Kriiinkk ...
Suara bel tanda masuk sekolah sudah terdengar, namun Kania tetap diam dalam duduknya di belakang gedung sekolah. Matanya terpejam, dahinya berkerut dan hatinya bergejolak.
"Sakit," gumamnya.
Masih terasa perih di pipinya ketika sebuah tangan mendarat telak di pipi kania. Sebuah tamparan keras yang dilayangkan Fero, bapaknya, tadi pagi sebelum pergi sekolah.
Fero yang baru bangun tidur meminta Kania membuatkannya kopi. Karena terburu buru, Kania lupa, apakah telah memasukan gula atau belum, ke dalam kopi yang biasa di minum bapaknya.
"Dasar anak gak berguna! Bikin kopi saja sampe kemanisan gini. Dasar anak bodoh!" ujar Fero sambil melayangkan tamparan keras ke wajah Kania, setelah itu mendorong tubuh tinggi ramping itu hingga terjerembab ke belakang.
"Astaghfirullah, Pak. Benar-benar udah gila kamu itu," sahut Ranti yang langsung menyongsong tubuh Kania bersama Tiana.
Kania membuka matanya. Dia masih berada di halaman belakang sekolah. Matanya melotot menatap ny∆-l∆ng, bergulir ke kiri dan ke kanan dengan senyum sinis diselingi tawa yang tertahan. ALTER EGO-nya kembali mendominasi.
"B√n√h ... B√n√h ... Sing-kir-k∆n ... Le-ny∆p-kan ... Hahaha ...,"
Seolah ada yang bicara di kepala Kania. Kata-kata sadis seperti itu kerap terngiang di kepala Kania ketika setengah kesadarannya hilang karena digantikan oleh kepribadiannya yang lain.
Kekerasan fisik dan verbal yang diterimanya sejak kecil, telah memunculkan ALTER EGO dalam dirinya. Sayangnya alter ego dalam diri Kania, seorang pendendam dan sadis.
ALTER EGO ini merupakan diri kedua yang dipercaya berbeda daripada orang kebanyakan atau kepribadian yang sebenarnya.
Istilah ini dipakai pada awal abad kesembilan belas ketika gangguan pemecahan kepribadian pertama kali dijelaskan oleh psikolog.
Seseorang yang memiliki Alter ego dikatakan menjalani kepribadian ganda atau Dissociative Identity Disorder (DID). Kondisi ini sering dianggap sebagai fenomena gaib. Padahal, kondisi ini dapat dijelaskan secara ilmiah
Umumnya, orang yang memiliki kepribadian ganda akan dikuasai oleh alter ego-nya ketika berada dalam tekanan.
Saat tubuh telah ‘diambil alih’, kepribadian aslinya akan tertidur tanpa mengingat kejadian seperti apa yang sedang berlangsung. Penderita seolah memiliki riwayat dan identitas diri yg bertolak belakang dengan identitas aslinya.
Sementara itu di ruang kelas, para siswa saling melemparkan pertanyaan, demi sebuah jawaban sambil berbisik.
Saat ini ujian nasional hendak di mulai.
Guru pengawas yang berada di kelas melihat ke arah satu meja yang kosong. Meja yang seharusnya diisi oleh Kania. Guru pengawas bertanya pada para siswa perihal siswa yang seharusnya mengisi meja bagian tengah kosong itu.
"Siapa yang tidak hadir dalam Ujian nasional hari ini?" ucap Bu Ayumi sang guru pengawas.
"Itukan mejanya Kania, Bu. Tadi pagi jelas-jelas saya lihat kok kalau Dia datang," ucap Jovan yang kebetulan duduk tepat di depan meja yang seharusnya diisi oleh Kania.
"Lalu kemana dia? Apa dia tidak mendengar suara bel tanda masuk? Atau dia mau mangkir dari ujian nasional haru ini?" tanya Bu Ayumi.
"Bu, saya izin sebentar cari Kania. Saya yakin Kania masih di lingkungan sekolah ini. Kania gak mungkin mangkir dari ujian hari ini. Saya takut ada sesuatu hal yang buruk terjadi sama dia," ucap Kamila, tekan dekat Kania, memberanikan diri.
