Bantu author buat masukin cerita ini ke rak kalian ya. Bantu kasih komentar bintang lima nya juga ya my readers. ALTER EGO akan update setiap jam 15:05 BECAUSE, I'M YOUR HUSBAND akan update setiap jam 09:05 Untuk sementara BECAUSE, I'M YOUR HUSBAND hanya akan update sampai tanggal 20 dulu karena masih dalam proses pengajuan kontrak dan akan update lagi mulai tanggal 1 desember 2021. Selalu ikuti karya-karyaku ya my readers.
Semingu telah berlalu sejak kabar kematian seorang manager produksi hingga beritanya menjadi timeline di beberapa surat kabar dan acara info gosip di televisi.Di dalam unit apartement milik Kania, tampak Kirana sedang menyiapkan beberapa barang yang akan dibawa dan digunakan Kania ke sebuah spot pemotretan dengan tema lingkungan hidup"Fiuh ... beres juga," gumam Kirana.Krucuk ... Krucuk ...Kirana segera mengusap perutnya."Kalau gak salah, di kulkas yang ada di dapur itu ada pasta fetuccini sisa kemarin. aku angetin itu aja deh," gumam Kirana lagi.Selesai mengahangatkan pasta fetuccini Kirana segera kembali ke ruang tamu sambil menyalakan televisi.Tiba-tiba Kirana mengernyit mendengar suara tombol pasword unit apartement yang sedang ditekan dari luar
Suasana asri di tempat pengambilan gambar itu berubah Kaku. Kirana sempat terhenyak ketika Kania berteriak padanya.Beberapa orang sempat menoleh ke arah Kania yang berteriak pada Kirana meski tanpa sadar. Kania langsung menenangkan diri melihat reaksi orang-orang di sekitarnya."Justru karena aku asprimu jadi aku harus tau detail terkecil sekalipun tentang dirimu, Kania. Kamu gak bisa nutupin apapun dariku!" Kirana bicara dengan tegas.Kania menatap Kirana dengan berbagai macam perasaan yang kini makin berkecamuk dalam dadanya. Kania segera beranjak dari duduknya lalu berjalan menjauhi orang-orang. Kirana segera mengikuti langkah Kania. Mereka sampai di satu spot yang cukup rindang dan jauh dari orang-orang.Kania terdiam beberapa saat. Namun setelahnya dia menangis merasakan kegetiran hati yang selama beberapa bul
Kiranna mendengar pintu depan kamar kost-annya ada yang mengetuk. Dia beranjak keluar dari kamarnya dan bergegas mendekati pintu. Kiranna cukup terkejut melihat seseorang yang dikenalnya tengah berdiri di depannya sambil tersenyum."Jovan!""Hi, Kirana!""Kamu kok bisa tau kost-anku?" tanya Kirana yang masih terkejut."Aku pernah ngikutin kamu,""Ooh ....""Gak disuruh masuk nih?""Tapi Kamu gak bakal berbuat macam-macam 'kan?""Ya Allaah ... Tega banget sih fikiranmu? Aku gak bakal ngapa-ngapain kamu kok. Aku gak seburuk itu Kirana," tegas Jovan dengan hati yang sedikit kesal.Kirana mempersilahkan Jovan masu
"Cepat bangun pemalas!" ucap Fero, sang ayah sambil memukulkan tiga buah lidi ke kaki Maharani kecil. Kania yang masih dalam keadaan kantuk berat segera membuka matanya. Padahal semalam dirinya memijat tubuh ayahnya yang setengah m∆-b√k hingga ayahnya terlelap. Mungkin jam 1 malam dia baru tidur. "Iya maaf, Pak. Aku bangun sekarang kok," ujar Kania kecil dengan penuh ketakutan. Dia kembali menguap karena memang masih ngantuk. "Malah nguap lagi!" bentak Fero, lalu melayangkan lagi tiga buah lidi itu ke kaki Kania berulang kali. "Ampun, Pak!" Teriakan Kania kecil sama sekali tidak menggugah hati Fero. Dia terus memukuli Kania dengan tiga buah sapu lidi. Ranti yang mendengar teriakan Kania segera berlari ke kamar putri pertamanya itu. "Makin hari makin gila aja kamu, Pak! Kania itu anakmu! Kenapa selalu kamu siksa seperti ini?!" hardik Ranti pada suaminya. "Dia bukan anakku! Kamu anggap aku bodoh ya? Dulu, saat malam pertama kamu sudah tidak p€-r∆-w∆n! Kamu cuma perempuan be-k
