"Ini mau ke mana sih?" Bella yang sedari tadi diam akhirnya membuka suara. Karena mereka sudah hampir dua puluh menit perjalanan, tapi belum juga sampai. Vian menatap Bella dari kaca spionnya sembari tersenyum. "Bentar lagi juga sampe kok."Tak lama kemudian Vian berhenti di depan sebuah panti jompo.Kini Bella mengerti kenapa tadi Vian membeli banyak kue ketika dalam perjalanan tadi. Rupanya karena Vian ingin pergi ke panti jompo."Yuk." Vian sudah turun dari motor.Bella mengikuti Vian masuk ke dalam."Selamat siang, Bu.""Eh, siang Vian. Akhirnya ke sini lagi. Ditanyain terus tuh sama nenek Ani."Vian tersenyum. "Maaf Bu, baru bisa datang. Akhir-akhir ini emang Vian lumayan sibuk.""Ini siapa? Pacar, ya?" Ibu pengurus panti jompo bertanya ketika melihat Bella."Teman Vian, Bu. Sengaja ngajakin biar ada yang nemenin.""Bella." Bella memperkenalkan dirinya."Saya Fitri. Pengurus panti ini."Bu Fitri beralih menatap Vian. "Kamu gak salah pilih teman. Cantik."Vian tersenyum, sedangka
“Kenapa San? Galau ya karena peringkat lo turun?” Vian bertanya karena Sani sedari tadi hanya melamun.Meskipun Sani tidak memberitahu Vian, tapi Vian dapat mengetahuinya. Apalagi Vian berteman dengan Sani sudah cukup lama.“Ya gitu deh. Peringkat gue turun dan berujung dimarahin bokap.”“Gak papa, lo kan sudah berusaha juga. Lagian selisih nilainya sama Bella juga gak jauh-jauh amat. Gue yakin lo masih bisa pertahanin peringkat lo kok.”Sani tersenyum. “Thanks ya. Gue pikir lo bakal kayak yang lain.”“Maksudnya?” Vian mengernyitkan keningnya.“Dari kemarin gue selalu dengar mereka pada senang karena peringkat gue turun. Karena mereka bilang gue terlalu ambisius gak pernah mau kalah. Makanya gue gak punya teman.”“Lo gak usah dengarin omongan mereka. Selagi mereka gak berkontribusi dalam hidup lo gak usah peduli. Lagian teman lo kan gue. Regan sama Beno juga. Jadi lo gak usah takut.”“Thanks lagi ya, Yan. Makin ke sini gue makin sadar kalau bukan lo yang butuh gue, tapi sebaliknya.”“
“Masuk,” ujar Bella ketika pintu kamarnya diketuk.Bella menatap datar Baron yang tiba-tiba tersenyum. Bisa ditebak Baron menginginkan sesuatu darinya.“Kenapa?” Bella kembali membaca novel.“Temenin gue ke mall, yuk.” Baron mengajak Bella.“Gak.” Bella menolak.Karena hari ini libur, Bella ingin menghabiskan waktunya di rumah. Bella sedang tidak ingin keluar dan bertemu orang-orang yang akan menghabiskan energinya.“Ayolah temenin gue beli sepatu. Nanti gue traktir lo deh. Lo mau apa? Komik baru? Novel baru? Atau buku soal Fisika?”“Emang lo gak bisa pergi sendiri?”“Gak bisa makanya gue ajak lo. Mau ya?”Baron kalau ada maunya saja berbicara lembut padanya. Kalau tidak pasti sudah menjahilinya dan berujung bertengkar.“Lo keluar. Gue siap-siap dulu.” Bella menutup novelnya lalu beranjak dari tempat tidur.Baron seketika tersenyum lebar. “Makasih ya. Lo emang adek terbaik.”Bella menatap Baron datar. “Jijik gue.”***“Ini mall yang terakhir, ya. Kalau sampe gak ada juga gue pulang.
