Pria itu membawa amplop coklat milik Anna masuk ke gedung. Ia masuk ke ruangan lalu membukanya. Ia mengamati setiap berkas milik Anna. Kemudian menelepon seseorang dan berbincang dengannya. Ia menelepon HRD, berpesan agar menerima Anna sebagai karyawan seperti yang Anna inginkan, office girl. Kemudian pria itu menutup teleponnya dan memandang kembali foto Anna dalam berkas lamaran tersebut.
Anna menerima notif pesan panggilan interview. Ia yang masih duduk di bangku depan minimarket sedikit terkejut bercampur antusias."Ini beneran panggilan interview? cepet banget...kata satpam prosesnya agak lama kecuali ada orang dalam yang bantuin. (Anna berpikir sejenak). Oh atau mungkin James Bond tau kalau aku melamar jadi office girl. Oh Allah, ia seperti bayang-bayangku." Anna tersenyum optimis.Anna memacu motornya pulang. Ia berganti pakaian resmi. Atasan blouse putih panjang dan kulot hitam. Dengan pasmina hitam dililitkannya indah. Ia bercermin sebentar, menguatkan dirinya untuk bersiap bertemu dengan kakek yang selama ini tak pernah ia kenal. Anna melangkah dengan percaya diri. Ia memacu motornya menuju gedung Suryadinata Group.****Anna memarkir motornya di area parkir motor. Ia berjalan menemui satpam."Pak, saya ada jadwal interview jam 11 dengan HRD"Satpam itu sudah mengetahui bahwa ia adalah Anna yang baru saja menitipkan lamaran. Anna berjalan mengikuti satpam menuju lobby. Ia menuju resepsionis dan meminta ijin untuk dihubungkan ke HRD. Setelah mendapat jawaban HRD, satpam itu menunjukkan ruangan HRD. Anna berjalan sedikit tertinggal oleh satpam. Maklum saja, ia tak pernah menggunakan sepatu pantofel hak tinggi. Ini membuatnya berjalan sedikit berhati-hati.Anna mengamati ruangan demi ruangan. Gedung ini ternyata luas sekali. setiap lantai berbeda divisi. Ia melewati para karyawan yang sedang sibuk dengan komputernya. Anna menganggukkan kepala dan tersenyum ke arah para karyawan yang mengamatinya. satpam mengantarnya hingga di depan sebuah ruangan. Satpam berbicara pada sekretaris hrd, lalu sekretaris itu menyuruh Anna masuk. Anna mengangguk pada mereka, tanda terima kasih. Ia lalu masuk ke ruang HRD"Permisi, selamat siang pak." Anna menyapa. HRD itu masih muda dan tampan. Ia mempersilahkan duduk dan mengamati berkas lamaran Anna."Selamat siang. Anna Aurelia. Tahu lowongan disini darimana?" HRD itu bertanya datar"Dari aplikasi lowongan kerja pak"."Kamu lulusan S1 statistika di Universitas Negeri, kenapa malah melamar jadi office girl?""Selama ini saya membantu orang tua di toko roti. Setelah toko orang tua bangkrut, baru mau cari kerja, dan saya tahu hanya ada lowongan ini di area dekat rumah Pak." Anna menjelaskan dengan sedikit mengarang cerita.HRD itu menatap profil Anna. "Kamu siap jadi office girl? ini pekerjaan yang tidak mudah bagi kamu yang lulusan statistika dan terbiasa duduk di depan komputer." Hrd itu melirik Anna sebentar lalu kembali ke komputernya."Tidak masalah pak, saya sudah terbiasa bekerja di lapangan. Saya sangat siap bekerja, pak." Anna menjawab tanpa canggung."Oke kalau gitu. Mulai besok kamu bekerja sebagai office girl. Saya akan melihat kinerjamu dulu, sebagai acuan agar kamu bisa naik jadi karyawan kedepannya." Jelas HRD itu tanpa senyum."Baik pak." Mata Anna berbinar, ini berjalan sesuai rencananya."Saya akan menghubungi kepala dapur untuk membimbingmu bekerja besok. Kamu besok masuk jam 8 seperti karyawan biasa karena baru awal bekerja. Untuk selanjutnya bisa masuk lebih awal lagi." HRD itu menjelaskan dengan datar."Terima kasih pak. Saya akan bekerja dengan maksimal." Anna tersenyum lega. HRD itu hanya mengangguk dan mempersilahkan Anna keluar.Anna pulang dengan perasaan lega.