Pov. Pras*** Badai pernikahan benar adanya. Bukan mengapa dan bagaimana. Tapi semua karna lenaku dan tak mampu membendung hawa nafsu yang menggoda.Benar Aini datang menawarkan gelas madu yang berisi racun. Namun akupun salah, bahkan yang paling salah adalah diriku sendiri. Sebab aku jelas menerima gelas madu yang belum kutahu pasti isinya, sementara di rumah ada gelas yang berisi madu manis yang sudah kucicipi lezatnya.Aku benar-benar terhempas jauh sebab kesalahanku sendiri. Dan pada akhirnya aku kehilangan segalanya. Setelah kukhianati Dewi dan pernikahan kami, bukan saja surat cerai yang kuterima tapi juga surat pemecatan ditambah dengan surat tagihan utang akibat perbuatan wanita keduaku.Dewi benar-benar pergi dan semakin sulit untuk kugapai. Sementara Aku dan Aini semakin tak mungkin pula untuk bersatu. Bahkan baru beberapa bulan saja setelah kutalak dia dengan kemarahanku, kulihat ia jalan bersama ipar dari mbak Widya.Doni. Kepala koperasi yang sudah lama berusaha menjadi
Pov. Aini. *** “Astagfirullah. Apa sebabnya kalian bisa bercerai?” Dewi, kawan lama sewaktu sekolah dulu bertanya heran padaku saat kusengaja berkunjung ke rumahnya di kota ini. Mungkin dia heran mengapa aku yang senang memposting foto mesraku bisa bercerai. Tentu kuceritakan tentang keburukan mantan suamiku saja tanpa menceritakan sikap jelekku. Walau benar Arfan dan keluarganya pernah menghinaku tapi itu karna ulahku sendiri yang tak patuh dan juga aku pernah sedikit nakal dengan kawannya Arfan. Jelas aku tak mau namaku menjadi rusak di mata Dewi. Walau kami bukan teman akrab, tapi di kota ini hanya dia yang menerima kehadiranku di rumahnya. "Yang sabar ya." Dewi coba menghiburku kala itu. Dalam pandanganku, kehidupan Dewi yang berkecukupan dengan pekerjaan yang lumayan bagus membuatku pun ingin merasakan hidup layak sepertinya. Pernikahanku bersama Arfan kurasa-rasa hanya membuatku hidup dalam kemiskinan. Laki-laki yang dulu membua
Lima tahun kemudian Pov. Dewi *** "Lebih baik aku dihajar sampai pingsan daripada aku didiamkan seperti ini oleh istriku." "Mana ada begitu?" aku hampir tertawa mendengar kepasrahan lelakiku ini. Kurasakan tangan besar itu memaksa memeluk tubuhku dari belakang. Wangi shampo yang menguar dari rambut cepaknya cukup menggelitik hidungku. Sekuat diri kutahankan nurani agar tak balas memeluk tubuh tinggi besar ini. Padahal aku tak marah. Hanya saja sedikit jengkel dengan pertemuan kami bersama kawan lamanya di pasar tadi. Kata-kata kawannya tadi seolah mengenang masa lalu mereka di salah satu tempat hiburan malam. Oh rupanya lelaki ini pernah terjebak dunia malam tapi tak jujur padaku. Tapi lelaki ini selalu tak biarkan aku untuk mendiaminya berlama-lama. Mas Satria. Setelah perjuangan panjangnya meyakinkan aku bila tak semua laki-laki sana, akhirnya kuterima pinangannya setahun yang lalu. Lima tahun ini bukan waktu yang singkat bagiku un
Pov. Pras *** Lima tahun aku mengasingkan diri. Membawa sesal cinta yang dulu kunodai. Aku ingat. Selalu ingat. Dewi tak pernah hilang dalam ingatanku. Dan aku tak ingin menghilangkannya. Sedikit pun tak pernah berusaha ku enyahkan. Sementara Aini yang pernah hadir membakar geloraku, kuanggap sudah menjadi arang yang menggores noda di kulitku. Benar kata mbak Widya, aku harus keluar dan bertemu orang-orang. Lalu pilihanku menjadi sopir taksi online tidak lah salah. Aku banyak bertemu dan berkenalan dengan orang-orang baru di kota yang baru. Lima tahun bukanlah waktu yang singkat dimana aku menutup diri dari gemerlap dunia. Dalam artian hubungan dengan lawan jenis. Hidup dan mencari nafkah di ibu kota negara membuatku banyak bertemu dengan orang-orang dengan bermacam latar belakang profesi. Mulai dari pemuka agama, karyawan dan juga wanita penghibur. lima tahun hidup di tengah hiruk pikuk ibu kota, bukan tak ada wanita yang berusaha
