“Siap, kan?” tanya Ken yang selesai menaikan semua barang bawaannya ke bagasi mobil. Kinan tampak gugup, jantungnya berdebar tak karuan. Dia justru sangat takut dengan hal yang akan dilaluinya nanti.Namanya diajak bulan madu, Kinan sudah bisa menebak apa yang diinginkan suaminya itu. Dia tidak akan bisa mengelak lagi, karena tadi Subuh Ken melihat dirinya salat.‘Ya Tuhan, tolonglah hambaMu ini,’ bisik hatinya dengan mata terpejam. Mau sekarang atau nanti dirinya tetap akan di-unboxing juga.“I-iya. Siap,” jawabnya gugup.Ken membukakan pintu untuk Kinan dan menutupnya diiringi senyuman. Berbeda dengan gadis itu yang penuh ketakutan.Sepanjang jalan Ken senyum-senyum sambil sesekali melirik pada gadis di sampingnya. Kinan tak henti-hentinya berdoa seolah akan menghadapi sebuah peperangan besar.“Jauh amat,” uca
Juragan Ganda membekap Kinan dan menyeretnya dari sana. Namun, gadis itu gegas membuka mulutnya dan menggigit telapak tangan Juragan Ganda dengan kekuatan penuh.Lelaki tinggi besar iut mengaduh kesakitan. Tak membuang waktu, Kinan menjerit sekerasnya.“Toloonggg!!”Namun, Juragan Ganda kembali sigap membekap lagi mulut Kinan menggunakan sapu tangannya. Gadis itu meronta, tapi Juragan Ganda tak mau melepasnya. Dia terus menyeret Kinan ke semak-semak.Ketakutan menguasai gadis itu. Kinan kembali memberontak dan menendangkan kakinya berusaha mengenai selangkangan Juragan Ganda. Namun, usahanya kali ini selalu gagal. Kakinya hanya mengenai paha lelaki jangkung itu.Tak habis akal, Kinan berusaha menyikut Juragan Ganda dengan kekuatan yang tersisa. Berhasil. Lelaki itu kembali mengaduh dan bekapannya terlepas. Kinan tak menyiakan waktu, dia melangkahkan kakinya dengan cepat melewati jalanan berumput yang licin dan berbatu.Di kala dia hendak mendaki jalanan yang curam, tiba-tiba kakinya a
Hanya tinggal beberapa senti lagi pedang itu terhunus hampir mengenai punggung Ken. Namun, lelaki itu dengan sigap menendangkan kakinya ke arah belakang, dan tepat mengenai ulu hati Juragan Ganda.“Huuggh” Terdengar suara lenguh kesakitan dari mulut lelaki tua itu, berbarengan dengan pedang yang menoreh punggung Ken tanpa sengaja.Ken memejamkan matanya sesaat. Rasa perih terasa di punggungnya. Terlebih tubuhnya basah oleh guyuran air hujan.“Ayo, pergi!” teriak Juragan Ganda yang merasa tidak akan mampu mengalahkan lawannya. Ketiga lelaki itu pergi menuju jalan setapak lalu menghilang di balik semak-semak.Ken melihat kondisi Kinan yang merintih.“Kinan, kamu bisa dengar aku?” tanya Ken. Gadis itu mengernyitkan dahinya.“Kamu terluka, “ ucapnya lalu mengangkat tubuh kurus itu dan membawanya pulang dalam guyuran hujan.“Bibi, tolong ambilkan handuk dan air hangat!” teriak Ken saat tiba di vila. Tubuh Kinan menggigil kedinginan. Ken membawanya ke kamar dan membaringkannya di tempat tid
Selesai makan, Kinan mencuci piring-piring kotor juga sebuah wajan yang berukuran cukup besar. Karena ukuran wajan itu yang cukup besar, tanpa sengaja saat membaliknya air dari kran malah tumpah ke bajunya. Kinan pun menggerutu karena kecerobohannya sendiri.“Kenapa?” tanya Ken yang masih duduk di kursi makan.“Nggak apa-apa, tadi airnya malah tumpah ke baju,” jawab Kinan sambil mengibas-ngibaskan baju atasnya yang basah.“Cepat ganti, nanti masuk angin,” titah Ken. Kinan pun menurut. Dia pergi ke kamar untuk berganti pakaian.Namun, keningnya langsung mengerut saat melihat tumpukan pakaiannya kini sudah berubah. Kinan membolak-ballik setiap pakaian yang dia bawa.“Kenapa jadi baju begini semua?” gumamnya kebingungan. “Seksi-seksi semua. Cuman renda-renda begini.”Kinan ingat betul jika dia membawa baju yang benar. Dia juga tidak punya baju seperti yang kini sedang dipegangnya.“Hhmm, ini pasti kerjaannya si Bangke,” umpat Kinan merasa kesal. Benar-benar tidak ada lagi baju yang bisa
