Selesai kuliah Kinan dan Sesyl seperti biasa langsung menuju tempat kebugaran. Kinan ikut-ikutan Sesyl menggunakan alat-alat yang disediakan di sana sambil menunggu waktu berlatih salsa.
Mata Sesyl melebar. Dia juga langsung bangkit dari tempatnya melakukan sit up saat melihat kedatangan seseorang yang sangat dikaguminya. Badan tegap itu terlihat makin mempesona dengan stelan olahraganya. Sebuah celana pendek dan kaos putih. Sebuah tas besar tersampir di pundaknya.
“Pak Dony?” sapa Sesyl tampak bahagia. Lelaki itu menautkan alisnya lantas tersenyum.
“Lho, kalian olah raga di sini juga?” tanyanya, lalu menyimpan tas besarnya di lantai.
“Iya, nih. Kebetulan banget ya, kita bisa latihan bareng di sini,” ujar Sesyl mengakrabkan diri. Sementara itu Kinan yang melakukan latihan yang sama dengan Sesyl hanya duduk dan mengangguk hormat.
Sat
Tubuh Kinan diseret menjauh dari sana. Tenaga lelaki itu begitu kuat meski kerempeng. Kinan berusaha melepaskan diri dengan menendangkan kakinya. Namun, sebuah tangan lagi memeganginya. Mereka menggotong tubuh Kinan menjauh. Gadis ituberusaha membuka mulutnya dan menggigit telapak tangan yang membekapnya.“Aaww!” Lelaki kerempeng itu menjerit dan melepaskan sebelah tangannya hingga tubuh Kinan bagian atas terjatuh. Dia tak sia-siakan kesempatan untuk berteriak sekeras-kerasnya. Namun, baru saja Kinan akan membuka suaranya, terdengar lelaki kerempeng tadi kembali mengaduh kesakitan. Sepertinya ada seseorang yang datang dan menendang lelaki itu dengan kekuatan penuh.Begitu pula dengan lelaki satu lagi yang memegangi kaki Kinan. Dia terjengkang dan mengaduh kesakitan. Kinan gegas bangkit dan menoleh ke arah dua orangn yang tengah berkelahi. Tadi, Kinan mengira jika itu adalah Ken yang datang menolongnya, tetapi dari siluetnya lelaki itu sangat berbeda.Kinan menajamkan penglihatan dan
“Apa bener, kamu pertama kali ketemu sama si Dony itu di pinggir jalan?” telisik Ken yang buku-buku tangannya tengah dibersihkan oleh Kinan dengan handuk dan air hangat karena berdarah akibat perkelahian tadi.Kinan mengangguk. “Iya, kenapa memangnya?” dia melirik pada lelaki yang duduk di sofa, sementara dirinya di lantai.Ken menggeleng pelan. Dia merasa begitu aneh karena semuanya terasa begitu kebetulan, di saat Kinan butuh bantuan, lalu orang itu muncul dan menolong. Terlebih, Ken merasa pernah mengenalnya, meski entah di mana.“Aku minta kamu jangan dekat-dekat sama dia,” gumamnya dengan tatapn kosong. Pikirannya mencari-cari bayangan lelaki itu di masa lalunya yang kelam.“Bagaimana mungkin, dia itu dosenku. Aku pasti akan sering berhubungan sama dia.”Bener juga, pikir Ken. Mungkin dia harus lebih berhati-hati.“Memanngnya kenapa? Pak Dony itu orang yang baik. Kalau dia berniat jahat, mungkin sudah dia lakukan sejak pertama. Tapi, dia justru selalu menolong,” sahut Kinan yang
“Apa harus ya, kita bulan madu segala? Aku kan, lagi dapet.” Kinan tertawa kecil.“Memangnya kamu berapa lama datang bulan? Bukannya biasanya seminggu aja?” Ken menngelap mulutnya dengan serbet putih setelah meminum susu.“Emmh, itu ….”“Jangan pikir aku nggak tau soal itu, Kinan. Jangan pernah berpikir aku bodoh,” kata Ken yang bangkit dari kursinya dengan tatapan tajam seolah mampu menguliti apa yang sedang dipikirkan oleh istrinya.“Bersiaplah, ok. Jangan kecewakan aku,” bisik Ken yang menghampiri Kinan dan berdiri menunduk tepat di belakangnya. Setelah itu dia mengecup puncak kepala Kinan tanpa ragu, membuat darah gadis itu berdesir hebat. Bulu kuduknya merinding disko.“Aku berangkat dulu. Hati-hati nanti di jalannya. Besok-besok sebaiknya kamu belajar nyetir mobil saja, biar lebih aman. “Ingat! Jangan mau diajak-ajak sama si Dony itu. apapun keadannya. Kalau kamu ada apa-apa, telpon aku,” ucapnya seraya pergi meninggalkan Kinan yang masih belum bisa mengatur debar jantungnya.“I
