Anna bergegas menuju kamar mendiang orang tuanya. Ia membuka laci meja di sebelah tempat tidur. Menyingkap baju-baju mendiang orang tuanya. Ia berharap menemukan suatu petunjuk yang bisa menjelaskan tentang semua ini.
"Ayah, ibu ayolah tolong bantu aku. Apa semua yang dikatakan lelaki itu benar? Aku adalah cucunya?". Ia bergumam sendirian.Hingga akhirnya tangannya sampai pada berkas yang dibalut kain silver. Bekas itu terletak paling bawah diantara surat-surat penting. Berkas yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Ia lalu membukanya dengan penasaran.Ada sebuah surat dan buku di dalamnya. Surat itu menyatakan tentang tuduhan terhadap ayahnya yang telah mencuri berlian turun temurun milik keluarga Suryadinata. Anna mengernyitkan dahi.Ia tidak percaya dengan surat itu dan meninggalkannya. Kemudian ia membuka buku yang terlihat usang berwarna biru navy. Buku itu terlihat lusuh. Rupanya itu buku harian milik ibunya. Ia baca dari awal hingga akhir. Hingga matanya berhenti di suatu halaman.12-07-1998,Hari ini adalah hari terakhirku di keluarga Suryadinata. Orang yang aku cintai, Mommy, menuduh suamiku menggelapkan berlian turun temurun peninggalan keluarga kami. Dan aku mengenal suamiku, tidak mungkin dia melakukan hal itu. Suamiku mengatakan berlian itu tetap terjaga di rumah kami. Karena ada suatu hal yang akupun tak tahu, suamiku memindah berlian itu di perusahaan kami. Dan iya pun tak pernah mengatakan sesuatu saat tuduhan itu tertuju padanya. Kami akan keluar dari rumah ini, meski dengan tuduhan yang aku yakin tidak dilakukan oleh suamiku. Aku bahagia hidup bersamanya.Air mata Anna menetes. Ia merindukan orang tuanya. Melihat surat itu, mengingatkan pada kehangatan kasih sayang yang ia dapatkan selama ini. Kini semua hilang. Ia mencoba membendung air mata yang terus bercucuran. Ia menangis sesenggukan, tak ada yang peduli akan hidupnya kini selain Vania. Sahabatnya dari kecil yang ia anggap sebagai kakak sendiri.****Sore hari, Ia memacu motor menuju rumah Vania. Motor ini hasil jerih payahnya bekerja di toko roti. Setelah seluruh toko keluarganya di sita, iya bekerja di toko roti milik Bu Hajjah, tetangganya. Ini hanya sebagai loncatan, karena ia tak berniat bekerja di toko roti terlalu lama. Ia tak ingin terpuruk mengingatkan pada orang tuanya dulu yang juga mengelola toko roti.Vania menyambutnya dengan sumringah dan menyuruhnya masuk."Kok gak kasih kabar dulu mau kesini, kan gue bisa ke rumah lu." Tanya gadis berambut pirang itu."Gue stres di rumah." Jawab Anna singkat."Lu inget orang tua lu lagi ya?"Anna mengangguk. "Semalem ada surat yang mengatakan bahwa gue sebenernya cucu Hadi Suryadinata." Ia menjelaskan dengan malas."Yang bener lu? Hadi Suryadinata konglomerat itu?" Vania memastikan tidak percaya.Anna mengangguk lagi, "Tadi pagi ada James Bond utusan kakek. Dia mau jemput gue."" berarti lu mungkin putri yang tertukar kayak di drama-drama korea itu An?" Mata Vania berbinar-binar."Bisa jadi, atau mungkin gue punya kembaran konglomerat, dan akhirnya kekasihnya suka sama gue, terus gue disingkirin sama james Bond utusan kembaran gue?" Anna mencoba mengarang dengan mengerjapkan matanya yang indah.Vania tertawa, "Tinggi amat mimpi lu?"Anna lalu mengeluarkan surat utusan kakeknya dan menyerahkan ke Vania. Ia juga membawa berkas rahasia orang tuanya. Vania membacanya