Ken terlelap dengan dengkuran halus terdengar dari mulutnya. Sementara itu, Kinan malah tidak bisa memejamkan matanya. Memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya, bagaimana jika sang suami kembali tergoda dengan wanita lain? Bagaimana jika Miranda kembali datang dan menggoda lagi?“Aargh!” Kinan menutupi wajahnya sambil menggeleng. “Jangan sampai terjadi, ya, Tuhan,” gumamnya. Lalu, dia berbalik dan menatap Ken dalam diam. Wajah Kinan memerah saat mengingat kejadian tadi. Ken benar-benar membuatnya melayang ke langit ketujuh, meski akhirnya tetap harus merasakan sakit yang luar biasa.‘Aku tidak tau apakah semua laki-laki seperti itu, ya? Abang bisa lama sekali mainnya. Mana sakit banget,’ gumamnya dalam hati. Kalau tidak mengingat itu sebuah kewajiban, mungkin Kinan tidak akan mau melakukannya sampai kapan pun.Kinan menyentuh hidung bangir itu dengan jarinya. Telah lama dia ingin melakukan itu, menyentuh suaminya dengan sayang. Dia tertawa tanpa suara. Merasa lucu dengan kepolos
“Eemmh, aku mau sholat dulu, Abang. Udah siang ini. Aku juga laper banget.” Kinan terlihat memelas.Meskipun Ken ingin memangsa lagi, tetapi hatinya tak tega. “Ya sudah. Sana sholat sama makan dulu, habis itu siap-siap lanjut ronde selanjutnya,” katanya dengan santai. Namun, bisa membuat Kinan ketar-ketir.“Abang ih, apa nggak cape?” ucap Kinan yang sudah terpojok. Ken hanya tersenyum sambil menyampirkan rambut Kinan yang menghalangi wajahnya.“Biasa aja,” jawab Ken sambil mengangkat dagu Kinan dengan jarinya hingga wajah polos itu mendongak. Ken lalu melumat bingkai indah itu. Jika saja Kinan tak mendorongnya mungkin Ken malah akan melanjutkan pertarungan di sana.“Abang, ih. Aku, kan udah wudhu.” Kinan menggerutu. Namun, Ken malah terlihat senang telah mengerjai istrinya. Daripada dikerjai terus menerus, Kinan lebih memilih untuk wudhu di luar.Dia mengerjakan sholat Subuh yang sangat kesiangan dengan agak tergesa. Kakinya terasa semakin gemetar saking lemas. Apalagi di dapur sepert
“Wah, boleh lah, Bun. Udah lama nggak makan masakan Bunda.” Ken yang sedang mengobrol dengan Hendro lantas bangkit dan menuju ruang makan.“Abang, bukannya tadi udah makan waktu di jalan?” Kinan coba mencegah.“Itu, kan, udah lama. Nyetir itu butuh tenaga, Kinan. Iya, kan, Bun?” ujar Ken yang sudah duduk di sana. Za lalu memberi isyarat pada Kinan agar menemani suaminya makan.“Iya, dong. Kalian itu harus banyak makan, biar fit. Biar cepet ngasih cucu buat kami,” katanya diiringi tawa.Kinan dengan berat hati ikut juga ke meja makan dan mengambilkan nasi dan tongseng kambing untuk sang suami.“Wah, pasti jos ini,” gumam Ken yang mulai mengambil sendok dan menyicip kuah tongsengnya. Kinan justru memberengut.“Ayo, ikut makan, Kinan,” kata Za menepuk kursi di depan Ken.“A-aku, masih kenyang, Bun.” Kinan senyum dengan terpaksa.“Halah, ayo, makan aja barang sedikit. Temenin suamimu,” ucap Za sembari menekan pundak Kinan agar segera duduk.“I-iya, Bun.” Kinan pun mau tak mau terpaksa i
