Share

Bab 20

Penulis: Lia Mulianingrum Sampurno
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Please, Ron, kamu mulai mabuk,” tepis Za saat Ronald mulai berani mencium pundaknya.

“Nggak Za, aku masih sangat waras dan bisa melihat kecantikanmu. Bagaimana kalau malam ini kita lanjut ke hotel?” bisik Ronald yang masih dapat terdengar oleh Al. Darahnya mulai mendidih.

“Please Ron, aku tidak suka seperti ini,” tolak Za dan mendorong tubuh Ronald agar menjauh.

“Ah, tunggu sebentar. Aku harus ke toilet dulu,” ujar Ronald dan bangkit.

Za terlihat lega dengan kepergian lelaki itu. Dia melirik pada Al yang juga tepat sedang menoleh padanya. Tatapan tidak suka tergambar jelas di wajah lelaki itu.

“Maaf, aku juga sepertinya harus ke toilet,” ucap Al dan beranjak pergi.

Dia menuju arah yang ada tanda panah bertuliskan toilet. Sebelah kanan untuk wanita dan sebelah kiri untuk laki-laki. Kakinya berhenti m

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 21

    Mobil kembali berjalan di jalanan mulus. Hati Ronald menggerutu kesal. Kacau sudah rencananya untuk malam ini. Gara-gara lelaki yang hanya seorang office boy itu rencananya hancur berantakan. Malam ini, Ronald harus menahan hasratnya untuk sementara. Jika memaksakan kehendak, bisa-bisa Za justru akan akan menghindar. Dia akhirnya mengantarkan Za ke rumahnya.“Bye,” ucap Za saat dia sudah berada di depan rumah. Ronald membalas lambaian tangan Za kemudian berlalu.“Shit! Keparat! OB sialan! Kacau rencana gue malam ini,” umpat Ronald dalam mobil setelah jauh dari rumah Za.Dia kemudian mengambil benda pipih dari saku kemeja dan mulai menghubungi seseorang.“Halo. Kamu lagi kosong malam ini? OK, aku ke situ.”Klik. Ronald menutup sambungan teleponnya.Laju mobilnya menyepat menuju tempat yang bisa memberikannya kepuasan untuk m

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 22

    “Eh, maksudku … dia bukan tipe aku untuk dijadikan suami,” elak Za gugup.“Oh, begitu. Kenapa emang? Dia kan, ganteng, sukses, lulusan luar negeri pula,” timpal Ayu.“Ya, nggak aja. Kamu mau emang? Kalau mau ambil aja.”“Ya udahlah, aku juga nggak maksa. Lagian aku juga nggak mau sih. lebih menarik Albany sih menurutku. Adem-adem gimana gitcuuuhh,” celoteh Ayu sambil mengerjapkan matanya. Za menanggapinya dengan tawa.“Jadi Sabtu depan kita ke puncak ya? Naik bis atau mobil pribadi aja?” Ayu kembali bertanya.“Perusahaan nyediain bis buat karyawan, tapi kalau mau berangkat pakai mobil pribadi juga boleh-boleh aja.”“Ok, siap, Bos!” Ayu mengangkat tangannya menghormat. Za terkekeh melihatnya.**“Kalian udah denger pengumum

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 23

    “Hai, Za. This is for you.” Ronald menyerahkan secangkir minuman panas. Za yang kebetulan sudah menghabiskan minumannya sejak tadi langsung menerimanya.“Minum, biar hangat,” ujar Ronald dengan sebuah senyuman manis. Za pun membalas senyuman Ronald dan menyesap minuman yang ada di tangannya. Lelaki itu tersenyum bahagia setiap melihat wanita di sampingnya meneguk minuman yang dia beri.“Enak?” tanya Ronald. Za hanya mengangguk pelan.Ronald mengembus napas panjang dan meneguk minuman di tangannya.“Kita cari temanmu itu. Ayo,” ajak Ronald. Za yang merasa tidak tahu harus berbuat apa hanya mengiyakan ajakan Ronald. Lagipula, suasana akan terasa lebih seru jika ada Ayu di antara mereka.“Ke mana ya mereka?” tanya Ronald sambil terus melangkah keluar dari vila. “Mungkin mereka berjalan-jalan di sekitaran sana. ayo,&rd

