Part 33 MenyesalPov Haris“Kenapa aku harus bohong? Terserah kalian percaya atau tidak! Yang jelas aku sangat membenci kalian!” teriak mbak Ajeng seperti kesetanan. Ini pertama kalinya aku lihat ia bersuara lantang pada kami karena selama ini sangat patuh suami dan mertua. Bahkan kala kami memarahinya tentang kasus kebakaran itu, ia hanya diam menangis.Plak!Plak!Dua tamparan melayang ke pipi Mbak Ajeng. Ibu sangat murka hingga emosi tidak terkontrol.“Kamu menamparku!” teriak mbak Ajeng sambil memegang pipinya bekas tamparan.Plak!“Ugh!” Tiba-tiba bu Nanik menampar dan juga menjambak rambut ibuku membalaskannya.Astaga, cepat juga dia bertindak membela anaknya.“Kamu kira dengan menampar anakku bisa menunjukkan kekuasaanmu? Ia anakku! Tak akan kubiarkan kamu melukainya!” Bu Nanik terus menjambak rambut ibu hingga ibu sulit melawan atau melepaskan diri.“Lepaskan!” teriak ibu mengernyit menahan sakit.“Hay! Lepaskan Ibuku!” Aku menarik tangan bu Nanik agar tangannya melepaskn ramb
Part 44 Mendengar dan Melihat Sudah sebulan lamanya Mila pergi. Seperti biasa, kehidupan sendiri dijalani lagi. Jualan di pasar serta mulai menabung karena ingin sekali ikut kurban dan umroh. Semua tabungan sebelumnya kuberikan pada Mila untuk modal hidupnya di sana karena belum gajian. Meski ia berjanji akan ganti uangku itu, tetap saja tidak berharap karena tak ada hutang anak pada ibu. Yang penting Mila bahagia menjalani hidup, itu sudah lebih dari cukup bagiku.“Bu Yuni, apa ada kabar dari Mila?” tanya Bayu kala memberikan dua kantong daging.“Alahmadulillah Mila baik-baik aja, Bay.”“Alhamdulillah.” Tanggapan Bayu terdengar enak di telinga.Sebenarnya aku merasa tak enak memberikan berita bahwa Mila menolak untuk menikah lagi secepatnya. Namun, setelah aku beritahu, Bayu seperti mengerti hingga tidak memaksakan apa yang dia mau. Namun, setiap kali mengantarkan daging selalu bertanya kabar Mila. Dari cara Bayu bertanya memperlihatkan kalau dia masih sangat mencintai anakku. Ya
Part 35 Ganjaran dari Perbuatan“Kamu kira dengan membuat hidupku hancur aku akan diam aja!” bentak Jhoni pada Ajeng. “Aku akan membuat hidupmu juga hancur! Kamu tau betapa seragam itu sangat penting bagiku! Bahkan seragam itu lebih penting dari nyawamu!”Ya Allah, kejam sekali ucapan Jhoni. Kalau dilihat selama ini, Jhoni memang sangat membanggakan seragam itu. Bahkan dengan angkuhnya mengancam warga menodongkan pistol seolah ia sangat berkuasa. Aku sangat bersyukur kalau seragam itu copot darinya agar kesombongannya bisa sedikit dihancurkan. Masih teringat bagaimana Mila takut dengan ancamannya hingga membunuh batin dalam ketakutan.“Ampun, Mas! Sakit ....”“Kamu tau ini sakit? Aku justru lebih sakit kehilangan seragam kerjaku!” Wajah Jhoni merah padam karena emosi. “Dasar lelaki pengecut! Beraninya sama wanita yang lemah.” Aku mengumpat Jhoni dalam hati.Jhoni semakin kesetanan menghajar Ajeng. Sebelah tangan saja Jhoni bisa membuat Ajeng tidak berkutik. Bahkan Ajeng memohon agar