"Baik. Saya beri kamu waktu sepuluh menit untuk mencari Kania. Bila dalam waktu sepuluh menit kamu tidak juga menemukan Kania, kamu langsung kembali ke kelas ya," ucap Bu Ayumi.
"Baik, Bu!" jawab Kamila sambil melangkah kaki keluar ruangan kelas.
'Kania, aku harap kamu ada di taman belakang gedung sekolah. Tempat biasa dulu kamu dan Kak Reza sering bertemu,' batin Kamila.
Kamila yang merupakan teman dekat Kania, tampak berlari cepat menuju halaman belakang.
"Benarkan dugaanku kalau kamu ada di sini, Kania," gumam Kamila sambil tersenyum.
Dia mengenali punggung Kania yang sedang duduk membelakangi Kamila. Kamila pun berjalan mendekati Kania.
"Kania!" pekik Kamila cukup kencang. "Cepat masuk ke kelas. Ujian udah dimulai."
Kamila tak tahu kondisi Kania saat ini. Tanpa dia sadari, saat ini mata Kania sedang me-lo-tot, menatap ny∆-l∆ng ke depan, ke kanan dan ke kiri sambil bergumam tidak jelas.
"Hei! Kamu dengar gak sih aku panggil?!" Kamila menepuk pelan bahu Kania.
Kania tersentak. Tatapan matanya yang awalnya ny∆-l∆ng, perlahan berubah sendu. Keterkejutan yang ditimbulkan dari suara Kamila yang memanggil namanya sambil menepuk bahunya meski pelan, membuat kesadarannya turun naik.
Tepukan lembut itu seolah jadi titik balik kondisi Kania untuk meraih kesadarannya kembali. Namun bukan kesadaran yang di raih Kania, melainkan ...
Bruk!
Kania malah tergeletak tak sadarkan diri. Kamila yang berdiri tepat di belakang Kania Seketika merasa terkejut. Dia langsung berteriak memanggil bantuan.
Pak Usman, seorang security, tampak berlari mendekat ke arah suara. Laki-laki paruh baya bertubuh cukup kekar itu langsung menggendong Kania menuju ruang UKS.
"Kok bisa pingsan sih kamu, Kan?" tanya Kamila setibanya di rumah UKS, dan Kania sudah membuka kedua matanya.
"Aku gak tahu," jawab Kania.
Seorang dokter sekolah tampak mendekat. "Kamu siswa kelas 3 yang lagi ujian kan?"
"Iya, dok."
"Kalau gitu, kembali lah ke kelas. Biarkan saya yang menangani temanmu ini."
"Baik, dok."
Kamila segera kembali ke kelas untuk mengabari guru yang berada di kelas tentang kondisi Kania yang tiba-tiba pingsan.
Kamila tiba di kelas. Dengan suara pelan dia menceritakan semua hal yang terjadi. Tapi semua siswa di dalam kelas bisa mendengar, termasuk Jovan, siswa yang sudah beberapa bulan ini mengincar Kania untuk jadi kekasihnya.
"Apa?!" Jovan langsung berdiri. "Bu, saya izin keluar dulu.
Tanpa menunggu jawaban dari Bu Ayumi, Jovan berlari keluar.
"Hei, kamu mau kemana?"
"Kenapa saya di sini Bu?" Kania yang baru tersadar dari pingsannya, langsung bertanya pada seorang wanita yang memakai jas putih yang merupakan dokter di SMU tempat Kania bersekolah. "Tadi katanya kamu tiba-tiba pingsan. Untung ada temen kamu yang lihat. Jadi Pak Usman langsung membawa kamu ke sini," jawab dokter itu sambil tersenyum. "Sekarang apa yang kamu rasakan?" Dahi Kania sedikit berkerut, mengingat-ingat kenapa dirinya bisa pingsan. Ingatan terakhirnya, dia baru sampai di depan pintu gerbang sekolah sambil menangis. Tiba-tiba sekarang dirinya ada di ruang UKS. Kania menggelengkan kepalanya pelan, lalu berfikir kalau dia pingsan di depan gerbang sekolahnya. "Kania!" Kania dan dokter sekolah itu melihat Jovan muncul dan masuk begitu saja. Memang sudah beberapa bulan ini Jovan selalu ada di sekitar Kania. "Kamu ngapain ke sini?" tanya Kania. "Kok nanya?" Jovan balik bertanya. "Karena aku khawati sama kamu. Kalau gak khawatir, ngapain aku bela-belain ninggalin kelas coba?
