Vian sudah berada di rumah Bella. Dia berniat menjemput Bella agar berangkat sekolah bersama. Sekaligus menanyakan alasan kenapa Bella kemarin tidak mengangkat teleponnya."Loh, Vian." Vian mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu ketika Baron keluar.Vian tersenyum. "Bang. Bella ada?""Bella udah berangkat.""Udah berangkat? Daritadi?"Baron mengangguk. "Tadinya mau gue antar, tapi dia gak mau. Katanya pengin naik ojol aja. Emang dia gak ada bilang sama lo?"Vian menggeleng. "Gue telfon dari semalam gak diangkat. Chat juga gak dibalas."Baron terdiam sejenak. Dia lupa kalau Bella sedang marah dengan Vian."Padahal ini baru jam enam kurang. Tumben banget dia berangkat pagi.""Mungkin dia lagi pengin berangkat lebih pagi. Mending lo berangkat juga biar bisa ketemu dia.""Iya bang, kalau gitu gue pamit dulu.""Hati-hati."***"Bell, gak lama lagi kita bakal olimpiade. Lo deg-degan gak? Apalagi kan udah lama gak ikut lomba." Alan bertanya."Lan, kemarin lo ketemu Vian di rumah Sani dia
"Iya, sebentar." Bella sangat malas jika sedang sakit dan harus membukakan pintu ketika ada tamu yang datang. Tapi mau bagaimana lagi, sedang tidak ada orang di rumah. Baron sedang pergi mengerjakan tugas di rumah temannya, sedangkan Lani sedang pergi arisan."Sebentar! Gak sabaran banget sih." Bella menggerutu."Hai!" Bella semakin kesal ketika tahu yang datang adalah Vian. Bella hendak menutup pintu, namun Vian segera menahannya."Bell, tunggu bentar. Gue mau ngomong.""Gak ada yang perlu diomongin. Lepas gak?"Vian menggeleng. Masih tetap menahan pintu."Ya udah." Karena kesal Bella membiarkannya dan kembali ke dalam. Vian segera menyusul."Bentar Bell." Vian menahan lengan Bella."Gue lagi gak mau diganggu.""Gue gak mau ganggu lo kok. Gue cuma mau cek keadaan lo. Kata bang Baron lo lagi sakit dan lo sendirian di rumah, makanya gue ke sini.""Jagain aja Sani. Dia pasti sendirian di rumah," sindir Bella."Jangan gitu dong, Bell. Ini gue bawain bubur ayam buat lo. Dimakan dulu, ya.
"Sita!" Vian segera menghampiri Sita yang kebetulan hendak ke kelas.Sita menoleh. "Kenapa Yan?""Gue boleh minta tolong gak?""Minta tolong apa?"Vian memberikan buku paket pada Sita. "Gue boleh minta tolong lo buat kasih buku ini ke Bella gak?"Kebetulan beberapa hari yang lalu Vian sempat meminjam buku Bella untuk dipakai belajar.Sita mengernyitkan keningnya. "Kenapa gak dikasih langsung ke Bella?""Em, gue mau buru-buru ke kelas. Mau nyalin tugas. Minta tolong ya." Vian pun pergi.Sita menatap heran Vian yang sudah pergi. Dia merasa heran karena Vian tampak aneh. Padahal biasanya Vian selalu rajin pergi ke kelas untuk menemui Bella, tapi sekarang Vian malah seperti menghindar.***"Bell, ini buku lo." Sita memberikan Bella buku yang tadi dititipkan Vian."Kok bisa di lo?" Bella bertanya sedikit heran. Karena setahunya bukunya itu sedang dipinjam Vian."Tadi Vian nitip ke gue. Katanya dia buru-buru mau nyalin tugas jadi gak sempat balikin ke lo.""Oh gitu." Bella pun menerimanya.
