"Kalian lagi berantem? Kok diem-dieman?" Ardi bertanya menyadari ada yang berbeda dari kedua anaknya."Kok gak jawab?" Ardi kembali bertanya."Biasalah, mereka kan hampir tiap hari berantem. Nanti juga baikan sendiri," kata Lani.Lani sudah biasa dengan keduanya karena hampir tiap hari menyaksikan pertengkaran mereka. Berbeda dengan Ardi yang pasti akan langsung mendamaikan karena tidak ingin mereka terus-terusan bertengkar."Biasa pa, Bella marah sama aku." Baron menjawab.Bella fokus melahap sarapannya. Dia tidak berniat untuk menjelaskan alasannya bertengkar dengan Baron. "Marah? Marah kenapa?""Baron ....""Pa, ma, aku berangkat dulu." Bella sudah menghabiskan sarapannya dan berpamitan pada kedua orangtuanya."Loh? Gak berangkat bareng Baron?" tanya Ardi."Enggak, aku udah order ojol. Aku pergi dulu." Bella pun pergi."Hati-hati Bell."Ardi kembali menatap Baron. "Kamu harus minta maaf sama adek kamu. Suka banget ribut.""Iya pa." Baron rasa kali ini Bella akan mendiamkannya lebi
"Bell. Gue mau nanya sesuatu sama lo.""Nanya apa?""Lo sebenarnya suka gak sama Vian?"Bella masih diam."Sorry kalau gue nanya kayak gitu. Lo kan tahu kalau gue suka sama Vian, tapi Vian suka sama lo. Kalau emang lo suka sama Vian lo boleh jujur biar gue mundur. Tapi kalau lo gak suka sama Vian gue mau perjuangin Vian. Karena gue udah lama suka sama dia." Sani mengutarakan isi hatinya."Gue gak suka sama dia kok."Sani seketika langsung tersenyum. "Serius?"Bella mengangguk."Jadi gak papa ya kalau gue dekatin Vian. Lo gak marah kan?""Gue kan cuma ngajarin dia. Gak lebih dari itu." Bella menjawabnya sesuai isi pikirannya, tapi entah kenapa hatinya merasa tidak enak.***"Lo serius biarin Sani dekatin Vian?" Bella menatap Sita terkejut.Sita tadi memang tidak sengaja mendengar percakapan mereka saat sedang mencari Bella."Lo ....""Sorry, gue tadi gak sengaja dengar omongan lo sama Sani. Tapi lo beneran gak suka sama Vian?" Sita menyela.Bella menggeleng."Sedikit pun? Setelah kalia
"Enak ya, baksonya," ucap Vian.Bella hanya mengangguk. Kebetulan saat mereka mengobrol di depan ada abang tukang bakso yang lewat. Dan Vian pun memutuskan untuk membeli karena lapar. Bella tidak mau, tapi Vian memaksa."Abang udah berapa lama jualan?" Vian tiba-tiba bertanya pada penjual bakso tersebut."Belum terlalu lama, mas. Baru setahun.""Sering jualan di kompleks sini?""Baru seminggu ini sih, mas."Bella hanya menatap keduanya yang sibuk bertanya jawab. Bella hanya seperti penonton."Enak banget nih makan bakso." Baron menghampiri mereka."Bang Baron mau?" Vian menawari."Boleh deh.""Bang, baksonya tambah satu, ya.""Kenapa lo liatin gue kayak gitu? Kesel karena gue ganggu?" Baron tersenyum jahil.Bella memutar bola matanya malas. "Gak jelas.""Emang ya, ngedate itu bukan diliat dari tempatnya, tapi sama siapa orangnya. Iya gak, Yan?"Vian hanya tersenyum."Bawel lo," ketus Bella.***Vian tersenyum menatap Bella yang sedang berada di lapangan. Karena guru tidak masuk, dia
“Alan?” Bella terdiam sesaat. Yang dia takutkan terjadi. Cowok yang sangat ingin Bella hindari tiba-tiba muncul di hadapannya dengan senyuman yang lebar. Seolah melupakan apa yang telah dia lakukan terhadap Bella. “Bell, aku niat ke sini mau minta maaf sama kamu. Aku benar-benar nyesal udah buat kamu sakit hati. Aku pengin perbaiki semua itu dan aku berharap kamu mau terima aku lagi.” Bella menggelengkan kepalanya menatap Alan tidak percaya. Setelah menghancurkan hatinya, dengan seenaknya muncul lalu memintanya untuk memberikan kesempatan kedua? “Jangan pernah muncul lagi di hadapan gue,” ucap Bella dingin. Terlihat jelas mata Bella yang menaruh rasa benci pada Alan. “Please, maafin aku. Aku nyesal. Aku janji gak bakal kayak gitu lagi.” Alan meraih tangan Bella. “Lepasin.” Bella berontak agar Alan melepas tangannya. Alan menggeleng. “Aku gak bakal lepasin sebelum kamu mau maafin aku. Aku jauh-jauh ke sini nyusulin kamu biar bisa kembali sama kamu. Aku gak mau sia-siakan kamu.”