Seorang laki-laki usia dua puluh tahun terlihat tengah berbaring di atas kasurnya sambil memandangi poto gadis di ponselnya. Waktu sudah menunjukkan jam 10.00 waktu Cambridge. Dia adalah Reza. Entah kenapa dia tampak sangat gelisah memikirkan gadis pemilik hatinya, KANIA. "Kania, kamu lagi ngapain sekarang? Lagi sama siapa sekarang? Masihkah kamu menungguku? Masihkan kamu ingat janji kita?" Reza bertanya pada dirinya sendiri. Dia terus berfikir keras. Kenapa Kania tidak bisa dihubungi? Apakah Kania sudah bersama laki-laki lain? Tak terasa air mata mengalir dari sudut matanya. Cepat-cepat dia usap air mata itu. Baru satu tahun dia berada di negara dengan umat muslim yang minoritas, namun kerinduannya terhadap Kania seperti sudah tak terbendung lagi. Sedangkan masih tersisa satu tahun lagi untuk Reza menyelesaikan pendidikannya di salah satu universitas di negara itu. "Astaghfirullahal adziim ... Kenapa perasaanku bisa secemas ini? Aku takut terjadi sesuatu yang buruk padanya. Apal
Sepuluh menit sebelumnya."Jam segini baru pulang sekolah, Tiana?" tanya Bu Tita. Tetangga di lingkungan tempat Tiana dan keluarganya tinggal."Iya nih, Bu. Kebetulan setelah beres jam sekola, aku langsung ikutan ekskul basket," jawab Tiana."Enggak kerasa ya, sekarang kamu sudah pake seragam putih abu. Dulu kakak kamu yang pake putih abu, sekarang adiknya. Masuk SMA yang sama juga sama kakak kamu?" tanya Ibu itu lagi."Enggak, Bu. Nilai ujianku enggak cukup buat masuk ke situ. Aku masuk SMU Negri yang bukan favorite, Bu," jawab Tiana."Ya udah enggak apa-apa, Tiana. Mau SMA favorite mau SMA bukan favorite, keduanya sama saja kok. Yang penting belajar
Suara adzan subuh berkumandang keras bersahutan. Dinginnya udara pagi buta itu membuat siapa saja yang merasakannya akan sangat enggan untuk melepaskan selimut tebalnya. Udara dingin itu terasa menusuk-nusuk sampai ke tulang.Tampak sesosok tubuh tengah tergeletak di teras rumah tak berpenghuni. Bola matanya mulai bergerak. Bulu matanya yang lentik pun ikut bergerak seiring dengan pergerakan kedua bola matanya.Perlahan namun pasti, mata itu terbuka. Tatapannya sendu. Dia melihat sekitarnya, hanya gelap dan dingin. Dia meraba-raba apa saja yang bisa dirabanya."Rumput lagi?" tanya sosok itu pada dirinya sendiri.Sudah kesekian kalinya sosok itu menemukan dirinya sendiri di sebuah tempat yg sama. Dinginnya udara pagi itu membuat kedua tangannya bert
"Kakak yakin dengan keputusan kakak? Aku gimana, Kak? Aku takut sendirian di rumah," tiana bertanya tapi juga merajuk. "Harusnya 'kan bagus Tiana. Kakak jadi enggak nyusahin Ibu terus. Sudah saatnya kakak bantu Ibu. Nanti Kakak juga bisa nambahin uang sakumu juga 'kan," ujar Kiranna membujuk adiknya. "Tapi Tiana sendirian di rumah. Tiana takut, Kak," "Kan ada Ibu sama …," Kiranna tiba-tiba merasa tidak suka memanggil laki-laki bernama Ridwan itu dengan sebutan Ayah. Bu Rahma yang sedari tadi diam sambil mendengar percakapan kedua putrinya itu pun akhirnya ikut Bicara. "Kamu tuh harusnya senang kakakmu punya pekerjaan dan penghasilan sendiri. Udah