dengan seksama. Sebelum akhirnya ia terkejut dan bermuka serius."Terus rencana lu apa?" Tanya vania serius."Entahlah, gue akan masuk ke keluarga itu. Gue akan meluruskan semua kesalahpahaman ini. Dan memperbaiki citra ayah gue di mata mereka." Anna berkata mantap."Lu yakin?"Anna menganggukkan kepala mantap. Vania menepuk punggungnya dan tersenyum."Gue do'ain lu berhasil. Gue harap lu mendapatkan kebahagiaan disana. Jangan lupain gue ya," Vania berkata dengan memeluk Anna."Gue gak kemana mana Van. Gue tetep pulang ke rumah. Gue gak mau satu-satunya peninggalan orang tua gue terabaikan.""Terus gimana lu bisa memperbaiki citra ayah lu kalau lu tetep kerja di toko roti An? Atau lu mau buat roti maut, terus lu kasih ke keluarga Suryadinata?" Vania menerka.Anna langsung tertawa. "Gila serem amat jalan pikiran lu! terlalu sering liat Drakor sih lu Van."Mereka berdua tertawa. Dua sahabat yang selalu ceria. Vania tinggal sendiri di rumah kontrakan ini. Ia berasal dari Magetan dan bekerja di kantor outbond di Surabaya.Vania teringat akan sesuatu." Eh lu tadi bilang James Bond siapa?""Pria mirip James Bond, berpakaian hitam, kacamata hitam, sepatu pantofel hitam, koper hitam. Mirip kan?" Anna mengingat pria itu."Yeilee, mirip upin ipin jadi detektif kali...tinggal nambahin lub."Mereka tertawa lepas. Tawa Anna kembali terlihat setelah sekian lama tersembunyi. Ia terlihat semakin manis. Dengan mata berawarna coklat hazel indah, membuat siapapun yang memandangnya pasti terpikat.****Hari senin Anna kembali bekerja. Hari ini ia bertugas menjaga kedai coffe break yang juga satu stand dengan toko roti. Ini adalah kafe yang menyediakan aneka jenis roti dan kopi. Letaknya ada di sebelah toko roti dan masih satu pemilik. Kafe ini kerap didatangi berbagai kalangan karena terkenal ras dan variannya yang unik. Kafe ini tak pernah sepi pengunjung.Anna mengusap peluh sembari duduk di balik coffe stand. Hari ini sangat ramai sehingga membuatnya tak bisa istirahat meneguk air sekalipun. Ia yang belum sarapan mulai merasakan kelaparan."Mbak, pesen cafe latte dan cappucino satu ya."Suara wanita mengagetkan Anna dan ia sontak berdiri. Wanita itu modis dan cantik. Ia memakai jeans soft blue dan kaos denim ketat. Rambutnya tergerai indah dan ada totebag di pundaknya."Baik kak." Anna mengangguk ramah."Di meja 12 ya mbak." Ia lalu berjalan menuju meja 12.Anna segera meracik pesanan wanita itu dan mengantarnya ke meja 12. Tapi ia berhenti sejenak. Ada pria yang sepertinya tidak asing duduk di depan wanita tadi. Ia berkulit bersih dan tampan. Pria itu masih memakai jas. Ia sedang berbincang hangat dengan wanita tadi. Sesekali tampak wanita itu bergelayut di pundaknya, terlihat manja.Anna menyadari pria itu adalah James Bond yang datang ke rumahnya kemarin."Oh, James Bond itu ternyata punya cewek yang elegan. Tipe yang baik.." . Ia bergumam sambil tersenyumAnna berjalan mendekati pasangan itu."Ehm..permisi.. pesanannya.." Anna sengaja tersenyum ke arah James Bond itu.Pria itu sedikit kaget dan tersenyum, "Terima kasih." Jawabnya dengan menundukkan kepala.Anna kemudian berlalu pergi. Pria itu masih memandang Anna hingga ia kembali ke balik coffe stand."Bi, kamu mengenalnya?". Wanita tadi menyadarkan lamunannya."Oh, tidak..." Ia berkata tenang dan pelan. "Belum..dan akan.." Pria itu tersenyum dan melanjutkan perbincangannya