****Anna memacu motornya menuju kafe coffe break. Ia mencari Miss Eka. Bermaksud ingin pamitan dan mengucapkan permohonan maafnya karena resign mendadak. Anna juga berpamitan kepada rekan kerjanya, yang selama ini menjadi penyemangat, dengan gurauan mereka membuatnya tertawa saat ia sedang terpuruk menghadapi kenyataan hidup.Miss Anna rupanya sedang cuti libur. Anna berniat pulang, lalu Dandi, managernya berjalan menghampirinya."Pak, hari ini aku mohon ijin resign. Miss Eka tidak masuk hari ini, aku berpamitan ke kamu, besok tolong sampaikan ke Miss Eka ya.." Anna berpamitan kepada Dandi.Dandi masih mengamatinya, melihat baju resmi yang masih dikenakan Anna."Kamu mau kerja dimana?"Di Suryadinata Group", jawab Anna tenang."Kenapa mendadak? Kamu tau kan cafe sedang kekurangan karyawan?" Dandi sedikit marah."Maaf Dan, aku harus ambil pekerjaan ini. Karena Ini ada sangkut pautnya dengan identitas keluargaku." Anna merasa bersalah."Kerja sebagai apa?""Office girl." Jawab Anna mantap.Dandi sedikit tidak percaya. "Apa yang sedang kamu rencanakan?"Anna menoleh tak mengerti."Aku mengenalmu Ann, pasti ada yang sedang kamu rencanakan.""Suatu saat kamu pasti tau.""Oke. Berarti mulai sekarang aku akan lebih sering ke rumahmu.""Untuk?" Anna penasaran"Memastikan kamu baik-baik saja. karena aku sekarang sudah tidak bisa mengawasimu setiap harinya."Anna menahan tawa."Aku sudah bisa menjaga diri Dan..""Tapi diluar sana pasti banyak yang membuatmu lupa jaga diri.""Ayolah.. Aku udah dewasa Dan. Dan InsyaAllah mengerti batas-batas pergaulan di kota metropolitan ini.""Lantas apa salahnya jika aku hanya khawatir?""Oke makasih kamu sudah mengkhawatirkan ku, aku bisa jaga diri kok." Anna tersenyum. Mata hazelnya berbinar.Dandi menatapnya dalam. "Andai saja kamu peka Ann.."Anna hanya mengernyitkan dahi dan tersenyum. Sebenarnya ia sangat peka tentang perasaan Dandi, tapi ia tak ingin memancingnya lebih jauh. Ia sudah menganggap Dandi sebagai kakaknya selama ini. Jika status ini berubah, maka ia harus kehilangan seorang kakak. Dan ia tidak menginginkan itu. Ia ingin mereka seperti dulu, sebelum Dandi menunjukkan perasaannya. Mereka bermain bersama meski beda usia 3 tahun. Saling curhat, dan saling tukar pikiran karena satu fakultas.****Anna memacu motor dengan kencang. Kali ini ia tak langsung pulang ke rumah. Ia pergi ke makam ayah ibunya. Sebelum ke makam, ia membeli bunga sedap malam kesukaan ibunya. Sampai di pemakaman ia bersujud. Menangis di antara sepinya daun-daun yang berguguran. Sunyi nya makam menjelang maghrib tak menyurutkan niatnya. Ia tak kuasa membendung air matanya lagi. Meski akhirnya ia terus mengusap air matanya dengan hijab, berusaha agar tak menetes pada makam ayah ibunya."Ayah, ibu, maaf.. aku baru datang. (sesekali terdengar isakan nya). Ibu, kau tau kakekku tiba-tiba datang, yang selama ini tak pernah kalian ceritakan padaku. Kenapa kalian merahasiakan semua ini? Lihat, sekarang aku sendirian. Aku butuh kalian, aku mungkin akan sedikit kesulitan menjalani semua ini." Anna terisak lagi, lalu ia mengucap istighfar. Ia berdoa di atas makam orang tuanya sambil terisak. Kemudian ia menaburkan bunga, dan seikat bunga sedap malam kesukaan ibunya."Maaf ayah, aku masih mengeluh padamu saat aku datang. Semua ini terlalu asing bagiku. Awalnya aku berniat tidak menghiraukan semua ini, aku berniat hidup seadanya, tapi ini menyangkut nama baikmu. (Anna menghela nafas panjang) Aku