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 24

    “Pak, tolong selamatkan dia,” pinta Za. Para lelaki itu kemudian mengangkat tubuh besar Al dan membawanya ke arah vila. Desas-desus terdengar. Banyak yang menanyakan apa yang telah terjadi dengan Albany. Ayu histeris dan segera menghampiri orang-orang yang menggotong tubuh lelaki pujaannya yang bersimbah darah. Tetesan cairan berwarna merah itu malah terlihat terus mengucur sepanjang perjalanan.“Al, dia kenapa, Za?” tanya Ayu panik. Namun, Za tak ingin menghiraukan.“Nanti saja, Yu,” jawab Za pada temannya. “Pak, bawa Albany ke mobil saya!” teriaknya pada para lelaki yang membawa tubuh suaminya.“Tapi, Bu, darahnya terus mengucur. Nanti bisa-bisa mengotori jok mobil Ibu,” ucap seorang dari mereka.“Terus? Apa kita mau biarkan dia begitu saja? Kalian ini! Nyawa dia jauh lebih berharga daripada jok mobil saya. Ayo cepat masukan. H

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 25

    Za tidak menghiraukan pertanyaan Ayu. Dia lebih focus pada Hendro yang terlihat khawatir pada anaknya. Dia merasa tidak nyaman jika harus menjelaskan sesuatu di hadapan orang yang dibicarakan. Rasanya sangat tidak etis.Ayu menekuk wajahnya karena merasa dicuekin.“Luka-lukanya cukup panjang begini. Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Hendro melirik pada Za dan Albany.Al diam tak menjawab. Beruntung dia harus tengkurap, jadi bisa berpura-pura tidur.“Al nyelametin aku, Om. Kemarin Ronald sepertinya mau melecehkan aku saat di puncak. Lalu, Albany datang dan mereka berkelahi.” Za menjelaskan.“Lho, berkelahi kok bisa terluka di punggung? Ini pasti Al diserang dari belakang,” ucap Hendro menilik setiap luka yang Al alami.“Iya, Om. Saat Al bopong aku, Ronald menikamnya dari belakang. Maaf, Om. Gara-gara aku Albany jadi t

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 26

    “Neng Za, kamu ke sini, Sayang? Ibu kangen banget,” ujar Bu Ningsih menghambur pada menantunya.Sepersekian detik dia baru menyadari ada sesuatu yang terjadi pada putra semata wayangnya. Dia meringis saat berdiri di samping Za.“Al, kamu kenapa? Sakit?” tanyanya dan mengecek kondisi tubuh anaknya setiap inci. Albany meringis saat sang ibu menyentuuh bagian belakang tubuhnya.“Ini kenapa?” tanya Bu Ningsih panik. Za tersenyum sekilas.“Sedikit kecelakaan, Bu. Mas Al terpeleset, lalu kegores benda tajam. Kemarin sempat dirawat, tapi sekarang udah baikan,” jawab Za sembari sesekali melirik pada suaminya.Albany mengerti, jika Za berbohong agar ibunya tak khawatir.Mulut Bu Ningsih melongo dan mengangguk-anggukan kepalanya.“Sekarang udah baikan, ya? Makasih ya Neng udah mau ngerawat anak

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 27

    Za tersenyum miris. Dia merasa tersentuh hatinya dengan perkataan sang ibu mertua. Dia yang setiap hari bisa makan enak, hidup nyaman, kadang tak merasa bersyukur. Lalu, kini, dia melihat orang yang perekonomiannya berada di bawahnya, jangankan makanan mewah, makanan sederhana pun sudah terasa sangat nikmat.“Kalau kapan-kapan Za ajak Ibu ke restoran, mau?” tawarnya dengan tatapan sendu. Bu Ningsih malah tersenyum.“Oalaah, malah merepotkan kamu. udah nggak usah. Makanan kampung malah lebih sehat,” timpalnya diselingi tawa.Suara dehaman membuyarkan obrolan keduanya. Begitu juga dengan Ani yang dari tadi hanya menjadi tim penyimak sambil mengucek pakaian langsung menoleh ke sumber suara.“Mas, kamu mau kemana?” tanya Za yang hendak membersihkan ayam yang akan diungkebnya.“Emh, itu … aku mau mandi. Masih ada Ani ya?” ucapnya kikuk.

