Seorang penjaga membukakan pintu gerbang. Mobil ferrari hitam memasuki halaman sebuah rumah besar berlantai tiga dan luas, tepatnya sebuah istana. Ia memarkir mobilnya di depan mobil mewah lain nya yang berjajar rapi memenuhi garasi. Ada lima mobil. Semuanya berharga diatas 3M.Aslan membuka pintu rumah yang memang sengaja tidak dikunci 24 jam. Ia menutup pelan pintu utama dengan hati-hati, berharap tak ada seorangpun yang terbangun. Ini sudah lewat larut malam dan pastinya semua penghuni rumah sudah tertidur. Kecuali David yang masih terjaga di depan komputernya, main game yang merupakan hobbynya setelah seharian sibuk di kantor. Aslan melonggarkan dasinya yang masih terikat di leher sambil berjalan malas menaiki tangga utama menuju kamar. "Baru pulang, Nak?" Suara lembut seorang wanita cukup mengagetkan Aslan diantara lampu tangga yang sudah padam."Oh, mommy. Iya, setelah rapat aku ada urusan di luar." Aslan mencium tangan Caterine, mommy nya. "Sudah m
Baru saja Anna memarkirkan motornya di ujung parkiran motor. Mobil ferrari hitam melintas di depannya dan berhenti di sebelah Aston Martin. Pria berjas silver turun dan berjalan dengan langkah lebar memasuki gedung, Aslan. Pandangannya tak menangkap gadis yang sejak tadi mengamatinya hingga ia hilang.'Bahkan sepagi ini pria itu sudah berangkat'. Anna mendengus pelan dan melangkah memasuki gedung. Ia mengeluarkan kartu identitas di alat ceklok karyawan. Berjalan menuju dapur perusahaan. Sesampainya di dapur, ia disuguhkan pemandangan yang tidak biasa. Dilihatnya jam di tangan kiri, pukul 6.45. 'Pantas saja belum ada yang berangkat. Tampaknya hanya ada anak baru.' Matanya celingukan mencari siapapun yang berseragam seperti dirinya. Tuutt...tuuutt.....Suara telepon mengagetkannya. 'Sepagi ini telepon berbunyi? Kurang manusiawi pada cleaning service!' Gerutunya sambil mengangkat telepon."Bagian dapur." "Tolong buatkan kopi hitam pahit, gulanya sed
Seluruh cleaning service berkumpul di dapur perusahaan. Kali ini ada hal penting yang membuat mereka dikumpulkan. Hari ini Mr Hadi Suryadinata akan berkunjung ke perusahaan. Setelah hampir dua bulan beliau tak pernah menginjakkan kaki di perusahaan karena harus menjalani pemulihan setelah keluar dari rumah sakit. "Saya harap kerjasamanya dari rekan cleaning service semua. Setelah lumayan lama kita bersantai, kini saatnya menunjukkan kembali performa terbaik kita. Yaa seperti pentas saja yaa?" Bu Vivin menyela instruksinya membuat semua cleaning service tertawa."Sssttt....( beliau menempelkan jari telunjuk di bibir ) Jangan keras keras ketawanya. Oke, Mr Hadi adalah orang yang sangat cinta dengan kebersihan. Beliau bahkan tahu jika ada debu menempel setengah inci sekalipun. Dan kalian para senior pasti paham bagaimana reaksi beliau jika mengetahui apapun di perusahaan ini yang berdebu. Beliau bisa memarahi siapa saja yang ada di sana. Terutama kalian yang memang bekerj
