Angela memutar duduknya ke arah Joana. Menarik napas panjang sebentar. "Yang terlihat saja. Yang tidak terlihat, orang mana tahu. Hidupku juga rumit. Urusan percintaan pun pernah berada pada posisi retak hati. Tapi aku selalu berusaha untuk berjalan di jalur yang benar. Itu saja.""Ibumu pasti mendidikmu dengan baik. Sangat beda dengan cara Ibu membesarkanku. Katanya, perempuan itu harus cantik agar kau bisa gunakan kecantikanmu untuk mendapatkan apa yang kau mau dengan mudah. Terutama pria dan uangnya.""Itu benar ibumu yang ngomong begitu?! Aku pikir hanya ada di sinetron yang episodenya sepanjang jalan kenangan." Angela kembali memutar posisi duduknya lalu melahap mi yang baru sedikit ia makan."Kau lihat saja nanti seperti apa ibuku.""Setelah aku selesai sarapan kita langsung menemui ibumu. Aku sudah gak sabar, Jo." Semangat Angela sedang baik-baiknya. Ia ingin tahu seperti apa kehidupan ibu Joana sampai anaknya sendiri enggan mengakui keberadaannya. ***Dahlia datang tepat se
"Ceritanya panjang. Tapi intinya, jiwa Joana masih berada di sini. Dia meminta saya untuk menemukan di mana jasadnya disimpan. Bukan hanya hal itu yang membuatnya tertahan, ada satu lagi yang harus diselesaikan.""Mbak ini sedang mengarang cerita, ya. Saya bukan orang yang mudah percaya dengan sesuatu yang tidak nyata. Apalagi omong kosong seperti itu.""Ibu biasa memanggilku Juju," kata Joana dari ambang pintu. Di manapun berada tempat favorit Joana memang di situ. "Joana sekarang sedang berdiri di sini." Angela mengarahkan tangannya ke pintu. "Dia mengatakan, Ibu memanggilnya dengan sebutan Juju.""Pasti karena dia pernah bercerita padamu tentang itu. Saya masih tidak percaya.""Aku masih ingat warna boneka beruang yang Ibu belikan. Merah muda dengan pita besar di dadanya.""Kata Joana boneka beruang yang Ibu belikan pertama kali untuk dia berwarna merah muda dengan pita besar di dadanya." Angela mengulangi perkataan Joana. Ekspresi kaget tidak bisa disembunyikan oleh Bu Lira. Ia
Selama perjalanan pulang, Joana lebih banyak diam. Ada penyesalan di hati Angela. Selama ini dia cukup keras pada gadis itu. Terlebih pada bagian hidupnya dengan Steve Menda. Seandainya Angela tahu lebih awal cerita hidup Joana, pasti sikapnya akan sedikit lebih lunak. "Jadi itu alasanmu begitu mencintai Steve Menda. Walaupun aku tetap tidak suka dan tidak setuju dengan perselingkuhan, aku tidak akan memaksamu untuk move on lagi," kata Angela ketika motor berhenti di lampu merah. "Kau memaksaku pun tidak apa-apa. Aku banyak merenung selama tinggal denganmu. Satu hal yang kusadari, Steve Menda tidak lebih baik dari ibuku, hanya aku saja yang terus menyangkalnya. Kau harus mengajariku caranya berdamai dengan diri sendiri.""Sejatinya kita sedang dan akan terus belajar, Jo." Pertemuan dengan Bu Lira membawa dampak yang lebih baik kepada Joana. Sikapnya menjadi lebih periang dan friendly. Angela jadi lebih sering mengajaknya serta ketimbang meninggalkannya di rumah. Di weekend kali in
"Kami ingin yang sederhana saja. Cukup di dalam rumah ini akadnya dilangsungkan. Tapi Tuan Antoni ingin pernikahan kami besok menjadi acara yang berkesan baik untuk kami maupun kerabat dekat dan undangan," tutur Bu Sumirah. Ia mencuci tangan di wastafel yang terpasang menempel di dinding luar rumah tersebut. "Pak Kardiman sudah memberikan sebagian besar waktunya untuk Tuan Antoni, sudah sepatutnya beliau mendapatkan buah dari pengabdiannya selama ini. Tidak mengapa, Bu. Antoni pasti menginginkan yang terbaik untuk Bapak dan Ibu."Angela ikut mencuci tangannya setelah Bu Sumirah selesai. "Rumah ini pemberian Tuan Antoni, biaya rumah sakit dan acara pernikahan kami pun dia yang membiayai. Terlalu banyak yang sudah kami terima, Nona."Bu Sumirah mengajak Angela masuk ke dalam rumah yang akan ditempati calon pengantin ini. "Tuan Antoni sudah menganggap Pak Kardiman seperti orang tua sendiri. Selama mengenal beliau, saya lihat hubungan mereka sangat dekat. Apalagi setelah ini, Pak Kardi
