Alina muncul, membuat asistenku terlonjak kaget dengan sikapnya dan kemudian memilih mundur.Aku sendiri lekas menyimpan berkas yang sedang aku kerjakan. “Duduklah! Ada apa?” Alina jarang datang ke kantorku di rumah. Kalau muncul itu artinya ada sesuatu yang mau disampaikannya padaku. Tawaranku diterima tanpa banyak bicara dan dengan telepon kupanggil pelayan untuk membawak teh dan kopi untuk kami. Sampai teh datang, Alina belum mengatakan apapun. Aku juga tidak mengusiknya sama sekali. Namun, lama kelamaan akhirnya aku tak sabar lagi menunggu. “Ada apa, Alina? Kalau tidak ada apapun aku akan kembali mengurus pekerjaan. Kamu bisa minum tehnya di ruanganku sendirian!” Aku berdiri, bermaksud untuk kembali ke meja. Asistenku yang berdiri di luar juga bersiap untuk masuk ke dalam. “Dia sudah membuat masalah, kan?” tanya Alina padaku. Aku cukup paham tentang siapa Alina bicara sekarang. “Dia tidak berhasil! Erlan sudah sejak pertama menemukannya dan memanggilku!” “Aku sudah bi
Aku tahu kalau aku termasuk pada definisi semua gadis itu. Hanya saja aku sama sekali tidak ingin mengakuinya. Aku benar-benar tidak mau mengakui dengan mengambil sepotong saja kue-kue yang dihidangkan dengan begitu cantik di atas meja.“Duduklah!” Gatra dengan lembut menyentuh tanganku dan menuntunku untuk duduk di kursi.Aroma manis yang hanya sesekali bisa kucium di rumah Paman bahkan saat di kampung dulu menguar. Semua berasal dari makanan yang ditata dengan begitu cantik tersebut.“Ciciplah! Mau aku suapi?”Aku kaget mendengarnya. Apa? Dia mau menyuapiku setelah semua hal buurk yang dikatakannya padaku. Aku masih belum lupa dengan isi surat kontrak yang dengan jelas menuliskan soal harrgaku di dalam sana.“Tidak! Aku tidak mau! Sebenarnya apa yang kamu inginkan? Kamu mau menjadikan aku bagaimana lagi sekarang?” Mau tak mau mataku jadi berkaca-kaca saat mengingat bagaimana nasibku menjadi begitu buruk.Gatra tercenung sebentar kulihat dan kemudian ia melemparkan garpu kecilnya ke
Aku mencobanya beberapa kali, berpura-pura hanya jalan-jalan di sekitar halaman untuk mencari celah untuk bisa melarikan diri. Tetapi, para pekerja telah tersebar di sana. Dan pohon yang kupanjat waktu itu telah ditebang, bersama dengan pohon lainnya yang berada di sekitar pagar.“Kan kasihan kalau di potong?” tanyaku dengan polos pada salah satu tukang yang dipekerjakan.Dari belakang seorang pembantu rumah tangga menyahut dengan berani. “Ini kan salah kamu! Coba kalau kamu tidak memanjat sampai setinggi itu, semua pohon dekat pagar tidak akan ditebang!”Aku menoleh ke belakang dan menemukan wanita gendut yang kutemui tiga hari lalu saat memasuki rumah. Ia memandangku dengan angkuh dan marah.Aku tidak tahu kenapa dia membenciku. Aku jelas-jelas tidak melakukan kesalahan padanya.“Kalau kamu jadi aku, apa kamu mau tetap di sini?” tanyaku padanya karena kesal.Ia berkacak pinggang dengan marah dan mendorong bahuku. “Ya, aku akan tetap di sini! Kamu tahu apa yang berusaha kamu tolak?”