dengan wanita itu.Anna terus mengamati pria dan wanita itu. Ia berniat mengorek sesuatu tentang kakeknya kepada 'james Bond'. Namun wanita itu seperti menghalanginya. Anna mengurungkan niatnya."Anna, besok ada acara cathering di hotel Aurora. Disana akan ada meeting para investor. Kamu yang handle ya," Miss Eka, kepala toko menyampaikan arahan."Baik miss", Anna adalah karyawan terpercaya. meski ia belum begitu senior, ia mampu mengerjakan berbagai tugas dengan cekatan. Ini karena kebiasaan membantu orang tuanya di toko semenjak ia smp hingga lulus kuliah.Pukul 22.00 kafe tutup. Setelah membersihkan ruangan, ia dan ketiga temannya bersiap untuk pulang. Ia pakai hoodie tebal dan menutup hijabnya. Ia berjalan pulang. Jarak toko dan rumahnya kurang lebih 400m. Dan ia lebih suka jalan kaki daripada naik motor. Sambil menikmati pemandangan kota saat malam hari, kerlap kerlip lampu indah pikirnya."An, pulang bareng yuk.." Dandi, manager cafe yang sekaligus temannya me
Anna mulai menyusun rencana. Ia bermaksud menemui kakeknya, Hadi Suryadinata. Keluarga Suryadinata telah menghina ayahnya. Anna merasa ini semua adalah kesalahpahaman. Sepulang bekerja, ia akan mencari Tuan James Bond itu.Toko tutup agak sore, karena di kafe ada acara dan harus dibooking hingga acara selesai. Hari ini Anna bekerja di toko. Setelah membersihkan toko ia pulang seperti biasa, jalan kaki. Matanya menoleh ke kanan dan kiri. Lalu lalang mencari seseorang. Namun orang yang ia cari nampaknya tak terlihat. Anna mulai berjalan pelan."Siapa yang anda cari?" Suara pria mengagetkannya dari belakang.Anna membalikkan badan, sedikit kaget. "Anda". jawabnya mantap. Ia segera belok ke tempat duduk besi panjang yang ada di trotoar kota.Pria itu masih berdiri mematung.Anna mengisyaratkan tangan agar pria itu segera duduk di sebelahnya. Pria itu berpikir sejenak, lalu duduk."Aku akan menemui kakekku". Anna memulai pembicaraan
Pria itu membawa amplop coklat milik Anna masuk ke gedung. Ia masuk ke ruangan lalu membukanya. Ia mengamati setiap berkas milik Anna. Kemudian menelepon seseorang dan berbincang dengannya. Ia menelepon HRD, berpesan agar menerima Anna sebagai karyawan seperti yang Anna inginkan, office girl. Kemudian pria itu menutup teleponnya dan memandang kembali foto Anna dalam berkas lamaran tersebut.Anna menerima notif pesan panggilan interview. Ia yang masih duduk di bangku depan minimarket sedikit terkejut bercampur antusias."Ini beneran panggilan interview? cepet banget...kata satpam prosesnya agak lama kecuali ada orang dalam yang bantuin. (Anna berpikir sejenak). Oh atau mungkin James Bond tau kalau aku melamar jadi office girl. Oh Allah, ia seperti bayang-bayangku." Anna tersenyum optimis.Anna memacu motornya pulang. Ia berganti pakaian resmi. Atasan blouse putih panjang dan kulot hitam. Dengan pasmina hitam dililitkannya indah. Ia bercermin sebentar, mengu
