosok yang tidak pernah terl
Langkah kaki Rain terhenti tiba-tiba. Jantungnya berdegup kencang saat matanya menangkap sosok yang tak pernah ia sangka akan melihatnya di sini. Summer, berdiri di depan rumah, menunggunya. Seakan-akan bumi berhenti berputar sejenak, dan kesadaran akan situasi yang tak terelakkan membuat darahnya berdesir cepat. Summer, yang sejak tadi menunggu Rain di taman dengan sabar, menunggu Rain pulang, akhirnya mendapati keberanian untuk berdiri di depan Rain, walau kebingungan masih melanda dirinya dengan hebat. Sekian lama ia menunggu momen ini, dan kini saatnya telah tiba. Ia ingin konfirmasi dengan matanya sendiri, bahwa Rain, pria yang selama ini selalu ada di sisinya, adalah orang yang memiliki apartemen ini dan orang yang telah membantunya tanpa ia sadari. Rain menelan ludah, merasakan kepanikan yang mulai menjalari seluruh tubuhnya. Dalam hitungan detik, berbagai skenario terlintas di benaknya. Haruskah ia mengelak? Berbohong lagi? Tapi tatapan mata Summer yang penuh harap dan ras
Saat Summer tiba di rumah sakit, malam sudah cukup larut. Lampu-lampu di lorong rumah sakit memberikan cahaya redup yang terasa menenangkan, tapi di dalam hatinya, kegelisahan dan kesedihan berputar dengan cepat, sulit dikendalikan. Langkah-langkahnya terasa berat ketika ia menuju ke kamar rawat ayahnya. Meilani, yang duduk di kursi dekat tempat tidur Haru, segera menyadari perubahan di wajah putrinya. Meskipun Summer mencoba tersenyum dan menyembunyikan apa yang ia rasakan, seorang ibu selalu tahu ketika anaknya sedang tidak baik-baik saja. Haru sudah tertidur pulas, napasnya teratur dan damai, memberikan sedikit ketenangan di tengah kegelisahan Summer.“Summer,” panggil Meilani dengan lembut, saat Summer mendekat. “Kamu kelihatan capek. Ada apa?”Summer hanya menggeleng pelan, tidak ingin langsung membahasnya. Namun, saat ia menatap wajah ibunya yang penuh perhatian, hatinya tak sanggup lagi menahan beban yang ia rasakan. Air matanya mulai menggenang, dan sebelum ia bisa menghentik
Di sudut ruangan rumah sakit yang sepi, Summer duduk di kursi dekat jendela, membiarkan angin malam yang sejuk menyapu wajahnya. Ruangan itu tenang, hanya terdengar detak mesin yang mengawasi kondisi ayahnya. Di tangannya, ponsel yang baru saja ia nyalakan menyala terang, menampilkan pesan dari Rain yang telah masuk beberapa saat yang lalu. Summer membaca pesan itu berulang kali, mencerna setiap kata dengan hati-hati. Pesan itu singkat namun penuh dengan makna, dan sukses membuat hati Summer bergetar. Sejak mengetahui kebenaran tentang siapa Rain sebenarnya, Summer merasa dunianya terbolak-balik. Ia merasa terbebani oleh kenyataan bahwa orang yang selama ini membantunya, memperhatikan setiap langkahnya, ternyata adalah orang yang mulai ia anggap spesial, namun ia merasa ada dinding besar yang dibangun di antara mereka—sebuah dinding yang terbentuk dari ketidaktahuan dan kebohongan. Summer menutup matanya, menghela napas panjang. Segala hal yang Rain lakukan selama ini terputar kem
Summer terkejut mendengar pengakuan Rain. Hatinya berdebar kencang, dan dia merasa seluruh dunianya seakan berhenti sejenak. Rain, dengan tatapan serius dan penuh harapan, baru saja mengungkapkan perasaannya yang terdalam. Summer bisa merasakan intensitas dari kata-kata Rain, dan meskipun Rain sendiri tampaknya terkejut dengan keberanian yang tiba-tiba muncul, kata-kata tersebut tidak bisa dihapus atau diabaikan. "Rain, apa kamu serius?" tanya Summer dengan suara bergetar. "Apa ini benar-benar yang kamu rasa?" Rain menatap Summer dengan tatapan penuh penyesalan dan harapan. "Iya, aku serius Summer. Aku tau ini tiba-tiba dan mungkin buat kamu kaget. Aku hanya mau kamu tau betapa pentingnya kamu buat aku. Aku rasa aku bakalan gila kalau aku nggak jujur ke kamu soal perasaan aku." Summer mematung, perasaan campur aduk memenuhi dirinya. Dia merasa tersentuh dengan pengakuan Rain, tetapi juga merasa bingung. "Ini... ini bukan apa yang mau aku bicarakan hari ini, Rain," kata Summer denga