Beranda / Fantasi / ALKEMIS TERAKHIR / 69. Bahasa Mendekat

Share

69. Bahasa Mendekat

Penulis: PengkhayalMalam
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-16 22:18:15

Hari-hari di akademi berubah menjadi lebih tegang dari sebelumnya. Zidan, Elric, Daren, dan Kyro menjalani latihan intensif sambil terus waspada. Mereka tahu bahwa Harzan tidak hanya menguji kemampuan mereka, tetapi juga mencari celah untuk menemukan penyusup yang berani menantang kekuasaan Arzan.

Di tengah latihan fisik yang melelahkan, Zidan tak bisa menghilangkan kekhawatiran dalam hatinya. Harzan memiliki cara licik untuk membuat seseorang menyerah tanpa harus mengajukan banyak pertanyaan.

"Bagaimana jika dia tahu?" bisik Kyro suatu malam ketika mereka berkumpul di kamar.

"Kita tidak boleh panik," jawab Zidan, suaranya pelan namun tegas. "Harzan hanya mencoba mengintimidasi kita. Selama kita tetap tenang, dia tidak akan punya bukti."

Daren mengangguk sambil menggenggam tangannya yang penuh goresan akibat latihan hari itu. "Aku setuju. Kita hanya perlu bersatu. Kalau ada yang mulai curiga, kita saling melindungi."

Namun, Elric tampak lebih gelisah. "Kalian tidak mengerti. Harzan bu
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • ALKEMIS TERAKHIR    90. Terjebak Dalam Kegelapan

    Zidan mengarahkan teman-temannya ke area yang lebih jauh dari penjagaan, tempat mereka bisa mengakses ruang arsip tanpa mudah terdeteksi. Jantung Zidan berdetak kencang, setiap langkahnya terasa seperti bom waktu. Ini adalah permainan hidup dan mati, dan mereka tahu bahwa satu kesalahan bisa mengakhiri segalanya."Pastikan kalian tetap tenang," bisik Zidan, memberi isyarat kepada Daren, Elric, dan Kyro untuk tetap berada di belakangnya. Mereka berempat bergerak dengan gesit, menunduk agar tidak terlihat dari luar. Seiring mereka mendekati pintu arsip, ketegangan semakin terasa.Zidan berhenti di depan pintu, matanya bergerak cepat mencari tahu apakah ada penjaga di dalam atau di sekitar ruangan. "Kalian tunggu di sini," bisiknya lagi. "Aku akan cek situasinya."Zidan bergerak ke samping pintu dan dengan hati-hati menyelinap ke dalam bayangan, mencoba untuk tetap tak terlihat. Ketika dia membuka sedikit pintu arsip, dia melihat penjaga yang sedang duduk menghadap meja di ujung ruangan.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • ALKEMIS TERAKHIR    91.

    Zee melangkah keluar dari pondok pelatihan dengan hati yang berat. Beban yang diletakkan Guru Kana di pundaknya terasa begitu besar. Pikiran tentang kutukan dan tanda gelap yang terus menghantuinya membuat langkahnya terasa semakin lambat. Di depan pondok, Neo berdiri menunggu, matanya memancarkan semangat. “Zee,” Neo memanggil, “Aku tahu ini tidak mudah, tapi kau harus percaya bahwa kau memiliki sesuatu yang luar biasa dalam dirimu. Tenaga dalam putih itu adalah anugerah, bahkan jika kau belum bisa mengendalikannya sekarang.”Zee menghela napas. “Kau selalu optimis, Neo. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya mengatasi kutukan ini. Rasanya seperti ada dua kekuatan di dalam diriku yang saling bertarung, dan aku hanya bisa melihat kegelapan yang menang.”Neo menepuk bahu Zee dengan lembut. “Mungkin kau perlu lebih mengenal dirimu sendiri. Kegelapan itu bukan sesuatu yang tak terkalahkan. Jika kau bisa menemukan sumber cahayamu, aku yakin kau bisa melawan kutukan itu.”Sore itu, Zee dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • ALKEMIS TERAKHIR    1. Kehancuran Desa