Jovan masih duduk termangu di dalam kamarnya. Tangan kanannya memainkan dan membolak balikan sebuah ponsel. Ya, itu ponsel milik Kiranna. Ponsel yang dulu ketika masih mengenyam pendidikan SMA telah diambil dari dalam tas biru langit sekitar satu tahun lebih yang lalu. Jovan teringat reaksi Kiranna saat menggeledah tas sekolahnya waktu itu. Wajah Kirana terlihat sangat sedih dan kecewa. Sebenarnya Jovan merasa bersalah saat itu, namun tak membuatnya mengembalikan ponsel itu pada Kirana. Tindakannya memang sangat jahat sekali. Demi keinginannya untuk memiliki dan menjadikan Kirana sebagai kekasihnya. Dia rela menggunakan cara-cara tidak terpuji. Karena hanya ponsel itulah yang jadi media penghubung antara Kiranna dengan laki-laki yang bernama Shirojuddin Al-abbas itu. Tebakannya benar. Kiranna memang benar-benar langsung dengan laki-laki bernama Shiroj waktu itu. Itu artinya rencana Jovan
Keringat dingin menetes di dahi Jovan. Perasaannya seketika gelisah. Sesuatu di balik tiba-tiba celananya menegang. 'Torpedoku kenapa bangun gini ya? Nonton blue film juga gak. Apa karena lihat Kania pake nightgown gitu ya? Masa iya mesti ngacir dulu ke kamar mandi. Iya kalau sebentar langsung tuntas. Kalau lama? Yang ada si Kania nanti malah curiga," Jovan berujar dalam hatinya. Kania yang tau dengan reaksi Jovan hanya bisa tersenyum tipis nyaris tak terlihat. Sebenarnya Kania telah mencampurkan obat perangsang dosis tinggi dalam minuman es jeruk yang diminum Jovan. Kania sendiri ikut meminumnya agar gairahnya nanti bisa meledak bersama Jovan. Kania senyum-senyum sendiri membayangkan sebentar lagi dia akan terbang ke langit ke tujuh bersama laki-laki yang selama ini di cintainya. Kania yakin kalau
Kania terbangun dari tidur nya. Setelah pergumulan penuh hasrat itu, dia langsung tertidur dengan lelap. Ingatan terakhirnya adalah ketika pelepasan terakhirnya bersama Jovan. Laki-laki yang dicintai sejak masih duduk di bangku kelas satu SMU. Belum juga penyatuan mereka terlepas, Kania sudah langsung masuk ke alam mimpi. Berharap dalam mimpi sekalipun dia mengulang lagi pergumulan indah itu dengan Jovan. Kania benar-benar kecewa mendapati Jovan yang sudah tidak ada di apartementnya. Padahal rencananya dia akan menggoda Jovan lagi untuk melakukannya kembali. Meskipun pemula,Jovan benar-benar hebat. Dia ternyata mampu membuat Kania melayang. Meskipun tingkat kepuasannya masih di bawah Bram. Pelepasan demi pelepasan yang didapatnya terus terbayang di benak Kania. Matanya melirik ke arah jam yang menempel di dinding kamarnya. Jam itu men
Kiranna mendengar pintu depan kamar kost-annya ada yang mengetuk. Dia beranjak keluar dari kamarnya dan bergegas mendekati pintu. Kiranna cukup terkejut melihat seseorang yang dikenalnya tengah berdiri di depannya sambil tersenyum."Jovan!""Hi, Kirana!""Kamu kok bisa tau kost-anku?" tanya Kirana yang masih terkejut."Aku pernah ngikutin kamu,""Ooh ....""Gak disuruh masuk nih?""Tapi Kamu gak bakal berbuat macam-macam 'kan?""Ya Allaah ... Tega banget sih fikiranmu? Aku gak bakal ngapa-ngapain kamu kok. Aku gak seburuk itu Kirana," tegas Jovan dengan hati yang sedikit kesal.Kirana mempersilahkan Jovan masu