Tuan James Bond sudah lama berdiri di balik pohon makam. Ia mengamati Anna yang bersimpuh di hadapan makam ayah ibunya. Seperti lelaki pada umumnya, ia tak kuasa melihat Anna yang sedang menangis tersedu sedu. Lalu terbesit pikiran untuk menjahili Anna agar kesedihan wanita itu sedikit berkurang, pikirnya. "Gadis itu juga punya rasa takut rupanya." Pria itu bergumam menahan tawa. Seperti biasa, Ia menjalankan mandat dari Tuan Hadi, kakek Anna. Ia harus memastikan Anna pulang dengan selamat. Tugas ini sebenarnya sangat tidak sesuai dengan kepribadian Tuan James Bond, yang tidak suka disuruh. Awalnya Ia terpaksa menerima mandat ini karena sangat menghormati Tuan Hadi. Namun belakangan, rupanya ada hal lain yang mulai mengusik pikirannya.James Bond berjalan meninggalkan makam. Ia memacu mobil Ferrari nya dengan kecepatan penuh menuju rumah Anna. Ia berharap Anna belum sampai rumah saat ia tiba di rumahnya. Sayangnya sore hari jalanan kota macet dipenuhi pekerja yang
Anna melangkah menuju lobby perusahaan dengan percaya diri. Ini adalah hari pertamanya bekerja. Ia akan memulai misi ini dengan penuh semangat. Tujuannya semata hanya untuk memperbaiki nama baik sang ayah. Tidak bisa dipungkiri, ia juga ingin mengenal keluarga sang kakek lebih jauh. Hari pertamanya bekerja, Anna masuk jam 8 seperti para karyawan pada umumnya. Setelah meminta ijin satpam, ia berjalan memasuki ruangan. Di luar ekspetasinya, ia sangat takjub dengan desain ruangan perusahaan ini. Dalamnya bernuansa modern dan mewah. Terdapat bunga besar di setiap pojok ruangan, menumbuhkan kesan alami diantara batuan granit yang mendominasi. Ruangannya luas dan banyak. Setiap lantai berbeda divisi. Perusahaan ini terdiri dari tiga bidang, tapi tetap milik Suryadinata Grup. Anna bertemu dengan Bu Vivin, kepala dapur. Bu Vivin sempat memandang Anna agak lama sebelum ia mulai mentrainingnya. "Selamat pagi bu.." Anna menyapa dengan mata berbinar indah. "Pagi, Anna A
Jam 4 sore karyawan berhamburan pulang termasuk juga Anna. Ia mengenakan hoodie tebal menutup seragamnya. Ia berjalan dengan percaya diri di antara para karyawan atasannya. Tak ada rasa minder sekalipun dalam benak gadis itu. Meski ia hanya seorang cleaning service. Baginya pekerjaan apapun bernilai baik. Asal tidak melanggar larangan Sang Pencipta.Para karyawan yang pulang memandanginya. Karena mereka belum pernah melihat Anna sebelumnya. Ia selalu menampakkan senyum indah yang bisa menyihir siapapun. Di sebelah bibir atasnya terdapat tahi lalat yang membuatnya nampak manis. Disertai lesung di bawah mata saat ia sedang tersenyum. Ia tinggi dan memiliki mata hazel keturunan ibunya. Berwajah blasteran indo-turki. Ibunya juga seorang blasteran belanda, sedang ayahnya asli turki. Inilah alasan banyak pria yang menaruh hati padanya. Karunia yang tiada tara dari Allah di samping masalah yang sedang menimpanya saat ini. Anna menuju parkiran. Ia melihat masih ada beberapa mo
Hari ini Anna berangkat lebih awal, jam 6 pagi. Ia mulai bekerja normal seperti cleaning service pada umumnya. Apalagi ia seorang junior, pasti harus bekerja lebih keras dari seniornya. Hal ini maklum berlaku di tempat manapun. Bisa dibilang ia sedikit dikerjai seniornya. Karena rata-rata para seniornya berangkat jam 7 pagi. Anna mulai membersihkan ruangan di lantai paling bawah. Ia membersihkan kaca tepat di sebelah lift. Lalu tampak pria berjas hitam datang dari arah lobby. Anna mendengar bunyi sepatu pantofelnya dan segera menunduk. Ia mengetahui jika yang datang adalah atasannya. Anna tidak berani mengangkat wajahnya sebelum pria itu memasuki lift. Tapi pria itu tetap berdiri di depan lift, membuatnya heran."Bagaimana pekerjaanmu, nona?" Sapa pria itu.Anna mengangkat kepalanya.Seketika Ia terkesima."Oh anda Tuan James Bond, apa yang anda lakukan disini? sepagi ini?" Anna bertanya polos. Ia belum mengetahui jika Tuan James Bond adalah Aslan, seo