    Suara kaki kuda begitu ramai, sebuah pasukan dari kerajaan datang menyerang desa teratai, Zidan yang saat itu sedang berlatih membuat pil pemulihan bersama sang Ayah segera lari ke rumah, sayangnya semua rumah yang ada di desa itu langsung di bakar, jika ada yang keluar dai rumah, orang itu langsung dibunuh oleh pasukan kerajaan tampa belas kasihan. “Ayah ayo kita keluar,” ucap Zidan yang tahu ia pasti akan terbakar jika terus di dalam rumah. Namun ia juga tak bisa keluar karena ada pasukan kerajaan, kebingung terus membuat Zidan panik. “Jika keluar sekarang pasukan kerajaan akan langsung membunuhmu,” ucap sang Ayah yang juga terlihat gelisah, tak ada lagi yang bisa mereka lakukan. “Tapi ayah, jika kita tetap disini, kita juga pasti akan mati,” ucap Zidan yang tak atah lagi api yang membakar rumahnya semaki terasa panas. Belum sempat Zidan dan ayahnya keluar suara sang ibu berteriak membuat Zidan kaget dari luar rumah pasukan itu membunuh adik dan ibunya, sang Ayah terpukul hin

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-02
  • ALKEMIS TERAKHIR    2. Menjadi Musuh Kerajaan

    Zidan dengan cepat berbalik untuk lari, rasa takut menguasai hatinya. Ia tidak tahu siapa yang baru saja meraih tangannya, namun bayangan akan pasukan kerajaan membuatnya panik. Langkahnya yang terseok-seok akibat luka-luka di tubuhnya tak menghalanginya mencoba melarikan diri. Namun tangan yang kuat itu berhasil menangkapnya. Dia membeku. Nafasnya tertahan saat mendengar suara tua dan serak berkata, “Kau mau kemana, dengan tubuh penuh luka seperti itu?” Suara itu berasal dari seorang kakek tua yang sekarang berdiri di hadapannya.Zidan terpaku, tidak berani bergerak. Ingin rasanya ia melarikan diri, tapi tangan kakek itu memegangnya dengan kuat. Perlahan-lahan, Zidan memutar tubuhnya, berbalik untuk melihat siapa yang telah menghentikannya. Matanya bertemu dengan sosok seorang kakek berusia lanjut, rambutnya memutih, wajahnya penuh kerutan, namun ada kelembutan yang terpancar dari senyumannya. Senyum itu, entah bagaimana, mengusir sebagian rasa takut di hati Zidan."Kau takut padaku?

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03
  • ALKEMIS TERAKHIR    3. Kebaikan Kakek Suma

    Kakek itu terdiam sejenak, lalu tersenyum lebar. “Dunia ini tak sesederhana itu, Nak. Tidak semua orang setuju dengan kerajaan. Kadang kita harus menolong seseorang, bukan karena apa yang mereka lakukan, tapi karena mereka membutuhkan pertolongan. Dan kau, Nak, jelas membutuhkan pertolongan.”Zidan terdiam. Kata-kata kakek itu begitu dalam dan penuh makna. Untuk pertama kalinya sejak tragedi di desanya, ia merasa ada seseorang yang benar-benar peduli padanya tanpa memperdulikan siapa dia atau apa yang telah terjadi. Dia hanya seorang bocah yang terluka, dan kakek ini hanya ingin menolongnya.“Aku… aku tidak tahu harus berkata apa,” kata Zidan pelan.“Tak perlu berkata apa-apa,” jawab kakek itu. “Sekarang istirahatlah, dan biarkan tubuhmu sembuh.”Zidan mulai memejamkan mata rasa nyaman membuatnya ingin sekali beristirahat, hari-hari kemarin begitu berat, kini ia bisa sedikit lega, karena ia bisa bersembunyi dalam hutan. Meski masih banyak pertanyaan tentang siapa kakek itu sebenarnya,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03
  • ALKEMIS TERAKHIR    4. Mencari Tanaman Obat

