Flash back onTak terasa lima hari sudah aku berada di balikpapan, berbeda sekali dengan sewaktu di rumah ibu, disana aku membagi pekerjaan rumah dengan ibu, sementara di sini, aku harus berbelanja ke tukang sayur sambil menggendong Surya karena tidak mau ditinggal, bersih-bersih sendiri, memasak dengan mertua yang kadang terasa tidak begitu cocok, dan tidak ada yang menggantikan aku momong Surya selepas subuh saat aku ingin memejamkan mata sebentar, bahkan aku sudah tidak pernah menyetrika lagi karena terlalu lelah.Perbedaan yang sangat terasa adalah sering mati lampu dan mati air yang membuatku merasa gerah dan jarang mandi.Maka bahagianya aku, begitu bangun subuh, listrik dan air bisa menyala. Segera aku berwudhu dan menunaikan sholat subuh.Karena Surya masih tidur, aku menyempatkan diri ke dapur. Kulihat mbak Nira sudah bersiap berangkat kerja."Pagi banget mbak kerjanya, memang jam berapa masuk sekolahnya?" tanyaku."Jam 7 sih, tapi jarak sekolah mbak jauh sekali, 2 jam dari
Flash back onSetelah gagal menghubungi mas Arya hari itu, aku terus mencoba menelepon mas Arya setiap saat.[Mas, dimana][Dicariin mas Erick][Mas, jangan bikin aku khawatir]Centang satu semua. "Kemana mas Arya ini kenapa centang satu semua?" gumamku.Tiba-tiba ibu mertuaku berdiri di ambang pintu kamar."Sudah bisa dihubungin Aryanya De?" tanya ibu mertu."Belum bu, nanti akan Dea coba hubungin terus," jawabku."Sebenarnya Arya dulu waktu masih sekolah dan kuliah, kalau pemintaannya tidak dituruti, dia minggat ke rumah temannya," kata ibu mertua muram."Oh gitu, mungkin apa ke rumah temannya juga ya, bu? tapi kenapa sampai kerjaan ditinggal?" tanyaku."Ibu juga tidak tahu, coba kamu hubungin terus, sungkan sama mas Erick yang sudah membantu memasukkan Arya ke pertambangan, malah Arya kabur-kaburan kayak gini." pinta ibu."Iya bu, nanti Dea hubungi lagi," sahutku.*****Besok malamnya mati lampu lagi, untung saja mbak Nira punya stok lampu isi ulang.Di saat mengipasi Surya dengan
Flash back onHari ini aku, mas Arya, Surya, dan ibu pulang ke Jawa. Seperti kesepakatan kami dengan mbak Nira, tiket pesawat untukku dan mas Arya, aku yang membelinya, sebagai pertanggungjawaban karena aku yang ingin pulang.Saat berada di dalam pesawat kami saling terdiam. Mungkin sibuk dengan pikiran masing-masing.Aku juga terdiam. Memandang ke arah awan sambil menggendong Surya. Menyesali pernikahanku? mungkin saja. Karena sudah hampir 2 tahun pernikahan kami belum bisa menabung berapapun untuk beli apapun.Pesawat yang kami tumpangi akan mendarat. Kami bersiap-siap turun dari kabin. Menuju tempat pengambilan koper kemudian mencegat taksi di luar bandara." Mas, ini ongkosnya untuk naik taksi," ucapku memecah keheningan sambil mengangsurkan uang 50 ribu sesuai angka di argometer." Nggak usah Dea, uang kamu dihemat saja. Pakai uang ibu dulu." Sahut mertuaku lalu mengambil uang dari sakunya celananya.Setelah membayar taksi, kami memasuki terminal. Memilih salah satu bis patas ke