Sani menatap Vian dan Bella sinis ketika keduanya asyik mengobrol, sesekali tertawa."Kenapa San?" Beno bertanya.Beno dan Regan mengambil duduk di depan Sani. Sehingga menutupi Vian dan Bella dari pandangannya.Sani menggeleng sembari meminum es tehnya. "Lo cemburu liat Vian sama Bella?""Enggak. Ngapain juga gue cemburu?" Sani mengelak."Kita sebagai teman lo yang udah kenal lo lama tahu banget lo gimana. Jadi mau lo bohong pun kita bakal tahu." Regan menyahut.Beno mengangguk menyetujui ucapan Regan."Jadi maksud lo gue bohong gitu? Selama kalian temenan sama gue kalian selalu ngira gue bohong?""Gak gitu maksudnya, San. Kita cuma pengin lo jujur aja kok. Kalau lo simpan semuanya sendirian yang ada lo yang sakit.""Mau gue sakit atau gimana pun gak ada urusannya sama lo berdua, kan? Gak akan ngerugiin lo berdua juga, kan?"Regan dan Beno makin bingung bagaimana harus menjelaskan agar Sani tidak salah paham dengan maksud dari ucapan mereka."Bukan gitu, San. Kita cuma ....""Udahla
"Ekhem, rajin amat bro baca buku pagi-pagi.""Biasalah, kan udah jadi pacarnya Bella jadi harus pintar juga dong. Kalau nilainya jelek kan Bella yang malu." Regan menyahut.Vian menatap keduanya malas. "Tumben banget lo berdua datang jam segini.""Lo yang tumben jam segini udah datang. Mana baca buku lagi. Biasanya datang telat.""Bella nyuruh datang lebih awal biar dia ada waktu buat belajar bentar. Soalnya waktu dia kebagi buat belajar uts sama olimpiade. Gue jadi kasihan sama dia," ujar Vian. Padahal Vian sudah menasehati Bella agar belajar secukupnya dan istirahat yang cukup, tapi sepertinya Bella tidak mendengar nasehatnya. Waktu Vian menjemput Bella saja gadisnya itu tampak seperti buru-buru dan wajahnya juga tampak baru bangun tidur. Mungkin karena begadang. Ketika Vian bertanya, Bella malah berbohong. Vian tidak mau Bella terlalu memaksakan diri dan akhirnya jatuh sakit. Apalagi sakit saat olimpiade. "Dia begadang juga ya kayak Sani?" Regan bertanya.Vian mengangguk. "Udah g
"Loh, Bell, kok lo di sini?" Vian yang baru tiba di rumahnya cukup terkejut ketika melihat Bella yang berada di ruang tamu.Bella tersenyum. "Darimana?""Dari rumah Regan abis belajar bareng. Lo ngapain ke sini? Mana masih pakai seragam lagi. Jangan bilang selesai belajar sama Sani lo langsung ke sini?"Bella mengangguk."Lo dianter sama siapa?""Alan.""Kok lo gak bilang mau ke sini?""Habisnya waktu gue suruh lo ke rumah buat belajar bareng lo gak mau. Ya udah gue ke sini.""Bukan gak mau, tapi gue gak mau lo jadi makin capek karena harus ngajarin gue.""Tapi gue gak capek. Gue mau kok ngajarin lo."Vian mengembuskan napas. "Udah berapa lama nungguin gue?""Sejam yang lalu.""Sejam? Gue anterin lo pulang aja, ya."Bella menggeleng. "Gue kan maunya belajar bareng lo.""Tapi ini udah kemalaman. Gak enak sama orangtua lo. Dari pagi sampai sekarang belum pulang rumah.""Gue udah izin kok. Sana ganti baju.""Tapi Bell ....""Udah sana ganti baju."***"Kenapa liatin gue kayak gitu?" Bell
"Lo kenapa lagi? Perasaan kita udah selesai uts kok muka lo masih kusut gitu?" Beno bertanya.Vian menghela napas. "Gue kangen sama Bella.""Ya elah, baru juga ditinggal sehari udah galau aja. Lagian Bella juga kan cuma pergi seminggu.""Seminggu itu lama, No. Makanya pacaran biar tahu rasanya jadi gue.""Lebay lo. Gue yang waktu itu ldr aja gak gini-gini amat.""Malah lebih parah lo dibanding Vian kali." Regan menyahut.Beno menatap Regan sinis. "Diam lo.""Telfon aja Bella nya. Daripada lo galau gak jelas gini." Regan memberi saran."Nah, benar tuh. Telfon aja sekalian video call.""Gue juga maunya gitu, tapi sama Sani gak dibolehin.""Kok gitu? Emang dia siapa ngatur-ngatur?""Kemarin dia temuin gue dan bilang kalau gue jangan ganggu Bella selama mereka di sana. Karena dia gak mau gue ganggu mereka."Kemarin Sani memang pergi ke rumah Vian. Niatnya mengantarkan oleh-oleh yang dibawa papanya dari luar kota sekaligus memberitahu Vian agar jangan menghubungi Bella ketika mereka mengik