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 28

    Za menjerit saat melihat kepulan asap sudah membumbung. Bu Ningsih yang masuk dari pintu belakang disusul oleh Ani yang membawa sepiring makanan pun ikut menjerit karena kaget. Za bergegas mematikan kompor dan menatap kecewa pada ayam yang sudah dengan susah payah dia olah.“Neng, waduh Ibu lupa kalau kamu lagi ngungkep ayam. Tadi Ibunya Ani manggil nawarin makanan. Ibu sama Ani malah ikut ke sana berdua.” Terlihat wajah menyesal dari Bu Ningsih.“Iya, Bu, nggak apa-apa. Aku juga teledor, tadi apinya nggak dikecilin,” jawab Za, tak ingin memperpanjang masalah. Sebetulnya tadi apinya sudah dikecilin, tapi berhubung kegiatan menyekanya berlanjut dengan sesuatu, jadi ungkep ayamnya terlupakan.“Nasib ayam kamu sekarang tinggal kenangan.” Bu Ningsih terkekeh.“Ini namanya ayam negro, Bu. Resep baru dari aku. Gampang, kan, bikinnya?” Za menimpali candaan ibu

Bab terbaru

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 117

    Entah berapa lama mereka menunggu di sana. Hingga seorang suster menghampiri mereka dan mengatakan jika operasinya berhasil. Bayinya ada dalam inkubator, sementara Syafitri masuk ke ruang ICU karena kondisinya kritis.Ada rasa lega juga sedih di hati keduanya.Za menatap lekat pada bayi yang terbaring di dalam kotak kaca itu. Pikirannya kembali pada masa Rabbani masih ada. Air matanya kembali menetes tanpa bisa ditahan.Albany menatap nanar pada sang istri. Dia mengira jika itu adalah air mata bahagia atas lahirnya seorang putra.“Dia mirip Rabbani ya, Mas.” Za bergumam. Albany mengangguk.“Selamat, kamu sudah resmi menjadi seorang ibu,” bisik Albany seraya memeluk istrinya dari samping. Dia juga mengecup puncak kepala Za penuh sayang.**Za dan Albany sedang sarapan di kantin rumah sakit saat dering telepon

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 116

    Pagi-pagi Albany terbangun dengan tubuh yang luar biasa lelah. Kemarin malam dia bahkan tidak sempat makan. Hanya teh susu yang dihidangkan sang istri saja yang sempat diminumnya.Matanya mengerjap sambil dikucek. Za tersenyum di sebelahnya.“Kamu udah mandi?” tanya Albany saat melihat istrinya sudah rapih. Tak terlihat gurat lelah di mata wanita itu saat biasanya dia lihat setelah pergumulan mereka di malam harinya.“Udah. Aku bahkan udah siapin kamu sarapan. Ayo mandi dulu. kamu pasti cape,” ujar Za tersenyum semringah. Albany mengangguk. Dia lalu bangkit setelah sebelumnya meraih handuk yang semalam terjatuh ke lantai.Kening Albany mengerut saat dia berdiri dan sekilas melihat ke atas seprei hijau muda. Ada bercak darah di sana.“Sayang, kamu lagi dapet?” tanya Albany. Dia bahkan lupa jika istrinya sudah tak memiliki kantung rahim.&nb