Flash back OnDua bulan berlalu sejak aku pulang dan tinggal bersama mertua. Banyak kejadian yang absurd dan mengguncang kesabaranku, baik dari mertua maupun dari mas Arya."Mas, aku sudah gak kuat lagi, aku mau pulang ke rumah orang tuaku sampai kamu dapat kerja atau bisa ngontrak rumah baru," ucapku suatu malam."Sabar dikit napa, aku lagi nyari info kerjaan ini lo, tapi ga ada yang nyangkut." Sahut mas Arya."Halah, kamu nyari info darimana, habis subuh tidur lagi sampai siang, keluar kalau udah malam, itupun ke warung kopi. Mana ada info tentang pekerjaan di warung kopi!" Seruku tertahan karena Surya baru saja tertidur."Kamu itu cewek, mana tahu kalau di warung kopi itu tempat paling bagus untuk bertukar informasi." Mas Arya membela diri."Halah alasan, pokoknya antar aku pulang, atau aku pergi sendiri!" aku mengultimatum.Cukup rasanya menahan lelah di hati saat melihat suami tiduran dan aku yang pontang panting menyelesaikan pekerjaan rumah sendirian.Belum lagi menghadapi mert
Flash back OnBis yang kutumpangi terguncang-guncang di jalan. Namun yang lebih terguncang adalah hatiku. Sepanjang jalan tak dapat kutahan air mata ini.Kubiarkan tumpah membasahi masker yang kupakai. Aku menangis tanpa suara. Berbagai macam rasa berkecamuk di hati. Aku hanya ingin keluarga yang bahagia. Sulitkah ?Suami yang bertanggungjawab, rumah yang terpisah dari mertua, suami yang mau menafkahi secara layak, suami yang mau membantu pekerjaan rumah ,bisa sholat berjama'ah dengan suami dan anak, mungkinkah?Sesederhana itu keinginanku. Tapi yang kudapat malah suami yang suka molor, boros, tidak peka, ibadahnya gak jelas, dan mertua yang suka komentar dan membicarakanku di belakang.Aku benar-benar gak kuat dan ingin menyerah saja. Pulang ke rumah tanpa Surya, entahlah apa yang akan terjadi padanya. Sekarang waktunya dia minum ASI. Dadaku terasa kencang dan berat, pertanda sebenarnya harus mengASIhi.Kuraih ponsel di tas tentengku. Membuka layar ponsel dan mulai mengirim whatsapp
Flash back onMasuk waktu ashar kami sekeluarga sudah sampai rumah. Membuka pintu mobil dan menurunkan Surya dari gendongan. Kini Surya sudah lancar berjalan dan tidak perlu dituntun lagi.Aku mengeluarkan koper yang kemarin kusiapkan saat akan pulang ke rumah. Ibu membuka kunci pintu, dan kami pun masuk ke dalam."Apa rencana kamu sekarang Dea? " tanya ibuku setelah kami sama-sama duduk di ruang tengah."Kan sekarang Dea sudah ada yang bantuin momong, mungkin Dea akan jual cincin emas Dea 1 atau dua saja, pingin nyoba jual gorengan lagi. " Jawabku."Tapi apa ya bisa laku dek? sekarang kan bukan bulan puasa." Ibuku sangsi."Iya juga sih, Bu, gimana ya enaknya, jualan apa gitu, gak mungkin kan Dea diem aja di rumah, padahal saldo rekening udah mau habis." Aku juga ikut bingung."Bapak ada ide, gimana kalau Dea bapak masukkan ke sekolah bapak dahulu. Jadi penjaga kantin. Dan menyediakan aneka makanan matang untuk siswa di sana. Soalnya bapak dengar sekolah bapak dulu baru saja mengadaka
Flash Back OnSeminggu setelah meninggalnya paklik Hanafi, aku dan mas Arya mulai bersiap menempati rumah keprabon.Uang tabunganku saat berjauhan dengan mas Arya sebagian aku investasikan dalam bentuk emas. Dan tersisa sekitar 3,4 juta dalam rekening."Mas, ini sudah ada kasur dan dipannya, televisi dan lemari 1, aku beli lemari lagi ya?" pintaku."Tidak usah, ngapain beli lemari baru segala, kan bisa pake 1 lemari itu saja, mending uangnya buat beli jajannya Surya," sahut mas Arya.Aku diam saja. 'Emang hidup di dunia ini cuma buat makan aja, jelas masih butuh barang lain,' batinku."Dea, ini ibu ada beberapa sprei dan sarung bantal bersih walau tidak baru, bisa dipakai disini, sementara sprei yang sudah terpasang, dicuci dulu ya," Kata ibu tiba-tiba muncul dari pintu depan."Terimakasih, bu." Sahutku sambil menerima sprei dan sarung bantal dari ibu mertua."Mas, tolong mainan sama Surya dulu ya, aku mau beres-beres rumah dan mengganti sprei," pintaku sambil menyerahkan Surya pada