Vian mengambil duduk di samping Bella.Bella melirik sekilas, lalu kembali membaca buku. Kebetulan mereka sedang berada di perpustakaan. Niatnya ingin menghindar dari kelasnya yang berisik karena jam kosong, tapi malah bertemu dengan Vian."Bell. Gue mau minta maaf soal kemarin karena udah ganggu lo." Vian meminta maaf lagi. Tapi kali ini secara langsung.Bella hanya mengangguk."Lo masih marah sama gue?" tanya Vian."Gak."Vian langsung tersenyum. "Gue janji gue gak bakal kayak gitu lagi. Gue gak akan telfon lo kecuali kalau mendesak.""Udah?""Iya.""Ya udah, jangan ganggu gue.""Tapi nanti kalau gue tanyain tugas Fisika lo mau bantuin gue lagi kan? Lo gak bakal suruh gue tanya ke Sani kan?""Hm.""Bener ya?"Bella berdecak. "Diam gak?""Iya, gue diam."***"Darimana lo?" Regan bertanya."Perpus.""Lah? Tumben lo. Rajin amat." Beno menyahut."Emang gue rajin.""Ah, gak mungkin. Palingan juga cari Bella.""Sotoy lo." Padahal Vian tidak memberitahu mereka, tapi kedua temannya itu sep
Bella menatap Baron dan Vian yang sudah kembali. Keduanya mengobrol sembari sesekali tertawa.“Lo ngapain di teras?” tanya Baron.“Suka-suka gue lah,” jawab Bella ketus.“Santai aja kali.” Baron menatap Vian. “Gue masuk dulu, ya.”Vian mengangguk.Baron masuk ke dalam meninggalkan keduanya.“Buat lo.” Vian memberikan kantung kresek berisi siomay. Kebetulan tadi Vian membelinya ketika bersama Baron di taman.Bella menerimanya. “Makasih.”“Gue boleh duduk?”Bella hanya mengangguk.Vian berdeham. “Gue mau ngomong sesuatu.”Bella masih diam mendengar.“Mungkin lo juga udah tahu sih, tapi gue bakal ngomong. Sebenarnya gue suka sama lo. Dari awal kita ketemu gue udah tertarik sama lo. Gue tahu lo gak suka sama gue, tapi gue memberanikan diri buat bilang ke lo.” Akhirnya Vian mengungkapkan perasaannya. Walaupun dia tahu Bella tidak memiliki perasaan untuknya, tapi Vian memberanikan dirinya agar Bella tahu bagaimana perasaannya terhadap gadis itu.Bella terdiam sejenak. Walaupun sudah tahu ka
"Bell, bukain pintu," suruh Baron ketika mendengar ketukan pintu."Kenapa gue?" Bella malas karena dia sedang serius membaca novel."Udah buruan. Adek itu harus nurut sama kakak." Bella berdecak lalu pergi ke depan untuk membuka pintu."Hai." "Ngapain ke sini?" Bella bertanya dengan ekspresi datar. Ternyata yang datang adalah Vian."Mau belajar. Tadi gue udah chat lo, tapi gak lo balas. Telfon juga gak diangkat. Waktu di sekolah gue cari lo buat ngomong, tapi gak ketemu." Vian menjelaskan.Bella menaruh ponselnya di kamar, jadi dia tidak tahu kalau Vian menghubunginya."Yang ngatur jadwal itu gue bukan lo. Kemarin lo udah minta tunda, sekarang seenaknya lo mau belajar. Emang lo pikir waktu gue cuma ngurusin lo?" Bella kesal."Sorry Bell. Gue gak bermaksud. Gue minta tunda juga ada alasannya.""Alasan apa? Karena lo belajar sama Sani?"Vian cukup terkejut karena ternyata Bella tahu kalau dirinya belajar bersama Sani. Padahal Vian tidak memberitahunya. Apa mungkin Beno dan Regan yang
"Lo mau ngomong apa, San?" tanya Bella.Semalam Sani sempat mengirim Bella pesan. Sani meminta Bella untuk bertemu saat jam istirahat karena ada yang ingin dia bicarakan dengan Bella."Em, Vian semalam ngomong sama gue. Katanya lo marah sama dia karena tahu dia belajar bareng gue. Bener?"Bella terdiam sejenak. Dia jadi merasa tidak enak dengan Sani. Kenapa juga Vian harus memberitahu Sani? Vian benar-benar tidak bisa menjaga mulutnya. "Gue minta maaf. Gue pikir Vian udah gak mau diajarin sama gue lagi. Tapi Vian udah jelasin kok." Bella meminta maaf."Jadi lo gak marah kan sama gue?"Bella menggeleng. "Lo gak salah. Kenapa gue harus marah sama lo?"Sani tersenyum. "Syukur deh. Gue pikir kalau lo marah gue mau jelasin biar lo gak salah paham. Vian juga gak mau ngerepotin lo. Gue udah ngomong sama Vian kalau misalnya dia ada tugas Fisika yang gak bisa dia kerjain dan lo gak bisa bantuin langsung kontak gue aja. Kasihan juga kan kalau dia ganggu lo terus.""Gak usah repot-repot. Gue ba
"San, gue udah selesai." Vian menaruh hasil kerjanya di hadapan Sani untuk diperiksa.Kebetulan hari ini Sani meminta Vian untuk jadwal belajar dimajukan karena besok Sani akan mempersiapkan diri untuk mengikuti olimpiade mewakili sekolah. Jadilah mereka belajar di rumah Vian."Sani?" Vian melambaikan tangan di depan wajahnya membuat Sani langsung tersadar."Kenapa?""Gue udah selesai.""Oh iya." Sani segera memeriksa hasil kerja Vian."Bener semua. Lo makin jago aja, ya."Vian tersenyum. "Iya dong. Siapa dulu yang ajarin.""Btw, pas gue pulang gue tadi liat lo sama Bella di jalan. Lo beliin Bella bunga, ya?""Oh iya. Kebetulan ada anak kecil jualan bunga. Karena dagangannya gak laku gue beli semua deh. Terus gue kasih ke Bella. Harusnya cewek kalau dikasih bunga senang kan, eh Bella malah marah. Katanya gue boros. Padahal niat gue kan cuma mau nolongin.""Ngomongin soal bunga gue jadi ingat lo dulu juga pernah beliin buat gue. Persis kayak kejadian lo sama Bella. Terus anak kecil itu