“Kenapa?” tanya Ken tertawa pelan melihat istrinya merem. Kinan menggeleng dengan tangan terus memijat.“Terus naik,” pinta Ken. Kinan pun melakukan sesuai perintah dengan mata yang masih terpejam.“Iya, terus,” pintanya lagi. Tangan Kinan terus naik sesuai permintaan. Hingga akhirnya dia menjerit kaget karena menyenggol sesuatu yang keras di sana.“Kenapa takut?” ucap Ken yang menahan tangan Kinan agar tetap berada di sana.“A-bang,” ucapnya sambil menggeleng, tetapi bukannya dilepaskan, Ken malah menarik Kinan hingga jatuh tepat di atasnya.“Katanya nggak akan ‘itu’,” ucap Kinan dengan wajah cemberut.“Iya, itu tadi, sebelum kamu pegang-pegang ke sana. Sekarang karena dia udah bangun, kamu harus tanggung jawab bikin dia tidur lagi,” bisik Ken dengan napas yang memburu.“Iih, Abang licik. Tadi, kan, Abang yang nyuruh aku pijit ke sana-sana,” rengeknya. Ken malah tertawa melihat wajah polos istrinya. Dia lalu melepaskan jilbab dari kepala Kinan dan menaruhnya di atas meja kecil di sam
“Lina, Ima! Apa Nyonya sudah selesai?” tanya Javier dari luar pintu.“Sudah Bang Jev,” jawab Ima.“Tuan Al sudah menunggu di bawah untuk sarapan,” katanya. Lina dan Ima pun bergegas membereskan peralatannya.“Silakan duluan, Nyonya. Kamarnya biar kami yang bereskan,” ucap Ima. Walaupun merasa tak enak hati, tetapi Kinan tak punya pilihan lain, Aldebaran sudah menunggunya di bawah.Saat pintu terbuka Javier sempat terperangah melihat Kinan yang semakin cantik. Sebagai lelaki normal dia kagum dengan wanita ini.“Silakan,” ujar Javier yang mendadak bersikap begitu sopan.“I-iya,” jawab Kinan terlihat gugup.Dia berjalan pelan menuruni tangga lebar yang melingkar. Di bawah sana Aldebaran yang mendengar bunyi heels pendek dari sepatu yang dikenakan Kinan sontak menoleh ke arah tangga.Matanya terperangah untuk sesaat, sebelum akhirnya dia membuang muka karena Javier melihat padanya.Sangat aneh. Aldebaran sering berurusan dengan wanita berbaju seksi. Dia bahkan sering menikmati wanita tan
Aldebaran menatap tak berkedip pada wanita yang jatuh terlelap karena saking capenya. Kinan bercerita tentang hidupnya sambil menangis tadi. Entah kenapa Aldebaran ingin sekali memeluk dan memberikan bahunya untuk bersandar saat Kinan menangis, tetapi dia tak bisa melakukannya. Wanita itu masih sah menjadi istri orang.Saking lelahnya, Kinan meracau lalu kepalanya terkulai di pinggiran sofa.“Kupikir kisah hidupku yang paling buruk,” gumam Aldebaran sambil menatap dengan rasa kasihan pada Kinan. Dia menunggu hingga Kinan benar-benar terlelap, lalu memindahkannya ke atas kasur miliknya. Setelah yakin jika Kinan tidur dalam keadaan nyaman, dia lalu keluar dan menuju ruang kerjanya untuk tidur di sana.Aldebaran seakan susah untuk memejamkan matanya. Dia masih teringat saat Kinan menceritakan kisahnya dengan sang suami.“Kamu wanita tegar dan berprinsip. Berani meninggalkan suami seperti itu demi sebuah harga diri,” gumamnya, lalu terbayang wajah Kinan yang polos, namun pemberani. Ide-id
