Flash Back OnAku berjalan-jalan di taman depan rumah. Sesekali duduk di gazebo. Memegangi perut yang mengencang. Membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an sambil berdoa semoga diberi kelancaran dalam persalinan.Tak lama kemudian, datang tergopoh-gopoh mertuaku dengan mbak Sumi. Membawa tas berisi bajuku dan baju bayi."Dea, ini tas yang sudah kamu siapkan tadi di atas kasur kamu langsung ibu bawa, tidak ibu cek lagi isinya. Emang kamu yakin tidak ada yang ketinggalan?" tanya ibu mertua."Insyallah tidak Bu, sudah Dea bawa semua ini, kan sudah ada di buku KIA, kalau melahirkan bawa baju ganti ibu, baju bayi, pamp*rs, popok kain, gurita ibu dan bayi, CD dan pembalut, gedong, jarik, peralatan mandi ibu, sisir, dan susu serta botolnya untuk berjaga-jaga kalau ASI belum keluar."Jawabku panjang lebar."Ya sudah kalau gitu, ini ibu juga bawakan ponsel dan dompetmu. Coba kabari Arya kalau kamu sudah akan bersalin." Pinta ibu.Aku menerima ponsel yang diserahkan oleh ibu mertua padaku.Membuka lay
Flash back OnTangis bayiku memecah keheningan kamar bersalin."Alhamdulillah, lahir normal, lengkap, sehat , laki-laki ya Nduk, " Seru bu Alya sambil meletakkan bayiku di dada untuk melakukan IMD (Inisiasi Menyusui Dini)."Masih belum selesai ya Nduk, ini ari-arinya masih harus dikeluarkan." Kata bu bidan."Iya Bu, tadi jam berapa lahirnya ?" tanyaku."Jam 12.10, " Jawab bu Alya. Tidak lama kemudian muncullah ibu mertuaku membawa segelas teh untukku bersamaan dengan itu ponselku berbunyi."Tolong angkatkan teleponnya, Bu," pintaku. Ternyata yang menelepon adalah bapak yang sudah sampai di rumah ibu mertua. Ibu mertua segera mengangkat teleponnya dan mengaktifkan speaker."Assalamu'alaikum, Pak, ini Dea sudah melahirkan, ""Wa'alaikumsalam, wah, alhamdulillah, dimana rumah bidannya?""Di depan rumah saya ke arah selatan, rumah keempat. Ada palang namanya pak,""Ya sudah saya segera kesana, assalamu'alaikum,""Wa'alaikumsalam,"Tidak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki dari lua
Flash back onSetelah banyak aturan yang dikatakan oleh mertuaku, aku menuju kamar dan meraih ponselku.Aku mulai mencari penjelasan tentang mitos ibu menyusui. Ternyata semua larangan dan perintah yang ibu mertua berikan padaku termasuk mitos berdasarkan kebiasaan turun temurun saja, tidak ada bukti ilmiahnya.Namun aku bingung, bagaimana menjelaskan pada mertuaku tentang mitos tersebut tanpa bermaksud menggurui.Ditengah aku berpikir, tiba-tiba mas Arya telepon. Cepat aku tekan tombol hijau pada ponselku."Assalamu'alaikum, Dea, aku udah di bandara Sepinggan ini, mau chek in, gimana Surya?""Wa'alaikumsalam, Surya tadi habis mandi sama mbah Darmi, terus aku ajak berjemur dan sekarang tidur. ASIku belum keluar, mungkin habis ini aku beli ASI booster di bu Alya saja,"jawabku."Ya sudah, aku bawakan oleh-oleh banyak dek, tungguin ya," ucap mas Arya."Lo Mas, kok beli oleh-oleh banyak sih, kan habis ini kita butuh biaya untuk aqiqah Surya?" tanyaku cemas."Gampang itu, ntar bisa pinjam