Erlan sampai lebih dulu dibandingkan denganku. Ia berdiri di lobi dan memeriksa ponselnya. Ketika aku akhirnya turun dengan mengendong Ayu, ia memasukan ponsel ke dalam saku dan mendekati kami.“Dia pingsan?” tanyanya khawatir padaku.“Tidak. Lebih tepatnya tertidur.” Aku menjawab sambil melangkah dengan lebar menuju ke UGD.Di sana perawat langsung mendorong brankar dan menyuruhku untuk menempatkan Ayu di atasnya.“Gawat kalau begitu!” kata Erlan.Aku jelas kaget mendengarnya. Bagian mana dari tidur yang bisa disebut sebagai gawat. Ayu masih tampak sehat saat inid an terlihat bisa melakukan hal apapun setelah bangun.“Dia terjatuh tadi dan kepala belakangnya terbentur, setelah itu ia tertidur!” kata Erlan memberitahu perawat.Perawat mengangguk dan mendorong brankar lebih cepat lagi. “Beritahu Dokter kalau ada pasien yang kemungkinan mengalami pendarahan otak!” seru perawat
Hingga sore datang dan aku sampai ke rumah sakit kembali dengan Oma, Ayu belum juga sadar. Dokter menjelaskan kepadaku kalau tidurnya Ayu adalah usahanya untuk sembuh.“Ada darah di dalam otaknya. Sehingga Nona Ayu saat ini koma.”“Apa itu berbahaya?” Oma bertanya pada dokter pribadi keluarga dengan suara cemas. Aku hanya mendengarkan dalam diam.“Karena Nona Ayu dalam keadaan tidak sadar, kita tidak tahu apakah komanya berbahaya atau tidak. Dari hasil CT-Scan Nona Ayu mengalami pendarahan pada kepala bagian belakang.”“Berapa lama biasanya?”“Bisa satu hari. Bisa dua, bahkan bisa berbulan-bulan!”Aku memejamkan mata mendengarnya. Rasanya aku ingin mengurus sendiri pembantu rumah tangga yang telah mendorong Ayu tadi. Waktu kami bahkan tak tersisa cukup sebulan sekarang. Jika Ayu tak segera sadar, maka aku harus mencari dari awal lagi kandidat untuk menjadi istri kontrakku.&l
Tidak sampai 24 jam setelah Ayu sadar, aku memutuskan untuk membawa pulang gadis itu. Aku menyewa seorang perawat dengan rekam jejak yang baik dan meminta dokter pribadi kami untuk sementara mengurus Ayu di rumah.“Bagimana dengan urusan berkas-berkas pernikahan?” Aku bertanya pada Erlan yang menghandlle semua.“Yah, itu sudah selesai. Jadwal sidang sekitar dua minggu lagi!” Erlan yang ada di ruanganku dan sibuk dengan pekerjaannya sendiri menjawab tanpa mengangkat kepala.Aku senang mendengarnya. Tapi, kemudian terbersit sesuatu yang membuatku jadi berpikir, bukankah ini pertama kalinya buat Ayu?“Apa tidak sebaiknya kita menyiapkan pesta sedikit?” Aku bicara seolah-olah bergumam. Tidak tahu apakah Erlan mendengarnya benar atau tidak. Yang kulakukannya sebenarnya hanya bertanya pada diriku saja.Tiba-tiba saja Erlan berdiri tegak di depanku. Tangannya terulur dan menempel di dahiku. Sebelah tangannya yang
Bantingan pintu Alina membuat aku memejamkan mata. Kepalaku mendadak sakit dan tampilan jenis eskrim dari hasil pencarian di dalam komputer tidak menarik lagi sekarang.Aku menghela napas dalan dan memilih bersandar untuk menenangkan diri. Padahal yang sedang aku lakukan hanya mengikuti keinginan Alina saja. Semua tidak akan rumit jika Alina menyetujui rencana mengadopsi anak.“Gatra ... kamu ada di dalam, kan?” Suara serak milik Oma terdengar dari bali pintu.Masalah apalagi sekarang yang datang padaku. Masalah Alina saja belum selesai dan sepertinya aku tidak akan melihat istriku nanti malam. “Ya, saya di dalam Oma!”Wanita tua bertubuh langsung dengan kepala putih itu masuk. Ia memperrhatikan ruang kerja selama beberapa menit sebelum kemudian duduk di sofa santai di tengah ruangan.“Ini hari kedua!”Aku mengernyit tidak paham. “Kenapa dengan hari kedua Oma?” tanyaku.Aku kembali