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 115

    [Mas, nanti malem aku tunggu ya. I miss you so much.]Tulis Za ke nomor whatsapp suaminya. Albany yang sedang mengecek kebun selada sontak mengulum senyum saat membaca pesan itu.[Siap-siap saja kalau sudah berani menggoda.]Balas Albany. Dia tersenyum lalu kembali memasukan ponselnya ke saku celana. Dia geleng-geleng membayangkan sang istri yang biasanya mendominasi kalau ngajak duluan.“Tunggu saja, aku buat kamu minta ampun,” gumamnya sambil mengulum senyum.[Aku minta Fitri pulang dulu ke rumah Pak Ahmad, biar kita nggak ada yang ganggu.]Za kembali membalas. Getar ponsel membuat Albany mengambilnya lagi. Dia lalu tertawa kecil sambil geleng-geleng saat membaca pesan itu.**Albany pulang dalam keadaan basah kuyup. Walaupun sudah memakai jas hujan, tetapi karena hujan yang mengguyur sangat besar air itu masih dapat tembus melalui sela-sela leher dan beberapa bagian lainnya.Albany masuk ke rumah yang terlihat sepi.“Pada ke mana, kok nggak ada?” gumamnya sambil celingak-celinguk.

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 114

    Mereka tiba di rumah baru itu sudah sore. Rumah itu lebih terlihat seperti vila di daerah pegunungan. Za sengaja memilihnya, agar sang suami mudah mencari lahan perkebunan baru di sana.“Ini kamar kamu, ya, Fit.” Za menunjukan sebuah kamar di sebelah miliknya. Mata gadis itu tak henti-henti berbinar semenjak kedatangannya ke rumah ini. Rumah yang di matanya begitu mewah, jauh jika dibandingkan dengan rumah sang ayah.“Kamu nggak apa-apa, kan, di kamar ini?” tawar Za meminta persetujuan. Gadis itu mengangguk cepat.“Terima kasih, Bu,” ucap Syafitri dengan senyum semringah. Gadis yang baru setahun lulus SMA itu langsung masuk ke kamarnya dan berputar-putar melihat setiap benda yang seolah mimpi bisa menjadi miliknya.Za tersenyum melihat rona bahagia di wajah gadis itu. Gadis yang telah mau membantunya untuk memberikan seorang anak.Beberapa hari yang lalu, Za diam-diam mendatangi rumah Ahmad dan menceritakan semuanya. Za meminta Syafitri agar mau menjadi madunya.Awalnya Ahmad juga Sya

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 113

    “Mas, aku sudah siapkan sebuah rumah di luar kota untuk rencana kita itu,” ujar Za saat Albany berganti pakaian pagi itu.“Rencana? Rencana apa?” tanyanya menghentikan aktifitas.“Punya bayi,” jawab Za singkat.“Maksudnya gimana?”“Kita pindah rumah dari sini, Mas. Tidak mungkin kita membawa istri barumu ke sini, kan? Bisa-bisa Papa sama Ibu marah sama kita. Mereka juga tidak tahu, kan, kalau aku sudah tidak memiliki Rahim?” ungkap Za.Terdengar dengkusan dari mulut Albany. Ternyata keinginan dan rencana istrinya itu bukan main-main. Padahal dia sama sekali tak menginginkan pernikahan kedua. Jika memang Tuhan tidak menakdirkannya memiliki anak, Albany akan menjalaninya dengan ikhlas.“Mas … kok malah gitu, sih? Bukannya jawab,” kejar Za dan menarik lengan suaminya.Albany mengembus napas kasar dan menatap istrinya nanar.“Aku harus jawab apa, Sayang? Aku sama sekali tidak punya ide untuk itu. Bahkan membayangkannya saja aku berat,” jawab Albany.“Hanya sebentar, Mas. Kita harus berkor

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 112

    Mata Amara membulat seketika. Bahunya meluruh saat rekaman itu berakhir.“KAmu dengar sendiri, kan? Apa laki-laki macam itu yang akan kamu pertahankan? Dia hanya akan jadi penyakit untuk masa depanmu, Mara. Kamu lebih baik berhenti mengharapkannya,” ucap Za menatap dalam pada sepupunya.Amara mulai melemah emosinya. Tangis itu kini berganti isak. Za lalu merengkuh sepupunya dan mengelus punggungnya perlahan.“Kamu harus bersyukur karena mengetahui kebenaran tentang Rafael sebelum hari pernikahan kalian. Kalau seandainya kalian sudah menikah, sudah pasti akan jauh lebih berat buatmu,” bisik Za berusaha menyalurkan kekuatan.“Terima kasih, Za. Kalau seandainya kamu nggak ngasih tau semua ini, aku pasti salah paham terus sama kalian. Rafael bilang kalian telah menjebaknya hingga dia ditahan,” ucapnya terisak.Za tersenyum sekilas setelah mengendurkan pelukannya.“Kamu adalah adikku. Sudah sepantasnya aku menyelamatkanmu dari manusia picik seperti dia.” Za mengusap bahu Amara lalu mengaj