Anna membalikkan badan menghadap Bu Vivin. Rani terlihat masih melanjutkan menata kopi di atas nampan. Ia siap mengantar ke karyawan yang request. Ekspresinya memberi tanda bahwa ia tak setuju dengan pernyataan Bu Vivin, Rani sedikit tampak acuh."Anna kamu nanti lembur ya. Nanti ada rapat divisi perusahaan kira-kira sampai jam 8 malam. Harus ada yang lembur. Kamu kan belum pernah dapat jatah lembur." Bu Vivin melanjutkan.Anna terdiam sejenak. Padahal sepulang kerja ia berniat ketemu dengan depkolektor kemarin sore. Ia akan menandatangani perjanjian utang piutang kemarin. Sayangnya ia tak bisa menolak, karena rapat divisi hanya dilaksanakan saat situasi urgent saja. Dan apapun alasannya, perusahaan tak mungkin mentolerir karyawan yang ijin tanpa kepentingan mendesak.Ia kemudian teringat akan tujuannya. Seketika menjadi penyemangat baginya. Matanya berbinar, senyum simpul menarik ujung bibirnya indah. Kesempatan ini membuka salah satu jalan tujuannya. Ia
Pertemuan Gina dan Aslan tidak begitu lama. Aslan akhirnya memaksa Gina untuk segera kembali ke rumah setelah melihat pemandangan yang sama sekali tidak ia harapkan. "Ada apa sih Bi, kau menyuruhku cepat pulang?" Gina bertanya dengan polos saat mereka sudah berada di depan restoran. Tentu saja Gina tidak mengetahui keberadaan Anna yang datang bersama Galih. Jika Gina mengetahuinya, pastilah akan beda lagi ceritanya."Aku akan menyuruh Pak Budi mengantarmu pulang. Kau pulanglah duluan! Aku masih ada urusan penting." Ucap Aslan datar sembari memainkan ponsel menghubungi seseorang."Kau tidak mau mengantarku?" Gina seolah tidak percaya dengan ucapan Aslan.Namun Aslan tetap fokus pada ponselnya. Ia seakan tidak peduli dengan ekspresi Gina."Aslan! Aku sedang bertanya padamu!" Gina menaikkan nada suaranya saat mendapati Aslan sama sekali tidak menghiraukan dirinya."Apa kau tidak mendengar ucapan ku tadi?" Aslan kembali bertanya dengan lebih lembut. Membuat Gina yang sedang tersulut menj
Wanita itu, wanita yang kini sedang duduk di hadapan Aslan tidak lain adalah Gina, kekasihnya. Bukankah itu hal yang wajar jika Aslan mengajak Gina ke tempat yang elit seperti ini? Namun tidak untuk hati Anna. Ia merasa tindakan Aslan kali ini sangat tidak bisa dimengerti.Mendengar pernyataan cintanya seminggu yang lalu, ia bahkan sudah berjanji untuk melepas Gina. Dan apa yang ada di hadapan Anna sekarang berbeda dengan ucapan pria yang sangat dipercaya oleh Anna itu.'Tidak, pasti Aslan mengajak Gina kesini untuk mengakhiri segalanya.' Hati dan pikiran Anna seolah memberontak hebat melawan pandangannya saat ini.Anna bahkan tidak sudi memutar kepala menghadap mereka berdua. Dalam hati kecilnya sungguh ia tidak sanggup menghadapi kenyataan yang mulai mengusik hati dan pikirannya kini. Anna semakin terdiam. Ingin rasanya ia beranjak dari tempat ini agar pikiran buruk yang menghantuinya sirna begitu saja.Galih yang mengamati perubahan sikapnya secara diam-diam mulai mengalihkan pembi