Aku senang menatap meja yang dihias sederhana dibandingkan sebelumnya. Baguslah. Mungkin saja sikap tidak menyenangkan yang diperlihatkan oleh gadis itu padaku sebelumnya karena tatanan meja.Lalu, alih-alih taman, aku menyiapkan semuanya di teras yang menghadap ke taman. Jika seseorang datang dan parkir di halaman, gadis itu akan tersembunyi dan tidak terlihat.“Terima kasih Muni!” kataku pada pembantu yang mengatur semua.Aku mempercayakan pengaturan kepadanya karena wanita ini adalah yang paling lama bersama dengan Ayu. Ia pasti melihat apa-apa yang disukai oleh Ayu selama bersama.“Terima kasih, Tuan!” Muni senang mendengar kalau pekerjaannya dipuji.“Di mana dia?” tanyaku.“Di kamar, Tuan, Nyonya besar tadi datang dan mengobrol dengan Nona Ayu!” Muni melaporkan.Jadi Oma pergi ke sana setelah berbicara dengan keras padaku? Benar-benar mengherankan. Aku jadi penasaran dengan pelet ya
Barusan aku dengar apa?Aku menatap Gatra yang memandangku balik tanpa keraguan. Aku tahu kalau Gatra bukanlah seorang pembohong. Tetapi, menceraikan Alina sepertinya bukan hal yang mungkin.Bagaimana pun masalah yang menampar kehidupanku bagaikan angin topan adalah karena pernyataan Alina yang dengan terang-terangan tidak mau memiliki anak. Pria di depanku ini kemudian “membeliku” untuk menjadi rahim istrinya.Aku tertawa, tetapi sama sekali tidak bahagia. “Ini sama sekali tidak lucu, Tuan Gatra!” kataku padanya.“Aku sama sekali tidak sedang bercanda tuh! Apa menurutmu tampak seperti ini bercanda?” Gatra benar-benar tak tersenyum sedikit pun kulihat.Aku mengeleng pelan. “Kamu bercanda dengan hidupku menggunakan tampang seperti itu. Apa kamu ingat? Apa perlu kupanggil Pak Prana supaya memberitahumu!”Gatra sama sekali tidak gentar. Tatapannya masih sama saja seperti sebelumnya, tanpa keraguan. Dilain pihak, aku yang mulai ragu pada diriku sendiri sekarang. Bagaimana aku merasa bahag
Ayu mencintai Anda, Tuan! Tetapi, dia penuh dengan ketakutan saat ini! Dia takut Anda akan membuangnya. Hubungan kalian tidak dimulai dengan cara yang bagus. Bahkan ketika itu saya berpikir kalau Anda akan merasa bosan dengannya dan kemudian mencampakkannya. Yah, lalu saya memang ingin membawanya jauh dari Anda saat tahu kalau dia adalah putri kandung saja!Benar. Aku paham betul semua yang dikatakan Pak Prana. Aku juga bisa merasakan perasaan Ayu. Tetapi, jalan hidup wanita itu telah membuatnya tak bisa mempercayai dengan mudah. Ia telah dikhianati beberapa kali sebelum kemudian bertemu denganku.“Bahkan dia menangis di dalam tidurnya!” kataku pelan.Aku memandang garis pantai yang hitam legam. Kemudian memutuskan untuk mempersiapkan semuanya dengan benar. Semuanya harus dimulai dari pertemuan yang bagus lagi. Aku harus melakukannya kalau ingin memperoleh rasa kepercayaan Ayu.“Pak, bisa aku minta nomor ponsel Anda?”Pak Prana sepertinya tengah berusaha mencari tahu apa yang kurencan