Kinan masih fokus memijit kaki Ahmet, sementara Aldebaran mengajaknya untuk cepat-cepat. Dia sudah tidak sabar ingin menginterogasi wanita yang menjadi istri gadungannya ini.“Udah mendingan, kan, Dad?” tanya Aldebaran.Ahmet mendelikan matanya. “Aku lagi enak dipijitin. Ganggu saja kamu ini!” Dia hendak melemparkan lagi sebuah bantal pada anaknya, tetapi Kinan menahannya.“Ssst, jangan ribut.” Kinan menyilangkan telunjuknya di bibir.“Tuh denger! Sana pergi kau!” usir Ahmet mengacungkan tinjunya pada Aldebaran.“Hei, dia itu istriku. Seharusnya aku yang lebih berhak, bukan kau Pak Tua!” sergah Aldebaran.“Kau bisa sepuasnya sama istrimu nanti. Aku hanya sebentar saja. Aku ingin mengobrol dengannya.” Ahmet mengangkat bogemnya.“Aku kasih waktu lima menit lagi. setelah itu aku ajak Kinan pergi tidur. Ini sudah malam. Apa kau tidak mengerti bagaimana rasanya pengantin baru?” kata Aldebaran sambil melirik jam yang melingkar di tangannya.“Ya sudahlah. Pergilah kalian. Kakiku sudah jauh l
Sementara itu Kinan dan Ahmet yang mendengar keributan di luar langsung terbangun. Ahmet terperangah saat melihat ada Kinan di kamarnya.“Ngapain kamu di sini?” tanyanya marah.“Emmh, itu … Kek, aku mau bawakan makan malam, tapi Kakek udah tidur. Jadi aku tunggu di sini,” jawab Kinan sambil menunjuk ke sofa yang tadi didudukinya.“Kakek! Sudah kubilang jangan panggil aku kakek.” Ahmet berteriak dengan keras dan membuat Aldebaran mendengarnya. Dia gegas ke sana untuk melihat.Betapa bahagia rasanya saat melihat ada Kinan di sana yang tadi dia kira kabur.“Kenapa kamu di sini, Sayang?” tanya Aldebaran menghampiri Kinan dan berpura-pura bersikap romantis. Kinan tampak risih saat tangan Aldebaran menyentuh pinggangnya.“Mmh, itu, Tuan. Saya … mau ambilkan makan malam buat Kakek,” jawab Kinan polos. Aldebaran mengedipkan sebelah matanya berulang kali, memberi kode pada Kinan agar tidak menyebutnya tuan.Lelaki itu mendekatkan wajahnya pada Kinan dan berbisik, “Panggil aku sayang jika di de
Aldebaran terbahak mendengar pertanyaan Kinan.“Kau pikir aku akan melakukannya? Yang benar saja. Aku tidak akan pernah mau terikat dalam pernikahan.”Mendengar kalimat dari mulut Aldebaran, Kinan pun merasa lega.“Baguslah. Aku juga tidak mau,” balas Kinan sambil membuang muka. Aldebaran melotot. Belum pernah ada yang berani seperti itu padanya. Biasanya wanita akan tunduk dan merengek agar didekati, yang ini malah sebaliknya.“Kamu!” desisnya. Namun, Kinan malah nyengir kuda. Aldebaran mendengkus pelan.“Cepat pose yang baik, aku akan mengambil gambarmu,” titah Aldebaran sambil menunjuk ke arah tembok untuk memberi kode pada Kinan untuk berdiri di sana.“Ok,” sahut Kinan gegas berdiri di depan tembok berwarna putih.Cekrek.Aldebaran kemudian melihat hasil fotonya. Dia mendesis kesal, karena ternyata Kinan malah menggosok matanya.“Kamu ini, foto aja susah. Tahan dulu sebentar,” ucap Aldebaran sedikit emosi.“Maaf, tadi mataku kelilipan,” jawab Kinan yang masih mengucek matanya. “S
“Pakailah salah satu. Buang saja baju yang kau pakai,” katanya seperti yang kesal. Kinan mendengkus dan kembali ke kamar pas untuk berganti pakaian.Keluar dari kamar pas kali ini sudah dengan baju yang baru dan membuat Aldebaran terpaku sesaat. Namun, dia gegas membuang muka.“Ayo, masih ada tempat lain yang harus kau kunjungi,” katanya sambil berjalan, lalu diikuti oleh Javier.Kinan melongo karena dua lelaki itu malah melenggang tanpa ke kasir dulu. Dia gegas menyusul Javier dan menarik tangan lelaki itu.“Ada apa?” tanya Javier yang kaget saat tangannya ditarik.“Kenapa nggak bayar? Kalian penjahat yang lagi merampok?” tanya Kinan sambil berbisik. Javier langsung terbahak dan membuat Aldebaran berhenti dan menoleh ke belakangnya. Javier langsung berhenti tertawa dan menunduk hormat.“Butik itu punya Tuan Aldebaran,” bisik Javier dan kembali membuat Kinan melongo.“Ayo cepat!” teriak Aldebaran yang kemballi berhenti karena Javier dan Kinan malah mengobrol dan berjalan lambat.“Ini