Kriiinkk ... Suara bel tanda masuk sekolah sudah terdengar, namun Kania tetap diam dalam duduknya di belakang gedung sekolah. Matanya terpejam, dahinya berkerut dan hatinya bergejolak. "Sakit," gumamnya. Masih terasa perih di pipinya ketika sebuah tangan mendarat telak di pipi kania. Sebuah tamparan keras yang dilayangkan Fero, bapaknya, tadi pagi sebelum pergi sekolah. Fero yang baru bangun tidur meminta Kania membuatkannya kopi. Karena terburu buru, Kania lupa, apakah telah memasukan gula atau belum, ke dalam kopi yang biasa di minum bapaknya. "Dasar anak gak berguna! Bikin kopi saja sampe kemanisan gini. Dasar anak bodoh!" ujar Fero sambil melayangkan tamparan keras ke wajah Kania, setelah itu mendorong tubuh tinggi ramping itu hingga terjerembab ke belakang. "Astaghfirullah, Pak. Benar-benar udah gila kamu itu," sahut Ranti yang langsung menyongsong tubuh Kania bersama Tiana. Kania membuka matanya. Dia masih berada di halaman belakang sekolah. Matanya melotot menatap ny∆-
"Kenapa saya di sini Bu?" Kania yang baru tersadar dari pingsannya, langsung bertanya pada seorang wanita yang memakai jas putih yang merupakan dokter di SMU tempat Kania bersekolah. "Tadi katanya kamu tiba-tiba pingsan. Untung ada temen kamu yang lihat. Jadi Pak Usman langsung membawa kamu ke sini," jawab dokter itu sambil tersenyum. "Sekarang apa yang kamu rasakan?" Dahi Kania sedikit berkerut, mengingat-ingat kenapa dirinya bisa pingsan. Ingatan terakhirnya, dia baru sampai di depan pintu gerbang sekolah sambil menangis. Tiba-tiba sekarang dirinya ada di ruang UKS. Kania menggelengkan kepalanya pelan, lalu berfikir kalau dia pingsan di depan gerbang sekolahnya. "Kania!" Kania dan dokter sekolah itu melihat Jovan muncul dan masuk begitu saja. Memang sudah beberapa bulan ini Jovan selalu ada di sekitar Kania. "Kamu ngapain ke sini?" tanya Kania. "Kok nanya?" Jovan balik bertanya. "Karena aku khawati sama kamu. Kalau gak khawatir, ngapain aku bela-belain ninggalin kelas coba?
Seorang laki-laki usia dua puluh tahun terlihat tengah berbaring di atas kasurnya sambil memandangi poto gadis di ponselnya. Waktu sudah menunjukkan jam 10.00 waktu Cambridge. Dia adalah Reza. Entah kenapa dia tampak sangat gelisah memikirkan gadis pemilik hatinya, KANIA. "Kania, kamu lagi ngapain sekarang? Lagi sama siapa sekarang? Masihkah kamu menungguku? Masihkan kamu ingat janji kita?" Reza bertanya pada dirinya sendiri. Dia terus berfikir keras. Kenapa Kania tidak bisa dihubungi? Apakah Kania sudah bersama laki-laki lain? Tak terasa air mata mengalir dari sudut matanya. Cepat-cepat dia usap air mata itu. Baru satu tahun dia berada di negara dengan umat muslim yang minoritas, namun kerinduannya terhadap Kania seperti sudah tak terbendung lagi. Sedangkan masih tersisa satu tahun lagi untuk Reza menyelesaikan pendidikannya di salah satu universitas di negara itu. "Astaghfirullahal adziim ... Kenapa perasaanku bisa secemas ini? Aku takut terjadi sesuatu yang buruk padanya. Apal
Sepuluh menit sebelumnya."Jam segini baru pulang sekolah, Tiana?" tanya Bu Tita. Tetangga di lingkungan tempat Tiana dan keluarganya tinggal."Iya nih, Bu. Kebetulan setelah beres jam sekola, aku langsung ikutan ekskul basket," jawab Tiana."Enggak kerasa ya, sekarang kamu sudah pake seragam putih abu. Dulu kakak kamu yang pake putih abu, sekarang adiknya. Masuk SMA yang sama juga sama kakak kamu?" tanya Ibu itu lagi."Enggak, Bu. Nilai ujianku enggak cukup buat masuk ke situ. Aku masuk SMU Negri yang bukan favorite, Bu," jawab Tiana."Ya udah enggak apa-apa, Tiana. Mau SMA favorite mau SMA bukan favorite, keduanya sama saja kok. Yang penting belajar