Vian menatap Bella yang sedang membaca buku. Vian diam-diam mengikuti Bella yang pergi ke taman sekolah. Dia tidak ingin ketahuan Bella, karena pasti Bella akan marah dan mengusirnya pergi."Gue tahu lo di sana. Gak usah sembunyi," ucap Bella dengan tatapan masih fokus pada bukunya.Karena sudah ketahuan mau tidak mau Vian keluar dari tempat persembunyiannya."Hai." Vian menyapa, namun karena tidak dibalas oleh Bella membuat suasana malah canggung."Gue boleh duduk?" Vian bertanya meminta izin.Bella masih tidak menjawab. Akhirnya Vian pun duduk."Sorry, ya soal pertanyaan gue kemarin. Gue gak bermaksud kepo kok." Vian meminta maaf."Lupain aja." Lagipula Bella sudah tidak mau mengingatnya. Apalagi berhubungan dengan Alan."Makasih ya, Bell. Gue kira lo bakal marah. Jadi lega gue.""Vian." Bella menutup bukunya.Vian menoleh. "Iya?""Jadi pacar gue mau gak?"Vian cukup tercengang dengan pertanyaan Bella. Apa ini serius? Bella menembaknya? Mungkinkah dia sedang bermimpi?"Pacar bohonga
"Yan, Bell." Sani yang hendak ke kelas Vian bertemu mereka.Vian menepuk pundak Sani. "Gue duluan, ya.""Loh? Yan!" Sani segera menghampiri Regan dan Beno."Vian mau ke mana? Bukannya dia bakal ke rumah gue bareng kalian?" Sani bertanya karena dia bingung Vian yang pergi begitu saja tanpa bilang apapun padanya."Tadi Vian suruh kita ngomong sama lo kalau hari ini dia gak bisa ke rumah lo dulu. Karena dia ada urusan penting. Kayaknya sih berhubungan sama Bella. Soalnya waktu Bella ke sini dan ngomong sama Vian mereka langsung buru-buru pergi." Regan menjelaskan."Tapi dia udah janji kalau dia bakal ke rumah gue hari ini," lirih Sani."Gak papa, San. Mungkin Vian benar-benar gak bisa. Dia gak bermaksud ingkar janji kok. Lagian kan masih bisa hari lain. Kita berdua tetap ikut kok. Jadi lo jangan marah, ya."Sani tidak terima. Padahal Vian sudah berjanji padanya. Kenapa Vian selalu mementingkan Bella dibanding dirinya? ***"Ngapain lo ke sini lagi? Gue kan udah bilang jangan pernah ke si
"Tante."Vian segera menyalim tangan Lani diikuti Alan.Lani menatap Alan lama. Tentunya Lani terkejut karena Alan tiba-tiba datang ke Jakarta bahkan bisa sampai di sini. "Darimana kamu tahu rumah saya?" Lani bertanya."Alan tanya sama orang-orang, tan.""Kalau kamu ke sini mencari Bella, tante mohon maaf tapi tidak bisa.""Alan janji gak bakal lama kok, tan. Alan cuma mau minta maaf sama Bella.""Tidak bisa. Bella lagi belajar dan dia gak mau diganggu. Tante harap ini kali terakhir kamu datang ke sini." Lani lalu beralih menatap Vian. "Vian, ayo masuk."Vian tersenyum miring pada Alan merasa menang. "Makasih tan." Pintu pun tertutup. Alan berdecak kesal. "Gue gak akan nyerah."***"Ma, tadi ada yang ketuk pintu siapa yang datang?" Baron bertanya."Vian, katanya mau ketemu Bella. ""Ngapain dia mau ketemu aku?"Lani mengendikan bahu. "Udah sana samperin. Kasihan nunggu lama.""Cie, yang diapelin cowok." Baron menggoda Bella.Bella menatapnya tajam. "Apaan sih lo?! Gak jelas."Bella b
Bella berdecak pelan. "Kak Baron di mana, sih? Katanya mau nyusul kok gak sampe-sampe?"Semalam Baron mengajak Bella untuk jogging dan Bella menyetujuinya. Tadi pagi sebelum Bella pergi, dia sudah sempat membangunkan Baron, tapi Bella malah disuruh pergi duluan karena nanti dia akan menyusul. Sudah setengah jam menunggu, belum juga ada tanda-tanda kemunculan Baron. Bella jadi curiga kalau Baron sebenarnya masih tidur. Kalau sampai dugaannya benar, Bella akan marah besar pada Baron. Karena sudah mengingkari janjinya."Kak Bell." Bella menoleh kemudian tersenyum."Tata.""Kak Bella mau jogging juga, ya?" "Iya nih, tapi masih nunggu kak Baron. Belum nyampe daritadi.""Ya udah, sambil nunggu kak Baron jogging sama aku aja dulu.""Boleh deh."Mereka pun memutuskan untuk jogging berdua sembari menunggu Baron.***Bella dan Tata sudah sampai di taman kompleks perumahan mereka, namun Baron belum juga kelihatan. Bella tidak membawa ponsel jadi tidak bisa menghubunginya."Kak Bell, aku beli m