Zidan mengarahkan teman-temannya ke area yang lebih jauh dari penjagaan, tempat mereka bisa mengakses ruang arsip tanpa mudah terdeteksi. Jantung Zidan berdetak kencang, setiap langkahnya terasa seperti bom waktu. Ini adalah permainan hidup dan mati, dan mereka tahu bahwa satu kesalahan bisa mengakhiri segalanya."Pastikan kalian tetap tenang," bisik Zidan, memberi isyarat kepada Daren, Elric, dan Kyro untuk tetap berada di belakangnya. Mereka berempat bergerak dengan gesit, menunduk agar tidak terlihat dari luar. Seiring mereka mendekati pintu arsip, ketegangan semakin terasa.Zidan berhenti di depan pintu, matanya bergerak cepat mencari tahu apakah ada penjaga di dalam atau di sekitar ruangan. "Kalian tunggu di sini," bisiknya lagi. "Aku akan cek situasinya."Zidan bergerak ke samping pintu dan dengan hati-hati menyelinap ke dalam bayangan, mencoba untuk tetap tak terlihat. Ketika dia membuka sedikit pintu arsip, dia melihat penjaga yang sedang duduk menghadap meja di ujung ruangan.
Zee melangkah keluar dari pondok pelatihan dengan hati yang berat. Beban yang diletakkan Guru Kana di pundaknya terasa begitu besar. Pikiran tentang kutukan dan tanda gelap yang terus menghantuinya membuat langkahnya terasa semakin lambat. Di depan pondok, Neo berdiri menunggu, matanya memancarkan semangat. “Zee,” Neo memanggil, “Aku tahu ini tidak mudah, tapi kau harus percaya bahwa kau memiliki sesuatu yang luar biasa dalam dirimu. Tenaga dalam putih itu adalah anugerah, bahkan jika kau belum bisa mengendalikannya sekarang.”Zee menghela napas. “Kau selalu optimis, Neo. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya mengatasi kutukan ini. Rasanya seperti ada dua kekuatan di dalam diriku yang saling bertarung, dan aku hanya bisa melihat kegelapan yang menang.”Neo menepuk bahu Zee dengan lembut. “Mungkin kau perlu lebih mengenal dirimu sendiri. Kegelapan itu bukan sesuatu yang tak terkalahkan. Jika kau bisa menemukan sumber cahayamu, aku yakin kau bisa melawan kutukan itu.”Sore itu, Zee dan
Malam terasa panjang bagi Zidan. Ia duduk di ambang jendela, menatap bulan yang tergantung di langit gelap. Pikiran tentang Kakek Suma terus menghantuinya. Meski gurunya adalah salah satu alkemis terkuat yang ia kenal, tetap saja ada kekhawatiran dalam hatinya. Ia tahu kekuatan musuh yang mereka hadapi bukan main-main.“Zidan, kau tidak tidur?” suara Elric tiba-tiba memecah keheningan.Zidan menoleh, melihat Elric yang duduk di ranjangnya sambil memegang sisi rusuk yang masih terasa sakit akibat serangan sebelumnya.“Aku sedang berpikir,” jawab Zidan singkat.“Kau khawatir tentang Kakek Suma, kan?” tanya Elric.Zidan mengangguk. “Dia menyuruh kita pergi, tapi aku merasa seperti pengecut. Dia mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi kita.”Elric mendesah. “Aku mengerti perasaanmu. Tapi kita juga punya tanggung jawab. Kakek Suma percaya padamu, Zidan. Kau harus membuktikan bahwa kepercayaannya tidak salah.”Zidan terdiam, merenungkan kata-kata Elric. Dia tahu Elric benar, tapi tetap saj