Mendengar keributan yang terjadi di ruang dapur perusahaan, Juan segera mendatangi Bu Vivin yang tampak sedang fokus mengerjakan sesuatu di mejanya. Bu Vivin menjelaskan sebab musabab Tuan Hadi melontarkan kemarahannya di dapur perusahaan. Mengetahui penyebabnya tak lain adalah Anna, Juan segera menghubungi Aslan.'Mr Hadi baru saja mengamuk di dapur perusahaan. Karena wanita pujaanmu.' Juan mengirim pesan pada Aslan.Aslan yang sedang fokus ke laptopnya segera melihat pesan yang masuk.'Maksudmu Anna? Apa yang dilakukan gadis itu?''Salah tempat meletakkan troli. Bahkan hal sekecil itu kakekmu sudah marah. Aku khawatir tensinya semakin naik. Emoticon lelah.''Astaga, sepertinya kakek sudah lama tidak menyalurkan kemarahannya. Mungkin kakek sedang banyak pikiran. Emoticon menangis.''Ku harap kau jelaskan dengan penuh kasih sayang supaya gadis itu tak sampai dirumahkan' Juan menghela nafas dalam.'Kenapa jika ia dikeluarkan?' Aslan memancing Juan
Pemandangan sebuah foto keluarga yang terpajang di ruangan Aslan sedang mencuri perhatian sang pemilik ruangan. Mata teduh itu mengamati satu per satu wajah setiap anggota dalam foto. Ia memulai dari sepupunya yang berjajar berjumlah sembilan orang. Enam laki-laki dan tiga perempuan. Semuanya sudah beranjak dewasa sekarang. Lalu ia turun pada setiap pasangan yang duduk bersanding. Ada empat pasangan. Yakni saudara ayahnya, para paman dan bibi Aslan. Dan yang paling tengah wajah pria tua berambut putih sedang tersenyum memamerkan kewibawaan. 'Setelah sekian lama, baru ku sadari jika foto ini banyak kekurangan. Keluarga Anna belum sekalipun tampak dalam foto keluarga kami. Dan andai saja aku mengenalnya sejak kecil, mungkin perasaan ini tidak akan seperti sekarang. Sangat membuatku sesak jika harus memendam hati pada sepupu sendiri.' Aslan mengusap wajahnya kasar. Berusaha menghilangkan apa yang ada dalam lubuk hatinya.Ia mulai kembali fokus pada pekerjaannya hingg
'Datang ke ruangan ku sekarang.' Pesan dari Mr Riko, ayah Aslan, mendarat di ponsel yang sedang berada dalam genggaman Aslan. Mengetahui pesan mendadak sang ayah dan tak seperti biasa rasa penasaran menghampiri benak Aslan. Mr Riko selalu memberi perintah lewat sekretarisnya jika menyangkut pekerjaan. Aslan menutup pekerjaannya dan meninggalkan ruangan menuju ruangan Mr Riko yang hanya berjarak beberapa ruang dari ruangannya. Kakinya ia langkahkan dengan cepat. Aslan tau, jika ayahnya sudah mengirim pesan pribadi pasti ada sesuatu yang tidak beres.Aslan disuguhkan pemandangan yang membuatnya tercekat saat tiba di balik pintu ruangan ayahnya. Di ruangan itu ada Mr Riko, dan seorang karyawan berseragam office girl sedang duduk di kursi seberang Mr Riko. Posisinya membelakangi Aslan. Gadis itu berhijab dan membuat tebakan Aslan pasti benar, Anna.Gadis itu sepertinya sedang mengeluarkan argumen kritis sehingga mata Mr Riko tajam menatapnya. Aslan menghampiri mereka b
Perasaan aneh yang muncul saat melihat gadis di sebelahnya membuat Aslan bimbang. Perasaan yang sejak dulu ia tepis kini semakin besar. Seperti api yang sedang membara, semakin disiram air maka semakin menjadi. Begitupun apa yang ia rasakan saat ini. Perasaan yang tidak seharusnya bersarang dalam hati membuat Aslan sakit sendiri. Bagaimana tidak, perintah kakeknya 2 bulan lalu mempertemukannya dengan gadis mandiri dan tegas. Gadis yang tidak pernah terpikirkan olehnya, masuk dalam hidupnya melalui cara yang kilat. Ia harus mengikuti gadis itu setiap hari dan melindunginya. Hal yang awalnya terpaksa hingga menjadi kebiasaan Aslan dan itu sangat menyenangkan baginya.Gadis itu diam-diam mencuri perhatiannya dengan pesona dan sikap alami yang ia miliki. Mata coklat hazelnya telah menyihir Aslan menjadi pemuja yang melangkah atas nama perintah sang kakek. Ia sangat menikmati meski secuil hatinya memberontak mengingat Anna adalah sepupunya. Kenyataan yang menyakitkan.A