"Wih, lo di peringkat tiga, Yan," ujar Beno cukup takjub ketika melihat daftar nama peringkat ujian tengah semester kelas mereka. "Hebat banget Bella.""Kok Bella?" tanya Beno bingung."Iya Bella. Dia lagi-lagi dapat peringkat pertama ngalahin Sani. Awalnya gue mikir waktu ulangan harian dia cuma beruntung karena Sani yang sempat sakit, tapi gue rasa emang Bella bisa ngalahin Sani. Bahkan dia juga bisa buat nilai Vian meningkat pesat."Vian tersenyum lalu mengangguk menyetujui ucapan Regan. "Emang beruntung gue punya cewek kayak Bella.""Apa gue pacaran sama Bella juga ya biar nilai gue bisa bagus kayak Vian."Seketika Vian menatap Beno tajam. "Maksud lo apa?"Beno cengengesan. "Bercanda Yan. Makanya lo berdua bantuin gue cariin cewek dong.""Cari sendiri!"***"Loh, Vian?" "Hai!" Vian tersenyum lebar menyambut Bella yang baru saja pulang. "Kok lo di sini? Bukannya sekarang masih ada kelas? Ini kan baru jam sebelas.""Guru lagi pada rapat, makanya disuruh pulang."Bella manggut-man
"VIAN!"Vian terkesiap dia langsung bangun dari tidurnya. "Ada apa Bell? Lo kenapa?" tanya Vian yang masih mencoba mengumpulkan kesadarannya.Bella tak segan menimpuk Vian dengan buku yang sedang dipegangnya. Membuat Vian meringis."Lo tuh ya gue kan suruh lo kerjain soal. Kenapa lo malah tidur?""Sorry, Bell. Gue ngantuk banget. Soalnya semalam nobar bola bareng Regan sama Beno.""Oh, jadi semalam lo suruh gue tidur duluan biar lo bisa begadang gitu? Pantes aja waktu gue chat lagi langsung centang satu. Lo sengaja matiin hp biar gue gak ganggu lo, kan?"Vian segera menggeleng. "Gak gitu, Bell. Lo salah paham. Gue bisa jelasin.""Gue gak butuh penjelasan lo. Lo sadar gak sih kita itu udah kelas dua belas. Udah waktunya buat belajar persiapan ujian. Emang lo mau nilai lo jelek terus gak keterima di kampus impian lo?""Enggak. Sorry, Bell, gue janji gak akan kayak gitu lagi.""Gue udah males dengar janji-janji lo. Sekarang lo kerjain soal-soal ini waktu lo cuma tiga jam. Awas aja kalau
"Akhirnya tuan putri yang ditunggu-tunggu turun juga," ucap Vian ketika Bella menghampirinya.Bella sudah berpakaian rapi, tapi wajahnya terlihat jelas baru bangun tidur. Bahkan Bella beberapa kali menguap."Lo ngapain pagi-pagi ngajak gue pergi sih? Gue kan masih ngantuk. Masih pengin tidur.""Semalam kan gue udah sempat chat lo kalau kita mau jalan pagi.""Iya, tapi gue gak liat hp soalnya gue semalam begadang sama Sita sama Sani.""Ya udah, kalau lo gak mau pergi gak papa deh. Cancel aja.""Lah? Kok dibatalin sih? Kan gue udah siap-siap.""Iya, tapi lo kayak gak mau pergi gitu. Daripada nanti mood lo gak bagus mendingan gak usah aja." "Gue bukannya gak mau, Yan, tapi gue ngerasa kepagian aja perginya. Kan bisa kita keluarnya siang atau sore.""Gue ngajak pergi pagi karena gak mau kita kena macet, tapi kalau emang lo masih ngantuk ya udah tidur lagi aja.""Gimana sih lo? Gue kan udah siap-siap. Walaupun gue ngantuk, tapi kan gue mau pergi.""Percuma lo mau pergi kalau mood lo aja g