Flash back OnSepulang bu Alya dari rumahku, aku meminta tolong mbak Sumi untuk membelikan ASI booster ke rumah bu Alya.Kemudian aku berjalan ke kamar, kulihat ibu mertuaku sedang mengelus-elus kening Surya.Saat melihat aku datang, ibu mertuaku berkata," Ibu lo dulu anak lima itu pake bengkung dan mandi wuwung semua, nggak papa tuh, semua sehat, "'Aduh, masalah ini belum kelar rupanya,'batinku."Kenapa ibu tadi tidak tanya ke bu Alya saja?" tanyaku.Ibu diam dan tidak menjawab."Mungkin perumpamaannya begini bu, seperti orang yang makan banyak sambel, bisa beresiko sakit perut sampai diare, tapi tidak semua orang diare, ada yang makan sambel banyak aman-aman saja, karena memang tergantung kondisi dan daya tahan perut, tapi tetap ada resiko diare pada setiap orang, mungkin seperti itu bu penjelasannya," sahutku hati-hati.Mertuaku terdiam dan meninggalkanku sendirian di kamar. 'Memang sensitif kalau masalah mitos ini,'batinku.Usai mbak Sumi datang dan membawakan ASI boosterku, aku
AqiqahFlash Back OnAku tidak tahu mas Arya pergi kemana setelah permohonan meminjam uang tabunganku tidak kuturuti. Lagipula simpanan di rekeningku hanya sisa 1 jutaan, untuk pegangan selama mas Arya belum gajian dan untuk membayar mbak Sumi.****Berkali-kali mencoba menyusui Surya, tapi ASIku masih macet. Namun sore itu setelah bangun tidur, aku merasakan 'ngrengsemi', langsung kuambil waslap dan air hangat untuk mengelap p*yud*r* kemudian mencoba meneteki Surya. Dan betapa bersyukurnya aku saat ASI ku keluar menderas.Kuciumi anakku berkali-kali. Bahagia rasanya bisa memberi ASI pada anakku.Tidak berapa lama kemudian anakku tertidur. Aku juga ikut memejamkan mata daripada bingung memikirkan biaya aqiqah.Rasanya baru sebentar aku tertidur, saat pundakku ditepuk-tepuk oleh mas Arya."Dek, ini lo mbah Darmi sudah datang, mau mandikan Surya dulu," ucap mas Arya.Aku bangun, memperbaiki kuncir rambut kemudian menuju dapur. Seperti tadi pagi, aku membuat secangkir teh untuk mbah Darm
Flash back OnSesampai di rumah bapak, aku segera menuju kamar. Aku pangling dan juga senang. Ternyata bapak dan ibuku mengganti kasur dipan kecilku dengan kasur lantai springbed yang kebih besar dan memberi tv di kamarku."Dea, setiap malam ibu akan tidur di sini, jadi bisa gantian menggendong Surya. Dan kasurnya tanpa dipan agar Surya tidak nggelundung kalau tidur. " Kata ibu."Wuah, makasih Bu, jadi semangat begadang nanti, ini juga diberi tv buat apa bu?" tanyaku."Ya buat temen begadang, biar semangat momongnya kalau malam." Jawab ibu.Kuakui, kaget memang pertama kali merawat bayi tanpa pengalaman. Tidak pernah mempunyai adik bayi, ternyata membuatku merasa lelah setiap malam begadang sambil menggendong Surya.Karena itu merasa bersyukur saat ibuku berencana membantu momong Surya.Akhirnya malam itu ibu tidur bersamaku. Bergantian menggendong Surya saat rewel maupun bergantian "natur" Surya agar belajar toilet training sejak kecil.Beda dengan saat di rumah ibu mertua, mas Arya
Flash back OnTak terasa sudah satu tahun aku di rumah orangtuaku. Menikmati kemudahan dan fasilitas yang disediakan. Ada ibu yang bersedia menggendong Surya saat aku sedang makan atau ke kamar mandi. Ada bapak yang selalu mengajak Surya jalan-jalan setiap usai mandi sehingga aku bisa mencuci atau menyetrika, bahkan ada mbak Neti dan Maya yang kadang bermain di rumahku membantuku menjaga Surya saat bapak dan ibu keluar rumah sampai aku ketiduran.Aku tak berfikir akan kehilangan semua kemudahan itu, sampai suatu saat telepon dari mertuaku membuatku harus kehilangan segala bantuan itu.Pagi itu usai aku memandikan Surya, terdengar dering panggilan dari ponselku. Saat kulihat di layar ponsel, nama ibu mertua terpampang.Ibu mertua yang biasa telepon Surya, -maklum Surya adalah cucu pertama dari anak lelakinya, karena anak lelakinya yang lain belum punya anak- tidak membuatku kaget. Segera kuangkat telepon dari ibu mertua."Assalamu'alaikum Dea, sedang apa?" tanya ibu mertua."Wa'alaikum