Aku Lelah, Mas 34Flash back on"Surya, ayo bangun, ini sudah jam 6," seruku sambil mengusap kening anakku dengan tangan yang sudah kubasahi air.Surya menggeliat perlahan, menguap sebentar, lalu memelukku. "Tapi Surya masih ngantuk, Bu," sahut Surya sambil memelas."Hari ini kan pertama kali sekolah, Surya harus semangat," kataku menyemangatinya."Kenapa sih harus sekolah? kan lebih enak di rumah saja," rajuk Surya."Ya lebih enak sekolah dong sayang, bisa ketemu teman-teman baru, mainan baru, dan bisa ketemu ibu guru, " jawabku sambil mengelus kepalanya. Berharap dia tidak rewel."Kalau pulang sekolah, nanti ibu belikan es capcin ya," rayuku lagi."Okeee, mau ibu, makasih," sahut Surya sambil mencium pipiku.Lalu dengan cepat aku memandikan Surya dan memakaikannya seragam."Hayuk, sarapan dulu sayang, ini ibu masak nasi goreng dan telur dadar kesukaan Surya," ucapku sambil menyuapi Surya.Usai sarapan, aku segera mengunci semua pintu rumah karena mas Arya hari ini kirim barang ke
Dea mendekati ibu mertua yang ketakutan. "Bu, kenapa mas Arya jadi seperti ini?" tanyanya penasaran dan prihatin."Arya menjadi seperti itu, karena selalu mengharapkan kamu kembali, Nak." Jawab mantan ibu mertua Dea.Dea tertegun mendengar penjelasan dari mantan mertuanya. Bahunya dipeluk kedua orang tuanya yang tiba-tiba menyusul Aji dan Dea ke depan gang rumah."Sejak kalian bertengkar, Arya sering ke rumah ibu dan bercerita bahwa dia cemburu mendapati kamu yang sedang menerima telepon dari lelaki lain. Kalap karena merasa kamu berkhianat padahal kondisinya memprihatinkan akhirnya Arya lepas kendali dan memukuli kamu serta langsung menalak kamu. Dia juga telah menyesal begitu sadar telah mengucapkan kata talak tersebut padahal dia masih butuh kamu." Sahut ibu mertua Dea membuat Dea tersenyum kecut."Apalagi saat kamu mengurusi perceraian kalian, semakin membuat Arya kehilangan semangat hidup. Makan tak mau banyak, tidur juga tidak lama, kerjaannya cuma merokok dan main game di handp
"Loh, ibu mau menikah dengan Om baik? bukankah ibu sudah punya bapak," celetuk Surya.Kami saling berpandangan, bingung hendak menjelaskan pada si kecil Surya.Kemudian aku menjawab, "Surya, sebenarnya bapak dan ibu sudah tidak bisa lagi bersama dan serumah, maka sekarang Surya akan mempunyai 2 bapak, bapak Arya yang tinggal di rumah yang berbeda dan bapak Aji yang serumah sama Surya,""Kenapa bapak dan ibu tidak bisa serumah lagi ?" tanya Surya dengan ekspresi kecewa.Aku menghela nafas. Ini memerlukan penjelasan yang bisa dimengerti oleh pikiran anak kecil."Sayang, " aku menjeda kalimat dan memeluk Surya."Bapak Arya dan ibu memang sudah tidak serumah lagi, tapi bapak dan ibu akan masih mencintaimu sama seperti dulu. Tidak akan ada yang berubah. Bapak Arya tetap akan sering telepon Surya. Sekarang ditambah bapak Aji yang akan menemani Surya mengaji dan mengerjakan PR, gimana ? Surya mau kan banyak yang menyayangi?"Sambungku panjang lebar.Surya tersenyum. "Iya bu, Surya mau kalau