Malam itu, setelah berhasil melarikan diri, Zidan dan teman-temannya kembali ke gudang tempat mereka biasa berdiskusi. Napas mereka masih tersengal-sengal, adrenalin belum sepenuhnya reda. Elric duduk dengan tangan di lutut, mencoba menenangkan dirinya.“Kita ketahuan,” kata Kyro, suaranya gemetar. “Bagaimana jika mereka melaporkan kita pada para pengawal? Ini bisa berakhir buruk!”“Kita tidak punya pilihan lain tadi,” jawab Zidan, mencoba menenangkan kelompoknya. “Tapi kita juga tidak bisa hanya bersembunyi. Harzan pasti sudah mengetahui bahwa seseorang menyusup ke ruangannya.”Daren memukul meja di depannya. “Kita harus segera bertindak! Kalau kita tunggu lebih lama, mereka bisa memperkuat penjagaan atau bahkan mempercepat ritualnya!”“Daren benar,” tambah Elric, meski sorot matanya menyiratkan kekhawatiran. “Tapi rencana apa yang bisa kita lakukan sekarang? Kita bahkan nyaris tertangkap.”Zidan berdiri, memandang teman-temannya dengan serius. “Kita tahu sekarang siapa musuh kita—Ha
Malam menjelang keberangkatan mereka terasa tegang. Zidan, Elric, Kyro, dan Daren mempersiapkan diri dengan perlengkapan yang telah mereka kumpulkan secara diam-diam selama beberapa hari terakhir. Mereka tahu ini bukan sekadar perjalanan biasa—ini adalah misi yang dapat menentukan nasib mereka, atau bahkan seluruh dunia.Zidan menggenggam sebuah peta kasar yang ia dapat dari Kakek Suma. Pegunungan barat tampak jauh, dan kuil kuno yang menjadi tujuan mereka tersembunyi di antara jurang-jurang terjal.“Aku harap kita tidak perlu menghadapi terlalu banyak penjaga di sana,” gumam Kyro sambil memeriksa busur panahnya.“Harapan itu bagus,” balas Daren dengan nada sarkastik, “tapi kita semua tahu Harzan pasti sudah memperkirakan ini. Mereka akan melindungi tempat itu dengan segala cara.”“Kalau begitu, kita harus bergerak cepat dan berhati-hati,” sela Zidan. “Kita tidak bisa membiarkan mereka menyelesaikan ritual itu.”Elric, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. “Dan bagaimana kalau
Di bawah langit malam yang penuh bintang, Zidan, Elric, Daren, dan Kyro duduk melingkar di dekat api unggun. Mereka masih bisa merasakan gemuruh tanah di bawah kaki mereka saat kuil itu runtuh. Tapi perasaan lega itu hanya sementara; ancaman Harzan masih menggantung di kepala mereka.“Kita berhasil menghancurkan rencana mereka di kuil itu,” ujar Kyro, suaranya lelah namun bersemangat. “Tapi apa yang dia lakukan dengan portal itu? Apa itu gerbang menuju tempat lain?”Elric menatap api unggun, tatapannya gelap. “Portal itu bukan sekadar tempat lain. Aku merasa Harzan memanggil sesuatu… sesuatu yang jauh lebih berbahaya.”Zidan mengangguk, wajahnya masih penuh kekhawatiran. “Aku pernah membaca tentang portal seperti itu. Dalam teks kuno yang pernah kuakses, disebutkan bahwa ada makhluk yang tersegel di dimensi lain. Harzan mungkin sedang mencoba memanggil mereka ke dunia ini.”Daren, yang selama ini lebih sering menjadi pendengar, akhirnya angkat bicara. “Kalau begitu, kita harus menemuk
Langit mulai memerah di ufuk timur, menandakan akhir dari malam yang panjang dan penuh ketegangan. Setelah kemenangan di desa Calyn, Zidan, Elric, Kyro, dan Daren kembali ke akademi dengan pikiran yang bercampur aduk. Meski mereka berhasil menghentikan rencana Harzan untuk sementara, perasaan bahwa bahaya yang lebih besar sedang menunggu tidak bisa mereka abaikan.Saat mereka mendekati gerbang akademi, suasana yang ganjil menyambut mereka. Para penjaga tampak lebih tegang dari biasanya, dan mata mereka yang tajam memantau setiap pergerakan. Bahkan udara terasa berat, seolah-olah ada sesuatu yang besar sedang terjadi.“Ada yang tidak beres,” bisik Daren sambil memperhatikan penjaga di menara.Zidan mengangguk, instingnya mengatakan hal yang sama. “Kita harus hati-hati. Jangan menunjukkan apa pun yang bisa membuat mereka curiga.”Mereka melangkah masuk dengan sikap biasa, mencoba menutupi kegelisahan yang mulai muncul di hati masing-masing.Setelah kembali ke asrama, mereka duduk bersam