    Kakek itu tersenyum dan menepuk bahu Zidan dengan lembut. “Tentu saja aman. Kau bersama kakek sekarang. Hutan ini penuh dengan tanaman berharga, dan jika kau tahu cara menggunakannya, kau bisa menyembuhkan dirimu sendiri lebih cepat daripada menggunakan obat-obatan biasa. Jadi, ayo kita cari tanaman yang kau butuhkan. Kakek akan menemanimu.”Zidan merasa tenang setelah mendengar kata-kata Kakek Suma. Ia keluar dari gubuk bersama kakek itu, menyusuri jalan yang sama seperti kemarin, namun kali ini dengan semangat baru. Zidan tahu betapa pentingnya tanaman-tanaman obat yang ada di hutan ini. Ia bisa menyembuhkan dirinya lebih cepat jika menggunakan ramuan racikan sendiri, ramuan yang diajarkan oleh ayahnya. Dengan hati-hati, ia mulai memetik beberapa tanaman yang ia tahu memiliki khasiat penyembuhan. Meski tubuhnya masih terasa sakit akibat luka bakar, semangatnya tidak surut. Setiap kali ia menemukan tanaman yang ia butuhkan, ia merasa semakin dekat dengan kesembuhan."Apa kau senang?

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03
  • ALKEMIS TERAKHIR    5. Ginseng Ratusan Tahun

    Butuh beberapa menit bagi Zidan untuk bisa mengumpulkan tenaga dan membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, dan beberapa bagian tubuhnya terasa sangat nyeri. Saat ia mencoba menggerakkan tubuhnya, ia merasakan luka-luka barunya yang semakin memperparah kondisinya. Zidan mencoba bangkit, namun rasa sakit membuatnya terhuyung-huyung. Ia menoleh ke arah tebing yang baru saja ia jatuh dari sana. Tebing itu terlalu tinggi untuk didaki kembali, dan ia tahu bahwa jalan satu-satunya adalah mencari cara lain untuk keluar dari situasi ini. Ia duduk sejenak, mencoba menenangkan dirinya dan memikirkan langkah berikutnya. "Kakek... di mana kau?" gumam Zidan dengan suara lemah. Harapannya sekarang adalah agar Kakek Suma menyadari bahwa ia hilang dan segera mencarinya. Namun, Zidan tahu ia tidak bisa hanya menunggu di sini. Ia harus melakukan sesuatu. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Zidan merogoh kantong kecil di sabuknya, mencari bahan-bahan obat yang ia petik tadi. Meskipun dalam kondisi le

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03
  • ALKEMIS TERAKHIR    6. Percobaan Pertama

    Kakek Suma menatap jauh ke depan, seolah mengingat masa-masa lampau. “Kerajaan takut pada kekuatan yang tidak bisa mereka kendalikan. Alkemis memiliki pengetahuan dan kemampuan yang bisa menandingi kekuatan para pangeran dan pejabat kerajaan. Jika alkemis terus berkembang, mereka takut kekuatan mereka akan runtuh. Itulah sebabnya mereka memutuskan untuk memusnahkan semua alkemis, agar tak ada yang bisa menandingi kekuasaan mereka.” Zidan menggigit bibirnya, merasakan kemarahan dan ketidakadilan yang mendalam. "Jadi, itulah mengapa mereka menyerang Desa Teratai," gumamnya. “Ya, Nak,” jawab Kakek Suma. “Desa Teratai terkenal karena para alkemisnya. Itulah sebabnya kerajaan memilih untuk menghancurkannya,” Mendengar itu, Zidan merasa bebannya semakin berat. Ia sadar bahwa hidupnya kini bukan hanya tentang dirinya sendiri, tapi juga tentang masa depan alkemis yang tersisa. "Apa yang harus kulakukan, Kek?" tanyanya dengan suara lemah. “Kau harus terus belajar, Zidan. Kakek akan mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-03

Bab terbaru

  • ALKEMIS TERAKHIR    91.