Flash back onPertama kali naik pesawat, sepertinya aku terkena jetlag. Mual, pusing, dan. ingin muntah begitu dahsyat menyerangku.Aku harus kuat menahan gejala ingin mabuk, sambil memegangi Surya yang mulai merambat kesana kemari."Bu, saya sepertinya ingin muntah, pusing begitu pesawatnya mengudara." Bisikku pelan."Oalah, ndeso, kalah sama ibu yang bolak balik pergi ke kalimantan sama sulawesi sendirian,"sahut ibu mertuaku. Kemudian tampak beliau mencari-cari sesuatu di dalam tas tentengnya."Ini ada freshc*re, oles di kepala dan hidungmu ben ra mumet," kata ibu mertua sambil mengangsurkan sebotol kecil minyak gosok padaku."Maturnuwun, bu," jawabku sambil menerima botol tersebut dan mulai mengoleskan di kepala, leher, dan perut. Tak berapa lama, gejala mual serta pusingpun berkurang. Aku mulai menikmati pemandangan awan di luar pesawat sambil memegangi Surya yang melonjak-lonjak kegirangan di pangkuanku.Sekitar hampir 4 jam kami mengudara.Hingga terdengar pengumuman bahwa pesa
Dea mendekati ibu mertua yang ketakutan. "Bu, kenapa mas Arya jadi seperti ini?" tanyanya penasaran dan prihatin."Arya menjadi seperti itu, karena selalu mengharapkan kamu kembali, Nak." Jawab mantan ibu mertua Dea.Dea tertegun mendengar penjelasan dari mantan mertuanya. Bahunya dipeluk kedua orang tuanya yang tiba-tiba menyusul Aji dan Dea ke depan gang rumah."Sejak kalian bertengkar, Arya sering ke rumah ibu dan bercerita bahwa dia cemburu mendapati kamu yang sedang menerima telepon dari lelaki lain. Kalap karena merasa kamu berkhianat padahal kondisinya memprihatinkan akhirnya Arya lepas kendali dan memukuli kamu serta langsung menalak kamu. Dia juga telah menyesal begitu sadar telah mengucapkan kata talak tersebut padahal dia masih butuh kamu." Sahut ibu mertua Dea membuat Dea tersenyum kecut."Apalagi saat kamu mengurusi perceraian kalian, semakin membuat Arya kehilangan semangat hidup. Makan tak mau banyak, tidur juga tidak lama, kerjaannya cuma merokok dan main game di handp
"Loh, ibu mau menikah dengan Om baik? bukankah ibu sudah punya bapak," celetuk Surya.Kami saling berpandangan, bingung hendak menjelaskan pada si kecil Surya.Kemudian aku menjawab, "Surya, sebenarnya bapak dan ibu sudah tidak bisa lagi bersama dan serumah, maka sekarang Surya akan mempunyai 2 bapak, bapak Arya yang tinggal di rumah yang berbeda dan bapak Aji yang serumah sama Surya,""Kenapa bapak dan ibu tidak bisa serumah lagi ?" tanya Surya dengan ekspresi kecewa.Aku menghela nafas. Ini memerlukan penjelasan yang bisa dimengerti oleh pikiran anak kecil."Sayang, " aku menjeda kalimat dan memeluk Surya."Bapak Arya dan ibu memang sudah tidak serumah lagi, tapi bapak dan ibu akan masih mencintaimu sama seperti dulu. Tidak akan ada yang berubah. Bapak Arya tetap akan sering telepon Surya. Sekarang ditambah bapak Aji yang akan menemani Surya mengaji dan mengerjakan PR, gimana ? Surya mau kan banyak yang menyayangi?"Sambungku panjang lebar.Surya tersenyum. "Iya bu, Surya mau kalau