Part 36 Mereka Minta Aku Ikut Melaporkan“Astagfirullahalaziim, Ibu kok nggak nolongin Mbak Ajeng? Kasihan loh, Bu.” Inilah kalimat yang pertama diucapkan Mila kala aku menelepon menceritakan yang terjadi pada Ajeng tadi siang.“Ya, Ibu tau salah. Sebenarnya ada rasa menyesal kenapa Ibu tegaan gitu, Mil. Tapi, setelah Bu Nanik marah-marah dan berucap kasar, rasa kasihan agak kurang.”Ya Allah, kenapa hatiku semakin dibutakan mau membalas Ajeng yang menyakiti putriku.“Ibu, Ibu yang sering ajarkan padaku agar membantu karena Allah. Biar Mbak Ajeng jahat, namun kejadian ia dipukul Mas Jhoni patut ditolongin.”Aku menghela napas panjang karena rasa menyesal semakin menghampiri. Mila benar, aku makin melupakan ajaran Allah yaitu saling tolong menolong.“Ya, Ibu salah.”“Bu, maafkan Mila. Bukan maskud menggurui, tetapi hanya mengingatkan.” Suara Mila tedengar merasa bersalah. Tak pernah ia bicara seperti ini. Tetapi, memang aku salah.---Kesibukan berladang di halaman rumah membuatku tak
Part 37 Aku Tidak Takut Kalian!Aku terduduk di lantai karena didorong lelaki yang pernah menikahi putriku. Tanpa ragu main kereyok di rumahku sendiri. Tentu aku tak akan tinggal diam, mereka yang datang menghina dan memaksa. Aku hidup punya hak atas diri sendiri. Bukan mereka yang menetukan apa yang harus dilakukan meski status janda miskin tanpa sanak keluarga.“Kamu harus menuruti perintah kami!” teriak Haris menunjukku dengan mata melotot.Aku bangkit berdiri secepatnya. Bu Ida langsung mendekat menendang kakiku. “Kamu kira kamu siapa berani menamparku! Ugh!”“Aw!” Sakit. Aku kalah cepat sehingga kakinya mendarat ke betis ini, namun ditahan demi bisa bertahan.“Kamu harus turuti keinginan kami!” Kali ini Jhoni yang memaksaku.“Aku tidak mau dan tak akan pernah mau menuruti semua yang kalian perintahkan!” Aku teriak melawan mereka.“Biar aku pukul dia, Bu. Biar dia dan Ajeng sama-sama masuk rumah sakit!” Jhoni melangkah ingin mendekatiku. Aku langsung berlari keluar rumah sambil be
Part 38 Menonton Kekacauan“Wah, apa yang akan terjadi ya? Ada para mantan besan bertemu di hajatan ini.” Jeni bicara pelan seolah mau lihat pertunjukkan berikutnya.“Aku juga penasaran dengan keadaan Ajeng setelah dipukul Jhoni.” Aku pun ikut bicara dengan suara pelan. Tepatnya kami berbisik.Akan tetapi, Bu Ida malah kembali duduk dan melanjutkan makannya yang sempat terhenti, pun Rosi. Namun, mereka berbisik sambil melirik ke arah Bu Nanik. Wah, apa tidak jadi nih yang mau perang denganku? Kok malah fokus ke ibunya Ajeng.Kalau diperhatikan, Bu Nanik datang dengan memakai perhiasan besar-besar melingkari pergelangan kedua tangan dan dua jari di kanan dan kiri. Bukan saja itu, kalung besar juga menjuntai hingga perutnya. Jilbab segi tiga itu melilit lehernya sehingga kalung itu bisa disaksikan orang banyak.“Ternyata Bu Ida dapat saingan nih,” bisik Jeni lagi.“Ya, sama-sama seperti toko emas berjalan. Tapi ya memang mereka punya, lah kita udah cukup buat makan sehari-hari aja suda
Part 39 Melawan Untuk Melindungi DiriSeketika Haris langsung menghentikan motornya dan menoleh ke arah kami, kala aku berhasil memecahkan lampu sein motor belakang yang dikendarainya. Aku dan Jeni tetap santai melangkah sambil mendorong motor yang kehabisan bensin. Tak sedikit pun rasa takut karena dia sengaja membuat aku dan Jeni basah karena air genangan di jalan. Kapan perlu, kalau ia mendekat akan dilempar matanya dengan pasir.