Beranda / Romansa / AKU SANG ISTRI BOSS / Perubahan Ibu Cinta

Share

Perubahan Ibu Cinta

Penulis: Ara Hakim
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-10 13:00:22

"Cinta?" wanita itu menatapku lekat-lekat, dari ujung kepala ke kaki.

"Iya, Bu?" jawabku mengulurkan tangan untuk menyalaminya. Namun tangannya tetap di dada.

"Itu lekaki kampungan, siapa?"

Aku menoleh ke belakang. Mas Rama dibilang lelaki kampungan?

Setelah lima tahun berpisah dengan Bapak karena satu kejadia, kami memang tidak bertemu. Ibu sengaja tidak mau menemuiku, mungkin karena aku adalah satu-satunya anak yang memilih ikut Bapak. Namun apa harus sampai segitunya?

"Aku datang untuk menemui Ibu."

"Cih!" desis wanita bernama Sarah itu sambil membuang pandang dan mengangkat bibir sebelah.

"Bu?"

"Sudah Ibu bilang, kamu pasti hidup sulit kalau ikut bapakmu yang miskin itu. Sampai sekarang kamu pasti tetap kesulitan, 'kan? Ibu dengar kamu kuliah dengan beasiswa."

"Memangnya kenapa kalau Cinta hidup susah, Bu?"

"Kamu nggak ngerti juga. Hidup itu butuh kebahagiaan. Dan salah satu yang dapat membeli kebahagiaan adalah uang, kesejahteraan, kekayaan!"

"Uang tidak bisa membeli kebahagiaan, Bu." Aku melirik Mas Rama. Kata-kata "uang tak dapat membeli kebahagiaan" itu adalah darinya, orang kaya yang sekarang jadi suamiku.

"Ibu sudah buktikan sama kamu kalau uang bisa membeli kebahagiaan! lihat ini!" Ibu merentangkan tangannya, "rumah bagus, kendaraan roda empat, perhiasan." Ibu menunjukkan gelang dan cincin yang menempel di tangannya itu.

Padahal kalau ditelisik, rumah yang Ibu bilang bagus ini belum sebanding dengan salah satu rumah Mas Rama. Kendaraan roda empat yang terparkir di rumah itu juga tak sebagus mobil di rumah Mas Rama yang biasa dipakai untuk mengantar asisten rumah tangga kami, saat pergi ke pasar.

"Bu, yang penting kami bahagia." Mas Rama ikut nimbrung.

"Kamu siapa?" Ibu memicing.

"Saya suaminya Lov."

"Hah?" Ibu terkejut.

"Mas, kok ngaku miskin sih?" bisikku ke telinga Mas Rama.

"Biarin aja, jangan bilang dulu kalau aku banyak uang. Nanti Ibu kamu ini malah ngutang,” bisiknya. Aku langsung menginjak kaki Mas Rama.

"Au, sakit." Dia memekik.

"Eh, kenalin, ini Mas Rama, nama lengkapnya Pano ..."

Giliran Mas Rama yang menginjak kakiku, "Au, sakit Mas."

"Lengkapnya Ramadhan, Bu." Mas Rama mengulurkan tangan pada Ibu, dan Ibu pun tak menjabat tangan Mas Rama.

"Ramadhan, Cinta, wah, namanya serasi ya, Ramadhan Cinta. Sesuai dengan bulan ini." Rindu berkomentar.

Ibu masih menatap sinis.

"Cinta, ngapain kamu nikah sama pria miskin kayak dia? Apa kamu nggak belajar dari Ibu yang menderita saat nikah dengan Bapak kamu itu!"

Mas Rama, dibilang miskin?

"Mas Rama itu nggak mis-"

Mas Rama mencubit pinggangku.

"Mas?" bisikku lagi.

"Hampir aja kamu keceplosan, Lov."

"Iya-iya, Mas."

"Bu, saya memang bukan orang kaya. Harta benda saya semuanya adalah milik Allah, dan akan kembali kepada Allah. Tapi saya bersyukur dengan apa yang saya punya."

"Halah, sok bijak!"

