Aku tahu kalau aku termasuk pada definisi semua gadis itu. Hanya saja aku sama sekali tidak ingin mengakuinya. Aku benar-benar tidak mau mengakui dengan mengambil sepotong saja kue-kue yang dihidangkan dengan begitu cantik di atas meja.“Duduklah!” Gatra dengan lembut menyentuh tanganku dan menuntunku untuk duduk di kursi.Aroma manis yang hanya sesekali bisa kucium di rumah Paman bahkan saat di kampung dulu menguar. Semua berasal dari makanan yang ditata dengan begitu cantik tersebut.“Ciciplah! Mau aku suapi?”Aku kaget mendengarnya. Apa? Dia mau menyuapiku setelah semua hal buurk yang dikatakannya padaku. Aku masih belum lupa dengan isi surat kontrak yang dengan jelas menuliskan soal harrgaku di dalam sana.“Tidak! Aku tidak mau! Sebenarnya apa yang kamu inginkan? Kamu mau menjadikan aku bagaimana lagi sekarang?” Mau tak mau mataku jadi berkaca-kaca saat mengingat bagaimana nasibku menjadi begitu buruk.Gatra tercenung sebentar kulihat dan kemudian ia melemparkan garpu kecilnya ke
Aku mencobanya beberapa kali, berpura-pura hanya jalan-jalan di sekitar halaman untuk mencari celah untuk bisa melarikan diri. Tetapi, para pekerja telah tersebar di sana. Dan pohon yang kupanjat waktu itu telah ditebang, bersama dengan pohon lainnya yang berada di sekitar pagar.“Kan kasihan kalau di potong?” tanyaku dengan polos pada salah satu tukang yang dipekerjakan.Dari belakang seorang pembantu rumah tangga menyahut dengan berani. “Ini kan salah kamu! Coba kalau kamu tidak memanjat sampai setinggi itu, semua pohon dekat pagar tidak akan ditebang!”Aku menoleh ke belakang dan menemukan wanita gendut yang kutemui tiga hari lalu saat memasuki rumah. Ia memandangku dengan angkuh dan marah.Aku tidak tahu kenapa dia membenciku. Aku jelas-jelas tidak melakukan kesalahan padanya.“Kalau kamu jadi aku, apa kamu mau tetap di sini?” tanyaku padanya karena kesal.Ia berkacak pinggang dengan marah dan mendorong bahuku. “Ya, aku akan tetap di sini! Kamu tahu apa yang berusaha kamu tolak?”
Erlan sampai lebih dulu dibandingkan denganku. Ia berdiri di lobi dan memeriksa ponselnya. Ketika aku akhirnya turun dengan mengendong Ayu, ia memasukan ponsel ke dalam saku dan mendekati kami.“Dia pingsan?” tanyanya khawatir padaku.“Tidak. Lebih tepatnya tertidur.” Aku menjawab sambil melangkah dengan lebar menuju ke UGD.Di sana perawat langsung mendorong brankar dan menyuruhku untuk menempatkan Ayu di atasnya.“Gawat kalau begitu!” kata Erlan.Aku jelas kaget mendengarnya. Bagian mana dari tidur yang bisa disebut sebagai gawat. Ayu masih tampak sehat saat inid an terlihat bisa melakukan hal apapun setelah bangun.“Dia terjatuh tadi dan kepala belakangnya terbentur, setelah itu ia tertidur!” kata Erlan memberitahu perawat.Perawat mengangguk dan mendorong brankar lebih cepat lagi. “Beritahu Dokter kalau ada pasien yang kemungkinan mengalami pendarahan otak!” seru perawat
Hingga sore datang dan aku sampai ke rumah sakit kembali dengan Oma, Ayu belum juga sadar. Dokter menjelaskan kepadaku kalau tidurnya Ayu adalah usahanya untuk sembuh.“Ada darah di dalam otaknya. Sehingga Nona Ayu saat ini koma.”“Apa itu berbahaya?” Oma bertanya pada dokter pribadi keluarga dengan suara cemas. Aku hanya mendengarkan dalam diam.“Karena Nona Ayu dalam keadaan tidak sadar, kita tidak tahu apakah komanya berbahaya atau tidak. Dari hasil CT-Scan Nona Ayu mengalami pendarahan pada kepala bagian belakang.”“Berapa lama biasanya?”“Bisa satu hari. Bisa dua, bahkan bisa berbulan-bulan!”Aku memejamkan mata mendengarnya. Rasanya aku ingin mengurus sendiri pembantu rumah tangga yang telah mendorong Ayu tadi. Waktu kami bahkan tak tersisa cukup sebulan sekarang. Jika Ayu tak segera sadar, maka aku harus mencari dari awal lagi kandidat untuk menjadi istri kontrakku.&l
