“Maaf Abang, aku telat,” gumamnya dengan air mata yang menetes. Lalu, Kinan pun melanjutkan perjalanannya meski pelan-pelan.Kinan sampai di rumah lewat dari jam 7. Bahkan adzan Isya sudah berkumandang sejak tadi. Di ruang tamu Ken mondar-mandir dengan khawatir, karena Kinan belum pulang dan tidak bisa dihubungi.Lelaki itu gegas keluar saat melihat Kinan berusaha membuka gerbang lalu memasukan motornya. Langkahnya gontai karena rasa sakit di kaki juga dingin yang menyerang tubuhnya.“Kamu dari mana saja jam segini baru pulang?” bentak Ken yang kadung khawatir.“Handphone mati. Kamu pasti sengaja, kan, hah?! Kamu pasti abis jalan sama si Dony itu!” tuduh Ken penuh emosi. Kinan mendongak dengan wajah sedih. Air matanya semakin deras, sederas air hujan yang mengguyur di luar. Bukan hanya karena rasa sakit di kaki, tetapi dia sakit karena dituduh tanpa bukti.“Kenapa diam?” sentak Ken lagi. Namun, Kinan tak mau menjawab dia malah pergi ngeloyor masuk untuk berganti pakain. Kinan meringi
“Buka mulutmu,” pinta Ken yang menyodorkan sesuap nasi dan telur dadar. Kinan menggeleng pelan. Dia masih malas untuk makan karena perutnya agak mual.“Makan dulu, abis itu minum obat,” titah Ken lagi agak kesal.“Dingin,” racau Kinan lagi, sambil menarik selimutnya. Namun, Ken mengambilnya lagi.“Tubuhmu panas sekali Kinan. Lebih baik kamu makan dan minum obat,” bujuk Ken agak menurunkan nada suaranya.“Ha, buka mulutnya,” pintanya yang mulai terdengar putus asa. “Satu suap saja.”Kinan pun berusaha membuka mulutnya dan menerima suapan itu. Suapan pertama dari seseorang yang bergelar suami. Setelah itu Ken memberikan air hangatnya.“Minum obatnya ya?” bujuknya lagi.Kinan pun mengangguk. Dia menerima sebutir obat yang diberikan Ken padanya lalu berusaha meminumnya meski malas.“Tidurlah lagi. Nanti aku selimuti kalau badan kamu sudah mulai dingin,” kata Ken. Selimut itu kini hanya menutupi bagian bawah kaki Kinan. Gadis itu mengangguk lemah dengan tangan terlipat di dada.Ken merasa k
Saat bangun, ternyata Ken tidak ada lagi di tempat tidur. Sepertinya dia sudah bersiap untuk kerja. Kinan pun bangun dan melihat ke luar. Dia juga berniat untuk membuat sarapan. Namun, Kinan mendengar suara ribut dari ruang latihan Ken. Di sana ada samsak dan barbel-barbel yang besar. Ada juga tianng untuk Ken bergelantung dan mengangkat tubuhnya.Kinan mendekat dan mengintip Ken yang sedang berlatih meninju benda berbentuk guling itu tiada henti. Tubuhnya yang hanya memakai kaos oblong dan celana boxer terlihat mengkilat karena keringat. Otot-ototnya membentuk gelombang di lengan. Sungguh terlihat macho.Ken menghentikan gerakannya saat menyadari sedang diperhatikan.“Kamu nanti latihan di sini saja. Alat apa yang kamu butuhin, nanti aku beli,” katanya. “Kalau perlu kamu minta instruktur yang datang ke sini.”Kinan mengangguk lalu pergi ke dapur. Lebih baik seperti itu, darip
“Kenapa Abang malah bahas bulan madu di depan orang-orang?” Kinan menyikut suaminya. wajahnya sudah semerah tomat.“Nggak apa-apa, mereka nggak akan denger,” bisiknya lagi.“Besok-besok aku ajari kamu nyetir. Ok!” Ken menautkan ibu jari dan telunjuknya. Kinan hanya tersenyum manis.“Ok, Pak Ken, karena semua sudah beres, kami pamit dulu. Senang bisa melayani Bapak juga istri Bapak. Semoga puas dengan layanan kami,” pamit salah satu dari mereka. Ken pun mengangguk dan mempersilakan mereka pergi.“Gimana kamu suka?” tanya Ken sambil menarik tangan Kinan menuju mobil barunya. Gadis itu menilik setiap sudut mobil dengan mata berbinar bahagia.“Ini beneran buat aku?” Kinan menunjuk dadanya.“Tentu saja. Hadiah untuk istriku tercinta. Kamu mau mencobanya sekarang?” tawar Ken.“Aku, kan, belum bisa nyetir,” jawab Kinan.“Ayo, aku ajari.” Ken mendorong Kinan untuk masuk dan duduk di balik kemudi. Lalu, dia sendiri duduk di kursi samping pengemudi.“Nggak usah tegang. Anggap aja kamu lagi mau