Kiranna mendengar pintu depan kamar kost-annya ada yang mengetuk. Dia beranjak keluar dari kamarnya dan bergegas mendekati pintu. Kiranna cukup terkejut melihat seseorang yang dikenalnya tengah berdiri di depannya sambil tersenyum."Jovan!""Hi, Kirana!""Kamu kok bisa tau kost-anku?" tanya Kirana yang masih terkejut."Aku pernah ngikutin kamu,""Ooh ....""Gak disuruh masuk nih?""Tapi Kamu gak bakal berbuat macam-macam 'kan?""Ya Allaah ... Tega banget sih fikiranmu? Aku gak bakal ngapa-ngapain kamu kok. Aku gak seburuk itu Kirana," tegas Jovan dengan hati yang sedikit kesal.Kirana mempersilahkan Jovan masu
Suasana asri di tempat pengambilan gambar itu berubah Kaku. Kirana sempat terhenyak ketika Kania berteriak padanya.Beberapa orang sempat menoleh ke arah Kania yang berteriak pada Kirana meski tanpa sadar. Kania langsung menenangkan diri melihat reaksi orang-orang di sekitarnya."Justru karena aku asprimu jadi aku harus tau detail terkecil sekalipun tentang dirimu, Kania. Kamu gak bisa nutupin apapun dariku!" Kirana bicara dengan tegas.Kania menatap Kirana dengan berbagai macam perasaan yang kini makin berkecamuk dalam dadanya. Kania segera beranjak dari duduknya lalu berjalan menjauhi orang-orang. Kirana segera mengikuti langkah Kania. Mereka sampai di satu spot yang cukup rindang dan jauh dari orang-orang.Kania terdiam beberapa saat. Namun setelahnya dia menangis merasakan kegetiran hati yang selama beberapa bul
Semingu telah berlalu sejak kabar kematian seorang manager produksi hingga beritanya menjadi timeline di beberapa surat kabar dan acara info gosip di televisi.Di dalam unit apartement milik Kania, tampak Kirana sedang menyiapkan beberapa barang yang akan dibawa dan digunakan Kania ke sebuah spot pemotretan dengan tema lingkungan hidup"Fiuh ... beres juga," gumam Kirana.Krucuk ... Krucuk ...Kirana segera mengusap perutnya."Kalau gak salah, di kulkas yang ada di dapur itu ada pasta fetuccini sisa kemarin. aku angetin itu aja deh," gumam Kirana lagi.Selesai mengahangatkan pasta fetuccini Kirana segera kembali ke ruang tamu sambil menyalakan televisi.Tiba-tiba Kirana mengernyit mendengar suara tombol pasword unit apartement yang sedang ditekan dari luar
"Arght!"Jeritan penuh keterkejutan itu membuyarkan konsentrasi Jovan yang sedang dalam mode melayang. Dia sedang bercinta dengan Kania. Meskipun suara musik di dalam kamar itu cukup keras, namun keduanya masih bisa mendengar teriakan seorang wanita yang masuk ke dalam kamar Kania."Brengsek! Kok bisa-bisanya ada orang masuk tanpa permisi dan bikin mood-ku berantakan. Siapa sih dia?" tanya Jovan pada Kania namun dengan mata yang menatap ke arah wanita yang kini sedang berdiri di ambang pintu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya."Dia asisten pribadiku. Aku lupa kalau tadi aku nyuruh dia beliin gado-gado buat makan siang. Maaf ya, Sayang," ujar Kania menenangkan emosi Jovan.Jovan menjawab pernyataan Kania dengan dengusan kesal saja."Kir, kamu tunggu aku di ruang tamu dan tolong tutup pintunya," ucap Kania lirih namum setengah b
Pagi itu seorang gadis cantik terlihat sedang rebahan di sofa dalam apartement-nya. Ditangannya ada ponsel yang sedang dia gunakan untuk berboncang dengan seseorang lewat aplikasi chatting.~Dari pagi sampe sore ini aku gak ada jadwal syuting. Aku tunggu kamu di Apartemen~ Kania.~Ok! Jam sepuluh aku ke situ. Aku udah gak tahan banget~ Jovan.~Aku selalu siap untukmu~ Kania.Percakapan itu cukup sarkas. Yang dibahas di dalamnya hanya seputar rencana percintaan mereka.*Jam menunjukan angka 08.30. Kirana masih meringkuk di atas kasurnya. Fikirannya kacau mendapati pakaiannya kembali berlumuran darah dan kali ini tidak sedikit. Sejak masih tinggal di kota kelahirannya, Kirana sudah mulai menerka-nerka tentang hal-hal yang tidak masuk akal yang set