Air mata Angela meleleh. Penglihatan yang tak genap satu menit itu mampu membasuh kerinduan akan ibunya sekaligus menjadi pertemuan pertama Angela dan calon mertuanya. "Kau melihat mereka, An?" Pertanyaan Antoni mengejutkan Angela. Selama ini yang ia tahu pria di sampingnya tersebut tidak memiliki kepekaan seperti dirinya. Angela sedikit mendongak. Mengarahkan pandangannya pada wajah Antoni. "Kim bisa melihat mereka juga?"Antoni mengangguk. Tampak matanya tidak berkedip sedikitpun. Ia mungkin shock dan takjub dengan apa yang baru saja dialaminya.Angela terdiam beberapa saat. Walaupun tidak begitu yakin, tetapi ia merasa ada orang lain bersama mereka di pemakaman ini. Ia menoleh ke belakang untuk memastikan. Terlihat Dahila dan Joana melempar senyum pada Angela. Perempuan bunian itu sudah berbaik hati membukakan mata batin Antoni agar bisa melihat orang tuanya meskipun hanya sebentar. Angela tidak pulang ke rumah kontrakannya. Ia menginap di hotel yang sama dengan Antoni tetapi
"Terima kasih sekali lagi, Tuan. Seribu kali pun saya mengucapkan kata itu tidak akan pernah cukup untuk menunjukkan betapa besarnya jasa Tuan pada saya," ujar Pak Kardiman."Tidak perlu terus berterima kasih, Pak. Saya pun banyak terbantu karena Bapak selalu ada ketika dibutuhkan. Bahagia selalu, Pak," tutur Antoni seraya menyalami Pak Kardiman. Angela yang berada di sebelah Antoni turut mendoakan pasangan pengantin baru tersebut. Aroma makanan yang menguar terus memanggil Angela. Sejak pagi perutnya hanya sempat terisi air mineral karena harus memburu waktu. Ia bangun kesiangan pagi tadi. Sarapan paginya masih utuh di kamar. Namun, ia tidak memberitahu Antoni tentang hal tersebut. Kalau kekasihnya itu tahu, bisa kena muka masam seharian. Sementara Antoni berbincang dengan teman-temannya, Angela sibuk memilih kudapan manis yang ragamnya membuat ia ingin mencomot semuanya. Gumawang dan Dahlia menghampiri Angela yang tengah menikmati kudapan di piringnya. Mereka terlihat semringah,
Pasangan pengantin baru tersebut sekali lagi mengucapkan terima kasih pada Antoni dan Angela dan meminta mereka untuk sering berkunjung. Pak Kardiman mewanti-wanti agar mereka menepati janji. Angela dan Antoni kompak menyanggupi. Mereka pulang dengan senyum semringah dan perasaan bahagia. Namun, di sisi lain ada rasa gundah di hati Angela. Teman terbaiknya menghilang tanpa mengatakan apa pun. Gunawang dan Dahlia sudah menunggu di dalam mobil sesuai kesepakatan sebelumnya. Keduanya tampak memperhatikan sesuatu yang mereka pegang di tangan masing-masing. Sekilas bentuknya mirip daun yang dimiliki Angela. Namun, tidak mungkin Angela bertanya sekarang. "Pernah ada urusan apa kau datang ke basecamp Olla?" tanya Antoni di sela perjalanan mereka. "Urusan jenazah yang belum terselesaikan. Pak Kardiman tahu ceritanya.""Kok aku malah gak tahu, An?""Kita belum jadian, Kim. Tapi intinya, ya, itu. Bantu menyelesaikan urusan yang belum selesai. Yang meninggal anak kecil korban pesugihan. Itu,
"Hati-hati, Ton. Gadis-gadis muda jaman sekarang mau enaknya saja.""Jangan salah Nyonya Alena, saya bukan perempuan seperti yang Anda sebutkan. Silakan kembali ke tempat duduk Anda. Kami sedang membicarakan hal penting yang cukup kami berdua saja," kata Angela dengan wajah serius. "Ajari perempuanmu ini sopan santun." Jari Alena mengarah pada wajah Angela. Istri Steve Menda itu melangkah cepat kembali ke tempatnya. Angela dan Antoni pun kembali menempati kursi mereka. "Kena mental kawanmu itu, Kim." Angela menyeringai senang. "Tidak perlu terlalu ditanggapi. Buang-buang energi," kata Antoni terlihat tenang. Angela menghela napas pendek. Baik Steve Menda atau istrinya sama-sama senang menganggap remeh dan rendah orang lain. Merasa punya harta hingga bebas berkata semaunya. Pesanan sudah selesai. Antoni membawa beberapa kotak untuk diberikan kepada orang di jalan. Selebihnya sopir yang mengantarkan ke panti. "Kenapa kita tidak ikut ke panti sekalian, Kim?""Sejujurnya tiap kali