Apa aku melakukan kesalahan? Aku jelas pergi seperti yang diinginkan?Aku sangat terkejut begitu melihat Gatra di halaman. Tanpa mempedulikan apapun, aku berlari pergi. Tapi, aku bisa tahu kalau orang-orang itu berteriak-teriak mencegahku untuk berlari. Hal yang tidak kuhiraukan sama sekali.Namun, pada akhirnya aku tersandung dan tergolek di atas gundukan pasir pantai. Secubit pasir masuk ke dalam mulutku, rasanya tidak menyenangkan dan aku terbatuk-batk karena hal itu.“Apa yang terluka? Ada yang sakit?” Suara penuh kekhawatiran yang kemudian disusul dengan penampakan wajahnya hanya beberapa inci di depan wajahku terlihat.Sial!Dorongan untuk berteriak dan memaki mendesak keluar. Akan tetapi, yang lebih dulu terlaksana adalah menangis. Aku tahu. Sebab pandanganku menjadi kabur karena itu. Aku terisak.“Kita ke rumah sakit! Tidak. Aku melihat tempat praktek dokter saat dalam perjalanan kemari!” katanya sambil mengenggam kedua bahuku, menarikku untuk berdiri.Aku mendorongnya hingga
Aku segera kembali ke rumah, meninggalkan segala pekerjaan yang ada di kantor. Pencarian ini lebih penting. Dan aku benar-benar harus bersiap jika tidak ingin kehilangan Ayu lagi.Suara putraku terdengar begitu aku masuk ke dalam rumah. Tampaknya dia terbangun dari tidurnya atau sudah saatnya anak lelakiku itu makan malam. Beberapa pelayan berlarian dengan nampan. Dan tak lama Oma muncul dari kamar yang harusnya dihuni Ayu dan putraku.“Ada apa, Oma?” tanyaku sedikit binggung karena Oma tampaknya dalam keadaan marah.“Wanita itu … kenapa dia tidak pergi dari rumah ini setelah kamu ceraikan!” teriak Oma di depan wajahku.Aku tahu betul siapa yang Oma maksud. Aku juga tidak mengerti kenapa Alina bertahan di tempat ini setelah kami bercerai. Bahkan sikapnya menjadi lebih baik pada Oma dan aku. Tentu saja itu tidak berlaku pada putraku dan Ayu.“Apalagi yang dilakukannya?”“Aku tidak melakukan apapun!”Aku menoleh lekas ke arah suara yang kukenali sebagai milik Alina. Wanita itu berdiri d
Berapa lama waktu yang diperlukan manusia untuk melupakan hal yang ingin dilupakan?Selama apapun aku memikirkannya, aku sama sekali tidak memperoleh jawaban dari apa yang aku inginkan. Aku tidak bisa melupakan hal yang ingin kulupakan walau berusaha setiap hari sekuat tenaga.Bagaimana bisa orang-orang berkata dengan mudah kalau manusia harus melangkah maju?Sudah tiga bulan. Benar. Suah tiga bulan sejak aku meninggalkan rumah Gatra. Luka cesar sudah kering sepenuhnya. Kalau aku merenung masih akan tiba-tiba berdenyut, tetapi hanya itu saja. Tidak ada hal yang lebih lebih dari itu.Benarkah? Yah … aku hanya mengatakan sesuatu yang angkuh saja. Sebab setiap kali luka itu berdenyut aku jadi ingat wajah anakku yang mirip Gatra. Aku jadi ingat Oma. Dan saat sendirian, aku jadi ingat suamiku.Ah … apakah aku masih bisa menyebutnya sebagai suamiku sekarang? Aku kabur loh. Aku melarikan diri dari manusia yang aku sebut suamiku itu karena takut. Aku takut harus mendengar dari mulutnya sebuah
Aku tertidur selama perjalanan. Begitu aku bangun, tak ada satu pun pemandangan yang aku kenali. Semuanya begitu asing, tetapi juga tidak kubenci karena indah.“Ini di mana?” tanyaku pelan sambil menguap dan mengucek mata.Bekas operasi cesarku tiba-tiba saja terasa sedikit nyeri sekarang. Aku mengerang sedikit, menengadah menatap langit-langit mobil. Beberapa kali aku mengambil napas panjang, berusaha menepis rasa sakit yan datang. Lalu pada akhirnya aku berhasil bertahan sedikit.“Kamu baik-baik saja?”Aku berusaha tersenyum pada Pak Prana, tetapi yang berhasil tercipta di mulutku hanyalah seringaian. Perlahan aku beringsut keluar dari mobil. Sedikit pusing saat pertama kali kaki ini menginjak tanah.“Kemarilah, aku akan memapahmu!” kata Pak Prana masih dengan perhatian yang terlihat tulus di matanya.Aku mundur selangkah hingga punggungku terbentur badan mobil. Kehangatan dan perhatiannya mengangguku. Aku tidak terbiasa dengan kebaikan hati seperti yang dipancarkannya saat ini.“Ak