"M-mas A-aji, saya masih trauma dengan kegagalan rumah tangga saya yang dahulu. Lagipula, bukankah menurut ibu mas Aji, weton dan arah rumah kita tidak cocok?" tanyaku."Dea, ibuku sudah tidak mempermasalahkan lagi tentang weton dan arah rumah. Jadi kita bisa menikah dengan restu ibuku." Jawab mas Aji."Nak Aji, beri waktu Dea untuk berpikir dulu, dia masih trauma, lagipula Surya juga butuh waktu untuk mempunyai ayah baru." Kata bapakku.Mas Aji menghela nafas. "Kalau begitu izinkan saya pendekatan dengan Surya pak, agar dia mengenal saya. Saya yakin saya bisa berusaha menjadi ayah yang baik untuk Surya dan suami yang baik untuk Dea." Sahut mas Aji."Baik nak Aji, silahkan main ke sini sambil saling menjajaki sifat kalian masing-masing dan berusaha mengambil hati Surya. Sementara itu lakukan sholat istikhoroh terus menerus, agar Allah memberi petunjuk." Saran bapak."Baiklah pak, kalau saran bapak seperi itu, akan saya lakukan, saya hanya perlu menekankan pada Dea dan bapak ibu, kalau
Aku memutuskan menerima telepon dari calon mantan ibu mertuaku. Dan mengaktifkan pengeras suara."Assalamu'alaikum, " sapaku perlahan."Wa'alaikumsalam, Dea, berani kamu ya selingkuhin anak saya, dasar istri durhaka tidak pantas mencium bau syurga." Sembur ibu mertuaku."Maaf, saya sungguh tidak kuat dengan sikap mas Arya yang semena-mena pada saya, jadi mungkin ini memang keputusan terbaik, " jawabku tegas.Aku tidak mau dibodohi lagi."Kamu tidak tanggung jawab dengan pembuatan kandang bebek Dea ! Gimana dengan para tukang yang telanjur dipanggil dan bahan kandang yang telanjur dibeli? " tanya ibu mertuaku garang."Saya akan bertanggungjawab. Saya akan transfer balik uang mas Tyo dan mbak Nira pada ibu. Terserah kandangnya mau diselesaikan atau tidak. Yang penting, sekarang mas Arya bukan tanggungan saya lagi !" seruku tegas."Kamu akan menyesal dengan keputusanmu Dea ! ingat aku tunggu uangnya kamu kembalikan!" seru ibu mertuaku.Bapak dan ibuku yang mendengar percakapan kami hanya
Mas Aji langsung meneleponku. Dengan terisak-isak aku menerima telepon dari mas Aji. "Assalamu'alaikum Dea, kamu dimana sekarang? ""Wa'alaikumsalam, aku di rumahku mas, hiks, hiks, a-a-ku sudah tidak kuat lagi hidup terbebani seperti ini," sahutku terbata-bata menahan sesak dan lelah selama hampir 6 tahun berjuang sendiri."Tenang, tenang, ada apa sebenarnya?" tanya mas Aji. "Kamu gak dipukuli suamimu kan?" sambungnya."Aku gak dipukuli mas, suamiku cuma kurang niat untuk berjuang menafkahiku dan Surya. Aku lelah mas, selama ini aku mengalah dan berjuang sendirian, merawat anak, rumah, dan cari uang, sekarang aku bener-bener menyerah mas," curhatku terisak-isak.Tiba-tiba satu tangan kekar menjambak rambutku dari belakang."Kamu sedang telepon sama siapa? Laki-laki ya? kamu selingkuh sedangkan tahu aku habis kecelakaan?" mas Arya semakin erat menjambak rambutku."Aaaagh...ampun mas, aku sudah nggak kuat dengan rumah tangga kita, ceraikan aku mas!" Seruku.Suaraku yang keras membuat
"Sebenarnya pilihan saya untuk Dea ada 2 pak, yang pertama tetap bersama saya apapun yang kondisi saya, saya akan berusaha meminjam modal pada saudara saya untuk buka usaha di rumah, pilihan kedua, jika Dea tidak bisa menerima keadaan saya, saya akan melepasnya secara baik-baik. Tapi saya kasihan dengan Surya, apakah Surya bisa memperoleh ayah sambung yang baik baginya." Sahut mas Arya terbata-bata.Semua yang ada di ruangan itu terdiam. "Saya tahu selama ini saya belum jadi ayah yang baik dan suami yang baik, mungkin Allah menegur saya dengan mengambil salah satu kaki saya karena saya begitu pemalas, untung Allah masih memberi kesempatan saya untuk hidup dan semoga saya bisa memperbaiki kesalahan saya." Lanjut mas Arya."Sekarang terserah Dea, mau meneruskan pernikahan ini atau mengakhirinya," sambung mas Arya.Semua mata memandangku kini. Aku menghela nafas dan menghembuskannya perlahan." Saya sebenarnya takut menghadapi masa depan saya dan Surya apabila keadaan mas Arya seperti in