“Wah gawat, lemparanmu mencapai sasaran, Yun.” Jeni juga tetap melangkah tanpa ragu karena Haris sudah membelalak pada kami.“Untung tidak kepalanya aku lempar, Jen.”“Apa kamu punya uang ganti lampu sein motornya? Aku mah hanya ada uang lima puluh ribu di dompet. Dan ini juga pemberian menantu kala ia dapat gaji dari nguli.”“Wah, kamu sangat beruntung dapat menantu yang peduli. Biar kerja nguli yang penting ada etika. Aku iri padamu, Jen.”Andaikan Mila dapat suami yang baik dan bisa membahagiakan dia, ah, lagi-lagi aku rindu putriku itu.“Sebenarnya yan
Part 40 Teman Atau Lawan?“Loh? Bukankah kamu bilang waktu itu Cece ini nggak punya anak ya?”“Nggak tau juga, Bu. Aku hanya dikenalkan dengan lelaki tak jauh beda umurnya dariku dan kata Cece, itu putranya. Mau tanya lagi nggak enak. Lagian kalau ia mengaku punya anak atau tidak, tetap saja kenyataanya ia punya anak,” jelas Mila.“Yang penting kerjaanmu lancar.”“Alhamdulillah, Bu. Bahkan aku diberi perawatan gratis di sini. Salon Cece di sini lebih besar dan lengkap. Bahkan ada beberapa artis yang ikut perawatan di sini.”“Kamu ketemu artis? Kenapa nggak foto bersama biar ibu bisa perlihatkan pada Jeni kalau kamu ketemu artis.” Wah, aku saja nggak pernah lihat artis secara langsung, hanya di televisi saja kala nonton sinetron.“Malu lah, Bu. Lagian aku sedang kerja nggak enak aja main-main.”“Kan cuma jepret sekali aja, Nak.”“Yaa, aku merasa risih aja karna nggak berani bicara minta foto. Palingan aku lihat dari jauh aja.”“Kamu beruntung dapat bos baik.”“Alhamdulillah, Bu.”Aku
Part 54 Demi KesepakatanPov Mila“Mas mau apa datang ke sini?” Tanyaku tanpa menatap pada mas Haris. Aku justru mengalihkan pandangan ke depan dengan sifat cuek berdiri melipat tangan di perut.“Mila, aku tidak bahagia dengan pernikahanku. Aku mau kita seperti dulu lagi.” Aku mengalihkan pandangan padanya. “Aku tidak bisa!” jawabku tegas.“Tapi, aku bisa menceraikan wanita itu. Dia hanya pelakor di rumah tangga kita.”Enak saja bilang ‘pelakor di rumah tangga kita’ setelah ia dengan senang hati berselingkuh dengan mengatakan kalau aku adalah wanita yang tidak menarik lagi. Bahkan tanpa ragu memperbandingkan aku dengan wanita lain di atas ranjang seolah hati ini terbuat dari batu. Namun, aku suka melihatnya hari ini meminta aku kembali. Bebarti tujuan hampir sampai, yaitu ingin membuat dia terluka hingga merasakan apa yang aku rasakan.“Aku tidak mau ibu dan saudaramu menentang hubungan kita, Mas.”“Itu jangan khawatir. Aku akan bicara dengan Ibuku. Kalau masalah saudara aku jangan k
Part 53 Kedatangan HarisMila terlihat lebih baik setelah ia pulang dari Jakarta dengan perubahan yang bertambah cantik. Bukan saja fisik, sifat pun lebih berani. Aku saja sebagai wanita yang melahirkannya masih tak percaya kalau ia bisa berubah hanya dalam beberapa bulan saja. Ini perawatan yang mungkin tidak ada di kampung ini. Satu hal yang membuat aku bersyukur yaitu, Mila sudah bangkit dari keterpurukan atas kehilangan anak dan apa yang dialaminya selama menikah dengan Haris.“Ibu kok melihat aku gitu?” Tanya Mila sambil memijat kakiku. Ia sadar aku perhatikan.“Ibu ingin kamu segera menikah biar ada yang jagain. Status janda di kampung ini sangat hina.”Mila tersenyum kecil. Tak ada jawaban dan tangannya terus bekerja memijat kakiku tanpa henti.“Kalau belum ada yang dekat, apakah Ibu bisa carikan calon menantu Ibu?” Aku sengaja memancingnya. Mana tahu ia punya seseorang yang sedang dekat atau sekedar ada yang memperhatikan lebih.“Masa iddah aku baru aja berakhir. Aku belum si