"Udah dong, Bu, ajak Mbak Cinta sama suaminya masuk dulu," pinta Rindu.

"Ya udah, ayo masuk!" Ibu masih ketus.

Kami pun beranjak masuk dan Rindu mempersilakan duduk di sofa. Ibu masih seperti mengawasi kami. Kakinya disilangkan dan tangan masih mendekap di dada.

"Kerja kamu apa?" tanya Ibu pada Mas Rama.

"Emmm, saya sekarang ngajar, Bu." Mas Rama memang sering diminta mengajar di beberapa kampus. Ia juga punya jadwal memotivasi anak-anak yatim di Rumah Asuh Santri Al-Mahabbah milik Mas Zaky.

"Oh, PNS?"

Mas Rama menggeleng pelan.

"Guru honor ternyata. Gimana mau cukupin hidupnya Cinta. Apalagi beliin perhiasan kayak gini." Ibu memamerkan tangannya yang penuh dengan perhiasan berkilau itu.

"Kamu emang gak punya uang ya, sampai kesini jalan kaki, nggak bawa apa-apa lagi, oleh-oleh pun nggak?"

"Mobil ka-" Aku hendak menjawab tapi Mas Rama langsung menyenggol kakiku dengan kakinya, memberi kode.

"Saya lebih suka jalan kaki ketimbang naik mobil, Bu." Mas Rama jujur. Jawabannya bukan 'kami tidak punya mobil' tapi lebih suka jalan kaki, dan itu memang benar.

"Bilang aja nggak punya ongkos!"

"Hehe." Mas Rama terkekeh.

"Atau jangan-jangan, kalian kesini mau pinjem duit, ya?"

Aku menghela napas. "Kami bukan mau pinjam uang, Bu. Kami hanya bersilaturahim, sekaligus mengabari kalau kami sudah menikah bulan lalu."

"Menikah kok diam-diam. Oh, Ibu tahu, kalian nggak ada biaya mau buat pesta?"

"Nanti kami pestakan, Bu."

"Hmm. Maaf, saya tidak bisa bantu dana untuk pesta kalian." Ibu berdiri lalu beranjak ke belakang.

Sementara Rindu yang tadi ke belakang menghampiri kami.

"Mbak nginap sini?"

"Mungkin enggak, Rin."

"Aduh, kan Mbak belum ketemu Mbak Kasih sama Mas Bagus."

Loviana Kasih dan Bagus Hati adalah nama kakakku. Kasih adalah saudari kembarku yang lahir beberapa menit sebelum aku.

"Mbak Kasih sama Mas Bagus kapan pulang?" tanyaku.

"Nanti agak sorean mungkin, Mbak."

"Hm. Padahal Mbak kangen juga sama mereka, tapi kalau Mas Bagus pernah ketemu di acara kampus tahun lalu. Waktu itu Mas Bagus pematerinya, keren lah, sudah jadi pebisnis muda."

"Iya, Mbak, bisnisnya lumayan lho Mas Bagus itu. Sekarang aja Mas Bagus udah bangun rumah sendiri, siap-siap untuk istrinya nanti. katanya. Oiya, kalau Mbak Kasih, dua hari lagi tunangan loh, Mbak. Calonnya juga orang sukses nampaknya. Karyawan di perusahaan mana gitu."

"Perusahaan mana?" tanya Mas Rama penasaran. Mas Rama kenal banyak pemilik perusahaan, mungkin saja calon suami Kasih itu kerja di salah satu perusahaan teman Mas Rama.

"Kalau nggak salah, calonnya Mbak Kasih itu manajer keuangan di Aurora Corporation."

"Oh," tukas Mas Rama pelan. Jelas saja Mas Rama tahu Aurora Corporation, wong itu salah satu perusahaannya yang menggunakan nama adiknya kok, Aurora Tara.

"Perusahaannya Aurora rupanya, Mas," bisikku.

"Itu perusahaanku, hanya pakai nama Aurora dan kebetulan manajernya juga Aurora. Yah nanti memang mau kuberi aja ke Aurora separuh sahamku disitu biar dia semangat."