Setelah berhasil meloloskan diri dari Vayron, Zidan dan teman-temannya berkumpul di sebuah gua kecil di pinggiran akademi. Tempat itu tersembunyi dan jauh dari jangkauan para pengawal, setidaknya untuk sementara waktu.Kyro menyalakan lentera kecil, sementara Daren sibuk memeriksa luka kecil di lengan Zidan. "Kau terluka. Kenapa tidak bilang?" protes Daren dengan nada khawatir."Aku baik-baik saja," jawab Zidan singkat, menarik tangannya. "Yang lebih penting adalah apa langkah kita berikutnya."Elric menatap Zidan dengan sorot mata penuh tanda tanya. “Zidan, kau perlu menjelaskan sesuatu. Kekuatanku mungkin tak sehebat dirimu, tapi aku tahu kau menyembunyikan sesuatu dariku. Dari kami.”Suasana mendadak sunyi. Kyro dan Daren menatap Zidan, menunggu jawaban.Zidan menghela napas dalam. Ia tahu bahwa kepercayaan mereka kini berada di ujung tanduk, dan ia tidak bisa lagi terus menghindar. "Baiklah," katanya akhirnya. "Kalian benar. Aku menyembunyikan sesuatu. Aku... seorang alkemis."Mat
Langit di atas Arzan membentang biru jernih, hanya dihiasi awan tipis yang melayang perlahan. Sinar matahari pagi memantulkan kilauan keemasan di atap istana yang megah, lambang dari pemerintahan baru yang kini membawa harapan bagi rakyatnya. Di bawah kepemimpinan Raja Zidan, kerajaan yang dahulu dilanda peperangan kini berdiri dengan kokoh, lebih kuat dan lebih makmur dari sebelumnya.Di pusat kota, pasar yang dulunya sepi kini kembali ramai. Pedagang-pedagang memenuhi jalanan dengan tenda dan lapak mereka, menawarkan hasil bumi yang melimpah, kain-kain sutra yang indah, dan barang-barang berharga dari berbagai wilayah. Anak-anak berlarian dengan riang, suara tawa mereka menggema di antara bangunan-bangunan yang telah dipugar. Tidak ada lagi ketakutan di mata mereka, tidak ada lagi bayangan peperangan yang menghantui.Di depan istana, Zidan berdiri tegak di atas balkon, memandang ke arah rakyatnya dengan mata penuh kebanggaan. Ia mengenakan jubah kebesaran berwarna biru tua dengan su
Setelah melalui perjalanan panjang penuh darah dan pengorbanan, Zidan akhirnya berdiri di puncak kekuasaan. Dia tidak mendambakan tahta, tetapi takdir membawanya ke posisi itu. Sebagai pemimpin baru kerajaan Arzan, dia memikul beban yang lebih besar daripada yang pernah ia bayangkan.Hari-hari setelah kemenangan besar itu dipenuhi dengan pertemuan, keputusan, dan perubahan yang drastis. Zidan menyadari bahwa kerajaan yang baru harus dibangun dengan fondasi yang kokoh, bukan hanya dengan kekuatan alkemis, tetapi juga dengan keadilan dan kebijaksanaan yang benar-benar mengutamakan rakyat.Rakyat Arzan, yang dulu hidup dalam bayang-bayang ketakutan, kini mengangkat kepalanya. Di jalanan dan pasar, mereka menyebutnya dengan penuh hormat: Raja Zidan, meski ia lebih suka dianggap sebagai pelayan rakyat.Zidan berjalan menyusuri jalan-jalan kota Arzan, ditemani oleh beberapa pengawal dan anggota dewan penasihat. Di setiap sudut, warga menyapanya dengan hormat. Para ped