"M-mas A-aji, saya masih trauma dengan kegagalan rumah tangga saya yang dahulu. Lagipula, bukankah menurut ibu mas Aji, weton dan arah rumah kita tidak cocok?" tanyaku."Dea, ibuku sudah tidak mempermasalahkan lagi tentang weton dan arah rumah. Jadi kita bisa menikah dengan restu ibuku." Jawab mas Aji."Nak Aji, beri waktu Dea untuk berpikir dulu, dia masih trauma, lagipula Surya juga butuh waktu untuk mempunyai ayah baru." Kata bapakku.Mas Aji menghela nafas. "Kalau begitu izinkan saya pendekatan dengan Surya pak, agar dia mengenal saya. Saya yakin saya bisa berusaha menjadi ayah yang baik untuk Surya dan suami yang baik untuk Dea." Sahut mas Aji."Baik nak Aji, silahkan main ke sini sambil saling menjajaki sifat kalian masing-masing dan berusaha mengambil hati Surya. Sementara itu lakukan sholat istikhoroh terus menerus, agar Allah memberi petunjuk." Saran bapak."Baiklah pak, kalau saran bapak seperi itu, akan saya lakukan, saya hanya perlu menekankan pada Dea dan bapak ibu, kalau
Aku memutuskan menerima telepon dari calon mantan ibu mertuaku. Dan mengaktifkan pengeras suara."Assalamu'alaikum, " sapaku perlahan."Wa'alaikumsalam, Dea, berani kamu ya selingkuhin anak saya, dasar istri durhaka tidak pantas mencium bau syurga." Sembur ibu mertuaku."Maaf, saya sungguh tidak kuat dengan sikap mas Arya yang semena-mena pada saya, jadi mungkin ini memang keputusan terbaik, " jawabku tegas.Aku tidak mau dibodohi lagi."Kamu tidak tanggung jawab dengan pembuatan kandang bebek Dea ! Gimana dengan para tukang yang telanjur dipanggil dan bahan kandang yang telanjur dibeli? " tanya ibu mertuaku garang."Saya akan bertanggungjawab. Saya akan transfer balik uang mas Tyo dan mbak Nira pada ibu. Terserah kandangnya mau diselesaikan atau tidak. Yang penting, sekarang mas Arya bukan tanggungan saya lagi !" seruku tegas."Kamu akan menyesal dengan keputusanmu Dea ! ingat aku tunggu uangnya kamu kembalikan!" seru ibu mertuaku.Bapak dan ibuku yang mendengar percakapan kami hanya
Mas Aji langsung meneleponku. Dengan terisak-isak aku menerima telepon dari mas Aji. "Assalamu'alaikum Dea, kamu dimana sekarang? ""Wa'alaikumsalam, aku di rumahku mas, hiks, hiks, a-a-ku sudah tidak kuat lagi hidup terbebani seperti ini," sahutku terbata-bata menahan sesak dan lelah selama hampir 6 tahun berjuang sendiri."Tenang, tenang, ada apa sebenarnya?" tanya mas Aji. "Kamu gak dipukuli suamimu kan?" sambungnya."Aku gak dipukuli mas, suamiku cuma kurang niat untuk berjuang menafkahiku dan Surya. Aku lelah mas, selama ini aku mengalah dan berjuang sendirian, merawat anak, rumah, dan cari uang, sekarang aku bener-bener menyerah mas," curhatku terisak-isak.Tiba-tiba satu tangan kekar menjambak rambutku dari belakang."Kamu sedang telepon sama siapa? Laki-laki ya? kamu selingkuh sedangkan tahu aku habis kecelakaan?" mas Arya semakin erat menjambak rambutku."Aaaagh...ampun mas, aku sudah nggak kuat dengan rumah tangga kita, ceraikan aku mas!" Seruku.Suaraku yang keras membuat
"Sebenarnya pilihan saya untuk Dea ada 2 pak, yang pertama tetap bersama saya apapun yang kondisi saya, saya akan berusaha meminjam modal pada saudara saya untuk buka usaha di rumah, pilihan kedua, jika Dea tidak bisa menerima keadaan saya, saya akan melepasnya secara baik-baik. Tapi saya kasihan dengan Surya, apakah Surya bisa memperoleh ayah sambung yang baik baginya." Sahut mas Arya terbata-bata.Semua yang ada di ruangan itu terdiam. "Saya tahu selama ini saya belum jadi ayah yang baik dan suami yang baik, mungkin Allah menegur saya dengan mengambil salah satu kaki saya karena saya begitu pemalas, untung Allah masih memberi kesempatan saya untuk hidup dan semoga saya bisa memperbaiki kesalahan saya." Lanjut mas Arya."Sekarang terserah Dea, mau meneruskan pernikahan ini atau mengakhirinya," sambung mas Arya.Semua mata memandangku kini. Aku menghela nafas dan menghembuskannya perlahan." Saya sebenarnya takut menghadapi masa depan saya dan Surya apabila keadaan mas Arya seperti in