Suasana asri di tempat pengambilan gambar itu berubah Kaku. Kirana sempat terhenyak ketika Kania berteriak padanya.Beberapa orang sempat menoleh ke arah Kania yang berteriak pada Kirana meski tanpa sadar. Kania langsung menenangkan diri melihat reaksi orang-orang di sekitarnya."Justru karena aku asprimu jadi aku harus tau detail terkecil sekalipun tentang dirimu, Kania. Kamu gak bisa nutupin apapun dariku!" Kirana bicara dengan tegas.Kania menatap Kirana dengan berbagai macam perasaan yang kini makin berkecamuk dalam dadanya. Kania segera beranjak dari duduknya lalu berjalan menjauhi orang-orang. Kirana segera mengikuti langkah Kania. Mereka sampai di satu spot yang cukup rindang dan jauh dari orang-orang.Kania terdiam beberapa saat. Namun setelahnya dia menangis merasakan kegetiran hati yang selama beberapa bul
Semingu telah berlalu sejak kabar kematian seorang manager produksi hingga beritanya menjadi timeline di beberapa surat kabar dan acara info gosip di televisi.Di dalam unit apartement milik Kania, tampak Kirana sedang menyiapkan beberapa barang yang akan dibawa dan digunakan Kania ke sebuah spot pemotretan dengan tema lingkungan hidup"Fiuh ... beres juga," gumam Kirana.Krucuk ... Krucuk ...Kirana segera mengusap perutnya."Kalau gak salah, di kulkas yang ada di dapur itu ada pasta fetuccini sisa kemarin. aku angetin itu aja deh," gumam Kirana lagi.Selesai mengahangatkan pasta fetuccini Kirana segera kembali ke ruang tamu sambil menyalakan televisi.Tiba-tiba Kirana mengernyit mendengar suara tombol pasword unit apartement yang sedang ditekan dari luar
"Arght!"Jeritan penuh keterkejutan itu membuyarkan konsentrasi Jovan yang sedang dalam mode melayang. Dia sedang bercinta dengan Kania. Meskipun suara musik di dalam kamar itu cukup keras, namun keduanya masih bisa mendengar teriakan seorang wanita yang masuk ke dalam kamar Kania."Brengsek! Kok bisa-bisanya ada orang masuk tanpa permisi dan bikin mood-ku berantakan. Siapa sih dia?" tanya Jovan pada Kania namun dengan mata yang menatap ke arah wanita yang kini sedang berdiri di ambang pintu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya."Dia asisten pribadiku. Aku lupa kalau tadi aku nyuruh dia beliin gado-gado buat makan siang. Maaf ya, Sayang," ujar Kania menenangkan emosi Jovan.Jovan menjawab pernyataan Kania dengan dengusan kesal saja."Kir, kamu tunggu aku di ruang tamu dan tolong tutup pintunya," ucap Kania lirih namum setengah b
Pagi itu seorang gadis cantik terlihat sedang rebahan di sofa dalam apartement-nya. Ditangannya ada ponsel yang sedang dia gunakan untuk berboncang dengan seseorang lewat aplikasi chatting.~Dari pagi sampe sore ini aku gak ada jadwal syuting. Aku tunggu kamu di Apartemen~ Kania.~Ok! Jam sepuluh aku ke situ. Aku udah gak tahan banget~ Jovan.~Aku selalu siap untukmu~ Kania.Percakapan itu cukup sarkas. Yang dibahas di dalamnya hanya seputar rencana percintaan mereka.*Jam menunjukan angka 08.30. Kirana masih meringkuk di atas kasurnya. Fikirannya kacau mendapati pakaiannya kembali berlumuran darah dan kali ini tidak sedikit. Sejak masih tinggal di kota kelahirannya, Kirana sudah mulai menerka-nerka tentang hal-hal yang tidak masuk akal yang set