"Kirana Kamu gak apa-apa 'kan? Ada yang bawa minyak angin gak?" tanya Kania.Kirana mulai membuka matanya ketika hidungnya mencium bau minyak angin. Dia melihat satu-persatu orang-orang di sekitarnya."Kamu kok bisa pingsan gini sih, Kir?" tanya Kania."Seingatku tadi kaya kepeleset gitu pas udah deket toilet,""Makanya kalau jalan itu hati-hati," ketus Kania.Kirana hanya terdiam. Cara bicara Kania terdengar ketus. Sejak menginjakan kaki di jakarta, baru kali ini Kania bersikap seperti ini.'Sepertinya syutingnya terganggu gara-gara aku pingsan. Makanya dia bersikap seperti itu," Kirana membatin."Kita take lagi ya! Semua udah siap buat lanjut syuting 'kan?" tanya sutradara
Tiga bulan berlalu sejak Kania keguguran. Selama tiga bulan itu pun hubungan Bram dan Kania terasa dingin dan hambar. Mereka masih tinggal di apartemen yang sama, namun sudah tidak tidur seranjang. Bram yang sangat kecewa pada Kania memilih untuk tidur di ruang tamu. Mereka jarang bertegur sapa. Bahka ketika di agency pun, Bram lebih memilih menghindar dari Kania.Meski Kania sudah berusaha menjelaskan, namun Bram tetap tidak percaya. Bukti hasil laboratorium dari rumah sakit sangat akurat. Kania memang kecewa dengan sikap suami sirinya itu. Tapi dia berusaha tetap tenang dan ceria.Malam hari sekitar pukul 21:45, Kania terlihat memasuki unit apartementnya. Setelah menutup pintu, dia berjalan menuju kamarnya. Kania berpapasan dengan Bram di ambang pintu kamar. Kania melihat koper besar di belakang Bram."Mas mau kemana?" tanya Kania dengan kening yang mengernyit."Amerika. Aku yang memenangkan tender
Sore itu, pernikahan sederhana dan tertutup itu telah selesai digelar. Bram dan Kania telah menikah secara siri. Selesai mengantar Kania ke apartemen, Bram segera pergi menuju sebuah cafe untuk menemui seseorang.Sesampainya di cafe, Bram melihat Maya sudah duduk di meja yang memang telah dia reservasi. Bram pun berjalan mendekat dan duduk di kursi yang bersebelahan dengan Maya. Maya mendekat hendak memeluk Bram, namun Bram menghindar."Tiak usah berbasa-basi. Aku memintamu untuk menemui karena aku ingin menyampaikan sesuatu. Aku sudah menghubungi pengacaraku. Berkas gugatannya akan segera diproses dalam waktu dekat ini," ujar Bram tegas."Jadi pernikahan kita tetap akan berakhir Bram?" tanya Maya dengan mimik wajah sedih."Iya. Jangan bilang kalau kamu menyesal. Kamu yang memulai konflik dan menghinaku sebagai laki-laki tidak berguna.
Mobil sedan berwarna biru elektrik itu terlihat bergerak mendekati sebuah tangga berbentuk spiral. Dari tangga itu terlihat seorang gadis yang berjalan perlahan sambil memegang area sensitifnya yang terasa ngilu. Seorang laki-laki keluar dari sedan biru elektrik tersebut lalu berjalan mendekati tangga. "Cepetan turunnya, Kania. Nanti ada yang lihat," Kania menekuk wajahnya sambil mempercepat langkahnya. Begitu dirinya sampai di ujung tangga, Bram segera menggendong Kania dan memasukannya ke dalam mobil. Mobil sedan milik Bram pun segera keluar dari baseman gedung agency. "Di mana letak gedung apartemen tempat kamu tinggal?" tanya Bram tanpa menoleh ke arah Kania. Kania segera memberi tahu arah menuju apatement miliknya. Tak sampai berapa lama, mobil itu tiba di halaman sebuah gedung apartemen yang cukup elegan. Bram membantu Kania berjalan dengan