Anna celingukan mencari seseorang di dalam restoran ternama ini. Ia nampak canggung saat memasuki restoran Tivolly, karena ini baru pertama kalinya ia menginjakkan kaki di restoran ternama ini. Restoran ini merupakan tempat makan elit yang biasa dikunjungi oleh orang-orang berkelas menengah ke atas. Tentu saja bagi Anna memasuki restoran Tivolly adalah hal yang tidak wajar. Mengingat ia tidak biasa dan bahkan tidak begitu mengerti pergaulan para orang kaya. Ia lihat para wanita dengan tas bermerek ratusan juta rupiah, sesuatu yang jelas mendominasi ruangan ini. Membuatnya harus menyembunyikan rapat-rapat tas selempang hitam di balik tangannya.Mata hazelnya berbinar saat menangkap sosok pria yang sejak tadi ia cari. Galih sudah duduk di meja nomor dua belas sedang melambai ke arahnya. Anna lalu berjalan ke arahnya dengan menundukkan kepalanya. "Kau baru sampai?" Tanya galih saat Anna sudah berada di depan mejanya."Lumayan sih. Aku cukup lama berdiri mencari keberadaanmu." Anna menj
Aslan berdiri hampir saja ia bergerak memutari meja. Saat Anna dengan sigap melirik setiap gerak gerik pria itu. Anna harus berjaga-jaga saat mereka sedang berduaan di dalam ruangan seperti saat ini. Tepatnya sedang dalam posisi yang memaksanya berdua saja dengan Aslan. Anna tidak mau emosinya tidak terkontrol ketika berhadapan dengan Aslan seperti di kediamannya kemarin.Aslan tersenyum menggoda saat mengetahui gerak refleks Anna untuk menjauh ketika dirinya mulai mendekati gadis itu. " Ada apa?"Anna menggeleng cepat. "Tidak ada. Hanya berjaga-jaga."Aslan mengangkat sebelah alisnya sambil memiringkan kepala mengamati ekspresi Anna."Ada apa?" Anna ganti menanyakan tatapan Aslan yang mengintimidasi dirinya."Kau gadis yang sangat naif," Gumam Aslan."Terima kasih." "Jangan bersikap seperti itu di hadapanku!" Aslan mendengus kesal. "Karena akan membuatku semakin mencintaimu." "Semakin kesini, aku semakin tidak percaya dengan pernyataan cintamu. Karena kau bahkan masih menjalin hubu
"Dimana Anna?" Aslan memasuki dapur ruangan dan hanya disambut oleh Vero, salah satu rekannya."Dia sedang nganter kopi, Sir. Ada apa, Pak?" Vero balik bertanya kepada Aslan."Oh, nanti kalau dia sudah kembali suruh ke ruangan saya." Aslan memberi arahan tegas.Vero terdiam sejenak, mungkin ia sedang berpikir tentang penggilan mendadak Aslan. Lalu dengan cepat ia menganggukkan kepala mengiyakan arahan Aslan."Baik, Pak. Akan saya sampaikan."Aslan lalu meninggalkan ruangan. Ia meninggalkan Vero yang masih dilanda sebuah tanda tangan besar. Hingga akhirnya telepon di dapur ruangan berdering. "Dapur perusahaan." Sapa Vero."Tolong antarkan teh ke lantai dua ya.." Vero terlihat menghembuskan napas kasar sembari mengangguk pelan. Setelah telepon ditutup, ia menggerutu pelan sembari membuat minuman. Lalu pergi ke lantai dua dengan membawa trolly berisi minuman pesanan karyawan.****Saat jam makan siang Anna dan Rani sedang menyantap bekalnya di kantin perusahaan seperti biasa. Namun Anna
Kantor masih sepi ketika Anna mengecek galon di setiap ruangan. Sesekali ia mendapat sapaan dari para karyawan yang melewatinya saat baru memasuki ruangan. Anna selalu bersikap hangat pada siapapun dan ini membuat ia dikenal ramah oleh setiap karyawan."Bukankah kamu.. Anna?" Sebuah suara membuatnya menoleh seketika saat akan mengangkat galon ke dispenser."Galih?" Anna turut heran menatap sepupunya. Sepagi ini ia sudah berdiri di sana."Kamu bekerja di sini?" Mata Galih menatap Anna dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ia seakan terkejut dengan pemandangan yang tersaji di hadapannya."He'em, seperti yang kau lihat." Anna mengangkat kedua tangannya setengah badan mengiyakan pertanyaan Galih."Why? Inikan, perusahaan..." "Suryadinata Grup?" Anna sengaja menyela ucapan Galih sembari melihat sekitar jika saja ada banyak karyawan yang melihatnya.Galih menautkan alis semakin heran saat menatap sepupunya dengan pakaian cleaning servis seperti itu. "Kau benar-benar bekerja sebagai office