Tidak sampai 24 jam setelah Ayu sadar, aku memutuskan untuk membawa pulang gadis itu. Aku menyewa seorang perawat dengan rekam jejak yang baik dan meminta dokter pribadi kami untuk sementara mengurus Ayu di rumah.“Bagimana dengan urusan berkas-berkas pernikahan?” Aku bertanya pada Erlan yang menghandlle semua.“Yah, itu sudah selesai. Jadwal sidang sekitar dua minggu lagi!” Erlan yang ada di ruanganku dan sibuk dengan pekerjaannya sendiri menjawab tanpa mengangkat kepala.Aku senang mendengarnya. Tapi, kemudian terbersit sesuatu yang membuatku jadi berpikir, bukankah ini pertama kalinya buat Ayu?“Apa tidak sebaiknya kita menyiapkan pesta sedikit?” Aku bicara seolah-olah bergumam. Tidak tahu apakah Erlan mendengarnya benar atau tidak. Yang kulakukannya sebenarnya hanya bertanya pada diriku saja.Tiba-tiba saja Erlan berdiri tegak di depanku. Tangannya terulur dan menempel di dahiku. Sebelah tangannya yang
Bantingan pintu Alina membuat aku memejamkan mata. Kepalaku mendadak sakit dan tampilan jenis eskrim dari hasil pencarian di dalam komputer tidak menarik lagi sekarang.Aku menghela napas dalan dan memilih bersandar untuk menenangkan diri. Padahal yang sedang aku lakukan hanya mengikuti keinginan Alina saja. Semua tidak akan rumit jika Alina menyetujui rencana mengadopsi anak.“Gatra ... kamu ada di dalam, kan?” Suara serak milik Oma terdengar dari bali pintu.Masalah apalagi sekarang yang datang padaku. Masalah Alina saja belum selesai dan sepertinya aku tidak akan melihat istriku nanti malam. “Ya, saya di dalam Oma!”Wanita tua bertubuh langsung dengan kepala putih itu masuk. Ia memperrhatikan ruang kerja selama beberapa menit sebelum kemudian duduk di sofa santai di tengah ruangan.“Ini hari kedua!”Aku mengernyit tidak paham. “Kenapa dengan hari kedua Oma?” tanyaku.Aku kembali
Aku senang menatap meja yang dihias sederhana dibandingkan sebelumnya. Baguslah. Mungkin saja sikap tidak menyenangkan yang diperlihatkan oleh gadis itu padaku sebelumnya karena tatanan meja.Lalu, alih-alih taman, aku menyiapkan semuanya di teras yang menghadap ke taman. Jika seseorang datang dan parkir di halaman, gadis itu akan tersembunyi dan tidak terlihat.“Terima kasih Muni!” kataku pada pembantu yang mengatur semua.Aku mempercayakan pengaturan kepadanya karena wanita ini adalah yang paling lama bersama dengan Ayu. Ia pasti melihat apa-apa yang disukai oleh Ayu selama bersama.“Terima kasih, Tuan!” Muni senang mendengar kalau pekerjaannya dipuji.“Di mana dia?” tanyaku.“Di kamar, Tuan, Nyonya besar tadi datang dan mengobrol dengan Nona Ayu!” Muni melaporkan.Jadi Oma pergi ke sana setelah berbicara dengan keras padaku? Benar-benar mengherankan. Aku jadi penasaran dengan pelet ya
Untuk pertama kalinya aku merasa senang bertemu dengan Gatra, sungguh. Hanya perkara ia menyediakan eskrim yang tidak pernah kucicipi. Semua orang bisa menyebutku anak kecil karena terbuai dengan pemberian yang tak seberapa. Tetapi, aku tidak dibesarkan dalam keluarga bahagia. Seumur hidup aku mengalami perundungan yang berasal dari ibuku sendiri.“Kenapa?” Gatra bertanya kenapa wajahku yang awalnya tampak baik menjadi kusut kembali.Aku membuang muka dan menarik mangkuk berisi eskrim yang baru saja diambilnya sesendok besar. Kalau dia mau memberi, seharusnya Gatra bertanya dulu padaku.“Tidak ada!” Aku mulai merasakan eskrim yang tampak lezat di dalam mangkok tersebut dengan ujung sendok. Lezat adalah satu kata yang muncul langsung di otakku.“Wah, ini pertama kalinya aku melihat kamu berekspresi begitu!” Gatra rupanya tidak menikmati eskrim atau membaca koran seperti yang dilakukannya waktu itu.Aku kesal jadin