Flash back onSetelah banyak aturan yang dikatakan oleh mertuaku, aku menuju kamar dan meraih ponselku.Aku mulai mencari penjelasan tentang mitos ibu menyusui. Ternyata semua larangan dan perintah yang ibu mertua berikan padaku termasuk mitos berdasarkan kebiasaan turun temurun saja, tidak ada bukti ilmiahnya.Namun aku bingung, bagaimana menjelaskan pada mertuaku tentang mitos tersebut tanpa bermaksud menggurui.Ditengah aku berpikir, tiba-tiba mas Arya telepon. Cepat aku tekan tombol hijau pada ponselku."Assalamu'alaikum, Dea, aku udah di bandara Sepinggan ini, mau chek in, gimana Surya?""Wa'alaikumsalam, Surya tadi habis mandi sama mbah Darmi, terus aku ajak berjemur dan sekarang tidur. ASIku belum keluar, mungkin habis ini aku beli ASI booster di bu Alya saja,"jawabku."Ya sudah, aku bawakan oleh-oleh banyak dek, tungguin ya," ucap mas Arya."Lo Mas, kok beli oleh-oleh banyak sih, kan habis ini kita butuh biaya untuk aqiqah Surya?" tanyaku cemas."Gampang itu, ntar bisa pinjam
Flash back OnSepulang bu Alya dari rumahku, aku meminta tolong mbak Sumi untuk membelikan ASI booster ke rumah bu Alya.Kemudian aku berjalan ke kamar, kulihat ibu mertuaku sedang mengelus-elus kening Surya.Saat melihat aku datang, ibu mertuaku berkata," Ibu lo dulu anak lima itu pake bengkung dan mandi wuwung semua, nggak papa tuh, semua sehat, "'Aduh, masalah ini belum kelar rupanya,'batinku."Kenapa ibu tadi tidak tanya ke bu Alya saja?" tanyaku.Ibu diam dan tidak menjawab."Mungkin perumpamaannya begini bu, seperti orang yang makan banyak sambel, bisa beresiko sakit perut sampai diare, tapi tidak semua orang diare, ada yang makan sambel banyak aman-aman saja, karena memang tergantung kondisi dan daya tahan perut, tapi tetap ada resiko diare pada setiap orang, mungkin seperti itu bu penjelasannya," sahutku hati-hati.Mertuaku terdiam dan meninggalkanku sendirian di kamar. 'Memang sensitif kalau masalah mitos ini,'batinku.Usai mbak Sumi datang dan membawakan ASI boosterku, aku
AqiqahFlash Back OnAku tidak tahu mas Arya pergi kemana setelah permohonan meminjam uang tabunganku tidak kuturuti. Lagipula simpanan di rekeningku hanya sisa 1 jutaan, untuk pegangan selama mas Arya belum gajian dan untuk membayar mbak Sumi.****Berkali-kali mencoba menyusui Surya, tapi ASIku masih macet. Namun sore itu setelah bangun tidur, aku merasakan 'ngrengsemi', langsung kuambil waslap dan air hangat untuk mengelap p*yud*r* kemudian mencoba meneteki Surya. Dan betapa bersyukurnya aku saat ASI ku keluar menderas.Kuciumi anakku berkali-kali. Bahagia rasanya bisa memberi ASI pada anakku.Tidak berapa lama kemudian anakku tertidur. Aku juga ikut memejamkan mata daripada bingung memikirkan biaya aqiqah.Rasanya baru sebentar aku tertidur, saat pundakku ditepuk-tepuk oleh mas Arya."Dek, ini lo mbah Darmi sudah datang, mau mandikan Surya dulu," ucap mas Arya.Aku bangun, memperbaiki kuncir rambut kemudian menuju dapur. Seperti tadi pagi, aku membuat secangkir teh untuk mbah Darm
Flash back OnSesampai di rumah bapak, aku segera menuju kamar. Aku pangling dan juga senang. Ternyata bapak dan ibuku mengganti kasur dipan kecilku dengan kasur lantai springbed yang kebih besar dan memberi tv di kamarku."Dea, setiap malam ibu akan tidur di sini, jadi bisa gantian menggendong Surya. Dan kasurnya tanpa dipan agar Surya tidak nggelundung kalau tidur. " Kata ibu."Wuah, makasih Bu, jadi semangat begadang nanti, ini juga diberi tv buat apa bu?" tanyaku."Ya buat temen begadang, biar semangat momongnya kalau malam." Jawab ibu.Kuakui, kaget memang pertama kali merawat bayi tanpa pengalaman. Tidak pernah mempunyai adik bayi, ternyata membuatku merasa lelah setiap malam begadang sambil menggendong Surya.Karena itu merasa bersyukur saat ibuku berencana membantu momong Surya.Akhirnya malam itu ibu tidur bersamaku. Bergantian menggendong Surya saat rewel maupun bergantian "natur" Surya agar belajar toilet training sejak kecil.Beda dengan saat di rumah ibu mertua, mas Arya