Part 52Pov Mila (2)Mas Bayu datang menghampiri. Entah mau apa lagi karena memang kami tak ada urusan sebelumya. Yang terjadi antara kami hanya sebatas berteman baik dari kecil. Ia saja yang menaruh hati yang tidak pernah terbalas dari hatiku. Entah kenapa tak ada getaran sedikit pun padahal ia lelaki yang baik.“Assalamualaikum,” ucap mas Bayu.“Waalaiakuamsalam,” jawabku dan ibu serempak.“Bu Yuni, aku datang mau bertemu Mila.”Seketika Ibu langsung menatapku sesaat. “Maaf, tapi ini ada apa ya, Bayu?” tanya ibu balik.Mas Bayu mengalihkan pandangan padaku. “Aku mau bicara yang menyangkut tentang lamaranku waktu itu, Bu Yuni.” Meski ia menjawab pertanyaan ibu, namun pandangannya tetap mengarah padaku.Aku sama sekali tidak tertarik untuk membahas lamarannya. Apalagi setelah orang tua dia menolak menjual daging pada Ibu dan membuat Ibu terhina ulah kegigihannya mendekati aku. Intinya, kami tidak bersalah malah dibuat bersalah. Jika Ibu dihina yang bukan salah Ibu, rasanya mau membal
Part 51Pov MilaAku yakin akan membuat Mas Haris mencariku. Kejadian menabrak mobil orang dari belakang bisa dilihat betapa ia terpesona, yaitu Mila mantan istrinya yang selalu dihina dan dikatakan bau matahari dan jelek, sekarang tidak ada lagi. Yang ada hanya Mila yang penuh dengan dendam.Anakku, Ibu yakin kamu sudah bahagia di sana. Allah lebih sayang kamu hingga rindu Ibu semakin berat dan hanya bisa menangis memeluk foto, membayangkan saat Ibu menggendongmu, menyuapi makan dan menjagamu kala bermain. Ibu rindu, Nak ..., sangat ....Setiap hari aku terus diselimuti penyesalan. Kenapa aku tak minta bantuan tetangga waktu itu kala tak ada uang buat berobat. Kenapa aku hanya diam menangis karena takut dan menuruti saja kala Mas Haris dan ibunya menyuruh minumkan paracetamol saja. Kenapa aku bodoh sekali sehingga diam ini membunuh anakku. Aku menyesal, sangat. Tekanan hidup dulunya sudah cukup! Aku akan melawan siapa saja yang menghina. Sudah cukup dengan menjadi Mila wanita bersik
Part 50“Astagfirullahalaziim! Ada apa ya, Bu?” Mila terkejut dan lalu mengalihkan pandangan ke arah Haris.“Haris nabrak mobil orang dari belakang.” Aku pun ikut menonton insiden ini dengan senang hati.Aku yakin mantan menantu aku itu terkejut kala melihat Mila sudah berubah cantik. Tidak kusam lagi atau badan kurus kering. Kini badan Mila sudah ideal dengan tinggi badannya. Aku saja yang melahirkan sangat terkejut jika hanya beberapa bulan saja bisa secantik ini.“Hey! Apa kamu nggak punya mata!” Lelaki yang mengendarai mobil bicara berteriak pada Haris.Haris turun dari motornya. Untung ia tidak jatuh karena motor yang tidak melaju kencang kala melihat putriku barusan. Dan bisa dilihat betapa ekor mobil penyok ulah tabrakan. Aku dan Mila sengaja menghentikan langkah menyaksikannya. Lagian, penasaran juga ingin melihat reaksi Haris sekali lagi.“Kamu tu yang salah bawa mobil lambat!” Bukannya mengakui kesalahan, Haris malah balik menyalahkan lelaki itu.“Ini bukan jalan keramaian!