“Maaf Abang, aku telat,” gumamnya dengan air mata yang menetes. Lalu, Kinan pun melanjutkan perjalanannya meski pelan-pelan.Kinan sampai di rumah lewat dari jam 7. Bahkan adzan Isya sudah berkumandang sejak tadi. Di ruang tamu Ken mondar-mandir dengan khawatir, karena Kinan belum pulang dan tidak bisa dihubungi.Lelaki itu gegas keluar saat melihat Kinan berusaha membuka gerbang lalu memasukan motornya. Langkahnya gontai karena rasa sakit di kaki juga dingin yang menyerang tubuhnya.“Kamu dari mana saja jam segini baru pulang?” bentak Ken yang kadung khawatir.“Handphone mati. Kamu pasti sengaja, kan, hah?! Kamu pasti abis jalan sama si Dony itu!” tuduh Ken penuh emosi. Kinan mendongak dengan wajah sedih. Air matanya semakin deras, sederas air hujan yang mengguyur di luar. Bukan hanya karena rasa sakit di kaki, tetapi dia sakit karena dituduh tanpa bukti.“Kenapa diam?” sentak Ken lagi. Namun, Kinan tak mau menjawab dia malah pergi ngeloyor masuk untuk berganti pakain. Kinan meringi
“Buka mulutmu,” pinta Ken yang menyodorkan sesuap nasi dan telur dadar. Kinan menggeleng pelan. Dia masih malas untuk makan karena perutnya agak mual.“Makan dulu, abis itu minum obat,” titah Ken lagi agak kesal.“Dingin,” racau Kinan lagi, sambil menarik selimutnya. Namun, Ken mengambilnya lagi.“Tubuhmu panas sekali Kinan. Lebih baik kamu makan dan minum obat,” bujuk Ken agak menurunkan nada suaranya.“Ha, buka mulutnya,” pintanya yang mulai terdengar putus asa. “Satu suap saja.”Kinan pun berusaha membuka mulutnya dan menerima suapan itu. Suapan pertama dari seseorang yang bergelar suami. Setelah itu Ken memberikan air hangatnya.“Minum obatnya ya?” bujuknya lagi.Kinan pun mengangguk. Dia menerima sebutir obat yang diberikan Ken padanya lalu berusaha meminumnya meski malas.“Tidurlah lagi. Nanti aku selimuti kalau badan kamu sudah mulai dingin,” kata Ken. Selimut itu kini hanya menutupi bagian bawah kaki Kinan. Gadis itu mengangguk lemah dengan tangan terlipat di dada.Ken merasa k
Saat bangun, ternyata Ken tidak ada lagi di tempat tidur. Sepertinya dia sudah bersiap untuk kerja. Kinan pun bangun dan melihat ke luar. Dia juga berniat untuk membuat sarapan. Namun, Kinan mendengar suara ribut dari ruang latihan Ken. Di sana ada samsak dan barbel-barbel yang besar. Ada juga tianng untuk Ken bergelantung dan mengangkat tubuhnya.Kinan mendekat dan mengintip Ken yang sedang berlatih meninju benda berbentuk guling itu tiada henti. Tubuhnya yang hanya memakai kaos oblong dan celana boxer terlihat mengkilat karena keringat. Otot-ototnya membentuk gelombang di lengan. Sungguh terlihat macho.Ken menghentikan gerakannya saat menyadari sedang diperhatikan.“Kamu nanti latihan di sini saja. Alat apa yang kamu butuhin, nanti aku beli,” katanya. “Kalau perlu kamu minta instruktur yang datang ke sini.”Kinan mengangguk lalu pergi ke dapur. Lebih baik seperti itu, darip