Zidan berdiri di tengah reruntuhan istana Arzan, menatap medan pertempuran yang kini mulai mereda. Udara masih dipenuhi debu, bau darah dan mesiu bercampur dengan angin malam yang dingin."Kyro, cari yang terluka dan kumpulkan mereka di pusat kota!" perintah Zidan, suaranya penuh kewibawaan meski kelelahan jelas terasa.Kyro mengangguk dan segera bergerak, bersama beberapa alkemis lain yang masih mampu berdiri."Asmar, periksa reruntuhan. Ada kemungkinan beberapa orang masih terjebak di bawah sana," lanjutnya.Asmar tanpa ragu mulai menggambar lingkaran alkemis di tanah. Dengan kekuatan alkeminya, batu-batu besar perlahan bergerak, membuka jalur bagi mereka yang mungkin masih hidup di bawah puing-puing.Di sisi lain, Kakek Suma memimpin pasukan alkemis yang tersisa, menahan sisa-sisa pengawal kerajaan yang menyerah. "Mereka yang menyerah, ikat dan kumpulkan. Kita akan menentukan nasib mereka nanti," katanya tegas.Zidan berjalan ke tengah kota yang porak-poranda. Beberapa warga sipil
Zidan menggenggam pedangnya erat, tubuhnya dipenuhi luka, tapi semangatnya tidak padam. Energi biru yang mengelilinginya berkobar semakin kuat, berdenyut seperti jantung yang penuh amarah.Makhluk bayangan itu menatapnya dengan tatapan kosong, sebelum akhirnya mengangkat tangannya. Kabut hitam di sekelilingnya berputar seperti badai, membentuk tombak kegelapan raksasa."MATI!" raung makhluk itu, melemparkan tombak tersebut ke arah Zidan dengan kecepatan kilat.BOOM!Zidan melompat ke samping tepat sebelum tombak itu menghantam lantai, menciptakan kawah besar dan meruntuhkan sebagian dinding perpustakaan. Batu dan pecahan kayu beterbangan, menyelimuti medan pertempuran dengan debu tebal.Dari dalam kabut, makhluk itu melesat ke arah Zidan dengan kecepatan tak kasat mata!CLANG!Pedang Zidan bertemu dengan cakar hitam makhluk itu, menciptakan percikan energi yang menyilaukan. Tubuh Zidan terdorong ke belakang oleh kekuatan luar biasa, tapi dia tetap bertahan."Asmar! Beri dia dukungan!"
Zidan mengatur napasnya, darah mengalir dari luka di pelipisnya. Ia dan kelompoknya telah terpojok di dalam Perpustakaan Terlarang, dikelilingi oleh Zarif, Jenderal Morvath, dan pasukan kekaisaran. "Dinding mulai runtuh," bisik Kyro. "Kita tak bisa bertahan lama di sini." Asmar menekan luka di bahunya, matanya tajam mengamati Morvath. "Jadi ini rencana Kaisar? Menghapus seluruh jejak sejarah alkemis?" Morvath menyeringai. "Sejarah tidak lebih dari beban bagi yang lemah. Kaisar menginginkan kekuatan sejati." Zarif melangkah maju. "Tak perlu banyak bicara. Kita akhiri mereka sekarang." Zidan tidak menunggu. Dengan gerakan cepat, ia menjejak tanah, menciptakan gelombang energi yang menghantam lantai. Batu-batu berhamburan, menciptakan kabut debu yang menghalangi pandangan. "SEKARANG!" teriaknya. Kyro melemparkan bom asap, mempertebal kabut. Dalam kekacauan itu, Zidan berlari ke arah Morvath, mengayunkan pedangnya dengan sekuat tenaga. Tebasan itu hampir mengenai Morvath
Ruangan masih dipenuhi asap akibat ledakan. Zidan mengatur napasnya, matanya tetap waspada mengawasi tubuh Zarif yang tergeletak tak berdaya di lantai. Namun, ia tahu bahwa kemenangan ini hanya permulaan dari pertarungan yang lebih besar. "Asmar, kita harus pergi sekarang," ucap Zidan tegas. Asmar mengangguk. "Terowongan ini tidak akan bertahan lama. Kita harus menuju ke bagian terdalam istana sebelum pasukan lain datang." Mereka bergerak cepat melalui lorong bawah tanah, langkah mereka tergesa-gesa namun tetap berhati-hati. Zidan merasakan atmosfer yang semakin mencekam—seperti ada sesuatu yang mengawasi mereka dari kegelapan. Saat mereka mencapai persimpangan lorong, suara langkah kaki mendekat dengan cepat. Zidan memberi isyarat agar semua berhenti. Dari kejauhan, terlihat sekelompok pengawal istana yang membawa obor, menerangi lorong yang remang. "Tidak ada jalan mundur," bisik Kyro, menggenggam belatinya erat. "Tidak," Zidan menggeleng. "Kita akan membuat mereka kehil
