"Bell, bukain pintu," suruh Baron ketika mendengar ketukan pintu."Kenapa gue?" Bella malas karena dia sedang serius membaca novel."Udah buruan. Adek itu harus nurut sama kakak." Bella berdecak lalu pergi ke depan untuk membuka pintu."Hai." "Ngapain ke sini?" Bella bertanya dengan ekspresi datar. Ternyata yang datang adalah Vian."Mau belajar. Tadi gue udah chat lo, tapi gak lo balas. Telfon juga gak diangkat. Waktu di sekolah gue cari lo buat ngomong, tapi gak ketemu." Vian menjelaskan.Bella menaruh ponselnya di kamar, jadi dia tidak tahu kalau Vian menghubunginya."Yang ngatur jadwal itu gue bukan lo. Kemarin lo udah minta tunda, sekarang seenaknya lo mau belajar. Emang lo pikir waktu gue cuma ngurusin lo?" Bella kesal."Sorry Bell. Gue gak bermaksud. Gue minta tunda juga ada alasannya.""Alasan apa? Karena lo belajar sama Sani?"Vian cukup terkejut karena ternyata Bella tahu kalau dirinya belajar bersama Sani. Padahal Vian tidak memberitahunya. Apa mungkin Beno dan Regan yang
"Lo mau ngomong apa, San?" tanya Bella.Semalam Sani sempat mengirim Bella pesan. Sani meminta Bella untuk bertemu saat jam istirahat karena ada yang ingin dia bicarakan dengan Bella."Em, Vian semalam ngomong sama gue. Katanya lo marah sama dia karena tahu dia belajar bareng gue. Bener?"Bella terdiam sejenak. Dia jadi merasa tidak enak dengan Sani. Kenapa juga Vian harus memberitahu Sani? Vian benar-benar tidak bisa menjaga mulutnya. "Gue minta maaf. Gue pikir Vian udah gak mau diajarin sama gue lagi. Tapi Vian udah jelasin kok." Bella meminta maaf."Jadi lo gak marah kan sama gue?"Bella menggeleng. "Lo gak salah. Kenapa gue harus marah sama lo?"Sani tersenyum. "Syukur deh. Gue pikir kalau lo marah gue mau jelasin biar lo gak salah paham. Vian juga gak mau ngerepotin lo. Gue udah ngomong sama Vian kalau misalnya dia ada tugas Fisika yang gak bisa dia kerjain dan lo gak bisa bantuin langsung kontak gue aja. Kasihan juga kan kalau dia ganggu lo terus.""Gak usah repot-repot. Gue ba
"San, gue udah selesai." Vian menaruh hasil kerjanya di hadapan Sani untuk diperiksa.Kebetulan hari ini Sani meminta Vian untuk jadwal belajar dimajukan karena besok Sani akan mempersiapkan diri untuk mengikuti olimpiade mewakili sekolah. Jadilah mereka belajar di rumah Vian."Sani?" Vian melambaikan tangan di depan wajahnya membuat Sani langsung tersadar."Kenapa?""Gue udah selesai.""Oh iya." Sani segera memeriksa hasil kerja Vian."Bener semua. Lo makin jago aja, ya."Vian tersenyum. "Iya dong. Siapa dulu yang ajarin.""Btw, pas gue pulang gue tadi liat lo sama Bella di jalan. Lo beliin Bella bunga, ya?""Oh iya. Kebetulan ada anak kecil jualan bunga. Karena dagangannya gak laku gue beli semua deh. Terus gue kasih ke Bella. Harusnya cewek kalau dikasih bunga senang kan, eh Bella malah marah. Katanya gue boros. Padahal niat gue kan cuma mau nolongin.""Ngomongin soal bunga gue jadi ingat lo dulu juga pernah beliin buat gue. Persis kayak kejadian lo sama Bella. Terus anak kecil itu
Vian berdecak. Sedaritadi dia mencoba menghubungi Bella, tapi tidak ada jawaban. Vian yakin Bella pasti marah padanya. "Gak diangkat?" tanya Beby.Vian menggeleng. "Gara-gara lo nih.""Kok jadi gue?""Iya lah, kalau lo gak manggil gue by pasti Bella gak bakal salah paham. Dia pasti marah.""Lagian lo juga manggil gue by.""Ya nama lo kan Beby.""Terus lo pikir karena itu Bella cemburu? Emang Bella suka sama lo?""Ya gak tahu, tapi kan dia marah karena itu."Beby tertawa. "Jangan kepedean dulu. Mungkin aja dia kesal sama lo karena mikirnya lo itu player.""Kok gitu?""Iya lah, lo kan baru nembak dia beberapa hari yang lalu terus sekarang dia liat lo jalan sama cewek lain pasti dia makin gak suka lah sama lo karena ilfeel.""Lagian ngapain juga lo manggil gue kayak gitu?""Sengaja biar mau liat reaksi dia. Gue pikir dia bakal marah-marah gitu sama lo, ternyata enggak.""Gue kan udah bilang Bella itu cuek. Dia gak akan mau ngabisin energi dia buat hal yang gak penting. Kalau kayak gini