“Kenapa Abang malah bahas bulan madu di depan orang-orang?” Kinan menyikut suaminya. wajahnya sudah semerah tomat.“Nggak apa-apa, mereka nggak akan denger,” bisiknya lagi.“Besok-besok aku ajari kamu nyetir. Ok!” Ken menautkan ibu jari dan telunjuknya. Kinan hanya tersenyum manis.“Ok, Pak Ken, karena semua sudah beres, kami pamit dulu. Senang bisa melayani Bapak juga istri Bapak. Semoga puas dengan layanan kami,” pamit salah satu dari mereka. Ken pun mengangguk dan mempersilakan mereka pergi.“Gimana kamu suka?” tanya Ken sambil menarik tangan Kinan menuju mobil barunya. Gadis itu menilik setiap sudut mobil dengan mata berbinar bahagia.“Ini beneran buat aku?” Kinan menunjuk dadanya.“Tentu saja. Hadiah untuk istriku tercinta. Kamu mau mencobanya sekarang?” tawar Ken.“Aku, kan, belum bisa nyetir,” jawab Kinan.“Ayo, aku ajari.” Ken mendorong Kinan untuk masuk dan duduk di balik kemudi. Lalu, dia sendiri duduk di kursi samping pengemudi.“Nggak usah tegang. Anggap aja kamu lagi mau
“Siap, kan?” tanya Ken yang selesai menaikan semua barang bawaannya ke bagasi mobil. Kinan tampak gugup, jantungnya berdebar tak karuan. Dia justru sangat takut dengan hal yang akan dilaluinya nanti.Namanya diajak bulan madu, Kinan sudah bisa menebak apa yang diinginkan suaminya itu. Dia tidak akan bisa mengelak lagi, karena tadi Subuh Ken melihat dirinya salat.‘Ya Tuhan, tolonglah hambaMu ini,’ bisik hatinya dengan mata terpejam. Mau sekarang atau nanti dirinya tetap akan di-unboxing juga.“I-iya. Siap,” jawabnya gugup.Ken membukakan pintu untuk Kinan dan menutupnya diiringi senyuman. Berbeda dengan gadis itu yang penuh ketakutan.Sepanjang jalan Ken senyum-senyum sambil sesekali melirik pada gadis di sampingnya. Kinan tak henti-hentinya berdoa seolah akan menghadapi sebuah peperangan besar.“Jauh amat,” uca
“Lina, Ima! Apa Nyonya sudah selesai?” tanya Javier dari luar pintu.“Sudah Bang Jev,” jawab Ima.“Tuan Al sudah menunggu di bawah untuk sarapan,” katanya. Lina dan Ima pun bergegas membereskan peralatannya.“Silakan duluan, Nyonya. Kamarnya biar kami yang bereskan,” ucap Ima. Walaupun merasa tak enak hati, tetapi Kinan tak punya pilihan lain, Aldebaran sudah menunggunya di bawah.Saat pintu terbuka Javier sempat terperangah melihat Kinan yang semakin cantik. Sebagai lelaki normal dia kagum dengan wanita ini.“Silakan,” ujar Javier yang mendadak bersikap begitu sopan.“I-iya,” jawab Kinan terlihat gugup.Dia berjalan pelan menuruni tangga lebar yang melingkar. Di bawah sana Aldebaran yang mendengar bunyi heels pendek dari sepatu yang dikenakan Kinan sontak menoleh ke arah tangga.Matanya terperangah untuk sesaat, sebelum akhirnya dia membuang muka karena Javier melihat padanya.Sangat aneh. Aldebaran sering berurusan dengan wanita berbaju seksi. Dia bahkan sering menikmati wanita tan
Aldebaran menatap tak berkedip pada wanita yang jatuh terlelap karena saking capenya. Kinan bercerita tentang hidupnya sambil menangis tadi. Entah kenapa Aldebaran ingin sekali memeluk dan memberikan bahunya untuk bersandar saat Kinan menangis, tetapi dia tak bisa melakukannya. Wanita itu masih sah menjadi istri orang.Saking lelahnya, Kinan meracau lalu kepalanya terkulai di pinggiran sofa.“Kupikir kisah hidupku yang paling buruk,” gumam Aldebaran sambil menatap dengan rasa kasihan pada Kinan. Dia menunggu hingga Kinan benar-benar terlelap, lalu memindahkannya ke atas kasur miliknya. Setelah yakin jika Kinan tidur dalam keadaan nyaman, dia lalu keluar dan menuju ruang kerjanya untuk tidur di sana.Aldebaran seakan susah untuk memejamkan matanya. Dia masih teringat saat Kinan menceritakan kisahnya dengan sang suami.“Kamu wanita tegar dan berprinsip. Berani meninggalkan suami seperti itu demi sebuah harga diri,” gumamnya, lalu terbayang wajah Kinan yang polos, namun pemberani. Ide-id