Keanehan yang kurasakan pada Gatra juga kurasakan pada Oma. Namun, setiap kali aku merasa begitu. Aku juga selalu memperingatkan diriku untuk tidak terlalu menerima semuanya.Aku tidak boleh terbiasa dengan sikap lembut orang-orang padaku.Aku habis menyusui bayi itu, anakku dan Gatra. Wajahnya semakin hari semakin mirip saja dengan Gatra. Saat menandangnya seperti ini muncul keinginan di dalam hatiku untuk membawanya bersamaku.Bolehkah aku dengan egois meminta anak ini pada Gatra.Aku segera tahu kalau jawabannya tidak. Aku tahu kalau keegoisanku hanya akan melukaiku jika kulakukan semakin dalam. Makanya setelah selesai menyusui, aku memberikan anak itu cepat-cepat pada perawat.“Nyonya tidak mau mengendongnya lebih lama?” Muni bertanya padaku.Aku mau, tapi aku tidak bisa melakukannya. Maka aku diam saja.“Aku boleh jalan-jalan, kan?” Aku bertanya pada Muni.“Boleh Nyonya. Saya mendapatkan perintah dari Dokter untuk mengawasi sesi terapi Anda. Luka operasinya masih belum kering, An
Aku memirigkan kepala sama sekali tidak mengerti kenapa Gatra tersenyum seperti orang bodoh di depanku begini. Aku yakin kalau sedang tidak bermimpi. Aku sangat sehat saat ini dan sudah terbebas dari pengaruh obat tidur.“Bunga itu untukku?”Gatra mengangguk. “Kamu tidak suka?” tanyanya.Tidak. Aku sangat suka dengan buket yang tampaknya dikerjakan dengan sepenuh hati oleh pembuatnya itu. Yang tidak akan mengerti adalah keberadaan buket bunga tersebut saat ini.Aku telah tenggelam dalam dugaan selama semalaman tentang kontrakku dengan Gatra. Anehnya aku sama sekali tidak gembira dengan fakta kalau sebentar lagi aku tidak akan bertemu dengan pria ini.Aku merasa sedih.“Apa aku salah memilih bunganya?” Gatra bergumam sendiri saat ini. Ancungan bunganya yang setinggi dadaku tadi mulai turun hingga ke pinggang dan wajahnya tidak berseri lagi kulihat.“Aku hanya terkejut!” kataku jujur.“Kenapa kamu terkejut?”Apa aku perlu bertanya padanya kapan ia memberiku bunga. Itu sudah lama sekali
“Aku tidak memiliki kesalahan! Aku hanya menyingkirkan penganggu di dalam rumah tangga kita!” Alina dengan tegas mengatakan hal itu padaku.Kalau saja ia mengatakan tentang penganggu yang berdenggung seperti lelat di telingaku dulu, yang menjelek-jelekan dirinya, dan tergabung dalam sebutan teman-teman Alina pasti aku sangat senang.“Dia bukan penganggu!” kata Alina dengan pasti.Aku tidak pernah mau mengakui di mana salahnya sehingga kehidupan rumah tangga bahagia yang berharap kujalani bersama Alina menjadi seperti ini. Namun, yang jelas semua tidak dimulai dengan kedatangan Ayu.Tidak. Semua tuduhan Alina pada Ayu sama sekali tidak benar.“Kamu hanya mencari kambing hitam saja!” kataku padanya.Aku menjauhinya. Pembicaraan ini sama sekali tidak pantas untuk dilakukan. Ayu sama sekali tidak menjadi masalah utama. Sejak awal masalahnya adalah Alina.“Kamu membelanya dengan terang-terangan?” Alina tertawa.Dulu tawa Alina sangat merdu di telingaku, bagaikan bidadari yang tengah berny