Anna dengan leluasa memandang pria di hadapannya dengan penuh kekaguman. Ia seakan disuguhkan pemandangan indah yang gratis untuk dinikmati oleh siapapun."Jangan memandangku seperti itu, ehm." Suara Aslan membuyarkan lamunan Anna. Ia dengan cepat menghapus senyum yang selama ini tersimpul dari bibirnya."Salah sendiri pakai tertawa. Kau tahu, senyumanmu bisa memikat gadis manapun." Anna berbisik di samping Aslan. Ia dengan leluasa bisa melakukannya karena mereka sedang di dalam lift. Anna semakin tidak canggung saat berkomunikasi dengan Aslan. Pria itu selalu menggodanya karena sengaja untuk meluruhkan perasaan canggung mengingat ia adalah atasan Anna."Oh, rupanya kau terpikat denganku?" Aslan menghadap gadis di sampingnya dengan kedua tangan di pundak gadis itu.Melihat tingkah Aslan, jantung Anna berdetak kencang. Ia berusaha terlihat netral saat Aslan semakin menatapnya dalam.Anna melirik tangan Aslan yang masih terpaku di pundaknya. Ia mencari alasan
Pertemuan Gina dan Aslan tidak begitu lama. Aslan akhirnya memaksa Gina untuk segera kembali ke rumah setelah melihat pemandangan yang sama sekali tidak ia harapkan. "Ada apa sih Bi, kau menyuruhku cepat pulang?" Gina bertanya dengan polos saat mereka sudah berada di depan restoran. Tentu saja Gina tidak mengetahui keberadaan Anna yang datang bersama Galih. Jika Gina mengetahuinya, pastilah akan beda lagi ceritanya."Aku akan menyuruh Pak Budi mengantarmu pulang. Kau pulanglah duluan! Aku masih ada urusan penting." Ucap Aslan datar sembari memainkan ponsel menghubungi seseorang."Kau tidak mau mengantarku?" Gina seolah tidak percaya dengan ucapan Aslan.Namun Aslan tetap fokus pada ponselnya. Ia seakan tidak peduli dengan ekspresi Gina."Aslan! Aku sedang bertanya padamu!" Gina menaikkan nada suaranya saat mendapati Aslan sama sekali tidak menghiraukan dirinya."Apa kau tidak mendengar ucapan ku tadi?" Aslan kembali bertanya dengan lebih lembut. Membuat Gina yang sedang tersulut menj
Wanita itu, wanita yang kini sedang duduk di hadapan Aslan tidak lain adalah Gina, kekasihnya. Bukankah itu hal yang wajar jika Aslan mengajak Gina ke tempat yang elit seperti ini? Namun tidak untuk hati Anna. Ia merasa tindakan Aslan kali ini sangat tidak bisa dimengerti.Mendengar pernyataan cintanya seminggu yang lalu, ia bahkan sudah berjanji untuk melepas Gina. Dan apa yang ada di hadapan Anna sekarang berbeda dengan ucapan pria yang sangat dipercaya oleh Anna itu.'Tidak, pasti Aslan mengajak Gina kesini untuk mengakhiri segalanya.' Hati dan pikiran Anna seolah memberontak hebat melawan pandangannya saat ini.Anna bahkan tidak sudi memutar kepala menghadap mereka berdua. Dalam hati kecilnya sungguh ia tidak sanggup menghadapi kenyataan yang mulai mengusik hati dan pikirannya kini. Anna semakin terdiam. Ingin rasanya ia beranjak dari tempat ini agar pikiran buruk yang menghantuinya sirna begitu saja.Galih yang mengamati perubahan sikapnya secara diam-diam mulai mengalihkan pembi