"Oh, jadi cowoknya kembaranku ini kerja di perusahaan kamu, Mas. Seru nih, Mas." Aku menyikut tangan Mas Rama.

"Kok seru?"

"Nanti kamu juga tahu."

"Ish, sama suami rahasiaan gitu." Mas Rama mencubit lenganku.

"Apaan sih, Mas!"

"Mbak, Mas, kelihatan banget pengantin barunya, segitu mesranya." Rindu senyum-senyum melihat tingkah kami.

"Begitulah, Rin. Oiya, kalau Mbak Kasih kerja dimana?" lanjutku.

"Mbak Kasih jadi asisten manajer di bank."

"Wah, sukses semua ya saudara Mbak."

"Eh, Mbak Cinta sendiri kerja dimana?"

"Mbak cuma bantu-bantu suami sambil rampungin kuliah." Ya. Maksudku bantu-bantu suami adalah membantu Mas Rama menjalankan beberapa perusahannya.

"Apa?" Ibu di ruang sebelah nyeletuk, "kamu jadi pembantu, Cinta? Kamu memang mengikuti jejak Bapakmu itu ya Cin, jadi babu?!"

Bab terkait

  • AKU SANG ISTRI BOSS   Si Tukang Pamer dibalas Kontan

    Entah mengapa mendengar perkataan Ibu itu hatiku terasa sakit. Meski pun Bapak hanya orang miskin, tidak punya banyak harta, bahkan menjadi tukang kebun dan pembantu di rumah Mas Rama, Bapak tidak pernah meninggalkan Ibu. Bapak adalah refleksi dari lelaki yang setia pada cintanya, bukan seperti Ibu yang silau dengan lelaki lain karena melihat hartanya."Memang kalian itu keluarga babu, Cin, jangan-jangan suamimu ini juga babu, ya?" ejek Ibu dengan suara keras.Aku beranjak hendak menghampiri Ibu. Namun tangan Mas Rama mencengkeram lenganku dan ia menggeleng dengan tatapan serius."Jangan," pintanya. Aku menatap lekat-lekat wajah suamiku itu. Guratnya bukan main-main. Kalau ia sudah memasang ekspresi demikian, aku tak berani menentangnya. "Tenangkan dirimu, Lov.""Tapi, Mas ....""Akan ada waktunya, jangan sekarang. Sekarang kita hanya perlu meminta restu izin atas pernikahan kita pada ibumu, Lov. Masalah status

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-10
  • AKU SANG ISTRI BOSS   Kecurigaan Robert

    Mas Rama malah mencubit pipiku. "Habis kamu makin cantik kalau pakai jilbab pink gini.""Ini punya Rindu, pinjem.""Kalau gitu besok harus beli yang warna gini. Eh tapi ingat, kalau beli pakaian baru, harus ada pakaian lama yang disedekahkan ke orang lain. Nanti bisa Mas kasih ke santri Al-Mahabbah.""Kalau disuruh beli baju aku ya nggak mau, Mas.""Nggak mau?""Nggak mau nolak maksudnya.""Dasar." Mas Rama mengetuk keningku dengan dua jari."Eh, kamu kok kayak bau micin gini sih?" Mas Rama memasang ekspresi mengendus."Iya 'kan barusan bantuin Rindu masak.""Bukan itu.""Terus maksudnya apa?""Micintaimu selalu." Mas Rama nyengir."Diiih, Mas." Aku menahan senyum. Mas Rama terkekeh."Eh Mas, ada hal penting yang ingin kubicarakan. Mengenai perusahaan." Aku bermaksud memberi tahu soal perkataan Rindu tadi.Mas Rama mengernyit. "Sebaiknya kamu nggak usah ikut-ikutan dulu soal perusahaan ya. Aku khawatir ada kejadian seperti tadi pagi lagi. Lebih baik kamu fokus nyelesaikan kuliah aja."