putrimu, aku akan menerapkan semua ilmu yang kalian ajarkan padaku. Kalian di sana pasti bahagia jika melihatku tegar, benar?" Anna mengelus nisan ayah ibunya yang bersanding. Ia tersenyum dalam tangis.Makam semakin remang karena menjelang maghrib. Anna memutuskan untuk pulang. Ia berjalan pelan di antara makam lama yang berjajar. Matanya yang masih sembab sedikit mengganggu pemandangannya. Tiba tiba ia menangkap bayangan hitam di balik pohon besar di ujung makam. Ia menghentikan langkahnya. Mengamati sosok tersebut, ternyata hilang. Anna kemudian berjalan lagi tanpa menoleh. Ia sedikit merasa takut. Benar saja, batu kecil tiba-tiba menghantam punggungnya. Anna berhenti dan menoleh lagi. Mencari asal batu itu. Tapi tak ada siapapun."Aku gak ganggu kok, misi..lewat ya mau pulang." Anna berkata seperti apa yang dikatakan masyarakat umumnya. Lalu Ia berlari memacu motor maticnya.Dari balik pohon muncul sosok tinggi dan tegap. Ia tertawa puas melihat tingkah Anna. Ia adalah Tuan James Bond.Tuan James Bond sudah lama berdiri di balik pohon makam. Ia mengamati Anna yang bersimpuh di hadapan makam ayah ibunya. Seperti lelaki pada umumnya, ia tak kuasa melihat Anna yang sedang menangis tersedu sedu. Lalu terbesit pikiran untuk menjahili Anna agar kesedihan wanita itu sedikit berkurang, pikirnya. "Gadis itu juga punya rasa takut rupanya." Pria itu bergumam menahan tawa. Seperti biasa, Ia menjalankan mandat dari Tuan Hadi, kakek Anna. Ia harus memastikan Anna pulang dengan selamat. Tugas ini sebenarnya sangat tidak sesuai dengan kepribadian Tuan James Bond, yang tidak suka disuruh. Awalnya Ia terpaksa menerima mandat ini karena sangat menghormati Tuan Hadi. Namun belakangan, rupanya ada hal lain yang mulai mengusik pikirannya.James Bond berjalan meninggalkan makam. Ia memacu mobil Ferrari nya dengan kecepatan penuh menuju rumah Anna. Ia berharap Anna belum sampai rumah saat ia tiba di rumahnya. Sayangnya sore hari jalanan kota macet dipenuhi pekerja yang
Anna melangkah menuju lobby perusahaan dengan percaya diri. Ini adalah hari pertamanya bekerja. Ia akan memulai misi ini dengan penuh semangat. Tujuannya semata hanya untuk memperbaiki nama baik sang ayah. Tidak bisa dipungkiri, ia juga ingin mengenal keluarga sang kakek lebih jauh. Hari pertamanya bekerja, Anna masuk jam 8 seperti para karyawan pada umumnya. Setelah meminta ijin satpam, ia berjalan memasuki ruangan. Di luar ekspetasinya, ia sangat takjub dengan desain ruangan perusahaan ini. Dalamnya bernuansa modern dan mewah. Terdapat bunga besar di setiap pojok ruangan, menumbuhkan kesan alami diantara batuan granit yang mendominasi. Ruangannya luas dan banyak. Setiap lantai berbeda divisi. Perusahaan ini terdiri dari tiga bidang, tapi tetap milik Suryadinata Grup. Anna bertemu dengan Bu Vivin, kepala dapur. Bu Vivin sempat memandang Anna agak lama sebelum ia mulai mentrainingnya. "Selamat pagi bu.." Anna menyapa dengan mata berbinar indah. "Pagi, Anna A
Jam 4 sore karyawan berhamburan pulang termasuk juga Anna. Ia mengenakan hoodie tebal menutup seragamnya. Ia berjalan dengan percaya diri di antara para karyawan atasannya. Tak ada rasa minder sekalipun dalam benak gadis itu. Meski ia hanya seorang cleaning service. Baginya pekerjaan apapun bernilai baik. Asal tidak melanggar larangan Sang Pencipta.Para karyawan yang pulang memandanginya. Karena mereka belum pernah melihat Anna sebelumnya. Ia selalu menampakkan senyum indah yang bisa menyihir siapapun. Di sebelah bibir atasnya terdapat tahi lalat yang membuatnya nampak manis. Disertai lesung di bawah mata saat ia sedang tersenyum. Ia tinggi dan memiliki mata hazel keturunan ibunya. Berwajah blasteran indo-turki. Ibunya juga seorang blasteran belanda, sedang ayahnya asli turki. Inilah alasan banyak pria yang menaruh hati padanya. Karunia yang tiada tara dari Allah di samping masalah yang sedang menimpanya saat ini. Anna menuju parkiran. Ia melihat masih ada beberapa mo
