“Pak Prana, kenapa Anda ada di sini?”Tidak masalah sebenarnya jika bertemu dengan salah satu pegawai di dalam rumah, tetapi yang membuat aku binggung adalah pertemuan yang berulang begitu banyak. Aku tahu kalau Pak Prana mengikutiku sejak pagi tadi. Ia menatapku dengan wajah cemas, tetapi aku tahu kalau ia tidak membuat kesalahan sedikit pun.“Ti-dak Tuan, saya hanya lewat!”Aku memandangnya cukup lama, merasakan ketakutannya yang tidak jelas dan kemudian menyerah untuk mengabaikan. Pasti ada sesuatu yang ingin dibicarakan, tetapi terlalu sulit dikatakan di lorong tempat semua orang berlalu lalang.“Bisa Bapak ikut saya ke kantor?” tanyaku.Seolah diberikan jalan keluar dari masalah yang begitu rumit, wajah Pak Prana menjadi begitu cerah. Ia mengangguk dan berbalik pergi menyiapkan mobil yang akan dikendarai. Sementara itu aku masuk ke dalam, pergi ke aula tempat pesta pernikahan kecil-ku akan digelar besok.Semua orang sibuk di dalam aula. Para pembantuku tampak silih berganti memba
“Ada apa? Tampangmu terlihat tidak menyenangkan?” Erlan menghampiriku setelah aku meminta sekretaris di depan untuk memanggilnya.Ia ada di ruang rapat tadi, di lantai dasar dan meneleponnya bukan pilihan yang tepat.“Aku ingin kamu menyelidiki seseoarang dari kalangan pekerja. Ada sesuatu yang aneh terjadi dan dia tiba-tiba saja mempertanyakan keputusanku!” Aku memandang melalui kaca jendela besar yang menampilkan penampilan kota besarr yang menakjubkan.“Siapa kali ini?”Aku tersenyum mendengarnya. Sebelumnya aku minta tolong untuk menyelidiki masalalu Ayu. Ternyata gadis itu mengalami kekerasan di masa kecilnya. Juga, ibunya telah membuat ayahnya. Sebuah tekanan yang berurlang-ulang akan memberikan sugesti pada orang yang menerimanya. Kekerasan yang dilakukan oleh Ibu ayu bukan masalah kejiwaan, tetapi sebuah tekanan.“Pak Prana!”“Pegawaimu? Kenapa dia?” Erlan heran.“Sudah kukatakan tadi kan? Tiba-tiba saja dia jadi menentang keputusanku! Pernikahan sudah semakin dekat, aku takut
Ini aneh. Pasti ada sesuatu yang telah diperintahkan oleh Gatra sampai Pak Prana mengawasiku seperti ini. Aku ingin bertanya, tetapi Pak Prana berdiri cukup jauh seolah-olah tidak terjadi apa-apa.“Muni!”“Ya, Nona?” Pelayan yang ditugaskan padaku itu langsung mendekat, sedikit menundukkan kepala.“Bisa panggilkan Pak Prana yang berdiri di sana?”Muni menoleh pada sosok tubuh yang berdiri dengan latar pepohonan yang sudah dipangkas di belakangnya. Kulihat kalau Muni mengangguk dan beranjak dengan cepat mendekati Pak Prana.Selama beberapa detik kulihat Pak Prana berekspresi sangat serius. Beliau lalu melirikku sedikit dan kemudian mengangguk. Tetapi, Pak Prana sama sekali tidak mendekat ke arahku, malah menjauh.“Kenapa Pak Prana pergi?” tanyaku pada Muni yang sudah ada di dekatku kembali.“Katanya dipanggil Tuan!” Muni menelengkan kepala.Apa yang diharapkan Muni dariku? Bahwa aku tahu apa yang terjadi sebenarnya pada sikap aneh Pak Prana. Bahwa aku bisa menebak apa yang diinginkan G
Jas yang saat ini aku kenakan hanya pakaian biasa saja. Salah satu yang sering kugunakan untuk pergi ke kantor atau berkunjung ke salah satu investor perusahaan. Tidak ada yang istimewa.Anehnya, dadaku sama sekali tidak bisa dihentikan detaknya. Apa yang salah sebenarnya?Semuanya masih baik-baik saja saat kemarin aku menemukan scone yang terlihat enak di jalanan. Saat kulihat tampilan makanan tersebut di dalam foto yang dipajang di kaca toko. Nama Ayu langsung teringat di kepalaku.Aku tidak mengantarkannya sendiri, Muni yang datang ke dapur dan menyajikannya untuk Ayu. Tapi, aku melihat saat gadis itu menikmatinya. Rona merah yang merekah di wajah Ayu membuatku itu senang. Adrenalinku terpacu ingin tahu apa lagi yang bisa membuat Ayu sesenang itu.Apalagi hal yang bisa kulakukan untuk membuatnya merona senang seperti kemarin? Pemikiran aneh itu membuatku terlalu antusias begini. Aku merasakan kegembiraan samar yang tak bisa kudeskripsikan dari mana asalnya.“Semuanya sudah sempurna