    Zee melangkah keluar dari pondok pelatihan dengan hati yang berat. Beban yang diletakkan Guru Kana di pundaknya terasa begitu besar. Pikiran tentang kutukan dan tanda gelap yang terus menghantuinya membuat langkahnya terasa semakin lambat. Di depan pondok, Neo berdiri menunggu, matanya memancarkan semangat. “Zee,” Neo memanggil, “Aku tahu ini tidak mudah, tapi kau harus percaya bahwa kau memiliki sesuatu yang luar biasa dalam dirimu. Tenaga dalam putih itu adalah anugerah, bahkan jika kau belum bisa mengendalikannya sekarang.”Zee menghela napas. “Kau selalu optimis, Neo. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya mengatasi kutukan ini. Rasanya seperti ada dua kekuatan di dalam diriku yang saling bertarung, dan aku hanya bisa melihat kegelapan yang menang.”Neo menepuk bahu Zee dengan lembut. “Mungkin kau perlu lebih mengenal dirimu sendiri. Kegelapan itu bukan sesuatu yang tak terkalahkan. Jika kau bisa menemukan sumber cahayamu, aku yakin kau bisa melawan kutukan itu.”Sore itu, Zee dan

  • ALKEMIS TERAKHIR    90. Terjebak Dalam Kegelapan

    Zidan mengarahkan teman-temannya ke area yang lebih jauh dari penjagaan, tempat mereka bisa mengakses ruang arsip tanpa mudah terdeteksi. Jantung Zidan berdetak kencang, setiap langkahnya terasa seperti bom waktu. Ini adalah permainan hidup dan mati, dan mereka tahu bahwa satu kesalahan bisa mengakhiri segalanya."Pastikan kalian tetap tenang," bisik Zidan, memberi isyarat kepada Daren, Elric, dan Kyro untuk tetap berada di belakangnya. Mereka berempat bergerak dengan gesit, menunduk agar tidak terlihat dari luar. Seiring mereka mendekati pintu arsip, ketegangan semakin terasa.Zidan berhenti di depan pintu, matanya bergerak cepat mencari tahu apakah ada penjaga di dalam atau di sekitar ruangan. "Kalian tunggu di sini," bisiknya lagi. "Aku akan cek situasinya."Zidan bergerak ke samping pintu dan dengan hati-hati menyelinap ke dalam bayangan, mencoba untuk tetap tak terlihat. Ketika dia membuka sedikit pintu arsip, dia melihat penjaga yang sedang duduk menghadap meja di ujung ruangan.

  • ALKEMIS TERAKHIR    69. Bahasa Mendekat

    Hari-hari di akademi berubah menjadi lebih tegang dari sebelumnya. Zidan, Elric, Daren, dan Kyro menjalani latihan intensif sambil terus waspada. Mereka tahu bahwa Harzan tidak hanya menguji kemampuan mereka, tetapi juga mencari celah untuk menemukan penyusup yang berani menantang kekuasaan Arzan.Di tengah latihan fisik yang melelahkan, Zidan tak bisa menghilangkan kekhawatiran dalam hatinya. Harzan memiliki cara licik untuk membuat seseorang menyerah tanpa harus mengajukan banyak pertanyaan."Bagaimana jika dia tahu?" bisik Kyro suatu malam ketika mereka berkumpul di kamar."Kita tidak boleh panik," jawab Zidan, suaranya pelan namun tegas. "Harzan hanya mencoba mengintimidasi kita. Selama kita tetap tenang, dia tidak akan punya bukti."Daren mengangguk sambil menggenggam tangannya yang penuh goresan akibat latihan hari itu. "Aku setuju. Kita hanya perlu bersatu. Kalau ada yang mulai curiga, kita saling melindungi."Namun, Elric tampak lebih gelisah. "Kalian tidak mengerti. Harzan bu

