Pov. Aini. *** “Astagfirullah. Apa sebabnya kalian bisa bercerai?” Dewi, kawan lama sewaktu sekolah dulu bertanya heran padaku saat kusengaja berkunjung ke rumahnya di kota ini. Mungkin dia heran mengapa aku yang senang memposting foto mesraku bisa bercerai. Tentu kuceritakan tentang keburukan mantan suamiku saja tanpa menceritakan sikap jelekku. Walau benar Arfan dan keluarganya pernah menghinaku tapi itu karna ulahku sendiri yang tak patuh dan juga aku pernah sedikit nakal dengan kawannya Arfan. Jelas aku tak mau namaku menjadi rusak di mata Dewi. Walau kami bukan teman akrab, tapi di kota ini hanya dia yang menerima kehadiranku di rumahnya. "Yang sabar ya." Dewi coba menghiburku kala itu. Dalam pandanganku, kehidupan Dewi yang berkecukupan dengan pekerjaan yang lumayan bagus membuatku pun ingin merasakan hidup layak sepertinya. Pernikahanku bersama Arfan kurasa-rasa hanya membuatku hidup dalam kemiskinan. Laki-laki yang dulu membua
Lima tahun kemudian Pov. Dewi *** "Lebih baik aku dihajar sampai pingsan daripada aku didiamkan seperti ini oleh istriku." "Mana ada begitu?" aku hampir tertawa mendengar kepasrahan lelakiku ini. Kurasakan tangan besar itu memaksa memeluk tubuhku dari belakang. Wangi shampo yang menguar dari rambut cepaknya cukup menggelitik hidungku. Sekuat diri kutahankan nurani agar tak balas memeluk tubuh tinggi besar ini. Padahal aku tak marah. Hanya saja sedikit jengkel dengan pertemuan kami bersama kawan lamanya di pasar tadi. Kata-kata kawannya tadi seolah mengenang masa lalu mereka di salah satu tempat hiburan malam. Oh rupanya lelaki ini pernah terjebak dunia malam tapi tak jujur padaku. Tapi lelaki ini selalu tak biarkan aku untuk mendiaminya berlama-lama. Mas Satria. Setelah perjuangan panjangnya meyakinkan aku bila tak semua laki-laki sana, akhirnya kuterima pinangannya setahun yang lalu. Lima tahun ini bukan waktu yang singkat bagiku un
Pov. Pras *** Lima tahun aku mengasingkan diri. Membawa sesal cinta yang dulu kunodai. Aku ingat. Selalu ingat. Dewi tak pernah hilang dalam ingatanku. Dan aku tak ingin menghilangkannya. Sedikit pun tak pernah berusaha ku enyahkan. Sementara Aini yang pernah hadir membakar geloraku, kuanggap sudah menjadi arang yang menggores noda di kulitku. Benar kata mbak Widya, aku harus keluar dan bertemu orang-orang. Lalu pilihanku menjadi sopir taksi online tidak lah salah. Aku banyak bertemu dan berkenalan dengan orang-orang baru di kota yang baru. Lima tahun bukanlah waktu yang singkat dimana aku menutup diri dari gemerlap dunia. Dalam artian hubungan dengan lawan jenis. Hidup dan mencari nafkah di ibu kota negara membuatku banyak bertemu dengan orang-orang dengan bermacam latar belakang profesi. Mulai dari pemuka agama, karyawan dan juga wanita penghibur. lima tahun hidup di tengah hiruk pikuk ibu kota, bukan tak ada wanita yang berusaha
Aku bergumam lirih saat tak sengaja bersitatap dengan perempuan kedua yang pernah menggodaku. Aku tak menyangka saja melihat penampilannya yang semakin terbuka. Rambut sepunggungnya bahkan diwarnai. Kulitnya pun semakin putih dan sepertinya dia melalukan perawatan yang cukup mahal. Bukan perempuan ini yang ingin kutemui, tapi kenapa takdir membuatku melihatnya lagi. "Ayo, Pa!" Aini gegas membuang muka. Wajahnya nampak marah padaku. Mungkin ia belum bisa melupakan saat aku menjatuhkan talak padanya tanpa belas kasihan. Oh rupanya sudah menikah juga. Hanya saja penampilan mereka Aini dan laki-laki yang ia gelayuti jauh berbeda. Artinya suaminya itu terlalu tua. Ah apalah urusanku. Baguslah bila ia sudah berkeluarga. Hanya saja sayang pakaiannya harus seterbuka itu. Lalu kutepikan mobil dan gegas turun menuju toko roti. Sore ini sepertinya hujan akan turun deras. Mendung di langit terlihat semakin berat. Aku cepat melangkah ke arah pintu