“Sudah lihat, kan?” tanya Aldebaran membuyarkan lamunan Kinan yang membayangkan bagaimana kesepiannya lelaki tua di dalam sana.“Eh, i-iya, sudah,” jawab Kinan tergagap.“Kenapa dia nggak mau keluar?” tanya Kinan.“Entahlah. Mungkin dia merasa lebih baik jika menyendiri.” Aldebaran menjawab sembari mengedikan bahunya. Namun, Kinan tak menangkapnya seperti itu.“Ya sudah, saya mau pulang dulu,ya, Pak,” ucap Kinan dan menghentikan langkah Aldebaran yang lebar. Dia menoleh ke belakangnya.“Untuk apa?” Keningnya mengerut.“Mmh, ya mau pulang. Mau … ambil baju.” Kinan nyengir kuda.Aldebaran menilik penampilan Kinan dari atas sampai bawah yang tak ada mewah-mewahnya.“Apa baju kamu semua seperti ini?” tanyanya sedikit ragu.“I-iya, memangnya kenapa? Ada yang salah?” Kinan memperhatikan pakaiannya yang memang sangat sederhana.“Kalau begitu. Kamu tidak usah pulang. Nanti biar Javier yang bawa kamu ke toko baju.” Aldebaran kembali berbalik dan melangkah lebar-lebar meninggalkan Kinan yang me
“Iya,” jawabnya sesingkat mungkin. Lelaki di depan sana tampak seperti seorang penjahat yang akan mengeksekusi korbannya. Itu yanng Kinan rasakan.Lelaki itu bergumam dan manggut-manggut.“Saya berterima kasih sama kamu untuk malam itu.”“Bapak nggak usah berterima kasih. Saya ikhlas ngelakuinnya. Kenapa saya mesti ke sini segala? Pake ngancem-ngancem nggak mau bayarin biaya rumah sakit segala. Emangnya siapa yang minta bawa saya ke rumah sakit?” cerocos Kinan tanpa jeda. Keberaniannya mendadak muncul begitu saja.Aldebaran mengerutkan keningnya. “Mengancam? Siapa yang mengancam tidak akan bayar rumah sakit?” tanyanya bingung.Kinan pun langsung nyengir malas. Sepertinya dia sudah dikerjai oleh lelaki bernama Javier itu.“I-itu … emmh, nggak.” Kinan sepertinya merasa kasihan juga dengan Javier. Dia takut jika lelaki itu akan dihukum oleh bosnya ini.“Aku salah paham,” lanjutnya lalu menunduk. Aldebaran mengangkat sebelah alisnya kala menatap wanita itu.“Sekarang Anda sudah bilang ter
Kinan menatap sekeliling yang sudah pasti bukan ruang perawatan biasa. Ini adalah ruang perawatan VIP yang hanya pernah dilihatnya saat mengantarkan pakaian ganti untuk Ken saat Ken menjadi korban penusukan sebelum menikah dengannya.Kinan menghela napas panjang saat mengingat masa-masa bersama dengan lelaki itu. laki-laki yang telah menitipkan benih di rahimnya.Tak terasa air matanya tiba-tiba bergerombol begitu saja. Kinan pun gegas mengusapnya dengan punggung tangan. Dia bersumpah tidak akan lagi menangisi lelaki yang telah membuatnya jatuh cinta, melambung ke atas langit ketujuh, lalu diempaskan ke dasar bumi yang tergelap.“Kita harus kuat, Sayang, meskipun hidup tanpa ayahmu,” ucapnya pelan seraya mengelus perutnya yang masih rata.Air mata yang sama yang jatuh dari pelupuk Ken saat mengingat Kinan tak lagi di sisinya. Setiap hari dia menuliskan cerita yang dilalui seharian.Dear Cinta dan KenangankuApa kabar kamu hari ini?Apakah kamu baik-baik saja di sana dengan buah cinta