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 111

    “Apa?” Mata Za terbelalak. Albany mengangguk dengan mata terpejam. Tak kuasa menahan rasa sakit di dadanya.“Dia sepertinya yang telah menabrakmu,” ucap Albany penuh sesal.“BAgaimana kamu bisa seyakin itu?” tanya Za dengan jantung yang bertalu kencang. Jika benar lelaki itu yang telah menabraknya, lalu apa alasannya?“Apa kamu tidak ingat waktu motor itu menabrakmu, Neng Za? Ibu melihat jelas sekali jenis motor, warna dan juga plat nomornya,” timpal Ningsih.“Aku kaget sekali waktu itu, Bu. Perutku juga sakit sekali diterjang motor itu. Kalau gak salah, memang motor yang sejenis motor Ninja warna merah. Hanya saja aku nggak tau nomor platnya. Lagi pula, buat apa dia nabrak aku?” Za tampak kebingungan.Albany mengembus napas kasar. Dia menggenggam tangan sang istri erat sebelum berani berterus terang tentang segalanya.“Kamu ingat dengan lelaki yang menggodaku di kafe?” tanya Albany dengan nada memelas.Mata Za terbelalak. Dia sadar, jika suara yang pernah dia dengar memang persis den

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 110

    Mata Albany membulat seketika, apalagi saat lelaki itu datang mendekat.“Ini, kenalkan, sepupuku. Za. Dan ini suaminya, Albany,” ucap Amara memperkenalkan.Alis Rafael terangkat sebelah. Dia lalu tersenyum semringah seraya mengulurkan tangan.“Hai. Aku Rafael. Senang bertemu denganmu,” ucapnya mengulurkan tangan pada Albany. Lelaki berkuncir itu dengan terpaksa menerima uluran tangan orang yang dibencinya. Kala tangan mereka berjabat, Rafael menggerak-gerakan ibu jarinya mengelus telapak tangan Albany dengan menyunggingkan seulas senyum.Albany bergegas menarik tangannya. Sungguh terasa menjijikan ketika harus berhadapan dengan lelaki belok itu.Rafael juga tersenyum manis pada Za seraya mengulurkan tangan. Namun, Albany segera menarik lengan Za yang lain agar segera menjauh dari lelaki itu. Ada perasaan aneh dalam hati Za dengan sikap sang sua

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 109

    Za hendak bangkit, namun ditahan oleh sang suami. Tubuhnya semakin bergetar menahan tangis.“Lepas, Mas. Lepaas …,” pinta Za memohon dan berusaha melepaskan cengkeraman tangan Albany yang menahan erat dirinya.“Tidak.” Albany menggeleng.“AKu mau pergi, Mas. Aku mau sendiri,” ucap Za terisak.“Tidak, Za. Aku mohon, jangan pergi lagi.” Lelaki itu tetap kukuh menahan tubuh istrinya yang hendak bangkit berdiri.“Aku hanya wanita tidak berguna, Mas. untuk apa lagi kau pertahankan aku,” isak Za semakin kencang.Albany merengkuhnya ke dalam pelukan. “Siapa bilang kau tidak berguna?” bisik Albany seraya mengusap punggung sang istri perlahan.“Kau adalah hidupku. Kau adalah nyawaku.” Albany semakin mengeratkan pelukannya. Tangis Za semakin pecah. Dia merasa menjadi wanita yang egois jika terus bersama dengan Albany.Lelaki itu sangat menginginkan seorang anak, dan sekarang … dia takkan lagi mampu memberikannya.“Aku tidak ingin kamu kecewa dengan keadaanku, Mas. Aku mandul. Aku tidak akan per

DMCA.com Protection Status