Pov Dewi *** "Baik kah, Sayang?" Mas Satria mengusap punggungku saat aku sedikit tersedak. "He em." Aku hanya mengangguk dan berdehem. Mulutku penuh makanan jadi aku tak sanggup membalasnya. Tentu saja perasaanku tak baik- baik saja. Kehadiran mas Pras dan melihat Aini dijambak sedemikian rupa benar mengganggu rasa nyamanku. Ini sudah lima tahun. Aku pun entahlah. Sudah kumaafkan atau belum. Mungkin sudah kumaafkan namun ikhlasnya mungkin tak seratus persen. Walau begitu aku tak pernah meminta yang terburuk untuk mereka berdua . Aku hanya selalu berdoa dan meminta pada yang kuasa agar memberikan banyak kebahagiaan untukku dan memberiku rejeki yang berlimpah-limpah. Juga dulu sering kupinta agar Tuhan membuang jauh semua rasa sakit hati dan dendamku pada mereka. Sungguh pilu luka dan amarah yang pernah kurasa benar-benar menguras energiku. Aku sudah bahagia. Aku bersyukur dengan hidupku yang sekarang. Meski aku dan mas Satria tidak kaya,
Pov. Author*** Dengan berat hati dan rasa pusing yang melanda, terpaksa Dewi menerima kehadiran Pras dan mbak Widya.Bahkan Dewi sedikit tak enak hati saat mbak Widya menangis sesugukan. Mungkin kakaknya Pras ini tak menyangka bila Dewi sudah menikah lagi.Jujur saja mbak Widya juga masih berharap bila Dewi bisa menjadi iparnya kembali. Namun nasi sudah jadi bubur. Luka terlanjur menyakiti.Dewi tak ingin mengulang kisah dengan orang yang telah memberi rasa sakit yang begitu salam. Mungkin sekarang luka-luka itu perlahan sembuh. Namun kehadiran Satria patut diperhitungkan atas kesembuhan dari rasa sakit yang Dewi alami.“Mbak minta maaf sudah bikin kamu sakit hati begini.”“Mbak jangan begitu. Mbak nggak salah apa-apa. Mungkin saya dan mas Pras memang sudah tidak berjodoh.”Dewi semakin tak enak hati dengan suaminya yang duduk tepat di sampingnya.“Mbak benar-benar menyesal atas apa yang dulu Pras lakukan. Kamu tahu, Wi. Perempuan itu benar- benar ular. Bahkan ia jalan dan selingkuh
“Kau tak bertobat Aini!”Pras kembali mengunjungi Aini di rumah sakit sore ini. Kegalauannya atas kehamilan Dewi membuatnya ingat pada mantan istri kedua yang ia tolong beberapa hari yang lalu.Rupanya saat itu tak ada yang simpati dan kasihan pada keadaan Aini. Jadi Praslah yang menelpon ambulance dan menemaninya ke rumah sakit.Siapa pula yang ingin bersimpati pada pelakor. Bertemu lelaki beristri saat sudah sukses saja. Lalu hadir dengan menawarkan bi-rahi hanya untuk menikmati harta.Wajarlah istri-istri sah di luar sana banyak yang mengamuk sebrutal mungkin. Bahkan ada yang nekat menaburkan bubuk cabe pada wanita pelakor karna sakit hati yang harus ditanggung.“Aku butuh hidup dan makan, Mas. Kamu sendiri nggak bertanggung jawab padaku.”“Kamu sudah dengan Doni!”“Bahkan aku harus menggugurkan anaknya yang aku kandung, Mas!”“Astagfirulla! Kamu pernah hamil?”Dan Aini mengangguk. Ia pun tak menyangka bila Pras akan mengunjuginya sore ini.“Saya dari rumahnya Dewi kemarin. Dia jug