Kinan masih fokus memijit kaki Ahmet, sementara Aldebaran mengajaknya untuk cepat-cepat. Dia sudah tidak sabar ingin menginterogasi wanita yang menjadi istri gadungannya ini.“Udah mendingan, kan, Dad?” tanya Aldebaran.Ahmet mendelikan matanya. “Aku lagi enak dipijitin. Ganggu saja kamu ini!” Dia hendak melemparkan lagi sebuah bantal pada anaknya, tetapi Kinan menahannya.“Ssst, jangan ribut.” Kinan menyilangkan telunjuknya di bibir.“Tuh denger! Sana pergi kau!” usir Ahmet mengacungkan tinjunya pada Aldebaran.“Hei, dia itu istriku. Seharusnya aku yang lebih berhak, bukan kau Pak Tua!” sergah Aldebaran.“Kau bisa sepuasnya sama istrimu nanti. Aku hanya sebentar saja. Aku ingin mengobrol dengannya.” Ahmet mengangkat bogemnya.“Aku kasih waktu lima menit lagi. setelah itu aku ajak Kinan pergi tidur. Ini sudah malam. Apa kau tidak mengerti bagaimana rasanya pengantin baru?” kata Aldebaran sambil melirik jam yang melingkar di tangannya.“Ya sudahlah. Pergilah kalian. Kakiku sudah jauh l
Sementara itu Kinan dan Ahmet yang mendengar keributan di luar langsung terbangun. Ahmet terperangah saat melihat ada Kinan di kamarnya.“Ngapain kamu di sini?” tanyanya marah.“Emmh, itu … Kek, aku mau bawakan makan malam, tapi Kakek udah tidur. Jadi aku tunggu di sini,” jawab Kinan sambil menunjuk ke sofa yang tadi didudukinya.“Kakek! Sudah kubilang jangan panggil aku kakek.” Ahmet berteriak dengan keras dan membuat Aldebaran mendengarnya. Dia gegas ke sana untuk melihat.Betapa bahagia rasanya saat melihat ada Kinan di sana yang tadi dia kira kabur.“Kenapa kamu di sini, Sayang?” tanya Aldebaran menghampiri Kinan dan berpura-pura bersikap romantis. Kinan tampak risih saat tangan Aldebaran menyentuh pinggangnya.“Mmh, itu, Tuan. Saya … mau ambilkan makan malam buat Kakek,” jawab Kinan polos. Aldebaran mengedipkan sebelah matanya berulang kali, memberi kode pada Kinan agar tidak menyebutnya tuan.Lelaki itu mendekatkan wajahnya pada Kinan dan berbisik, “Panggil aku sayang jika di de
Aldebaran terbahak mendengar pertanyaan Kinan.“Kau pikir aku akan melakukannya? Yang benar saja. Aku tidak akan pernah mau terikat dalam pernikahan.”Mendengar kalimat dari mulut Aldebaran, Kinan pun merasa lega.“Baguslah. Aku juga tidak mau,” balas Kinan sambil membuang muka. Aldebaran melotot. Belum pernah ada yang berani seperti itu padanya. Biasanya wanita akan tunduk dan merengek agar didekati, yang ini malah sebaliknya.“Kamu!” desisnya. Namun, Kinan malah nyengir kuda. Aldebaran mendengkus pelan.“Cepat pose yang baik, aku akan mengambil gambarmu,” titah Aldebaran sambil menunjuk ke arah tembok untuk memberi kode pada Kinan untuk berdiri di sana.“Ok,” sahut Kinan gegas berdiri di depan tembok berwarna putih.Cekrek.Aldebaran kemudian melihat hasil fotonya. Dia mendesis kesal, karena ternyata Kinan malah menggosok matanya.“Kamu ini, foto aja susah. Tahan dulu sebentar,” ucap Aldebaran sedikit emosi.“Maaf, tadi mataku kelilipan,” jawab Kinan yang masih mengucek matanya. “S