Hari ini Anna berangkat lebih awal, jam 6 pagi. Ia mulai bekerja normal seperti cleaning service pada umumnya. Apalagi ia seorang junior, pasti harus bekerja lebih keras dari seniornya. Hal ini maklum berlaku di tempat manapun. Bisa dibilang ia sedikit dikerjai seniornya. Karena rata-rata para seniornya berangkat jam 7 pagi. Anna mulai membersihkan ruangan di lantai paling bawah. Ia membersihkan kaca tepat di sebelah lift. Lalu tampak pria berjas hitam datang dari arah lobby. Anna mendengar bunyi sepatu pantofelnya dan segera menunduk. Ia mengetahui jika yang datang adalah atasannya. Anna tidak berani mengangkat wajahnya sebelum pria itu memasuki lift. Tapi pria itu tetap berdiri di depan lift, membuatnya heran."Bagaimana pekerjaanmu, nona?" Sapa pria itu.Anna mengangkat kepalanya.Seketika Ia terkesima."Oh anda Tuan James Bond, apa yang anda lakukan disini? sepagi ini?" Anna bertanya polos. Ia belum mengetahui jika Tuan James Bond adalah Aslan, seo
Anna membalikkan badan menghadap Bu Vivin. Rani terlihat masih melanjutkan menata kopi di atas nampan. Ia siap mengantar ke karyawan yang request. Ekspresinya memberi tanda bahwa ia tak setuju dengan pernyataan Bu Vivin, Rani sedikit tampak acuh."Anna kamu nanti lembur ya. Nanti ada rapat divisi perusahaan kira-kira sampai jam 8 malam. Harus ada yang lembur. Kamu kan belum pernah dapat jatah lembur." Bu Vivin melanjutkan.Anna terdiam sejenak. Padahal sepulang kerja ia berniat ketemu dengan depkolektor kemarin sore. Ia akan menandatangani perjanjian utang piutang kemarin. Sayangnya ia tak bisa menolak, karena rapat divisi hanya dilaksanakan saat situasi urgent saja. Dan apapun alasannya, perusahaan tak mungkin mentolerir karyawan yang ijin tanpa kepentingan mendesak.Ia kemudian teringat akan tujuannya. Seketika menjadi penyemangat baginya. Matanya berbinar, senyum simpul menarik ujung bibirnya indah. Kesempatan ini membuka salah satu jalan tujuannya. Ia
Anna merasakan tempatnya menyandarkan kepala bergetar hebat. Membuat kepalanya sedikit memantul mengikuti gerak meja. Suara gemuruh memenuhi ruangan. Memaksa mata hazel itu terbuka yang jelas bertentangan dengan keinginannya. Ia mencoba mengerjap ngerjap mata yang masih diselimuti kabut. Membangunkannya dengan kesadaran penuh.Kedua tangannya menutup mata dan membukanya lagi. Ia mencoba sadar sepenuhnya. Ia menangkap meja dapur beserta jajaran peralatan yang menghiasinya. Tampaknya ia benar jauh ketiduran di dapur perusahaan. Anna termenung sejenak. Ia masih bingung dengan getaran hebat di meja yang barusan ia rasakan. Mungkin ia hanya bermimpi ada gempa yang telah membangunkannya. "Terima kasih ya Allah, Kau membangunkanku disaat yang tepat. Atau jika tidak, aku akan menjadi satpam dapur dan tertidur semalaman memeluk meja." Gumamannya membuat seseorang di seberang meja tertawa. Sosok yang tidak tertangkap oleh matanya karena masih berusaha menyadarkan diri denga