Pov. Author.Runtuh dunia Aini. Tubuh dan aset yang ia banggakan bisa menggaet lelaki mapan kini balik menghukum dirinya.Ia menangis berhari-hari tanpa ingin menyentuh jatah makanan yang diberikan untuknya.Bahkan kini Aini dipindahkan ke ruang perawatan khusus yang lebih mirip dengan ruangan isolasi.Tak ada satupun sanak saudara yang datang menjenguk. Tak juga para lelaki yang dulu memuja dirinya.Bahkan Pras yang kemarin masih sempat datang meminta maaf padanya, kini seolah tanpa kabar. Lelaki baik yang dulu ia rayu sedemikian rupa hingga membuat keluarganya berantakan kini tak ada kabar sama sekali. Bahkan mungkin sangat menyesal pernah tergoda untuk menikahi dirinya.“Maafkan aku, Dewi.”Parau suara Aini mengucap maaf itu. Bagaimana sekarang. Bagaimana caranya menemui Dewi dan memohon ampun pada kawan yang tega ia sakiti.Bukan hanya pada Dewi Aini ingin meminta maaf. Namun juga pada ayah dan ibunya yang sudah lama tiada.“Ibu harus rajin minum obatnya ya. Biar bisa sembuh.”Wal
Dua minggu sudah berlalu sejak pertemuan tak terduga antara Gavin dan Kania. Juga pertemuannya dengan pak RT yang dating menyampaikan keluhan warga akan pembayaran tanah yang belum selesai.Gavin bahkan tak menyangka bila ruko yang dibelinya ada hubungannya dengan Doni. Mantan suami Hera yang diam-diam juga menjalin affair Bersama wanita yang pernah menjadi kekasih gelapnya.Bahkan ungkapan pertanyaannya pada Winda hari itu seolah angin lalu yang sudah terlupakan. Gavin pun sekarang lebih banyak menghabiskan waktu sebagai sopir taksi online daripada mengunjungi tokonya. Laporan penjualan oli akan ia terima lewat emailnya. Winda sudah sangat cekatan mengirim laporan melalui email.Sementara untuk pembelian, Gavin akan langsung menelpon supplier oli yang telah menjadi langganannya. Pembayaran pun dilakukan melalui transfer.Tak ada yang tahu balasan takdir apa yang akan diterima setelah melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu.Bertaubat mungkin sudah dilakukan, tapi balas akan t
"Sudah dua tahun kamu hidup sendiri, apa nggak ada niatan untuk kamu buka hati, Nia?" "Luka yang lama rasanya susah betul sembuhnya, aku takut mengulang cerita yang akan memberikan rasa sakit di ujungnya, Ta." Kania tahu kemana arah pembicaraan Sita. Ini bukan kali pertama ibu satu anak ini menyampaikan makna tersurat tentang perasaan seseorang padanya. "Mas Daksa itu suka sama kamu, ibunya juga berharap kamu ada perasaan yang sama." Kania tersenyum miris setipis mungkin. Sebagai Perempuan dewasa, Kania juga tahu tentang perasaan pria itu.Mas Daksa pria yang baik, hanya saja Kania rasanya masih takut memulai hubungan yang baru, apalagi statusnya hanya sebagai pembantu di rumah pria itu.Ada kenangan yang membekas dan mungkin tak mampu dihapus waktu. Kenangan akan statusnya Bersama Gavin.“Aku ini orang susah, Ta. Aku hanya pekerja di rumah orang tua mas Daksa.”“Nggak ada masalah. Problemnya dimana. Mas Daksa serius ingin membangun rumah tangga. Dia juga pernah gagal,