“Siap, kan?” tanya Ken yang selesai menaikan semua barang bawaannya ke bagasi mobil. Kinan tampak gugup, jantungnya berdebar tak karuan. Dia justru sangat takut dengan hal yang akan dilaluinya nanti.Namanya diajak bulan madu, Kinan sudah bisa menebak apa yang diinginkan suaminya itu. Dia tidak akan bisa mengelak lagi, karena tadi Subuh Ken melihat dirinya salat.‘Ya Tuhan, tolonglah hambaMu ini,’ bisik hatinya dengan mata terpejam. Mau sekarang atau nanti dirinya tetap akan di-unboxing juga.“I-iya. Siap,” jawabnya gugup.Ken membukakan pintu untuk Kinan dan menutupnya diiringi senyuman. Berbeda dengan gadis itu yang penuh ketakutan.Sepanjang jalan Ken senyum-senyum sambil sesekali melirik pada gadis di sampingnya. Kinan tak henti-hentinya berdoa seolah akan menghadapi sebuah peperangan besar.“Jauh amat,” uca
Juragan Ganda membekap Kinan dan menyeretnya dari sana. Namun, gadis itu gegas membuka mulutnya dan menggigit telapak tangan Juragan Ganda dengan kekuatan penuh.Lelaki tinggi besar iut mengaduh kesakitan. Tak membuang waktu, Kinan menjerit sekerasnya.“Toloonggg!!”Namun, Juragan Ganda kembali sigap membekap lagi mulut Kinan menggunakan sapu tangannya. Gadis itu meronta, tapi Juragan Ganda tak mau melepasnya. Dia terus menyeret Kinan ke semak-semak.Ketakutan menguasai gadis itu. Kinan kembali memberontak dan menendangkan kakinya berusaha mengenai selangkangan Juragan Ganda. Namun, usahanya kali ini selalu gagal. Kakinya hanya mengenai paha lelaki jangkung itu.Tak habis akal, Kinan berusaha menyikut Juragan Ganda dengan kekuatan yang tersisa. Berhasil. Lelaki itu kembali mengaduh dan bekapannya terlepas. Kinan tak menyiakan waktu, dia melangkahkan kakinya dengan cepat melewati jalanan berumput yang licin dan berbatu.Di kala dia hendak mendaki jalanan yang curam, tiba-tiba kakinya a
Hanya tinggal beberapa senti lagi pedang itu terhunus hampir mengenai punggung Ken. Namun, lelaki itu dengan sigap menendangkan kakinya ke arah belakang, dan tepat mengenai ulu hati Juragan Ganda.“Huuggh” Terdengar suara lenguh kesakitan dari mulut lelaki tua itu, berbarengan dengan pedang yang menoreh punggung Ken tanpa sengaja.Ken memejamkan matanya sesaat. Rasa perih terasa di punggungnya. Terlebih tubuhnya basah oleh guyuran air hujan.“Ayo, pergi!” teriak Juragan Ganda yang merasa tidak akan mampu mengalahkan lawannya. Ketiga lelaki itu pergi menuju jalan setapak lalu menghilang di balik semak-semak.Ken melihat kondisi Kinan yang merintih.“Kinan, kamu bisa dengar aku?” tanya Ken. Gadis itu mengernyitkan dahinya.“Kamu terluka, “ ucapnya lalu mengangkat tubuh kurus itu dan membawanya pulang dalam guyuran hujan.“Bibi, tolong ambilkan handuk dan air hangat!” teriak Ken saat tiba di vila. Tubuh Kinan menggigil kedinginan. Ken membawanya ke kamar dan membaringkannya di tempat tid
Selesai makan, Kinan mencuci piring-piring kotor juga sebuah wajan yang berukuran cukup besar. Karena ukuran wajan itu yang cukup besar, tanpa sengaja saat membaliknya air dari kran malah tumpah ke bajunya. Kinan pun menggerutu karena kecerobohannya sendiri.“Kenapa?” tanya Ken yang masih duduk di kursi makan.“Nggak apa-apa, tadi airnya malah tumpah ke baju,” jawab Kinan sambil mengibas-ngibaskan baju atasnya yang basah.“Cepat ganti, nanti masuk angin,” titah Ken. Kinan pun menurut. Dia pergi ke kamar untuk berganti pakaian.Namun, keningnya langsung mengerut saat melihat tumpukan pakaiannya kini sudah berubah. Kinan membolak-ballik setiap pakaian yang dia bawa.“Kenapa jadi baju begini semua?” gumamnya kebingungan. “Seksi-seksi semua. Cuman renda-renda begini.”Kinan ingat betul jika dia membawa baju yang benar. Dia juga tidak punya baju seperti yang kini sedang dipegangnya.“Hhmm, ini pasti kerjaannya si Bangke,” umpat Kinan merasa kesal. Benar-benar tidak ada lagi baju yang bisa