"Kirana Kamu gak apa-apa 'kan? Ada yang bawa minyak angin gak?" tanya Kania.Kirana mulai membuka matanya ketika hidungnya mencium bau minyak angin. Dia melihat satu-persatu orang-orang di sekitarnya."Kamu kok bisa pingsan gini sih, Kir?" tanya Kania."Seingatku tadi kaya kepeleset gitu pas udah deket toilet,""Makanya kalau jalan itu hati-hati," ketus Kania.Kirana hanya terdiam. Cara bicara Kania terdengar ketus. Sejak menginjakan kaki di jakarta, baru kali ini Kania bersikap seperti ini.'Sepertinya syutingnya terganggu gara-gara aku pingsan. Makanya dia bersikap seperti itu," Kirana membatin."Kita take lagi ya! Semua udah siap buat lanjut syuting 'kan?" tanya sutradara
Tiga bulan berlalu sejak Kania keguguran. Selama tiga bulan itu pun hubungan Bram dan Kania terasa dingin dan hambar. Mereka masih tinggal di apartemen yang sama, namun sudah tidak tidur seranjang. Bram yang sangat kecewa pada Kania memilih untuk tidur di ruang tamu. Mereka jarang bertegur sapa. Bahka ketika di agency pun, Bram lebih memilih menghindar dari Kania.Meski Kania sudah berusaha menjelaskan, namun Bram tetap tidak percaya. Bukti hasil laboratorium dari rumah sakit sangat akurat. Kania memang kecewa dengan sikap suami sirinya itu. Tapi dia berusaha tetap tenang dan ceria.Malam hari sekitar pukul 21:45, Kania terlihat memasuki unit apartementnya. Setelah menutup pintu, dia berjalan menuju kamarnya. Kania berpapasan dengan Bram di ambang pintu kamar. Kania melihat koper besar di belakang Bram."Mas mau kemana?" tanya Kania dengan kening yang mengernyit."Amerika. Aku yang memenangkan tender
Sore itu, pernikahan sederhana dan tertutup itu telah selesai digelar. Bram dan Kania telah menikah secara siri. Selesai mengantar Kania ke apartemen, Bram segera pergi menuju sebuah cafe untuk menemui seseorang.Sesampainya di cafe, Bram melihat Maya sudah duduk di meja yang memang telah dia reservasi. Bram pun berjalan mendekat dan duduk di kursi yang bersebelahan dengan Maya. Maya mendekat hendak memeluk Bram, namun Bram menghindar."Tiak usah berbasa-basi. Aku memintamu untuk menemui karena aku ingin menyampaikan sesuatu. Aku sudah menghubungi pengacaraku. Berkas gugatannya akan segera diproses dalam waktu dekat ini," ujar Bram tegas."Jadi pernikahan kita tetap akan berakhir Bram?" tanya Maya dengan mimik wajah sedih."Iya. Jangan bilang kalau kamu menyesal. Kamu yang memulai konflik dan menghinaku sebagai laki-laki tidak berguna.
Mobil sedan berwarna biru elektrik itu terlihat bergerak mendekati sebuah tangga berbentuk spiral. Dari tangga itu terlihat seorang gadis yang berjalan perlahan sambil memegang area sensitifnya yang terasa ngilu. Seorang laki-laki keluar dari sedan biru elektrik tersebut lalu berjalan mendekati tangga. "Cepetan turunnya, Kania. Nanti ada yang lihat," Kania menekuk wajahnya sambil mempercepat langkahnya. Begitu dirinya sampai di ujung tangga, Bram segera menggendong Kania dan memasukannya ke dalam mobil. Mobil sedan milik Bram pun segera keluar dari baseman gedung agency. "Di mana letak gedung apartemen tempat kamu tinggal?" tanya Bram tanpa menoleh ke arah Kania. Kania segera memberi tahu arah menuju apatement miliknya. Tak sampai berapa lama, mobil itu tiba di halaman sebuah gedung apartemen yang cukup elegan. Bram membantu Kania berjalan dengan