"Kalian yang semangat belajarnya, ya. Apalagi udah naik kelas dua belas. Harus lebih fokus biar nilainya bagus dan bisa masuk kampus impian kalian." Alan berpesan sebelum dia pergi.Saat ini mereka sedang berada di bandara untuk mengantarkan Alan pulang ke Surabaya. "Lo juga semangat. Semoga bisa cepat dapat cewek baru ya biar gak gangguin Bella lagi," ucap Vian yang langsung mendapat tatapan tajam dari Bella."Safe flight ya, Lan. Kalau udah sampe kabarin kita," ujar Sita.Alan mengangguk lalu beralih menatap Sani. "San, kalau yang lain gue minta buat rajin belajar gue minta lo istirahat yang banyak, ya."Sani mengernyitkan keningnya. "Kenapa? Lo mau nilai gue jelek? Lo gak suka gue kalau gue masuk kampus bagus?"Alan segera menggeleng tidak mau membuat Sani salah paham. "Gak gitu. Gue cuma pengin lo bisa atur waktu buat kapan belajar dan kapan istrirahat. Jangan lo gunakan semua waktu lo buat belajar. Manusia juga butuh istirahat. Emang lo mau drop lagi kayak kemarin-kemarin? Sekar
Vian mendekati Sani yang kebetulan sedang duduk di depan kelas. "San, gue minta maaf soal kemarin. Niat gue cuma mau nolongin lo.""San, kok lo diam aja?" Sani mengembuskan napas beralih menatap Vian. Beberapa detik kemudian dia tersenyum. "Gue maafin kok.""Beneran?" Sani mengangguk. "Gue takut banget lo jadi benci sama gue karena kejadian kemarin. Terus bokap lo gimana? Marah sama lo gak?""Awalnya marah, tapi gue mutusin buat ungkapin semua yang selama ini gue pendam ke bokap gue. Karena gue capek selalu diam dan ikutin semua kemauan bokap gue. Syukurnya bokap gue sadar dan minta maaf ke gue. Bahkan hubungan kita udah jauh lebih baik."Vian tersenyum lega. Usahanya berhasil. "Syukur deh. Gue lega dengarnya. Soalnya dari kemarin Bella gak tenang banget.""Bella? Gak tenang gimana?""Ya dia takut lo malah diamuk sama bokap lo. Makanya dia jadi kepikiran terus.""Thanks ya, udah mau bantuin gue. Emang sih gue marah karena tindakan lo yang bisa dibilang lumayan membahayakan gue, tap
"Lo berdua ngapain ke sini?" Sani terlihat tidak senang ketika Vian dan Bella datang ke rumahnya.Mungkin kalau tidak ada mamanya Sani sudah mengusir mereka. Karena saat ini dia sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun."Gue mau ketemu bokap lo."Sani mengerutkan keningnya. "Mau ngapain?" Tentu saja Sani heran karena tidak biasanya Vian ingin bertemu dengan papanya. "Mau kasih oleh-oleh dari bokap gue.""Harus banget nunggu bokap gue? Gak bisa dititipin ke gue?"Vian menggeleng. "Bokap gue udah kasih amanah buat gue untuk kasih langsung ke bokap lo tanpa perantara.""Tapi bokap gue baliknya malam. Lo mau nunggu lama?""Gak papa kok. Lagian kita juga gak ada urusan mendadak sih. Jadi kita bisa nunggu lama. Iya kan, Bell?"Bella hanya mengangguk.Sani mengembuskan napas kasar. Terlihat jelas dia tidak suka, tapi dia tidak bisa melakukan apapun selain membiarkan mereka.***"Loh, ada Vian." Irvan, papa Sani yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Untungnya mereka tidak dibuat menun
"Kenapa lo baru bilang kalau lo mau balik ke Surabaya? Kenapa lo cuma ngomong ke Bella? Kenapa gue enggak? Emang teman lo Bella doang?" Pertanyaan beruntun diberikan Sita pada Alan saat Alan memberitahunya kalau dia akan kembali ke Surabaya."Makanya sekarang gue bilang ke lo kan.""Tapi kenapa baru sekarang? Kenapa gak dari lama? Bella udah tahu duluan. Lo gak anggap gue teman lo, ya? Iya, gue tahu emang gue jarang ngobrol sama lo, tapi kan setidaknya gue juga harus tahu." Ekspresi Sita terlihat kesal.Alan mengembuskan napasnya sejenak. "Oke, gue salah. Gue minta maaf karena baru ngomongnya sekarang. Lo mau kan maafin gue? Gue traktir apapun yang lo mau sebelum gue balik."Sita menatap Alan sinis. "Lo pikir gue bisa disuap sama makanan?""Gak gitu, Ta. Gue cuma pengin lo maafin gue aja. Kalau lo gak mau gue traktir terus lo mau gue gimana biar bisa lo maafin?"Sita terdiam cukup lama sembari sibuk dengan ponselnya. "Gue mau lo hari ini beliin semua yang gue mau. Nih listnya." Sita m