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-27
  • AKU SANG ISTRI BOSS   Maafkan

    Karena itu di depan Kasih aku ingin sekali menunjukkan bahwa aku sudah menikah dan suamiku itu bukan orang biasa. Ingin rasanya kutunjukkan, kalau aku menikahi majikan Bapak yang kaya raya hingga hartanya bisa menghidupi sampai keturunan ke delapan. Aku ingin sombong. Karena kali ini, dalam hal terpenting dalam kehidupan, untuk pertama kalinya, ia kalah dariku."Oh, ini suamimu?" Kasih memandang Mas Rama dengan ekspresi meremehkan. Entah kenapa ingin aku ungkap siapa sebenarnya Mas Rama agar pandangan remeh Kasih itu berubah jadi sesal.Mas Rama mengangguk pelan, dengan senyuman tipis."Iya," jawabku pendek. Tangan kananku menggamit lengan Mas Rama."Kamu benar-benar nggak belajar dari kesalahan Ibu, ya?" Bibir Kasih terangkat sebelah."Maksud kamu?""Cukuplah Ibu yang pernah menderita karena menikahi pria miskin!" Kalimat itu terlontar dengan nada menghina.Dadaku bergemuruh. Barangkali karena kami kembar, dan sejak dulu ia selalu menang dariku, dan ada sejentik dendam dalam hatiku i

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30
  • AKU SANG ISTRI BOSS   Cepatlah Menikah

    Tara kemudian menjelaskan soal Rinaldi cukup detail. Mas Rama hanya mengangguk mendengar penjelasan Tara, sesekali juga balik bertanya."Mas mau kamu selidiki dia ya, coba cari hubungannya dengan lelaki yang bekerja di kantor gubernur, bernama Robert, bisa?""Emangnya ada apa sih, Mas?""Nanti Mas cerita kalau ketemu, ini penting. Kamu harus selidiki, dengar kata Mas ...." Mas Rama memberi perintah pada Tara untuk melakukan penyelidikan mendetail."Nanti Tara coba, Mas." Tara mengangguk kepada Rama."Bagus, adik Mas pasti bisa lah. Buat apa kamu Mas kirim ke Leads University di Inggris jurusan investigasi keuangan kalau nggak bisa dapat informasi gitu aja.""Iya, Mas. Jangan galak-galak sama adik sendiri.""Kamu itu ya, kalau Mas tegas sedikit aja bilangnya Mas galak.""Soalnya sama aku Mas 'kan kejam, aku pacaran aja nggak boleh, eh sama Mbak Cinta Mas malah romantisan terus.""Beda lah, Tara. Kalau kamu mau romantisan juga, ya cepat nikah.""Udah dulu Mas, ini buka keluar sama Mam

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30
  • AKU SANG ISTRI BOSS   Bisik-bisik

    Azan pun berkumandang. Semua orang mengangkat minuman masing-masing dan mrmbatalkan puasa. Aku tak ada mood lagi untuk meneruskan makan kudapan. Hanya seteguk air putih saja.Sedetik kemudian ponsel Mas Rama berdering. Mas Rama refleks mengambil ponsel mahal berlogo apel kroak itu dari saku. Tampak di belakang ponsel itu ada empat kamera, dan logo apel itu berwarna emas yang artinya itu edisi khusus limited yang hanya diproduksi satu di tiap negara. Artinya, tipe ponsel Mas Rama itu hanya satu-satunya yang ada di Indonesia.Mata Ibu langsung melebar saat melihat ponsel Mas Rama. Kasih, Mas Bagus, Rinaldi dan Mira juga mengernyit keheranan. Robert melirik dengan pandangan aneh. Hayo, mau komentar apa kalian."Rindu," kataku memecah lamunan, "awas jangan menganga lama-lama gitu. Ntar masuk lalat mulutnya loh." sindirku. Padahal Rindu tak menganga sama sekali. "Saya pamit terima telepon dulu, Bu, Pak," izin Mas Rama seraya mengangguk s

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-31
  • AKU SANG ISTRI BOSS   11. Tuduhan Rinaldi