"Tanah ini pembayarannya belum diselesaikan, Pak Gavin." Seorang pria tua berpeci yang sedari tadi menunggu Gavin, langsung membeberkan inti persoalan yang menyebabkan beliau harus datang menemui pemilik ruko ini. Rupanya beliau ketua RT di daerah ini. "Gimana maksudnya, Pak? Saya juga tidak tahu menahu dengan pembayaran tanah yang bapak maksud." Gavin tentu menerima dengan baik tamu yang tak diharapkan kehadirannya siang ini. Belum lagi tadi pertemuan tak sengaja antara dirinya dan Kania membuat perasaannya jelas terusik. "Pihak developer belum menyelesaikan pembayaran tanah ini, Pak. Dan warga tidak mau tahu, mereka meminta saya untuk menemui pemilik ruko satu persatu." "Tapi saya sudah membayar lunas pembelian ruko ini, Pak. Entah dengan yang lainnya." Raut wajah pak RT terlihat cemas. Lelaki berkacamata ini menarik napas panjang lalu menghembuskan dengan berat. "Pak Gavin bukan pemilik ruko yang pertama yang saya datangi, tapi jawaban mereka ham
Sejenak keduanya tertegun. Ada kenangan yang tiba-tiba hadir di benak keduanya. Kenangan manis yang lebih dulu hadir di kepala Gavin. Kenangan yang ternyata tak bisa ia lupakan begitu saja. "Kania, ayo mas, antar!" Gavin terlalu bahagia hanya dengan melihat Kania sedekat ini. Namun, kenangan yang menyibak ingatan lelaki ini, ternyata tak sama dengan yang Kania rasakan. Kenangan pahit dan p3rih yang muncul dalam ingatan Wanita baik ini.“Oh, Maaf, Mas. Saya nggak tahu kalau kamu.” Terburu Kania mengeluarkan lembaran rupiah dari dompetnya ia ambil senilai harga taksi yang tertera di aplikasi tadi. “saya bayar, Mas. Maaf saya nggak jadi pakai taksinya!”Kania memaksa memberikan uang itu. Namun Gavin yang melongo karna terkejut dengan penolakan yang diberikan penumpangnya ini membuat Kania meletakkan uang itu di atas kursi penumpang lalu gegas berlalu sambil mengucap lagi kata maaf.“Kania!” Gavin berseru lalu gegas membuka pintu dan turun menghampiri Kania yang ter
Dua tahun berlalu, …*** Keheningan dan sunyi melanda. Ini hari-hari yang Gavin lalui setelah badai besar yang ia cipta dalam rumah tangganya.Perselingkuhannya Bersama Aline dua tahun lalu telah membuatnya kehilangan segalanya. Kejayaan ekonomi yang ia raih saat Bersama Kania dulu, pupus satu persatu bersamaan dengan kepergian Kania melepaskan diri.Mulai dari rumah tangganya yang hancur, kepergian ibunya untuk selamanya, juga keuangan Perusahaan yang tiba-tiba bangkrut dan pembayaran pelanggan yang macet telah membuatnya berada pada titik terendah dalam hidupnya.Dan bukannya menikahi selingkuhan yang telah membuatnya berpaling dari istri sahnya, tapi ia tinggalkan pula kekasih gelapnya itu dalam keadaan tak berdaya.Hari Dimana Gavin mengunjungi Aline di rumah sakit untuk melampiaskan amarah dan kecewanya, adalah hari terakhir mereka bertemu.Aline meninggal membawa sesalnya juga rahasianya. Tak ada yang tahu, ancaman apa yang telah diterima dari Doni hingga nekat menipu dan mengk
*** Sia-sia sudah pernikahan yang dibangun dengan cinta dan keikhlasan di awalnya.Tiga tahun berakhir dengan rasa sakit dan kecewa. Kisah indah antara Gavin dan Kania berakhir di siang yang gerimis ini.“Aku minta maaf, Mas bila selama Bersama telah membuatmu tersiksa dalam pernikahan kita. Mungkin aku yang banyak kurangnya sehingga kamu cari kenyamanan di luar sana.”Ikhlas sekali Kania membalas uluran salam dari Gavin. Bagaimana pun mereka pernah begitu Bahagia dan ia akui selama pernikahan kebutuhan lahir batinnya terpenuhi cukup baik.Meski luka jelas belumlah sembuh, tapi Kania siap menjalani hidupnya yang baru. Hidup tanpa suami dan mengusahakan apa-apa dalam hidupnya seorang diri.