"Bella!" Sita berlari menghampiri Bella lalu memeluknya erat. "Gue bangga banget sama lo, Bell. Lo emang terbaik. Gue tahu lo emang hebat. Dengan kayak gini lo bisa nutup mulut orang-orang yang selalu beranggapan kalau lo itu gak ada apa-apanya dibanding Sani," ujar Sita sembari melirik sinis beberapa siswa yang lewat. Sita ingat betul kalau siswa-siswa tersebut adalah orang yang pernah meremehkan Bella karena Bella berhasil meraih peringkat pertama saat ujian tengah semester mengalahkan Sani.Bella mengembangkan senyumnya. "Makasih Ta, tapi kayaknya lo agak berlebihan deh mujinya. Gue biasa-biasa aja kok. Gak sehebat itu.""Udah deh gak usah merendah gitu. Gue tahu lo paling hebat. Sorry ya kemarin gue gak ngucapin."Bella mengangguk. "Iya, gak papa kok. Kan lo sakit. Masa gue mau marah sama lo yang lagi sakit.""Btw, gue belum liat Sani. Ke mana ya dia?"Bella menatap Sita sedikit heran. Tidak biasanya Sita menanyakan Sani. Apa mungkin Sita sudah tidak marah lagi dengan Sani?"Belum
"Yan, daftar peringkat nilai UAS udah keluar. Lo gak mau liat?" tanya Regan."Nanti aja." "Loh? Kenapa? Bukannya lo nunggu dari kemarin?""Emang, tapi gue gak siap. Gue takut gak sesuai sama harapan gue. Gue takut ngecewain Bella.""Lo kan udah usaha, Yan. Bella juga pasti ngerti kok."Vian menggeleng. "Syarat gue baikan sama dia kan peringkat gue harus bagus. Gue gak yakin kalau gue bisa masuk sepuluh besar.""Mungkin Bella ngomong kayak gitu biar lo lebih rajin belajar. Percaya sama gue Bella pasti bakal bangga sama lo apalagi ngeliat usaha lo yang belajar mati-matian.""Gan! Regan!" "Apasih Ben? Teriak-teriak emang gue budek.""Lo udah liat peringkat lo belum? Gila, lo di peringkat sebelas, bro! Gak nyangka gue. Keren juga lo," ucap Beno yang begitu antusias.Regan tersenyum bangga. "Iya lah, emang lo peringkat lima puluh."Beno menatap Regan sinis. "Sombong amat!" Beno beralih menatap Vian. "Lo gak mau ngecek peringkat lo? Tadinya mau gue foto, tapi keburu rame jadinya gak sempa
"Kenapa?"Terdengar helaan napas lega dari seberang sana ketika Bella menjawab telepon masuk. 'Akhirnya lo angkat juga. Gue telfon daritadi hp lo gak aktif.'"Sengaja gue matiin biar fokus belajar."'Masih belajar gak? Takutnya gue ganggu.'"Kenapa?" Bella kembali bertanya karena belum mendapatkan jawaban.'Gue cuma mau bilang kalau lo jangan salah paham ya soal yang lo liat tadi. Gue tadi cuma berusaha buat nenangin Sani.'"Oke." Setelahnya Bella langsung memutuskan sambungan panggilan begitu saja. Bella kembali mematikan ponselnya karena dia tahu Vian pasti akan kembali menghubunginya dan dia sedang tidak ingin diganggu.Bella mengerti kalau Vian memang mencoba untuk menenangkan Sani. Hanya saja sebagai pacar Vian tentu Bella merasa cemburu, tapi tidak mungkin dia memperpanjang masalah karena Bella malas ribut di hari-hari yang penting ini. Yang ada malah membuat dia tidak fokus belajar dan akan mempengaruhi nilai ujiannya. Lagipula Vian juga sudah berusaha untuk menjelaskan padanya