“Pakailah salah satu. Buang saja baju yang kau pakai,” katanya seperti yang kesal. Kinan mendengkus dan kembali ke kamar pas untuk berganti pakaian.Keluar dari kamar pas kali ini sudah dengan baju yang baru dan membuat Aldebaran terpaku sesaat. Namun, dia gegas membuang muka.“Ayo, masih ada tempat lain yang harus kau kunjungi,” katanya sambil berjalan, lalu diikuti oleh Javier.Kinan melongo karena dua lelaki itu malah melenggang tanpa ke kasir dulu. Dia gegas menyusul Javier dan menarik tangan lelaki itu.“Ada apa?” tanya Javier yang kaget saat tangannya ditarik.“Kenapa nggak bayar? Kalian penjahat yang lagi merampok?” tanya Kinan sambil berbisik. Javier langsung terbahak dan membuat Aldebaran berhenti dan menoleh ke belakangnya. Javier langsung berhenti tertawa dan menunduk hormat.“Butik itu punya Tuan Aldebaran,” bisik Javier dan kembali membuat Kinan melongo.“Ayo cepat!” teriak Aldebaran yang kemballi berhenti karena Javier dan Kinan malah mengobrol dan berjalan lambat.“Ini
“Sudah lihat, kan?” tanya Aldebaran membuyarkan lamunan Kinan yang membayangkan bagaimana kesepiannya lelaki tua di dalam sana.“Eh, i-iya, sudah,” jawab Kinan tergagap.“Kenapa dia nggak mau keluar?” tanya Kinan.“Entahlah. Mungkin dia merasa lebih baik jika menyendiri.” Aldebaran menjawab sembari mengedikan bahunya. Namun, Kinan tak menangkapnya seperti itu.“Ya sudah, saya mau pulang dulu,ya, Pak,” ucap Kinan dan menghentikan langkah Aldebaran yang lebar. Dia menoleh ke belakangnya.“Untuk apa?” Keningnya mengerut.“Mmh, ya mau pulang. Mau … ambil baju.” Kinan nyengir kuda.Aldebaran menilik penampilan Kinan dari atas sampai bawah yang tak ada mewah-mewahnya.“Apa baju kamu semua seperti ini?” tanyanya sedikit ragu.“I-iya, memangnya kenapa? Ada yang salah?” Kinan memperhatikan pakaiannya yang memang sangat sederhana.“Kalau begitu. Kamu tidak usah pulang. Nanti biar Javier yang bawa kamu ke toko baju.” Aldebaran kembali berbalik dan melangkah lebar-lebar meninggalkan Kinan yang me
“Iya,” jawabnya sesingkat mungkin. Lelaki di depan sana tampak seperti seorang penjahat yang akan mengeksekusi korbannya. Itu yanng Kinan rasakan.Lelaki itu bergumam dan manggut-manggut.“Saya berterima kasih sama kamu untuk malam itu.”“Bapak nggak usah berterima kasih. Saya ikhlas ngelakuinnya. Kenapa saya mesti ke sini segala? Pake ngancem-ngancem nggak mau bayarin biaya rumah sakit segala. Emangnya siapa yang minta bawa saya ke rumah sakit?” cerocos Kinan tanpa jeda. Keberaniannya mendadak muncul begitu saja.Aldebaran mengerutkan keningnya. “Mengancam? Siapa yang mengancam tidak akan bayar rumah sakit?” tanyanya bingung.Kinan pun langsung nyengir malas. Sepertinya dia sudah dikerjai oleh lelaki bernama Javier itu.“I-itu … emmh, nggak.” Kinan sepertinya merasa kasihan juga dengan Javier. Dia takut jika lelaki itu akan dihukum oleh bosnya ini.“Aku salah paham,” lanjutnya lalu menunduk. Aldebaran mengangkat sebelah alisnya kala menatap wanita itu.“Sekarang Anda sudah bilang ter
Kinan menatap sekeliling yang sudah pasti bukan ruang perawatan biasa. Ini adalah ruang perawatan VIP yang hanya pernah dilihatnya saat mengantarkan pakaian ganti untuk Ken saat Ken menjadi korban penusukan sebelum menikah dengannya.Kinan menghela napas panjang saat mengingat masa-masa bersama dengan lelaki itu. laki-laki yang telah menitipkan benih di rahimnya.Tak terasa air matanya tiba-tiba bergerombol begitu saja. Kinan pun gegas mengusapnya dengan punggung tangan. Dia bersumpah tidak akan lagi menangisi lelaki yang telah membuatnya jatuh cinta, melambung ke atas langit ketujuh, lalu diempaskan ke dasar bumi yang tergelap.“Kita harus kuat, Sayang, meskipun hidup tanpa ayahmu,” ucapnya pelan seraya mengelus perutnya yang masih rata.Air mata yang sama yang jatuh dari pelupuk Ken saat mengingat Kinan tak lagi di sisinya. Setiap hari dia menuliskan cerita yang dilalui seharian.Dear Cinta dan KenangankuApa kabar kamu hari ini?Apakah kamu baik-baik saja di sana dengan buah cinta