"Surya gak ngantuk sayang? kalau ngantuk, sini ibu pangku, bobok peluk ibu ya," kataku. Saat ini kami berada dalam mobil perjalanan pulang ke Jogjakarta."Hm, mau dipangku sama bapak saja, Surya kangen bapak, " sahut Surya sambil mengalungkan tangan di leher mas Arya."Sayang, bapak masih sakit. Baru aja dioperasi kakinya, Surya sama ibu saja ya Nak," bujukku sambil membelai pipi Surya."Nggak mau, Surya maunya sama bapak," tukas Surya."Gak apa-apa Dea, selama ini kan kamu yang merawat Surya, biar sekarang gantian aku yang memangku Surya. Nanti kalau capek, aku bilang Surya. " Sahut mas Arya tersenyum.Ibu mertuaku yang duduk di kursi depan samping mas Deni yang tengah mengemudi hanya melirik dari spion."Hm, ya sudah kalau maunya Surya seperti itu, tapi kalau bapak capek, Surya pangku ibu saja ya," kataku sambil mencium pipi gembil Surya."Iya Bu," sahut Surya. Lalu mulai menggelendot manja di pangkuan mas Arya.Enam jam perjalanan cirebon-jogjakarta membuatku lelah sekali. Begitu s
Setelah Arya terjatuh pada saat latihan pertama kali. Arya seperti takut dan trauma untuk mencoba lagi.Arya baru mau menyentuh kruk itu lagi saat infus dan selang kencingnya mulai dilepas. Dea dengan telaten membantu Arya berlatih menggunakan kruk.Sekali dua kali Arya terjatuh, langsung marah-marah pada Dea yang ada disampingnya. Ingin Dea menjauh dari Arya yang sedang sensitif, tapi Dea ingat, kalau bukan dia yang menolong suaminya lantas siapa lagi.Karena kesabaran Dea, kini Arya mulai lancar berjalan memakai kruk tanpa bantuan. Hanya saat ke kamar mandi saja, Dea harus tetap menuntunnya.*****Malam ini Dea tidur di rumah sakit, Surya ditinggal di kontrakan bersama neneknya dan pakdenya.Seperti biasa jam 3 dini hari, Dea terbangun dan melakukan sholat tahajud. Seusai sholat, Dea mengangkat tangannya seraya berdoa," Ya Allah, berikan hamba kesabaran dan keluasan rezeki sehingga hamba bisa membantu memenuhi kebutuhan rezeki keluarga hamba, lembutkanlah hati mas Arya sehingga m
"Mas Aji, dengarkan aku, terimakasih atas tawarannya. Masalahnya aku tidak tahu mas tulus atau nggak sama aku, aku tidak bisa mempertaruhkan rumah tanggaku dengan orang lain seperti mas."Jawabku."Aku takut, nanti kalau sudah berpisah dari suamiku, tiba-tiba mas menyia-nyiakan hidupku, kan apes dua kali aku," lanjutku lagi."Dea, dengarkan Demi Allah, aku serius sama kamu, aku beneran sama kamu, aku tidak akan menyia-nyiakan kamu," seru mas Aji."Mas dengar ya, aku pernah dengar sumpah atas nama Allah dari seseorang, tapi ternyata dia berbohong. "Sahutku teringat akan kejadian mas Arya yang mengambil atmku dan bersumpah atas nama Allah."Berani sekali orang itu, bersumpah atas nama Allah tapi berbohong, aku bukan orang seperti itu Dea, aku akan membuatmu dan Surya bahagia. Aku akan menganggap Surya sebagai anakku sendiri. Sungguh aku mencintaimu." Mas Aji terdengar bersungguh-sungguh.Aku mencelos. Ucapannya terdengar begitu meyakinkan. Namun pernikahanku dengan mas Arya selama 6 tahu