Dengan Asmar kini berada di sisi mereka, ketegangan semakin memuncak. Zidan tahu bahwa mereka sudah berada di ujung jurang—hanya dengan pergerakan cepat dan strategi yang cermat mereka bisa selamat. Namun, tantangan yang dihadapi tidak hanya fisik, tetapi juga banyak rahasia yang harus diungkap.Setelah mendiskusikan rencana mereka dengan Asmar, Zidan merasa seluruh beban tanggung jawab terletak di pundaknya. Kerajaan yang sudah begitu kuat dan pengkhianatan yang terjalin rapat membuat setiap langkah yang mereka ambil berpotensi menjadi jalan menuju kehancuran.Asmar mengisyaratkan agar mereka bergerak lebih cepat. "Pintu belakang sudah pasti telah dibuka. Kerajaan tidak akan lama lagi menyadari kita telah memasuki ruang bawah tanah ini. Kita harus menuju pusat kekuatan mereka—dan menemukan cara untuk menghentikan pertempuran alkemis yang telah mereka rencanakan."Zidan mengangguk dan dengan sigap memimpin kelompok menuju jalur yang lebih sempit dan
Baik! Saya akan melanjutkan cerita dengan lebih banyak ketegangan dan intrik. Berikut kelanjutannya:Zidan mengatur napasnya dengan hati-hati saat ia dan teman-temannya bersembunyi di balik bayangan dinding benteng Arzan. Mereka tahu bahwa setiap gerakan ceroboh bisa menarik perhatian pengawal yang berjaga ketat. Elric melirik ke arah Zidan, matanya penuh tanda tanya."Apa rencanamu sekarang?" bisik Elric.Zidan menghela napas, berpikir cepat. "Kita harus menciptakan gangguan. Jika kita hanya menunggu, kita akan terjebak di sini selamanya."Kyro mengangguk, matanya berbinar penuh keberanian. "Aku bisa membuat suara ledakan kecil dengan batu api dan bubuk mesiu yang kubawa. Itu bisa mengalihkan perhatian mereka cukup lama."Daren tersenyum tipis. "Baiklah, begitu mereka terpancing, kita harus bergerak cepat. Tapi bagaimana kita tahu jalur mana yang paling aman?"Zidan merogoh saku jubahnya dan mengeluarkan secarik kertas peta yang ia dapatkan dari seorang informan sebelumnya. "Ada jalu
Zidan melangkah dengan hati-hati, matanya menyapu sekeliling lorong gelap yang dipenuhi bayangan. Nafasnya ditahan, mendengar langkah-langkah kaki yang mendekat. Ia merapat ke dinding, menunggu hingga suara itu menjauh sebelum melanjutkan perjalanan. Harzan telah mencurigainya, dan setiap gerak-geriknya kini dalam pengawasan. Namun, ia tak bisa mundur sekarang.Setelah bertemu Kakek Suma dan mendapatkan petunjuk penting, ia tahu bahwa keberadaannya di Akademi Arzan bukan sekadar kebetulan. Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, sesuatu yang melibatkan kekuatan tersembunyi yang bisa mengancam keseimbangan kekaisaran. Namun, sebelum ia bisa bertindak, ia harus memastikan keselamatan Daren, Kyro, dan Elric. Mereka bertiga mungkin belum tahu sepenuhnya bahaya yang mengintai, tetapi mereka adalah orang-orang yang bisa ia percayai.Di dalam kamar mereka, keheningan menggantung saat Zidan menceritakan apa yang ia ketahui. Daren duduk dengan ekspresi serius, sementara Kyro berkacak ping