    "Kalau gitu disengat lebah aja lagi, biar ketemu bidadari lagi.""Dih, jangan dong!" Mas Rama memegangi pipi dengan dua tangannya. Waktu itu memang pipinya itu bengkak bak balon karna disengat beberapa lebah penyengat.Setelah kami selesai membereskan makanan dan mencuci piring, kami bersiap-siap pergi ke mushola untuk salat isya dan tarawih berjama'ah. Aku meminjam baju rindu dan Mas Rama kupinjamkan baju Mas Bagus.Ketika kami melewati ruang tamu hendak keluar rumah, tiba-tiba Rinaldi, pacar Kasih, menyeru pada Mas Rama."Hei Rama! Ternyata kamu juga suka main proyek gelap ya?" katanya sambil menurunkan kaki yang tadi disilangkan."Maksudnya?" dahi Mas Rama berkerut. Langkah kami terhenti."Kalau nggak kok bisa kamu beli ponsel mahal seperti itu yang harganya bisa lima puluh jutaan?""Maksud Mas Rinaldi apa ya?" tanya Mas Rama sambil agak menyipitkan mata."Itu uang mana yang kamu embat?""Saya InsyaAllah tidak pernah mengambil hak siapapun, kok.""Jangan sok polos kamu, Rama. Aku t

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-01
  • AKU SANG ISTRI BOSS   12. Jangan Ketahuan Dulu

    Bab 12 Jangan Ketahuan DuluMas Rama dan aku sudah janjian dengan Pak Ali untuk berkunjung dan berbincang-bincang dengannya esok. Besar harapan kami untuk dapat menggali informasi soal Robert, yang berkemungkinan ada hubungannya dengan masalah perusahaan Rama Corps.Setelah shalat tarawih malam itu, kami kembali ke rumah Ibu tepat pukul 21.00. Rindu berbaik hati meminjamkan kamarnya untukku dan Mas Rama, sementara ia mengungsi ke kamar Kasih. Tentu saja Kasih menggerutu panjang kali lebar. "Aku kok jadi takut ya, Mas." Aku menyandar ke punggung Mas Rama yang duduk di ranjang sambil memainkan ponsel."Takut kenapa?" Mas Rama meletakkan ponselnya."Kalau Pak Robert tahu kamu pemilik Rama Corps, gimana?""Jangan sampai tahu dulu.""Tapi lama-lama pasti tahu.""Setidaknya saat itu tiba, kita udah siap-siap.""Kalau Ibu dan Kasih tahu kalau kamu itu kaya, gimana ya ekspresi mereka?""Kalau itu entah ya, nggak penting juga mereka tahu aku kaya atau nggaknya nanti. Yang penting, kita bongka

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-01
  • AKU SANG ISTRI BOSS   13. Mengerjai Ibu

    Bab 13 Mengerjai IbuKami diam, hanya saling tatap sambil meletakkan telunjuk ke bibir. Tawa kutahan."Rindu, makanan sahur mana?!"Aku membungkam mulutku sendiri."Udah mau insyaf ini, belum sahuur.""Imsak kali, bukan insyaf," gumamku pelan.Memang seharusnya Ibu insyaf dulu sebelum waktu imsak datang.Sebenarnya, makanan untuk sahur sudah ada di dalam kulkas, tinggal menghangatkan saja. Ibu saja yang teramat malas hingga tak kepikiran untuk membuka kulkas. Semuanya mengandalkan tenaga Rindu. Ah, katanya orang kaya, tapi kenapa nggak ambil pembantu aja sih. Malah anak sendiri dijadikan babu."Rinduuu, Cinta!" pekik Ibu seperti frustasi.Rindu mau beranjak dan hampir menyahut. Namun aku segera menahan tangannya dan menggeleng cepat ia agar tetap diam di tempat. Mas Rama ikut cekikikan. Kadang Mas Rama juga bisa diajak bercanda sesekali. Bahkan memang sering jahil juga.Jam setengah lima dan 9 menit lagi imsak. Saatnya keluar kamar. Ibu, Kasih dan Mas Bagus duduk di meja makan dengan

