Satu bulan berlalu.Kinan bergegas pulang saat mata kuliah usai. Langit lagi-lagi sedang tidak bersahabat akhir-akhir ini. hujan selalu datang di sore hari.“Hai, Kinan. Mau hujan, aku antar saja,” tawar Dony yang tampak menjejeri langkah gadis itu, diiringi tatapan heran juga cemburu dari Sesyl.“Mmh, tidak usah, Pak. Saya bisa pulang sendiri,” sahut Kinan.“Ini sudah mulai hujan. Jangan sampai kamu sakit lagi seperti waktu itu.” Dony terdengar sedikit memaksa.“Insyaallah saya tidak akan kehujanan, Pak. Soalnya sekarang saya udah berani bawa mobil sendiri,” ujar Kinan seraya menunjukan kunci mobilnya pada Dony. Lelaki itu terperangah sesaat, begitu juga dengan Sesyl.“E-elu, udah bisa bawa mobil?” tanya Sesyl kaget. Kinan mengangguk.“Abang yang ajarin waktu sakit dulu,” jawabnya polos.“Lho, sakit kok, malah belajar nyetir? Itu sangat berbahaya, Kinan,” tegur Dony. Kinan pun hanya tertawa pelan.“Dasar suami tidak bertanggung jawab,” gumam Dony pelan.“Wah, kalau gitu, gue ikut ya,
“Ibu tidak apa-apa?” tanya Kinan khawatir. Wanita tua itu menggeleng.“Maaf, ya, Bu. Saya tidak hati-hati,” ucap Kinan dengan badan diguyur air hujan. Wanita tua itu mengangguk lalu meneruskan langkahnya. Kinan pun kembali ke mobilnya dengan badan yang basah kuyup.Saat tiba di rumah terlihat mobil Ken sudah terparkir di garasi. Kinan pun gegas turun dari mobilnya dan masuk lewat pintu samping.Ken yang sedang berdiri memegangi ponsel di telinganya sontak menoleh dan menautkan alisnya. Sepertinya tadi dia sedang menerima telepon dari seseorang. Namun, dia gegas matikan saat tahu jika Kinan sudah sampai di rumah.“Kinan? Kamu nggak bawa payung?” tanyanya heran karena tubuh istrinya sudah basah kuyup. Kinan bukannya menjawab, dia malah berlalri menghambur lalu memluk Ken dari belakang, lengkap dengan baju basahnya.“Abang jangan pergi. Abang jangan berubah lagi,” rengeknya mulai terisak. Ken menautkan alisnya tak mengerti dengan yang dibicarakan oleh istrinya.“Maksud kamu apa?” Ken b
“Jangan pergi,” ucapnya lirih dan membuat hati Ken terasa pedih.**Hari ini Kinan kuliah pagi. Entah kenapa tubuhnya terasa sedikit aneh. Kepalanya berat dan perutnya mual. Namun, dia harus kuliah karena hari ini ada ujian.Mata kuliah pertama dia harus bertemu Dony, namun sebisa mungkin dia menghindar dari dosen ganteng itu. Dia tak ingin berdekatan apalagi memberi harapan pada lelaki itu. Dirinya bukan wanita singel. Dia sudah menjadi istri orang.“Elu kenapa? Tumben amat duduk di belakang? Ini, kan, pelajarannya Pak Dony, gue justru mau duduk paling depan biar bisa melihat kegantengannya yang paripurna,” ucap Sesyl merasa aneh pada Kinan yang selalu duduk paling depan.“Nggak, aku lagi pengen di belakang. Kurang enak badan,” jawab Kinan yang memang merasa kurang fit. Setiap kali ada orang yang memakai parfum, perutnya terasa mual.“Ya udah, tapi gue di depan, ya. Pengen memandangi … Bapak Dony …,” ucap Sesyl dengan lebay. Kinan melemparnya dengan ballpoint. Namun, Sesyl gegas men
Ken hendak melangkah mendekati istrinya. Namun, Kinan mengangkat tangannya untuk memberi isyarat agar Ken tetap di sana.“Jangan mendekat. Aku tidak mau berdekatan dengan manusia licik sepertimu,” sergah Kinan.“Kinan, aku bisa jelaskan,” pinta Ken dengan wajah menyesal. Namun, wanita itu sama sekali tidak mau lagi mendengarkan.“Tidak ada yang perlu dijelaskan. Semua sudah jelas bagiku sekarang.” Kinan mundur perlahan. Ken menggeleng pelan.“Ayo kita bicara,” ajaknya lagi.“Bicara apa? Agar aku tidak mengatakan semua ini pada orang tuamu? Kamu tidak ingin mereka tau dan mengambil lagi semua uang dan fasilitas yang sudah mereka kembalikan padamu?” cecar Kinan. Ken menggeleng pelan.“Tenang saja. Aku tidak akan mengatakan apapun pada mereka. Kamu tidak perlu takut akan kehilangan uang dan jabatan kamu.”“Tidak, Kinan, bukan begitu. Aku … aku ….” Ken seolah ragu untuk mengatakan sesuatu dalam hatinya yang sudah bergelora sejak lama.“Aku tidak akan membiarkanmu menderita karena kehabisa