"Surya gak ngantuk sayang? kalau ngantuk, sini ibu pangku, bobok peluk ibu ya," kataku. Saat ini kami berada dalam mobil perjalanan pulang ke Jogjakarta."Hm, mau dipangku sama bapak saja, Surya kangen bapak, " sahut Surya sambil mengalungkan tangan di leher mas Arya."Sayang, bapak masih sakit. Baru aja dioperasi kakinya, Surya sama ibu saja ya Nak," bujukku sambil membelai pipi Surya."Nggak mau, Surya maunya sama bapak," tukas Surya."Gak apa-apa Dea, selama ini kan kamu yang merawat Surya, biar sekarang gantian aku yang memangku Surya. Nanti kalau capek, aku bilang Surya. " Sahut mas Arya tersenyum.Ibu mertuaku yang duduk di kursi depan samping mas Deni yang tengah mengemudi hanya melirik dari spion."Hm, ya sudah kalau maunya Surya seperti itu, tapi kalau bapak capek, Surya pangku ibu saja ya," kataku sambil mencium pipi gembil Surya."Iya Bu," sahut Surya. Lalu mulai menggelendot manja di pangkuan mas Arya.Enam jam perjalanan cirebon-jogjakarta membuatku lelah sekali. Begitu s
Setelah Arya terjatuh pada saat latihan pertama kali. Arya seperti takut dan trauma untuk mencoba lagi.Arya baru mau menyentuh kruk itu lagi saat infus dan selang kencingnya mulai dilepas. Dea dengan telaten membantu Arya berlatih menggunakan kruk.Sekali dua kali Arya terjatuh, langsung marah-marah pada Dea yang ada disampingnya. Ingin Dea menjauh dari Arya yang sedang sensitif, tapi Dea ingat, kalau bukan dia yang menolong suaminya lantas siapa lagi.Karena kesabaran Dea, kini Arya mulai lancar berjalan memakai kruk tanpa bantuan. Hanya saat ke kamar mandi saja, Dea harus tetap menuntunnya.*****Malam ini Dea tidur di rumah sakit, Surya ditinggal di kontrakan bersama neneknya dan pakdenya.Seperti biasa jam 3 dini hari, Dea terbangun dan melakukan sholat tahajud. Seusai sholat, Dea mengangkat tangannya seraya berdoa," Ya Allah, berikan hamba kesabaran dan keluasan rezeki sehingga hamba bisa membantu memenuhi kebutuhan rezeki keluarga hamba, lembutkanlah hati mas Arya sehingga m
"Mas Aji, dengarkan aku, terimakasih atas tawarannya. Masalahnya aku tidak tahu mas tulus atau nggak sama aku, aku tidak bisa mempertaruhkan rumah tanggaku dengan orang lain seperti mas."Jawabku."Aku takut, nanti kalau sudah berpisah dari suamiku, tiba-tiba mas menyia-nyiakan hidupku, kan apes dua kali aku," lanjutku lagi."Dea, dengarkan Demi Allah, aku serius sama kamu, aku beneran sama kamu, aku tidak akan menyia-nyiakan kamu," seru mas Aji."Mas dengar ya, aku pernah dengar sumpah atas nama Allah dari seseorang, tapi ternyata dia berbohong. "Sahutku teringat akan kejadian mas Arya yang mengambil atmku dan bersumpah atas nama Allah."Berani sekali orang itu, bersumpah atas nama Allah tapi berbohong, aku bukan orang seperti itu Dea, aku akan membuatmu dan Surya bahagia. Aku akan menganggap Surya sebagai anakku sendiri. Sungguh aku mencintaimu." Mas Aji terdengar bersungguh-sungguh.Aku mencelos. Ucapannya terdengar begitu meyakinkan. Namun pernikahanku dengan mas Arya selama 6 tahu