Flash back OnTak terasa sudah satu tahun aku di rumah orangtuaku. Menikmati kemudahan dan fasilitas yang disediakan. Ada ibu yang bersedia menggendong Surya saat aku sedang makan atau ke kamar mandi. Ada bapak yang selalu mengajak Surya jalan-jalan setiap usai mandi sehingga aku bisa mencuci atau menyetrika, bahkan ada mbak Neti dan Maya yang kadang bermain di rumahku membantuku menjaga Surya saat bapak dan ibu keluar rumah sampai aku ketiduran.Aku tak berfikir akan kehilangan semua kemudahan itu, sampai suatu saat telepon dari mertuaku membuatku harus kehilangan segala bantuan itu.Pagi itu usai aku memandikan Surya, terdengar dering panggilan dari ponselku. Saat kulihat di layar ponsel, nama ibu mertua terpampang.Ibu mertua yang biasa telepon Surya, -maklum Surya adalah cucu pertama dari anak lelakinya, karena anak lelakinya yang lain belum punya anak- tidak membuatku kaget. Segera kuangkat telepon dari ibu mertua."Assalamu'alaikum Dea, sedang apa?" tanya ibu mertua."Wa'alaikum
Flash back onPertama kali naik pesawat, sepertinya aku terkena jetlag. Mual, pusing, dan. ingin muntah begitu dahsyat menyerangku.Aku harus kuat menahan gejala ingin mabuk, sambil memegangi Surya yang mulai merambat kesana kemari."Bu, saya sepertinya ingin muntah, pusing begitu pesawatnya mengudara." Bisikku pelan."Oalah, ndeso, kalah sama ibu yang bolak balik pergi ke kalimantan sama sulawesi sendirian,"sahut ibu mertuaku. Kemudian tampak beliau mencari-cari sesuatu di dalam tas tentengnya."Ini ada freshc*re, oles di kepala dan hidungmu ben ra mumet," kata ibu mertua sambil mengangsurkan sebotol kecil minyak gosok padaku."Maturnuwun, bu," jawabku sambil menerima botol tersebut dan mulai mengoleskan di kepala, leher, dan perut. Tak berapa lama, gejala mual serta pusingpun berkurang. Aku mulai menikmati pemandangan awan di luar pesawat sambil memegangi Surya yang melonjak-lonjak kegirangan di pangkuanku.Sekitar hampir 4 jam kami mengudara.Hingga terdengar pengumuman bahwa pesa
Flash back onTak terasa lima hari sudah aku berada di balikpapan, berbeda sekali dengan sewaktu di rumah ibu, disana aku membagi pekerjaan rumah dengan ibu, sementara di sini, aku harus berbelanja ke tukang sayur sambil menggendong Surya karena tidak mau ditinggal, bersih-bersih sendiri, memasak dengan mertua yang kadang terasa tidak begitu cocok, dan tidak ada yang menggantikan aku momong Surya selepas subuh saat aku ingin memejamkan mata sebentar, bahkan aku sudah tidak pernah menyetrika lagi karena terlalu lelah.Perbedaan yang sangat terasa adalah sering mati lampu dan mati air yang membuatku merasa gerah dan jarang mandi.Maka bahagianya aku, begitu bangun subuh, listrik dan air bisa menyala. Segera aku berwudhu dan menunaikan sholat subuh.Karena Surya masih tidur, aku menyempatkan diri ke dapur. Kulihat mbak Nira sudah bersiap berangkat kerja."Pagi banget mbak kerjanya, memang jam berapa masuk sekolahnya?" tanyaku."Jam 7 sih, tapi jarak sekolah mbak jauh sekali, 2 jam dari
Flash back onSetelah gagal menghubungi mas Arya hari itu, aku terus mencoba menelepon mas Arya setiap saat.[Mas, dimana][Dicariin mas Erick][Mas, jangan bikin aku khawatir]Centang satu semua. "Kemana mas Arya ini kenapa centang satu semua?" gumamku.Tiba-tiba ibu mertuaku berdiri di ambang pintu kamar."Sudah bisa dihubungin Aryanya De?" tanya ibu mertu."Belum bu, nanti akan Dea coba hubungin terus," jawabku."Sebenarnya Arya dulu waktu masih sekolah dan kuliah, kalau pemintaannya tidak dituruti, dia minggat ke rumah temannya," kata ibu mertua muram."Oh gitu, mungkin apa ke rumah temannya juga ya, bu? tapi kenapa sampai kerjaan ditinggal?" tanyaku."Ibu juga tidak tahu, coba kamu hubungin terus, sungkan sama mas Erick yang sudah membantu memasukkan Arya ke pertambangan, malah Arya kabur-kaburan kayak gini." pinta ibu."Iya bu, nanti Dea hubungi lagi," sahutku.*****Besok malamnya mati lampu lagi, untung saja mbak Nira punya stok lampu isi ulang.Di saat mengipasi Surya dengan