Mereka sampai di depan rumah Anna. Ternyata benar, suara ketukan itu masih terdengar hingga teras rumah Anna. Tak ada pintu yang masih terbuka di sekitar rumah sederhana gadis itu. Karena ini sudah hampir tengah malam. Lagi pula tetangga Anna juga sedang pergi ke tanah suci melakukan ibadah umroh. Bersama rombongan pak ustadz yang menjadi takmir masjid di komplek Anna."Masuklah, aku tidak berani." Anna mengernyitkan kening. Ia memposisikan diri di belakang Aslan.Aslan menghembuskan nafas pelan. Dengan tenang ia memasuki rumah Anna yang selama ini seakan haram dimasuki olehnya. Karena Anna selalu menerima tamu laki-laki di teras rumah, kecuali jika ada sesuatu yang urgent seperti ini.Aslan melewati ruang tamu lalu melangkah ke ruang tengah yang lurus menuju dapur. Rumah itu di dalamnya ternyata luas, pikir Aslan. Karena dari arah luar jika dipandang hanya tampak seperti perumahan modern yang sederhana dengan dua kamar seperti yang marak ada dalam promo kredit rumah akhir-akhir ini.
Anna menggeleng pelan. Hati kecilnya turut menjerit saat ia mencoba melawannya sendiri. Rasa sakit rupanya mulai menusuk jiwanya yang selama ini sudah ia paku agar tetap tegar ketika menghadapi hal buruk apapun."Maaf, aku tidak bisa sepertimu, Lan." Kalimat Anna membuat Aslan terkesiap."Why?" Lama Anna terdiam, ujung jemarinya ia gunakan untuk menyeka air mata yang masih menetes."Hubungan kekeluargaan kita, aku tidak mau menghancurkannya karena ego." Anna berbisik pelan."Tidak ada yang menghancurkannya, juga tidak ada yang akan hancur, Ann..." Senyum miris terukir dari sudut bibir Aslan. Seolah lidahnya kelu sendiri saat mengingat silsilah keluarga aslinya."Kau tahu kita terikat hubungan apa?" Anna menaikkan nada bicaranya untuk meyakinkan Aslan."Bahkan kau sendiri yang datang kemari untuk mengingatkanku jika aku adalah sepupumu?" Anna mengernyitkan kening.Aslan masih terdiam lama. Terlihat ekspresi frustasi dari raut wajahnya. Ia menghembuskan nafas pelan. Lalu menatap Anna d
Mereka sampai di depan rumah Anna. Rumah di gang sempit yang hanya cukup di lalui satu mobil. Membuat Aslan harus memarkir mobilnya di depan gang saat berkunjung ke rumah Anna.Aslan kembali menatap gadis yang masih terlelap di sebelahnya. Perasaan iba tiba-tiba menjalari pikirannya memandang gadis selugu Anna harus berjuang melawan keluarga kakeknya. Mengingat kedua orang tuanya sudah tiada dan hanya keluarga kakeknya lah yang ia punya saat ini.Perasaan Aslan kembali menyelam ke dalam lubuk hatinya. Ia yang awalnya hanya merasa iba pada gadis itu akhirnya benar-benar dibuat jatuh hati olehnya. Karena sikapnya yang mandiri dan tegas, mampu membuat Aslan berdecak kagum oleh wajah cantik yang menawan itu.Aslan menghembuskan napas pelan. Ia berusaha mengatur perasaannya lagi agar bisa terkontrol lebih baik lagi. Ia tidak ingin menghancurkan perasaan yang dengan indah ia selami hanya karena nafsu lelakinya yang sangat menyiksa baginya.Aslan memegang pundak Anna lalu mengoyaknya. Namun