Seorang penjaga membukakan pintu gerbang. Mobil ferrari hitam memasuki halaman sebuah rumah besar berlantai tiga dan luas, tepatnya sebuah istana. Ia memarkir mobilnya di depan mobil mewah lain nya yang berjajar rapi memenuhi garasi. Ada lima mobil. Semuanya berharga diatas 3M.Aslan membuka pintu rumah yang memang sengaja tidak dikunci 24 jam. Ia menutup pelan pintu utama dengan hati-hati, berharap tak ada seorangpun yang terbangun. Ini sudah lewat larut malam dan pastinya semua penghuni rumah sudah tertidur. Kecuali David yang masih terjaga di depan komputernya, main game yang merupakan hobbynya setelah seharian sibuk di kantor. Aslan melonggarkan dasinya yang masih terikat di leher sambil berjalan malas menaiki tangga utama menuju kamar. "Baru pulang, Nak?" Suara lembut seorang wanita cukup mengagetkan Aslan diantara lampu tangga yang sudah padam."Oh, mommy. Iya, setelah rapat aku ada urusan di luar." Aslan mencium tangan Caterine, mommy nya. "Sudah m
Baru saja Anna memarkirkan motornya di ujung parkiran motor. Mobil ferrari hitam melintas di depannya dan berhenti di sebelah Aston Martin. Pria berjas silver turun dan berjalan dengan langkah lebar memasuki gedung, Aslan. Pandangannya tak menangkap gadis yang sejak tadi mengamatinya hingga ia hilang.'Bahkan sepagi ini pria itu sudah berangkat'. Anna mendengus pelan dan melangkah memasuki gedung. Ia mengeluarkan kartu identitas di alat ceklok karyawan. Berjalan menuju dapur perusahaan. Sesampainya di dapur, ia disuguhkan pemandangan yang tidak biasa. Dilihatnya jam di tangan kiri, pukul 6.45. 'Pantas saja belum ada yang berangkat. Tampaknya hanya ada anak baru.' Matanya celingukan mencari siapapun yang berseragam seperti dirinya. Tuutt...tuuutt.....Suara telepon mengagetkannya. 'Sepagi ini telepon berbunyi? Kurang manusiawi pada cleaning service!' Gerutunya sambil mengangkat telepon."Bagian dapur." "Tolong buatkan kopi hitam pahit, gulanya sed
Pertemuan Gina dan Aslan tidak begitu lama. Aslan akhirnya memaksa Gina untuk segera kembali ke rumah setelah melihat pemandangan yang sama sekali tidak ia harapkan. "Ada apa sih Bi, kau menyuruhku cepat pulang?" Gina bertanya dengan polos saat mereka sudah berada di depan restoran. Tentu saja Gina tidak mengetahui keberadaan Anna yang datang bersama Galih. Jika Gina mengetahuinya, pastilah akan beda lagi ceritanya."Aku akan menyuruh Pak Budi mengantarmu pulang. Kau pulanglah duluan! Aku masih ada urusan penting." Ucap Aslan datar sembari memainkan ponsel menghubungi seseorang."Kau tidak mau mengantarku?" Gina seolah tidak percaya dengan ucapan Aslan.Namun Aslan tetap fokus pada ponselnya. Ia seakan tidak peduli dengan ekspresi Gina."Aslan! Aku sedang bertanya padamu!" Gina menaikkan nada suaranya saat mendapati Aslan sama sekali tidak menghiraukan dirinya."Apa kau tidak mendengar ucapan ku tadi?" Aslan kembali bertanya dengan lebih lembut. Membuat Gina yang sedang tersulut menj
Wanita itu, wanita yang kini sedang duduk di hadapan Aslan tidak lain adalah Gina, kekasihnya. Bukankah itu hal yang wajar jika Aslan mengajak Gina ke tempat yang elit seperti ini? Namun tidak untuk hati Anna. Ia merasa tindakan Aslan kali ini sangat tidak bisa dimengerti.Mendengar pernyataan cintanya seminggu yang lalu, ia bahkan sudah berjanji untuk melepas Gina. Dan apa yang ada di hadapan Anna sekarang berbeda dengan ucapan pria yang sangat dipercaya oleh Anna itu.'Tidak, pasti Aslan mengajak Gina kesini untuk mengakhiri segalanya.' Hati dan pikiran Anna seolah memberontak hebat melawan pandangannya saat ini.Anna bahkan tidak sudi memutar kepala menghadap mereka berdua. Dalam hati kecilnya sungguh ia tidak sanggup menghadapi kenyataan yang mulai mengusik hati dan pikirannya kini. Anna semakin terdiam. Ingin rasanya ia beranjak dari tempat ini agar pikiran buruk yang menghantuinya sirna begitu saja.Galih yang mengamati perubahan sikapnya secara diam-diam mulai mengalihkan pembi