Aku bergumam lirih saat tak sengaja bersitatap dengan perempuan kedua yang pernah menggodaku. Aku tak menyangka saja melihat penampilannya yang semakin terbuka. Rambut sepunggungnya bahkan diwarnai. Kulitnya pun semakin putih dan sepertinya dia melalukan perawatan yang cukup mahal. Bukan perempuan ini yang ingin kutemui, tapi kenapa takdir membuatku melihatnya lagi. "Ayo, Pa!" Aini gegas membuang muka. Wajahnya nampak marah padaku. Mungkin ia belum bisa melupakan saat aku menjatuhkan talak padanya tanpa belas kasihan. Oh rupanya sudah menikah juga. Hanya saja penampilan mereka Aini dan laki-laki yang ia gelayuti jauh berbeda. Artinya suaminya itu terlalu tua. Ah apalah urusanku. Baguslah bila ia sudah berkeluarga. Hanya saja sayang pakaiannya harus seterbuka itu. Lalu kutepikan mobil dan gegas turun menuju toko roti. Sore ini sepertinya hujan akan turun deras. Mendung di langit terlihat semakin berat. Aku cepat melangkah ke arah pintu
Pov Dewi *** "Baik kah, Sayang?" Mas Satria mengusap punggungku saat aku sedikit tersedak. "He em." Aku hanya mengangguk dan berdehem. Mulutku penuh makanan jadi aku tak sanggup membalasnya. Tentu saja perasaanku tak baik- baik saja. Kehadiran mas Pras dan melihat Aini dijambak sedemikian rupa benar mengganggu rasa nyamanku. Ini sudah lima tahun. Aku pun entahlah. Sudah kumaafkan atau belum. Mungkin sudah kumaafkan namun ikhlasnya mungkin tak seratus persen. Walau begitu aku tak pernah meminta yang terburuk untuk mereka berdua . Aku hanya selalu berdoa dan meminta pada yang kuasa agar memberikan banyak kebahagiaan untukku dan memberiku rejeki yang berlimpah-limpah. Juga dulu sering kupinta agar Tuhan membuang jauh semua rasa sakit hati dan dendamku pada mereka. Sungguh pilu luka dan amarah yang pernah kurasa benar-benar menguras energiku. Aku sudah bahagia. Aku bersyukur dengan hidupku yang sekarang. Meski aku dan mas Satria tidak kaya,
Pov. Author*** Dengan berat hati dan rasa pusing yang melanda, terpaksa Dewi menerima kehadiran Pras dan mbak Widya.Bahkan Dewi sedikit tak enak hati saat mbak Widya menangis sesugukan. Mungkin kakaknya Pras ini tak menyangka bila Dewi sudah menikah lagi.Jujur saja mbak Widya juga masih berharap bila Dewi bisa menjadi iparnya kembali. Namun nasi sudah jadi bubur. Luka terlanjur menyakiti.Dewi tak ingin mengulang kisah dengan orang yang telah memberi rasa sakit yang begitu salam. Mungkin sekarang luka-luka itu perlahan sembuh. Namun kehadiran Satria patut diperhitungkan atas kesembuhan dari rasa sakit yang Dewi alami.“Mbak minta maaf sudah bikin kamu sakit hati begini.”“Mbak jangan begitu. Mbak nggak salah apa-apa. Mungkin saya dan mas Pras memang sudah tidak berjodoh.”Dewi semakin tak enak hati dengan suaminya yang duduk tepat di sampingnya.“Mbak benar-benar menyesal atas apa yang dulu Pras lakukan. Kamu tahu, Wi. Perempuan itu benar- benar ular. Bahkan ia jalan dan selingkuh
“Kau tak bertobat Aini!”Pras kembali mengunjungi Aini di rumah sakit sore ini. Kegalauannya atas kehamilan Dewi membuatnya ingat pada mantan istri kedua yang ia tolong beberapa hari yang lalu.Rupanya saat itu tak ada yang simpati dan kasihan pada keadaan Aini. Jadi Praslah yang menelpon ambulance dan menemaninya ke rumah sakit.Siapa pula yang ingin bersimpati pada pelakor. Bertemu lelaki beristri saat sudah sukses saja. Lalu hadir dengan menawarkan bi-rahi hanya untuk menikmati harta.Wajarlah istri-istri sah di luar sana banyak yang mengamuk sebrutal mungkin. Bahkan ada yang nekat menaburkan bubuk cabe pada wanita pelakor karna sakit hati yang harus ditanggung.“Aku butuh hidup dan makan, Mas. Kamu sendiri nggak bertanggung jawab padaku.”“Kamu sudah dengan Doni!”“Bahkan aku harus menggugurkan anaknya yang aku kandung, Mas!”“Astagfirulla! Kamu pernah hamil?”Dan Aini mengangguk. Ia pun tak menyangka bila Pras akan mengunjuginya sore ini.“Saya dari rumahnya Dewi kemarin. Dia jug