“Kamu ke mana? Tolong jawab teleponku,” gumamnya sambil terus-terusan menghubungi nomor ponsel sang istri. Namun nihil, nomor itu tak bisa dihubungi.**Sementara itu di lain tempat, Kinan terus berlari menembus hujan. Napasnya berat karena terhalang air yang mengguyur tubuhnya terus menerus. Kinan sengaja mencari jalan tikus agar bisa berteduh di pos ataupun rumah yang dilaluinya.Setelah berada di jalan raya, Kinan menyetop taksi yang kebetulan lewat. Sayang, taksi itu berpenumpang dan Kinan pun mundur kembali untuk berteduh.Semakin malam hujannya semakin membesar. Kinan memeluk tubuhnya yang menggigil kedinginan.Wajahnya menoleh ke jalanan saat terdengar bunyi klakson dan sebuah mobil menepi tak jauh darinya. Kaca jendelanya turun dan memperlihatkan wajah Dony di sana. tak lama pintunya terbuka dan laki-laki itu turun dari sana dengan sebuah payung besar.“Kamu kenapa di sini?” tanyanya heran. Kinan bergeming. Dia tak menjawab sepatah kata pun.“Ayo, ikut aku,” ucap Dony sambil m
Pagi-pagi buta Kinan bangun hendak melaksanakan sholat. Namun, tidak ada mukena yang bisa dipakainya. Dia lalu memindai sekeliling. Hanya selimut tipis putih itu yang sepertinya bisa membantu. Kinan pun melaksakanan sholat dengan selimut yang menutupi rambut hingga kakinya.“Kinan?” terdengar suara Dony dari luar sambil mengetuk pintu. Sepertinya dia tahu jika Kinan sudah bangun.“I-iya, Pak,” jawab Kinan yang selesai melaksanakan sholat.“Ayo sarapan dulu,” ajaknya. “Sekalian bawa baju kamu yang basah, biar aku cucikan.” Dony kembali berkata.“Eh?” Kinan baru ingat jika semalam dia menyimpan baju basahnya di kamar mandi.“Biar sama saya aja nyucinya, Pak,” ujar Kinan yang menongolkan kepalanya.“Sini biar sama saya aja.” Dony kembali memaksa. Namun, Kinan bersikukuh ingin mencuci sendiri.“Baiklah. Bawalah bajumu pakai ini,” kata Dony yang memberikan wadah kepada wanita itu. kinan pun menerima dan membawa baju basahnya.“Sini,” ajak Dony melangkah menuju ke bagian belakang. Ternyata
Pukul 8 Dony pamit karena harus pergi ke kampus. Dia tidak mungkin mangnkir begitu saja dari tanggung jawabnya.“Kamu istirahat saja di sini. Kalau ada apa-apa kamu telpon aku. Ok,” pinta Dony. Kinan mengangguk pelan. Lelaki itu pergi dengan rasa ragu. Dia takut terjadi apa-apa pada Kinan. Namun, hari ini ada jadwal kuis di kelasnya dan tak mungkin dia menggagalkannya begitu saja.Kinan menuju ruang laundry dan mengeluarkan bajunya dari mesin cuci. Sudah hampir kering 90 persen. Kinan lalu membawanya ke atas meja setrika. Setelah dirasa rapih, Kinan lantas berganti pakaian.Tidak ada yang dimilikinya sekarang selain baju yang terakhir dipakainya. Dia bahkan tidak membawa dompetnya. Hanya ponsel, barang berharga yang kini dimilikinya.Kinan melihat pada meja kerja di sudur ruangan keluarga. Ada buku note juga ballpoint yang tersusun di wadah. Kinan lalu duduk di sana dan mulai menulis pesan.Dear Pak Dony,Terima kasih untuk kebaiakan Bapak selama ini pada saya.Terima kasih juga kare
Ken terbangun saat matahari mulai meninggi. Semalam dia tanpa terasa jatuh tertidur ketika meratapi kepergian sang istri. Ken mengucek matanya dan melihat ke arah jam yang ada di dekatnya. Dia terperanjat, ternyata sudah hampir jam sembilan.Ken bergegas mandi. Dia harus ke kantor, tapi sebelumnya dia akan ke kampus Kinan untuk mencarinya. Selesai mandi, Ken masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian. Selama ini, walaupun dia tidur di kamar Kinan, tetapi baju-bajunya masih berada di kamarnya yang dulu.Pintu terbuka dan mata Ken melebar saat melihat Miranda yang dengan santainya tidur di sana.“Hei, ngapain kamu di sini? keluar!” teriak Ken yang entah kenapa merasa tak nyaman, karena dirinya hanya memakai handuk yang dililitkan di bagian bawah tubuhnya.Miranda menggeliat dan terbelalak saat melihat pemandangan yang sudah lama dia rindukan. Entah berapa hari berlalu tanpa menikmati tubuh kekar itu menyatu dengan tubuhnya. Miranda tersenyum dan bangkit. Tubuhnya yang hanya terbalut linge