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-02

Bab terbaru

  • AKU SANG ISTRI BOSS   108. Mencari Reno

    PEMUKIMAN itu rata dengan tanah. Yang tersisa hanya puing-puing yang terlanjur menjadi arang dan abu. Asap masih mengepul di beberapa bagian pagi itu. Katanya, kebakaran dimulai sejak semalam hingga pagi ini baru bisa dipadamkan.Lima belas unit mobil pemadam kebakaran tak cukup, dikerahkan lagi tujuh bantuan pemadam. Itu pun petugas dibantu warga masih kewalahan dalam bertarung dengan si jago merah. Susahnya akses masuk mobil jadi sebab utama. Pun rumah yang berdempetan membuat api tertawa ria mengejek dari jauh, membesar sesuka hati.Aku terpaku saat turun dari mobil.“Rumahnya, ludes.” Ruki bergumam.Aku hanya menggeleng pelan, tak dapat mengucap sepatah kata pun. Mas Rama pun hanya terdiam, menatap sendu.Nun di sebelah sana, ratusan pasang mata hanya dapat menyaksikan rumah mereka dilalap api. Pasrah tak dapat menyelamatkannya. Barangkali hanya satu-dua barang yang bisa diamankan, termasuk baju yang terpakai di badan.Tak banyak yang dapat disaksikan selain isak tangis dari ibu-

  • AKU SANG ISTRI BOSS   107. Kebakaran

    “TOTAL biaya tanggungan utang warga kampung Tanjung Kawan sebesar 1,7 milyar, Pak. Terlalu besar untuk dana CSR, atau mungkin kalau Bapak sendiri yang ingin membiayai dulu.” Rendra menyerahkan hitungan utang pemukiman yang berbentuk sebundel laporan itu.“Terlalu besar, Mas.” Tara menimpali.“Tapi gimana, Ra? Kasihan mereka.”“Yah, memang sebenarnya bukan tanggung jawab kita. Itu murni kesalahan mereka sendiri yang sudah berani berutang. Tapi, aku tahu kalau Mbak Cinta sudah niat bergerak ya mau gimana lagi. Aku siap support aja.”Siang itu kami kaman bersama di sebuah café tak jauh dari Aurora Corporation. Bosan makan di dapur umum kantor, kami ingin mencari suasana baru. Café bernuansa alam di jalan Ahmad Yani itu tak terlalu ramai, masih nyaman untuk dikunjungi.Mas Rama masih berpikir. “Mungkin kalau semua CSR dari perusahaan client dikumpulkan, bisa membantu setidaknya.”“CSR perusahan client?” tanyaku tertarik.“Eh, Sayang, makan dulu pastanya. Kamu lagi hamil nanti calon bayiny

  • AKU SANG ISTRI BOSS   106. Ancaman Para Debt Collector

    “PAK Rama jemput?” tanya Fresha di dalam mobil. Hari sudah mulai sore. Aku dan Mas Rama berjanji untuk bertemu di suatu tempat dan kami akan menuju dokter kandungan. Dokter Meity.“Iya. Sebentar lagi sampai.” Aku sibuk memainkan ponsel, tak menatap pada Fresha.Sudah lima menit aku menuggu Mas Rama di tempat yang disepakati. Pukul 16.05 di arlojiku.Lima menit kemudian, sebuah mobil Mercedes hitam sampai di tempat itu. Melihat mobil Mas Rama itu aku berpamitan pada Fresha dan Dennis. Mas Rama membukakan pintu mobil seperti biasa.“Telat sepuluh menit. Eh, sebelas.” Aku menatap arloji.Mas Rama malah mencubit pipiku dan menariknya.“Auu.”“Shalat ashar dulu, Sayang.”“Iya. Cepetan ke praktek Bunda Meity.”Mas Rama tancap gas. Di perjalanan ia memandangiku dengan tatapan aneh. Alisnya sering terangkat dua kali seperti menggoda. Tapi aku tak tahu maksudnya apa. Entahlah, lelaki kadang memang tak dapat dimengerti. Makhluk aneh.“Jadi mual dan muntah tadi?”“Hmm.”“Kenapa?” Mas Rama malah