“Kania, …”“Aku pamit, Mas.”Kania tak biarkan Gavin mendestruksi lagi perasaannya. Luka yang kemarin sungguh begitu susah sembuhnya. Jadi, biarlah seperti ini.Gemuruh Kembali menghampiri bumi saat Kania melangkah meninggalkan ruang siding itu.“Nia, kamu oke?” Sita berdiri mengamit pergelangan K
“Beri aku kesempatan, Kania. Aku benar-benar minta maaf atas khilafku Bersama Perempuan itu.”Gavin berlutut di hadapan Kania. Lelaki ini begitu takut kehilanga, sementara Kania begitu siap untuk melepaskan.“Jangan gini, Mas!” Kania mundur selangkah. Tak biarkan Gavin menyentuh kakinya yang tertutup kaos kaki berwarna khaki.Kania benar-benar siap untuk berpisah hari ini. Ia sudah tak menangis seperti di awal saat Gavin begitu bersemangat ingin berpisah.“Aku mohon, Kania. Kita jangan berpisah, Sayang!” Wajah Gavin begitu memelas, tak lagi garang saat memberikan hadiah ulang tahun pernikahan pada Kania dengan ucapan perpisahan begitu mantap.Lelaki ini tampak kurus dari sebelumnya. Harapannya pada Kania untuk Kembali dan bertahta disisinya sungguh besar. Sayangnya, Gavin lupa sedalam apa be**ati yang telah ia tancap dalam hati Kania.“Aku nggak mau lagi berdebat, Mas. Kuberikan semua yang kamu inginkan. Aku harap mas Gavin masih ingat hadiah pernikahan yang mas berikan padaku dua b
***“Apa sih, yang ada di pikiran kamu saat memilih menyelingkuhi Perempuan sebaik Kania?”Rahmat bertanya sambil menatap iba juga geram pada Gavin yang terlihat frustasi dan tak ada semangat.Lelaki itu terlihat menghembuskan dengan kuat asap nikotin yang dihirupnya kuat-kuat. Gavin sudah cukup lama tak mengisap tembakau. Namun bercelarunya pikiran akan perbuatannya sendiri membuatnya membeli sebungkus nikotin beraroma mentol kesukaannya dulu.Bahkan saking frustasinya, ia meminta Rahmat untuk dating mendengarkan keluh kesahnya.Keduanya duduk di balkon rumah berlantai dua ini. Balkon Dimana banyak meninggalkan kisah indah antaranya dirinya dan Kania. Keindahan yang hadir sebelum ia ciptakan badai dan menghancurkan segalanya.“Aku khilaf,” ucapnya sambil menghembuskan lagi kepulan asap putih dari bibirnya yang kecoklatan.“Heh? Khilaf?” Rahmat tertawa menyeringai. Jengkel rasanya. Ia juga lelaki jadi tahulah apa yang membuat Gavin sampai selena itu Bersama mantan masa lalunya. “Mana
*** “Bagaimana dengan sidang cerai kalian?”“Sepertinya mas Gavin enggan melanjutkan. Mungkin selingkuhannya sudah nggak menarik lagi dimatanya.”Kania menjawab sambil menyeruput minuman coklat yang Sita bawakan. cuaca memang cukup panas hari ini. Bila siang hari panas, biasanya sore atau malam pasti hujan. Tadi sebelum Sita datang, Kania sudah mencuci pakaian kotornya dan menjemur di bagian belakang kost-kostan ini.Kania kemudian tersenyum miris saat mengingat saat mencuci tadi ia masih bertanya dalam hati siapa yang mencucikan pakaian kotor suaminya.“Bagaimana dengan kamu, Nia? Maksudku nggak ada salahnya memberikan kesempatan kedua, asalkan hatimu ikhlas.” “Entahlah, Sit. Hatiku terlalu sakit pada mereka.” Kania berhenti sebentar, berusaha menghalau air mata yang datang mengintip. “Kata-kata wanita itu kemarin mungkin nggak bisa aku lupa seumur hidupku.”Akhirnya embun di pelupuk benar-benar jatuh. Walau hanya setitik, tapi sudah cukup menandakan bila sakit itu benar-benar mem