Part 38 Menonton Kekacauan“Wah, apa yang akan terjadi ya? Ada para mantan besan bertemu di hajatan ini.” Jeni bicara pelan seolah mau lihat pertunjukkan berikutnya.“Aku juga penasaran dengan keadaan Ajeng setelah dipukul Jhoni.” Aku pun ikut bicara dengan suara pelan. Tepatnya kami berbisik.Akan tetapi, Bu Ida malah kembali duduk dan melanjutkan makannya yang sempat terhenti, pun Rosi. Namun, mereka berbisik sambil melirik ke arah Bu Nanik. Wah, apa tidak jadi nih yang mau perang denganku? Kok malah fokus ke ibunya Ajeng.Kalau diperhatikan, Bu Nanik datang dengan memakai perhiasan besar-besar melingkari pergelangan kedua tangan dan dua jari di kanan dan kiri. Bukan saja itu, kalung besar juga menjuntai hingga perutnya. Jilbab segi tiga itu melilit lehernya sehingga kalung itu bisa disaksikan orang banyak.“Ternyata Bu Ida dapat saingan nih,” bisik Jeni lagi.“Ya, sama-sama seperti toko emas berjalan. Tapi ya memang mereka punya, lah kita udah cukup buat makan sehari-hari aja suda
Part 39 Melawan Untuk Melindungi DiriSeketika Haris langsung menghentikan motornya dan menoleh ke arah kami, kala aku berhasil memecahkan lampu sein motor belakang yang dikendarainya. Aku dan Jeni tetap santai melangkah sambil mendorong motor yang kehabisan bensin. Tak sedikit pun rasa takut karena dia sengaja membuat aku dan Jeni basah karena air genangan di jalan. Kapan perlu, kalau ia mendekat akan dilempar matanya dengan pasir.“Wah gawat, lemparanmu mencapai sasaran, Yun.” Jeni juga tetap melangkah tanpa ragu karena Haris sudah membelalak pada kami.“Untung tidak kepalanya aku lempar, Jen.”“Apa kamu punya uang ganti lampu sein motornya? Aku mah hanya ada uang lima puluh ribu di dompet. Dan ini juga pemberian menantu kala ia dapat gaji dari nguli.”“Wah, kamu sangat beruntung dapat menantu yang peduli. Biar kerja nguli yang penting ada etika. Aku iri padamu, Jen.”Andaikan Mila dapat suami yang baik dan bisa membahagiakan dia, ah, lagi-lagi aku rindu putriku itu.“Sebenarnya yan
Part 40 Teman Atau Lawan?“Loh? Bukankah kamu bilang waktu itu Cece ini nggak punya anak ya?”“Nggak tau juga, Bu. Aku hanya dikenalkan dengan lelaki tak jauh beda umurnya dariku dan kata Cece, itu putranya. Mau tanya lagi nggak enak. Lagian kalau ia mengaku punya anak atau tidak, tetap saja kenyataanya ia punya anak,” jelas Mila.“Yang penting kerjaanmu lancar.”“Alhamdulillah, Bu. Bahkan aku diberi perawatan gratis di sini. Salon Cece di sini lebih besar dan lengkap. Bahkan ada beberapa artis yang ikut perawatan di sini.”“Kamu ketemu artis? Kenapa nggak foto bersama biar ibu bisa perlihatkan pada Jeni kalau kamu ketemu artis.” Wah, aku saja nggak pernah lihat artis secara langsung, hanya di televisi saja kala nonton sinetron.“Malu lah, Bu. Lagian aku sedang kerja nggak enak aja main-main.”“Kan cuma jepret sekali aja, Nak.”“Yaa, aku merasa risih aja karna nggak berani bicara minta foto. Palingan aku lihat dari jauh aja.”“Kamu beruntung dapat bos baik.”“Alhamdulillah, Bu.”Aku
Part 41 Belum Ada Akhirnya“Ya! Jadi cepat bantu aku kalau mau tujuh paket sembako!” Sekali lagi bu Nanik menawarkan yang sangat menggiurkan bagi kami kalangan masyarakat kelas bawah. Jangankan tujuh paket, dua paket saja sudah membuat senang. Apalagi Jeni dan anak-anaknya termasuk keluarga yang pas-pasan atau bahkan kekurangan. Aku mengabaikan semua itu dan melanjutkan melawan Ajeng. Kali ini ia juga semakin menjadi melawanku dengan menarik jilbab. Namun aku tak mau kalah, kugunakan kaki buat menendang betisnya hingga ia bersimpuh di tanah. Seketika jilbabku terlepas dari tangannya, untung tidak memperlihatkan rambut yang sudah sedikit beruban.“Aw!” teriak Ajeng.Seketika, terlihat Jeni juga melawan Bu Nanik dengan aksi saling dorong mendorong. Ternyata paket tujuh sembako ditolak Jeni dan lebih memilih membela aku. Alhamdulillah, aku tak salah berteman dekat dengan Jeni dari kecil. Suka duka bagi bersama, inilah teman seperti saudara kandung.“Hentikan! Jangan buat ribut di tokoku