  • AKU SANG ISTRI BOSS   105. Mendadak Tegang

    SUASANA rumah Bejo mendadak tegang ketika aku mulai tak senang dengan aturan yang ia terapkan semena-mena. Betapa tidak, utang yang awalnya hanya lima juta meranak-pinak jadi 10 juta dalam tiga bulan.Bukan hanya itu, utang itu pun mengganda ketika yang membayar bukan orang yang bersangkutan.“Ini buktinya. Silakan periksa saja. Semua jelas tertulis di perjanjian utang-piutang itu.” Bejo tersenyum mnyeringai. Bibirnya terangkat sebelah tanda ia merasa menang telak.Kuraih kertas yang Bejo letakkan di atas meja. Nama Marsudi tertera sebagai salah satu pihak penanda tangan kontrak. Kubaca lekat-lekat agar tiada satu kata pun terlewat. Sampai ujung tanda-tangannya kubaca, perkataan Bejo ternyata memang benar adanya. Perjanjian itu ditandatangani di atas materai. Kubaca dengan seksama tiap kata dan kupahami maksudnya betul-betul. Tapi mungkin Fresha sebagai sekretaris lebih paham apa isinya. Maka kusodorkan padanya.Fresha meneliti surat perjanjian itu beberapa detik.“Benar, Bu Cinta. Di

  • AKU SANG ISTRI BOSS   104. Aku Mau Mandiri

    “Kali ini biarkan aku mengurus ini, Mas. Aku nggak mau terus-terusan bergantung sama kamu. Aku mau mandiri.”Mas Rama malah berdecak kesal. “Kamu mau hadapin si Joko itu sendiri?”“Kana da Dennis, Setya, Anzu sama Rizal yang aku bawa. Kalau keamanan kamu gak usah khawatir. Kamu fokus aja sama kerjaan. Lagian perusahaan ‘kan lagi berkembang sekarang. Kasihan kamunya kalau pecah fokus.”“Yah mau gimana lagi.”“Boleh Mas ya?”“Boleh,” jawab Mas Rama pelan. “Proposal untuk CSR renovasi rumahnya udah selesai?”“Udah.” Aku mengeluarkan sebundel kertas dan menyodorkan di atas meja kerja Mas Rama. Ia kemudian membuka proposal itu dan membacanya sekilas tiap lampirannya. Suara pintu diketuk. Mas Rama mempersilakan seseorang yang mengetuk pintu itu untuk masuk. Dennis dengan jas abu-abu dan tampilan yang klimis pun beranjak ke ruangan itu.“Saya hari ini menemani Bu Cinta untuk menyelesaikan masalah kemarin, Pak.” Dennis melapor di depan Mas Rama. Mas Rama meletakkan proposal yang dibacanya di

  • AKU SANG ISTRI BOSS   103. Para Penagih Utang

    BRAK! Suara sesuatu ditendang keras. Aku dan Sonar yang terkejut serentak menoleh ke luar pintu. Seorang lelaki bertubuh besar tinggi, dengant tato di lengan atas, berbaju tanpa lengan, bercelana jeans, datang dengan wajah bengis.“Pak Tua! Sampai kapan mau nunggak utang!” lanjutnya.Kakek yang sibuk membantu istrinya duduk pun terkesiap. Ia berjalan mendekati pintu dimana lelaki itu berada.“Maaf, Mas Joko, saya belum punya uang.” Suara rintih itu terdengar sangat memelas.“Halah, aku gak peduli ya!” bentak lelaki bernama Joko itu.“Tapi saya harus bayar pakai apa?” Kakek memohon.“Apa aja. Mana sertifikat tanah ini?”“Jangan, Mas Joko. Kami tidak punya apa-apa lagi.”“Aku gak peduli. Utangmu udah sepuluh juta!”Joko mendorong tubuh Kakek hingga ia termundur beberapa langkah. Kakek yang tubuhnya masih terluka itu memegangi perut karena merasa sakit. Ia tersentak kaget.“Ini siapa?” tanya Joko menunjuk ke arah kami. “Wanita cantik ini anakmu?” lanjutnya.“Bu-bukan. Mereka cuma tamu.”