"Sebenarnya gue ke sini pengin ngomong soal kemarin," ucap Vian."Bukannya lo udah suruh tuh cewek buat ngomong sama gue?"Vian mengernyitkan keningnya bingung. "Maksudnya gimana?""Namanya Beby kan? Dia udah ngomong ke gue. Lo yang suruh dia, kan?""Bentar, Beby ketemu lo? Gue sama sekali gak tahu. Dia gak bilang ke gue kalau mau ketemu lo.""Terus itu inisiatif dia sendiri gitu?""Bentar." Vian mengambil ponselnya mencoba menghubungi Beby. Tapi Beby tidak menjawab panggilannya."Ck! Gak diangkat lagi." Vian memang meminta Beby untuk membantunya, tapi dia tidak menyangka kalau Beby akan bertemu dengan Bella dan berbicara dengannya. Vian tahu Beby bermaksud menolongnya, tapi bukankah itu akan membuat Bella semakin tidak suka dengannya? Karena Bella berpikir dirinya yang telah menyuruh Beby.Vian kembali menatap Bella. "Bell, jujur gue benar-benar gak tahu kalau Beby temuin lo. Kalau gue tahu gak mungkin gue sekarang ada di sini. Gue tahu lo belum suka sama gue, tapi niat gue jelasin h
"Cie, anak mama lagi mikirin siapa sih? Kok senyum-senyum gitu?""Mama. Tumben jam segini udah pulang.""Iya, mama kan kangen sama anak mama. Kamu lagi mikirin Bella, ya?"Vian tersenyum. "Tau aja mama." "Iya dong. Kan kamu anak mama. Gimana? Udah ada perkembangan belum?""Ya gitu deh, ma. Masih sama."Tari mengusap pundak Vian. "Mama yakin kamu bakal berhasil kok. Mama support kamu sama Bella.""Dulu aja mama jodoh-jodohin aku sama Sani mulu.""Ya abisnya kamu cuma dekat sama Sani makanya mama mikirnya kamu suka sama Sani. Tahunya ada cewek lain.""Lagi pada ngobrol apa nih? Kok keliatannya serius banget?" Galih yang baru saja pulang bertanya."Papa tumben pulang jam segini."Galih tersenyum. "Papa pengin kita makan malam bareng. Udah lama kan gak makan bareng. Karena papa sama mama sibuk terus."***"Papa dengar dari mama kamu lagi dekat sama cewek, ya?" tanya Galih di sela makan malam mereka."Iya pa, baru dekat doang.""Papa kira kamu sama Sani.""Papa sama mama sama aja. Mikirny
"Kalian lagi berantem? Kok diem-dieman?" Ardi bertanya menyadari ada yang berbeda dari kedua anaknya."Kok gak jawab?" Ardi kembali bertanya."Biasalah, mereka kan hampir tiap hari berantem. Nanti juga baikan sendiri," kata Lani.Lani sudah biasa dengan keduanya karena hampir tiap hari menyaksikan pertengkaran mereka. Berbeda dengan Ardi yang pasti akan langsung mendamaikan karena tidak ingin mereka terus-terusan bertengkar."Biasa pa, Bella marah sama aku." Baron menjawab.Bella fokus melahap sarapannya. Dia tidak berniat untuk menjelaskan alasannya bertengkar dengan Baron. "Marah? Marah kenapa?""Baron ....""Pa, ma, aku berangkat dulu." Bella sudah menghabiskan sarapannya dan berpamitan pada kedua orangtuanya."Loh? Gak berangkat bareng Baron?" tanya Ardi."Enggak, aku udah order ojol. Aku pergi dulu." Bella pun pergi."Hati-hati Bell."Ardi kembali menatap Baron. "Kamu harus minta maaf sama adek kamu. Suka banget ribut.""Iya pa." Baron rasa kali ini Bella akan mendiamkannya lebi
"Bell. Gue mau nanya sesuatu sama lo.""Nanya apa?""Lo sebenarnya suka gak sama Vian?"Bella masih diam."Sorry kalau gue nanya kayak gitu. Lo kan tahu kalau gue suka sama Vian, tapi Vian suka sama lo. Kalau emang lo suka sama Vian lo boleh jujur biar gue mundur. Tapi kalau lo gak suka sama Vian gue mau perjuangin Vian. Karena gue udah lama suka sama dia." Sani mengutarakan isi hatinya."Gue gak suka sama dia kok."Sani seketika langsung tersenyum. "Serius?"Bella mengangguk."Jadi gak papa ya kalau gue dekatin Vian. Lo gak marah kan?""Gue kan cuma ngajarin dia. Gak lebih dari itu." Bella menjawabnya sesuai isi pikirannya, tapi entah kenapa hatinya merasa tidak enak.***"Lo serius biarin Sani dekatin Vian?" Bella menatap Sita terkejut.Sita tadi memang tidak sengaja mendengar percakapan mereka saat sedang mencari Bella."Lo ....""Sorry, gue tadi gak sengaja dengar omongan lo sama Sani. Tapi lo beneran gak suka sama Vian?" Sita menyela.Bella menggeleng."Sedikit pun? Setelah kalia