  • ALKEMIS TERAKHIR    88. Latihan Insentif

    Langkah kaki itu semakin dekat, menggema di lorong sempit yang diterangi obor di dinding. Zidan dan kelompoknya berdiri dalam formasi, napas mereka berat, tubuh masih lelah setelah melawan pengawal sebelumnya. "Berapa banyak lagi yang akan datang?" bisik Kyro dengan nada cemas. "Aku tidak tahu," jawab Zidan, matanya terpaku pada kegelapan di ujung lorong. "Tapi kita harus bertahan." Daren mencengkeram gagang pedangnya lebih erat, sementara Elric, meskipun masih terluka, menyiapkan panah di busurnya. "Jika kita tidak bisa melawan, kita harus menemukan cara lain untuk keluar dari sini," katanya dengan suara lirih. Dari balik bayangan, muncul tiga pengawal bersenjata lengkap. Tubuh mereka lebih besar dari pengawal sebelumnya, dan mereka tampak jauh lebih terlatih. Salah satu dari mereka, yang membawa kapak besar, melangkah maju dan menatap kelompok Zidan dengan mata tajam. "Jadi kalian yang membuat kekacauan di sini?" suaranya berat dan dingin. "Kalian tidak akan keluar hidup-h

  • ALKEMIS TERAKHIR    87. Jejak Kegelapan

    Suasana dalam ruang bawah tanah itu semakin tegang. Zidan, Elric, Kyro, dan Daren saling berbisik, berusaha menahan nafas mereka seiring dengan langkah kaki yang semakin mendekat. Mereka menyembunyikan diri dengan cermat, bersembunyi di balik rak-rak buku yang tinggi dan penuh debu. Langkah itu berhenti sejenak, dan keduanya bisa merasakan ketegangan yang mencekam. Tiba-tiba, suara langkah itu berhenti tepat di depan mereka. Salah satu sosok dari pengawal yang mereka kenali muncul, mengenakan jubah hitam dan wajahnya tersembunyi dalam bayang-bayang topinya. Mereka bisa merasakan aura kekuatan yang kuat mengalir dari sosok tersebut. “Kita harus tetap diam,” bisik Zidan dengan suara yang hampir tidak terdengar. Di antara mereka, Elric adalah yang paling gelisah. Matanya melirik ke arah tangga yang gelap, merasa khawatir jika lebih banyak lagi pengawal akan datang. Kyro yang biasa tenang juga tampak waspada, sementara Daren menggenggam pedangnya dengan erat. Mereka semua tahu, jika

  • ALKEMIS TERAKHIR    86. Rencana Baru

    Setelah pertarungan yang berat dan melarikan diri dari ancaman kabut serta penjaga gelap, Zidan dan kelompoknya akhirnya menyelesaikan misi mereka. Informasi yang mereka dapatkan tentang kekuatan gelap di Arzan kini menjadi senjata penting untuk langkah berikutnya. Namun, di balik kemenangan kecil itu, Zidan merasa beban baru menekan dirinya.Ia menatap teman-temannya yang kelelahan namun tetap berdiri teguh di bawah langit malam. Elric memegangi lengannya yang terluka, Kyro menyeka keringat dari dahinya, dan Daren hanya duduk terengah-engah di tanah sambil mengutuki nasib buruk mereka."Kita berhasil... untuk kali ini," gumam Zidan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada orang lain.Elric mendongak, meskipun wajahnya terlihat pucat, tatapannya tetap penuh dengan tekad. "Tapi kita tidak bisa berhenti di sini. Apa pun yang kita lihat dan alami di tempat itu hanyalah permulaan.""Benar," sahut Kyro sambil mengatur napas. "Tapi kita juga tahu, untuk melanjutkan ini, kita harus kemb