Aku yakin sudah memberikan penolakan yang sangat tegas pada Pak Prana. Aku juga sudah melukai hatinya dengan kata-kataku. Entah dengan maksud apa pria tua itu kembali menemuiku malam ini. “Aku harusnya sudah tidur sekarang,” kataku padanya. Tidak ada basa-basi dalam kata-kataku. Aku hanya ingin pria ini menyingkir segera dari dalam kamarku. Namun, Pak Prana tidak bergeming berdiri di depan pintu yang tertutup separuh. Kepalanya tertunduk ke bawah. Sesekali ada gerakan sentakan di lehernya, seperti ia telah menemukan kata-kata untuk dikatakannya padaku. Namun sentakan itu tidak membuat kepala milik Pak Rana menegak dengan cepat. “Ada apa, Pak?” Yang kuinginkan hanya tidur saat ini, tidak yang lain. “Aku akan jadi walimu saat menikah nanti!” Pemberitahuannya mengejutkanku. Kantuk yang sejak tadi berusaha aku tahan mendadak lenyap seketika. Aku berdiri dari sisi ranjang yang kududuki sejak awal. Kemudian aku mempeolototi Pak Prana. “Kenapa harus
Seluruh tubuh Pak Prana gemetar. Aku bisa melihatnya di sini, dari tempat aku duduk. Tangan pria yang kugenggam itu gemetara. Ia pasti tak mau menikahkan putrinya denganku. Akan tetapi, Pak Prana juga tak bisa memikirkan jalan keluar lain.Aku sudah mengkajinya semalaman suntuk dengan Erlan sebelum memanggil Pak Prana ke ruangan kerja dan menembaknya hingga jatuh bagaikan seekor burung bangau yang tengah terbang.Faktanya, selain pernikahan ini tidak ada cara membuat Ayu berada di dalam jarak pandang pria itu.“Baiklah, Bapak … Nak Gatra, ucapkan ijab dan kabul sesuai yang saya ajarkan tadi!” Penghulu yang memiliki senyum ramah di dunia itu mempersilakan. Dan getaran di tangan Pak Prana yang aku genggam semakin hebat saja.“Saya nikah dan kawinkan Ayudia Parashati binti Prana dengan Gatra Naradipa bin Atmo Binapura dengan mas kawin emas seberat 25 gram dan uang tunai di dalam deposito sebesar 150 juta rupiah tunai!” Pak Prana berhasil mengucapkannya dengan wajah merah dan mata berair.
Aku bukan orang suci. Aku setengah mabuk saat memasuki kamar penganti Alina sekitar lima tahun lalu. Aku bahkan tidak ingat bagaimana caraku memandang Alina saat itu. Tetapi, Alina berkata kalau aku melakukan hal yang hebat saat menidurinya. Lalu malam-malam panas kami selama lima tahun terakhir juga tidak begitu kupedulikan. Aku hanya merasa harus melakukannya dengan Alina, mencumbu wanita yang kunikahi itu. Menyatukan diri sampai mencapai puncak kenikmatan duniawi bersamanya. Sekali lagi, aku sama sekali tidak memperhatikan detail saat datang ke kamar Alina dan menyatukan diri pada titik erotis kami berdua. Aku sangat sadar saat memasuki kamar Ayu. Dan seketika aku takut. Seorang Gatra yang telah mengalami petualangan cinta dengan istri pertamaku mendadak merasa takut pada fakta harus tidur dengan istri kedua. Aku bisa saja menyibak selimut yang tidak sempurna menutupi tubuh Ayu. Aku bisa melihat jenis gaun yang jelas-jelas transparan yang dipilihkan Minu. Pasti Muni, pelayan
Sakit! Hal pertama yang kupikirkan saat Gatra menyetubuhiku adalah hal itu. Walau pun pria itu terus-terus saja membisakan kalau tidak akan ada hal buruk yang terjadi, aku tidak bisa menahan rasa sakit ini.Aku berkali-kali berusaha mendorong Gatra. Namun, tidak berhasil. Setiap kali aku mendorongnya, Gatra seperti menangkapku dan mendorong dirinya lebih keras dibandingkan sebelumnya. Ciuman-ciumannya bersarang di berbagai tempat di tubuhku, rasanya seperti bongkahan bara. Hanya saja tidak menyakitkan dan hanya membuatku berdebar tidak karuan.Lalu pelan-pelan aku menyukai tekanan yang diberikan Gatra. Seluruh tubuhku terasa bergelenyar. Aku mengerang dan takut kalau Gatra tidak menyukainya. Namun, dorongannya padaku sama sekali tidak berkurang, malah semakin cepat saja.Aku tidak ingat, tetapi aku memeluk Gatra dan begitu sebaliknya. Napas kami sama cepat dan seluruh tubuh Gatra menegang. Aku tidak mengerti dengan yang terjadi, rasa sakit yang mendadak berubah menjadi kenikmatan. Ha