Anna celingukan mencari seseorang di dalam restoran ternama ini. Ia nampak canggung saat memasuki restoran Tivolly, karena ini baru pertama kalinya ia menginjakkan kaki di restoran ternama ini. Restoran ini merupakan tempat makan elit yang biasa dikunjungi oleh orang-orang berkelas menengah ke atas. Tentu saja bagi Anna memasuki restoran Tivolly adalah hal yang tidak wajar. Mengingat ia tidak biasa dan bahkan tidak begitu mengerti pergaulan para orang kaya. Ia lihat para wanita dengan tas bermerek ratusan juta rupiah, sesuatu yang jelas mendominasi ruangan ini. Membuatnya harus menyembunyikan rapat-rapat tas selempang hitam di balik tangannya.Mata hazelnya berbinar saat menangkap sosok pria yang sejak tadi ia cari. Galih sudah duduk di meja nomor dua belas sedang melambai ke arahnya. Anna lalu berjalan ke arahnya dengan menundukkan kepalanya. "Kau baru sampai?" Tanya galih saat Anna sudah berada di depan mejanya."Lumayan sih. Aku cukup lama berdiri mencari keberadaanmu." Anna menj
Aslan berdiri hampir saja ia bergerak memutari meja. Saat Anna dengan sigap melirik setiap gerak gerik pria itu. Anna harus berjaga-jaga saat mereka sedang berduaan di dalam ruangan seperti saat ini. Tepatnya sedang dalam posisi yang memaksanya berdua saja dengan Aslan. Anna tidak mau emosinya tidak terkontrol ketika berhadapan dengan Aslan seperti di kediamannya kemarin.Aslan tersenyum menggoda saat mengetahui gerak refleks Anna untuk menjauh ketika dirinya mulai mendekati gadis itu. " Ada apa?"Anna menggeleng cepat. "Tidak ada. Hanya berjaga-jaga."Aslan mengangkat sebelah alisnya sambil memiringkan kepala mengamati ekspresi Anna."Ada apa?" Anna ganti menanyakan tatapan Aslan yang mengintimidasi dirinya."Kau gadis yang sangat naif," Gumam Aslan."Terima kasih." "Jangan bersikap seperti itu di hadapanku!" Aslan mendengus kesal. "Karena akan membuatku semakin mencintaimu." "Semakin kesini, aku semakin tidak percaya dengan pernyataan cintamu. Karena kau bahkan masih menjalin hubu
"Dimana Anna?" Aslan memasuki dapur ruangan dan hanya disambut oleh Vero, salah satu rekannya."Dia sedang nganter kopi, Sir. Ada apa, Pak?" Vero balik bertanya kepada Aslan."Oh, nanti kalau dia sudah kembali suruh ke ruangan saya." Aslan memberi arahan tegas.Vero terdiam sejenak, mungkin ia sedang berpikir tentang penggilan mendadak Aslan. Lalu dengan cepat ia menganggukkan kepala mengiyakan arahan Aslan."Baik, Pak. Akan saya sampaikan."Aslan lalu meninggalkan ruangan. Ia meninggalkan Vero yang masih dilanda sebuah tanda tangan besar. Hingga akhirnya telepon di dapur ruangan berdering. "Dapur perusahaan." Sapa Vero."Tolong antarkan teh ke lantai dua ya.." Vero terlihat menghembuskan napas kasar sembari mengangguk pelan. Setelah telepon ditutup, ia menggerutu pelan sembari membuat minuman. Lalu pergi ke lantai dua dengan membawa trolly berisi minuman pesanan karyawan.****Saat jam makan siang Anna dan Rani sedang menyantap bekalnya di kantin perusahaan seperti biasa. Namun Anna