  • ALKEMIS TERAKHIR    85. Keberhasilan

    Sosok yang muncul dari kabut itu semakin mendekat, setiap langkahnya seakan mengguncang tanah. Dikenakan jubah hitam yang panjang, wajahnya tertutup bayang-bayang gelap, hanya sepasang mata merah yang tampak bersinar terang dalam kegelapan, seperti dua api yang membakar. Tubuhnya tinggi, lebih tinggi dari manusia biasa, dan aura yang memancar dari tubuhnya begitu kuat, seolah-olah mengundang kegelapan untuk mendekat."Siapa kau?" tanya Zidan dengan suara mantap, meskipun hatinya berdegup kencang. Dia tahu ini bukan lawan biasa. Ini bukan sekadar penjaga biasa dari rawa terlarang.Sosok itu tidak langsung menjawab. Hanya berdiri, menatap mereka dengan mata yang penuh kebencian. Seiring dengan langkahnya yang semakin dekat, tanah di bawah kakinya terasa bergetar, seakan-akan alam pun ikut merasakan kekuatan yang ia bawa."Raja Kegelapan," jawab suara serak dari dalam jubah itu. "Aku adalah penjaga terakhir dari tempat ini. Tidak ada yang boleh menginjakkan kaki di sini tanpa akibat.""P

  • ALKEMIS TERAKHIR    84. Rawa Kegelapan

    Zidan melompat ke samping untuk menghindari serangan makhluk berlendir itu. Gerakannya cepat, tetapi makhluk itu lebih gesit. Dengan tubuh yang licin, ia meluncur di atas permukaan air, seolah tidak terhalang oleh lumpur atau rintangan. "Daren, ke kiri! Kyro, bantu aku dari belakang!" Zidan berteriak, memberi perintah sambil menebaskan belatinya ke arah makhluk itu. Daren, yang awalnya terlihat panik, akhirnya mengangguk dan berlari ke sisi kiri, mencoba menyerang makhluk itu dari samping. Namun, serangan Daren meleset ketika makhluk itu melompat ke atas, membuat Kyro terkejut dan nyaris terjatuh ke dalam lumpur. "Elric! Gunakan panahmu sekarang!" Zidan berteriak lagi. Elric, yang sejak awal ragu untuk bertarung, dengan gemetar menarik busur panahnya. "Aku... aku tidak yakin bisa mengenai—" "TEMBAK!" Zidan memotong kalimatnya dengan nada mendesak. Panah pertama Elric terbang dengan bunyi peluit pelan, tetapi meleset, hanya menciptakan cipratan air di dekat makhluk itu. Pan

  • ALKEMIS TERAKHIR    83. Keluar Istana

    Zidan melangkah keluar dari pondok Kakek Suma dengan perasaan campur aduk. Pikirannya berputar-putar, memikirkan apa yang baru saja ia dengar. Tugas yang diembannya jelas sangat berbahaya, tetapi dia tahu bahwa dia tidak bisa melakukannya sendirian."Elric, Daren, Kyro... aku harus segera memberitahu mereka," gumamnya, mengencangkan jubahnya dan bergegas kembali ke markas mereka.Malam sudah semakin larut ketika Zidan tiba di tempat persembunyian mereka. Elric, Daren, dan Kyro sedang duduk melingkar, membicarakan rencana mereka selanjutnya. Saat Zidan masuk, mereka semua menoleh dengan wajah penuh rasa ingin tahu."Zidan! Kau ke mana saja? Kami mencarimu," kata Kyro, nada khawatir terdengar dalam suaranya.Zidan duduk bersama mereka, wajahnya serius. "Aku baru saja kembali dari bertemu dengan guruku, Kakek Suma. Ada hal yang sangat penting yang harus kita bicarakan."Daren, yang selalu penuh antusias, bersandar ke depan. "Apa itu? Apa ini tentang Harzan?"Zidan mengangguk. "Iya. Harza

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status