Part 42 PenyebabAstagfirullahalaziim, rasanya aku tak percaya kalau Susi anaknya Jeni berkata seperti ini padaku. Selama ini hanya Jeni tempat berbagi suka dan duka. Bahkan teman rasa suadara kandung. Jika kami tak berteman lagi ..., ya Allah, apakah aku memang harus sendirian sementara Mila juga jauh? Sebenarnya hidup tak boleh bergantung pada orang lain. Aku sudah melakukan itu dan mau tak mau harus kuat. Namun entah kenapa dengan jauh dari Jeni yang teman dari kecil, rasanya hati ini sedih seperti kehilangan saudara kandung. Tetapi aku bisa apa? Semua kondisi di luar kendali. Susi lebih berhak atas ibunya ketimbang aku yang tak ada ikatan darah.“Maaf Susi, aku tidak tau kalau suamimu bisa kehilangan kerjaan gara-gara ....” Kerongkongan ini tersekat dengan rasa perih menyelimuti hati. Tak menyangka jika begini akhirnya.“Maaf itu nggak bisa membuat suamiku dapat kerjaan itu lagi. Bu Yuni kan tau kondisi kami tak semampu orang lain. Jika suamiku tak kerja maka biaya dapur sangat k
Part 43 Ujian Dari Allah“Aku masih mencintai Mila, Bu Yuni. Sebenarnya aku sudah berusaha melupakannya karena cintaku belum terbalas, namun sulit. Kala aku melihat ia seperti tersakiti dalam pernikahan dengan Haris, hati ini ikut sedih.” Bayu bercerita dengan mata berkaca. Ini ucapan yang kedua aku dengar. Bisa dirasakan betapa ia punya rasa yang besar pada putriku. Tetapi aku bisa apa? Mila sepertinya belum ada rasa pada Bayu.“Maaf Bayu. Aku hanya bisa mengarahkan Mila, namun keputusan tetap di tangan Mila.”“Aku tau, Bu Yuni.” Jawaban Bayu sambil menganggukan kepala.Aku akan cari Lili menayakan masalah ini. Dengan begitu aku tak punya beban dan bisa jadi ia salah paham. Lagian kalau Bayu menolak putrinya, bukan salah anakku karena Mila saja belum menerima Bayu. ---Selesai salat magrib, aku melanjutkan membaca al quran. Surat Al Mulk adalah pilihan utama agar hati tenang dalam menghadapi masalah. Berkali-kali hati ini mensugesti diri harus kuat dan tidak boleh larut dalam kesedi
Part 44 Hadapi!“Astagfirullahalaziim, anakku nggak mungkin melakukan itu, Pak Rt. Ini fitnah!” Dengan nada emosi aku sanggah ucapan pak Rt.Aku yakin Mila tidak akan melakukan pekerjaan haram itu meski kekurangan uang. Aku yakin itu. Anakku wanita baik-baik. Entah siapa yang menyebarkan fitnah hingga mencoreng nama baik putriku.“Maaf, Bu Yuni. Aku hanya bertanya saja. Lagian aku juga tak yakin kalau Mila seperti itu.”“Siapa yag bilang sama Bapak kalau anakku jual diri di Jakarta?”“Mm aku dengar dari istriku dan ia bilang juga dengar dari Bu Lili. Katanya ada keluarga jauhnya yang baru pulang dari Jakarta.”Hah? Setahuku tidak ada keluarga Lili yang merantau ke Jakarta. Atau ada keluarganya yang tidak aku kenal? Masa ada keluarga jauhnya yang kenal Mila sementara sama aku saja tidak kenal? Pasti Lili yang menyebarkan fitnah karena berusaha membuat Elis putrinya diterima sama Bayu. Ya, ini pikiranku saja dengan membaca yang terjadi.“Keluarganya yang mana ya, Pak?”“Nah itu dia, aku
Part 45 Tak Butuh Kata Maaf, Tapi Kembalikan Nama Baik Putriku!“Ya! Aku akan perpanjang kasus ini dengan melaporkan atas kasus pencemaran nama baik!” Kuulangi mengucapkan dan masih dengan nada emosi.“Kok malah melaporkan aku? Aku kan hanya dengar dari yang lain juga.” Lili masih berusaha melindungi diri dengan melempar kesalahan pada orang lain dan entah siapa. Bisa jadi saudara jauhnya itu tidak ada alias rekayasa saja.“Kalau gitu kamu jadi saksinya aja!”“Iya, yang dengar gitu.”“Atau bawa saudaramu itu buat kasih keterangan, Li!”“Kan polisi bisa atasi meski Lili nggak salah, kan ntar diselidiki.”“Iya ya, kan mereka nggak bodoh. Lili cukup beri keterangan apa yang dikatakan saudaranya itu tentang Mila.”Beberapa ibu-ibu berpendapat dan ini pasti membuat nyali Lili menciut. Aku tak akan mundur atau memaafkan sebelum nama baik putriku dikembalikan.Ya Allah, kenapa banyak sekali fitnahan yang datang pada putriku. Mulai dari tuduhan tentang kebakaran di rumah mertua, selingkuh den