Anna celingukan mencari seseorang di dalam restoran ternama ini. Ia nampak canggung saat memasuki restoran Tivolly, karena ini baru pertama kalinya ia menginjakkan kaki di restoran ternama ini. Restoran ini merupakan tempat makan elit yang biasa dikunjungi oleh orang-orang berkelas menengah ke atas. Tentu saja bagi Anna memasuki restoran Tivolly adalah hal yang tidak wajar. Mengingat ia tidak biasa dan bahkan tidak begitu mengerti pergaulan para orang kaya. Ia lihat para wanita dengan tas bermerek ratusan juta rupiah, sesuatu yang jelas mendominasi ruangan ini. Membuatnya harus menyembunyikan rapat-rapat tas selempang hitam di balik tangannya.Mata hazelnya berbinar saat menangkap sosok pria yang sejak tadi ia cari. Galih sudah duduk di meja nomor dua belas sedang melambai ke arahnya. Anna lalu berjalan ke arahnya dengan menundukkan kepalanya. "Kau baru sampai?" Tanya galih saat Anna sudah berada di depan mejanya."Lumayan sih. Aku cukup lama berdiri mencari keberadaanmu." Anna menj
Aslan berdiri hampir saja ia bergerak memutari meja. Saat Anna dengan sigap melirik setiap gerak gerik pria itu. Anna harus berjaga-jaga saat mereka sedang berduaan di dalam ruangan seperti saat ini. Tepatnya sedang dalam posisi yang memaksanya berdua saja dengan Aslan. Anna tidak mau emosinya tidak terkontrol ketika berhadapan dengan Aslan seperti di kediamannya kemarin.Aslan tersenyum menggoda saat mengetahui gerak refleks Anna untuk menjauh ketika dirinya mulai mendekati gadis itu. " Ada apa?"Anna menggeleng cepat. "Tidak ada. Hanya berjaga-jaga."Aslan mengangkat sebelah alisnya sambil memiringkan kepala mengamati ekspresi Anna."Ada apa?" Anna ganti menanyakan tatapan Aslan yang mengintimidasi dirinya."Kau gadis yang sangat naif," Gumam Aslan."Terima kasih." "Jangan bersikap seperti itu di hadapanku!" Aslan mendengus kesal. "Karena akan membuatku semakin mencintaimu." "Semakin kesini, aku semakin tidak percaya dengan pernyataan cintamu. Karena kau bahkan masih menjalin hubu
"Dimana Anna?" Aslan memasuki dapur ruangan dan hanya disambut oleh Vero, salah satu rekannya."Dia sedang nganter kopi, Sir. Ada apa, Pak?" Vero balik bertanya kepada Aslan."Oh, nanti kalau dia sudah kembali suruh ke ruangan saya." Aslan memberi arahan tegas.Vero terdiam sejenak, mungkin ia sedang berpikir tentang penggilan mendadak Aslan. Lalu dengan cepat ia menganggukkan kepala mengiyakan arahan Aslan."Baik, Pak. Akan saya sampaikan."Aslan lalu meninggalkan ruangan. Ia meninggalkan Vero yang masih dilanda sebuah tanda tangan besar. Hingga akhirnya telepon di dapur ruangan berdering. "Dapur perusahaan." Sapa Vero."Tolong antarkan teh ke lantai dua ya.." Vero terlihat menghembuskan napas kasar sembari mengangguk pelan. Setelah telepon ditutup, ia menggerutu pelan sembari membuat minuman. Lalu pergi ke lantai dua dengan membawa trolly berisi minuman pesanan karyawan.****Saat jam makan siang Anna dan Rani sedang menyantap bekalnya di kantin perusahaan seperti biasa. Namun Anna
Kantor masih sepi ketika Anna mengecek galon di setiap ruangan. Sesekali ia mendapat sapaan dari para karyawan yang melewatinya saat baru memasuki ruangan. Anna selalu bersikap hangat pada siapapun dan ini membuat ia dikenal ramah oleh setiap karyawan."Bukankah kamu.. Anna?" Sebuah suara membuatnya menoleh seketika saat akan mengangkat galon ke dispenser."Galih?" Anna turut heran menatap sepupunya. Sepagi ini ia sudah berdiri di sana."Kamu bekerja di sini?" Mata Galih menatap Anna dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ia seakan terkejut dengan pemandangan yang tersaji di hadapannya."He'em, seperti yang kau lihat." Anna mengangkat kedua tangannya setengah badan mengiyakan pertanyaan Galih."Why? Inikan, perusahaan..." "Suryadinata Grup?" Anna sengaja menyela ucapan Galih sembari melihat sekitar jika saja ada banyak karyawan yang melihatnya.Galih menautkan alis semakin heran saat menatap sepupunya dengan pakaian cleaning servis seperti itu. "Kau benar-benar bekerja sebagai office