Part 49 Mila Jadi Pusat PerhatianTidak! Kenapa pikiranku mengatakan kalau Mila seperti yang dikatakan Lili, bahwa ia kerja jual diri di Jakarta. Tetapi tidak mungkin anakku seperti itu. Aku membesarkannya dengan didikan agama dan tata krama yang baik. Apakah begitu pendeknya pemikiran Mila hingga melakukan ini?Ya Tuhan, aku mau mati saja jika pemikiran ini benar. Aku tak sanggup, aku tak kuat dan ....“Ibu kenapa?” Mila memegang kedua lenganku kala dada ini sesak dengan pemikiran buruk ini. Saking tak terimanya, hanya air mata yang berjatuhan. Tuhan, aku tak kuat, aku betul-betul tidak kuat.“Hah! Hah! Hah!” Dada ini makin sesak dan ini paling parah yang pernah dirasakan. “Ibu ..., Ibu kenapa?” Mila tampak khawatir dan terus memegangku.“Apa salahku hingga Ibu seperti ini? Kenapa Ibu?” Air mata Mila berjatuhan.Aku menghela napas panjang berulang kali agar bisa mengendalikan diri. Ini tepatnya rasa shock yang berlebihan hingga mengendalikan diri saja sulit. Mengucap di hati, inila
Part 48 Kepulangan Mila (2)Aku memeluk erat anakku yang sangat dirindukan. Sudah lama ingin melihatnya seperti ini. Bahkan sehari saja terasa sangat lama. Ia cantik dan kulit putih glowing seperti dulu kala masih gadis. Ya Allah, terima kasih telah mengembalikan putriku seperti dulu. Mila melepaskan pelukan. “Ibu lihat nih. Aku sudah cantik belum?” Mila berputar agar aku bisa melihatnya lebih jelas.Bukan saja kulitnya yang terawat, sekarang pakaian yang dikenakan juga bagus. Ia tak terlihat seperti wanita yang terlahir dari rahimku yang kerja hanya berjualan di pasar. Tidak, ia tidak seperti itu. Justru ia lebih cocok menjadi anaknya Cece. “Masyaallah, kamu cantik sekali, Nak.” Bahkan mata ini berembun saking terharunya. Ini terharu yang membahagiakan.“Ibu tau nggak, banyak sekali alat-alat yang digunakan buat perawatanaku ini. Bahkan ini perawatan tempat artis-artis, Bu. Dan biayanya juga sangat mahal. Tetapi Cece membiarkan aku menikmati perawatan itu tanpa memotong gajiku.”“A
Part 47 Kepulangan MilaSudah dua hari ini ke pasar, namun daging pesanan tak kunjung datang. Ditelepon tak diangkat. Bahkan aku pulang dengan membawa uang dua puluh ribu saja hasil dari jual sayur yang tidak banyak. Tetap bersyukur karena dari hasil kebun samping rumah saja bisa menganjal perut. Tak ada beras singkong pun jadi. Lagian ikan bisa diambil di kolam dan sayur juga dipetik. Alhamdulillahirabilalamiin, Allah masih sayang padaku.Sendiri, ini lebih membuat fokus beribadah. Selalu berdoa agar Mila bisa bahagia dan menemukan pendamping hidup yang bertanggung jawab. Tak lupa mendoakan almarhum suami yang sampai sekarang masih dirindukan. Rindu yang paling berat adalah kala merindukan seseorang yang telah pergi ke sisi Allah. Jika masih di dunia mungkin masih bisa melihatnya meski berjarak jauh, tetapi takdir memisahkan kami.Stok gula dan kopi telah habis. Aku ke warung untuk membelinya karena satu hari saja tanpa minum kopi, terasa ada yang kurang. Ya, beginilah jika kecanduan
Part 46 CaraElis semakin terlihat gelisah. Namun Lili sama sekali belum memperlihatkan kalau ia bersalah. Tatapan sinis masih terlihat seolah punya dendam besar padaku, astagfirullahalziim.“Kenapa diam?”“Sepetinya ia iri pada kita. Ayok pulang, Nak.” Lili menarik lagi tangan putrinya. Sekali lagi Elis menahan diri sehingga belum beranjak juga. Aku tahu, ia takut dengan ancamanku.“Oke, kalau gitu aku pergi dulu. Lama-lama di sini akan membuang banyak waktu.” Lalu aku melangkah mau pulang.Sebenarnya aku tak yakin apakah bisa kasus ini dilaporkan. Hanya berlagak sok pintar saja demi menggertak Lili. Namun, ia sama sekali tak gentar. Hanya Elis yang terlihat pucat.“Tunggu, Bu Yuni!” Tiba-tiba Elis menghentikan langkahku kala baru beberapa langkah meninggalkan warung ini.Aku berbalik badan. ”Ya, ada apa lagi?” tanyaku.“Aku nggak mau masalah ini semakin dikonsumsi orang banyak. Mungkin ini hanya salah paham saja. bisakah kita lupakan masalah ini?” Dengan nada baik Elis berucap.“Kam