  • AKU SANG ISTRI BOSS   Kakek Yang Dibela

    RUKI ternganga melihat aku membawa setumpuk sisa penjualan korannya tadi pagi. Apa lagi kuletakkan selembar uang seratus ribu, barangkali ia tak menyangka. Orang yang ia sakiti membalasnya dengan kebaikan.“Cinta!” panggilnya sambil berdiri dari kursi pajang pinggir jalan itu.“Iya?” Aku berhenti. Tanpa balik kanan menoleh padanya.“Terima kasih.” Matanya berkaca-kaca.“Aku tunggu di Lovamedia.” Kujawab sambil tersenyum, membuat matanya yang kian basah tak mampu membendung air mata yang titik setetes. Senyumnya terkembang di ujung bibir.Aku pun beranjak melewati trotoar hingga sampai di seberang minimarket. Setelah menyeberang dengan hati-hati aku masuk ke mobil dan Setya menjalankan mobil kembali.“Untuk apa bawa setumpuk koran?” tanya Mas Rama yang heran ketika kubawa tumpukan koran itu masuk ke mobil.“Nanti pasti ada gunanya. Mungkin bagi kita sampah, tapi bagi orang lain bisa jadi berkah.”Mas Rama menggeleng sambil tersenyum tipis.Mungkin sekitar lima belas menit kemudian kami

  • AKU SANG ISTRI BOSS   101. Tanpa Dendam

    KETIKA sedang menghirup udara segar pagi itu di jalanan kota Lombok, perkataan Mas Rama mengingatkanku pada sesuatu. Barangkali wanita yang hilang itu berada di dalam kasur!Mengapa kupikir demikian?Pertama, saat aku berbaring di atas kasur di kamar itu rasanya keras dan tak nyaman sama sekali. Kedua, barang-barang yang kutemukan di sudut ruangan yang merupakan segulung tali seperti benang dan jarum yang tertancap di tanaman hias. Alat untuk menjahit.Sementara potongan kain yang kudapatkan di dalam tong sampah tak lain adalah isi dari kasur yang dikeluarkan. Yang berkemungkinan pula sebagian besar isinya itu telah dimasukkan ke koper bersama pakaian kotor.“Mungkin aja sih, Lov. Boleh juga insting detektif kamu.” Jawaban Mas Rama saat kuberi tahu pendapatku tentang hilangnya wanita itu. “Kasih tahu polisi yang jaga.”“Kembali lagi ke hotel?”“Iya.”“Ya udah, ayo.”Kami yang kembali lagi ke hotel. Mas Rama menunggu di depan pintu masuk hotel sementara aku menuju lobi dimana dua orang

  • AKU SANG ISTRI BOSS   100. Misteri Koper

    RUANGAN lobi jadi tempat berkumpul semua penghuni hotel. Sementara meja salah satu ruang di lantai bawah dijadikan ruang interogasi oleh para polisi. Pertama, lelaki yang berhubungan dengan si wanita yang hilang itu diberondong pertanyaan.“Maaf, saya dengar Ibu langsung berkontak dengan lelaki itu.” Seorang lelaki berpakain polisi menegurku ramah. “Bolehkah kami mewawancarai di ruangan sana?”Aku yang berdiri sambil menyilangkan tangan menjawab, “Ya.”Kemudian aku mengekor di belakang lelaki itu dan ikut masuk ke dalam ruang interogasi.“Sejak jam berapa anda di hotel ini?” pertanyaan pertama setelah nama da nasal.“Sejak pukul lima kira-kira.”Mungkin yang bertanya itu adalah seorang detektif. Cepat ia mencatat jawabanku sambil mengangguk pelan.“Bersama siapa?”“Suami.”“Jadi anda berada di kamar 304?”“Ya.”“Malamnya anda sempat pergi keluar, lalu saat kembali anda sempat berkomunikasi dengan pria ini?” Detektif itu menunjukkan sebuah foto yang tak lain dan tak bukan adalah pria y

DMCA.com Protection Status