Mereka sampai di depan rumah Anna. Ternyata benar, suara ketukan itu masih terdengar hingga teras rumah Anna. Tak ada pintu yang masih terbuka di sekitar rumah sederhana gadis itu. Karena ini sudah hampir tengah malam. Lagi pula tetangga Anna juga sedang pergi ke tanah suci melakukan ibadah umroh. Bersama rombongan pak ustadz yang menjadi takmir masjid di komplek Anna."Masuklah, aku tidak berani." Anna mengernyitkan kening. Ia memposisikan diri di belakang Aslan.Aslan menghembuskan nafas pelan. Dengan tenang ia memasuki rumah Anna yang selama ini seakan haram dimasuki olehnya. Karena Anna selalu menerima tamu laki-laki di teras rumah, kecuali jika ada sesuatu yang urgent seperti ini.Aslan melewati ruang tamu lalu melangkah ke ruang tengah yang lurus menuju dapur. Rumah itu di dalamnya ternyata luas, pikir Aslan. Karena dari arah luar jika dipandang hanya tampak seperti perumahan modern yang sederhana dengan dua kamar seperti yang marak ada dalam promo kredit rumah akhir-akhir ini.
Anna menggeleng pelan. Hati kecilnya turut menjerit saat ia mencoba melawannya sendiri. Rasa sakit rupanya mulai menusuk jiwanya yang selama ini sudah ia paku agar tetap tegar ketika menghadapi hal buruk apapun."Maaf, aku tidak bisa sepertimu, Lan." Kalimat Anna membuat Aslan terkesiap."Why?" Lama Anna terdiam, ujung jemarinya ia gunakan untuk menyeka air mata yang masih menetes."Hubungan kekeluargaan kita, aku tidak mau menghancurkannya karena ego." Anna berbisik pelan."Tidak ada yang menghancurkannya, juga tidak ada yang akan hancur, Ann..." Senyum miris terukir dari sudut bibir Aslan. Seolah lidahnya kelu sendiri saat mengingat silsilah keluarga aslinya."Kau tahu kita terikat hubungan apa?" Anna menaikkan nada bicaranya untuk meyakinkan Aslan."Bahkan kau sendiri yang datang kemari untuk mengingatkanku jika aku adalah sepupumu?" Anna mengernyitkan kening.Aslan masih terdiam lama. Terlihat ekspresi frustasi dari raut wajahnya. Ia menghembuskan nafas pelan. Lalu menatap Anna d
Mereka sampai di depan rumah Anna. Rumah di gang sempit yang hanya cukup di lalui satu mobil. Membuat Aslan harus memarkir mobilnya di depan gang saat berkunjung ke rumah Anna.Aslan kembali menatap gadis yang masih terlelap di sebelahnya. Perasaan iba tiba-tiba menjalari pikirannya memandang gadis selugu Anna harus berjuang melawan keluarga kakeknya. Mengingat kedua orang tuanya sudah tiada dan hanya keluarga kakeknya lah yang ia punya saat ini.Perasaan Aslan kembali menyelam ke dalam lubuk hatinya. Ia yang awalnya hanya merasa iba pada gadis itu akhirnya benar-benar dibuat jatuh hati olehnya. Karena sikapnya yang mandiri dan tegas, mampu membuat Aslan berdecak kagum oleh wajah cantik yang menawan itu.Aslan menghembuskan napas pelan. Ia berusaha mengatur perasaannya lagi agar bisa terkontrol lebih baik lagi. Ia tidak ingin menghancurkan perasaan yang dengan indah ia selami hanya karena nafsu lelakinya yang sangat menyiksa baginya.Aslan memegang pundak Anna lalu mengoyaknya. Namun