Kantor masih sepi ketika Anna mengecek galon di setiap ruangan. Sesekali ia mendapat sapaan dari para karyawan yang melewatinya saat baru memasuki ruangan. Anna selalu bersikap hangat pada siapapun dan ini membuat ia dikenal ramah oleh setiap karyawan."Bukankah kamu.. Anna?" Sebuah suara membuatnya menoleh seketika saat akan mengangkat galon ke dispenser."Galih?" Anna turut heran menatap sepupunya. Sepagi ini ia sudah berdiri di sana."Kamu bekerja di sini?" Mata Galih menatap Anna dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ia seakan terkejut dengan pemandangan yang tersaji di hadapannya."He'em, seperti yang kau lihat." Anna mengangkat kedua tangannya setengah badan mengiyakan pertanyaan Galih."Why? Inikan, perusahaan..." "Suryadinata Grup?" Anna sengaja menyela ucapan Galih sembari melihat sekitar jika saja ada banyak karyawan yang melihatnya.Galih menautkan alis semakin heran saat menatap sepupunya dengan pakaian cleaning servis seperti itu. "Kau benar-benar bekerja sebagai office
Mereka sampai di depan rumah Anna. Ternyata benar, suara ketukan itu masih terdengar hingga teras rumah Anna. Tak ada pintu yang masih terbuka di sekitar rumah sederhana gadis itu. Karena ini sudah hampir tengah malam. Lagi pula tetangga Anna juga sedang pergi ke tanah suci melakukan ibadah umroh. Bersama rombongan pak ustadz yang menjadi takmir masjid di komplek Anna."Masuklah, aku tidak berani." Anna mengernyitkan kening. Ia memposisikan diri di belakang Aslan.Aslan menghembuskan nafas pelan. Dengan tenang ia memasuki rumah Anna yang selama ini seakan haram dimasuki olehnya. Karena Anna selalu menerima tamu laki-laki di teras rumah, kecuali jika ada sesuatu yang urgent seperti ini.Aslan melewati ruang tamu lalu melangkah ke ruang tengah yang lurus menuju dapur. Rumah itu di dalamnya ternyata luas, pikir Aslan. Karena dari arah luar jika dipandang hanya tampak seperti perumahan modern yang sederhana dengan dua kamar seperti yang marak ada dalam promo kredit rumah akhir-akhir ini.
Anna menggeleng pelan. Hati kecilnya turut menjerit saat ia mencoba melawannya sendiri. Rasa sakit rupanya mulai menusuk jiwanya yang selama ini sudah ia paku agar tetap tegar ketika menghadapi hal buruk apapun."Maaf, aku tidak bisa sepertimu, Lan." Kalimat Anna membuat Aslan terkesiap."Why?" Lama Anna terdiam, ujung jemarinya ia gunakan untuk menyeka air mata yang masih menetes."Hubungan kekeluargaan kita, aku tidak mau menghancurkannya karena ego." Anna berbisik pelan."Tidak ada yang menghancurkannya, juga tidak ada yang akan hancur, Ann..." Senyum miris terukir dari sudut bibir Aslan. Seolah lidahnya kelu sendiri saat mengingat silsilah keluarga aslinya."Kau tahu kita terikat hubungan apa?" Anna menaikkan nada bicaranya untuk meyakinkan Aslan."Bahkan kau sendiri yang datang kemari untuk mengingatkanku jika aku adalah sepupumu?" Anna mengernyitkan kening.Aslan masih terdiam lama. Terlihat ekspresi frustasi dari raut wajahnya. Ia menghembuskan nafas pelan. Lalu menatap Anna d
Mereka sampai di depan rumah Anna. Rumah di gang sempit yang hanya cukup di lalui satu mobil. Membuat Aslan harus memarkir mobilnya di depan gang saat berkunjung ke rumah Anna.Aslan kembali menatap gadis yang masih terlelap di sebelahnya. Perasaan iba tiba-tiba menjalari pikirannya memandang gadis selugu Anna harus berjuang melawan keluarga kakeknya. Mengingat kedua orang tuanya sudah tiada dan hanya keluarga kakeknya lah yang ia punya saat ini.Perasaan Aslan kembali menyelam ke dalam lubuk hatinya. Ia yang awalnya hanya merasa iba pada gadis itu akhirnya benar-benar dibuat jatuh hati olehnya. Karena sikapnya yang mandiri dan tegas, mampu membuat Aslan berdecak kagum oleh wajah cantik yang menawan itu.Aslan menghembuskan napas pelan. Ia berusaha mengatur perasaannya lagi agar bisa terkontrol lebih baik lagi. Ia tidak ingin menghancurkan perasaan yang dengan indah ia selami hanya karena nafsu lelakinya yang sangat menyiksa baginya.Aslan memegang pundak Anna lalu mengoyaknya. Namun