Mami Alina datang ke rumah setelah aku menghubungi wanita itu. Alina sendiri kukurung di kamar. Beberapa pelayan kutugaskan di pintu. Tentu saja aku menguncinya. Aku tidak mau ia keluar dan mencoba menyerang Ayu kembali. Tidak.Wanita itu masih tampak begitu mempesona seperti pertama kali aku melihatnya dulu sekali sebelum menikah dengan Alina. Tidak ada yang kurang. Bahkan kerutan di wajah mami Alina tertutupi dengan sempurna karena make upnya.“Ada apa?” tanyanya seolah panggilanku adalah sesuatu yang tidak berarti.Akan tetapi, dia harus tahu kalau Alina baru saja hampir mencelakai orang lain. Bagaimana kalau aku terlambat datang untuk memisahkan Alina dan Ayu? Apa yang akan terjadi pada anakku dan Ayu?“Mami pasti sudah dengar kan kenapa aku panggil ke sini.”“Tapi, itu urusan rumah tangga kalian, kenapa kamu memanggilku yang sudah tua dan sibuk ini?” tanyanya masih dengan tingkat kepedulian yang rendah.“Karena aku tahu kalau Mami lebih kenal Alina dibandingkan denganku. Aku tida
“Barusan kamu mengatakan apa?”Erlan datang pagi-pagi sekali ke rumahku. Ia diantar langsung ke ruang kerja dan aku sama sekali tidak bertanya ramah padanya seperti biasa. Alih-alih begitu aku langsung mengatakan padanya apa yang aku inginkan.“Aku tidak mau mengulang kalimat yang sama!” Aku duduk di kursi kerja, memutarnya hingga aku tidak bisa lagi melihat wajah Erlan di belakang.Namun, kursiku diputar kembali dengan cepat. Dan Erlan menatapku seperti menatap alien. “Kamu bisa katakan apa yang terjadi padaku?”Aku menghela napas dan mengangguk. Kuceritakan semua pembicaraan yang kulakukan dengan Ayu semalam. Bagaimana Ayu menilai dirinya sebagai pelaku ketimbang korban.“Kita adalah orang jahatnya di sini!” Aku mengatakannya tanpa memandang Erlan sedikit pun.Tusukan rasa bersalah menghantamku dengan sangat hebat. Apakah ini baik-baik saja? Apa benar kalau sesuatu seperti ini sama sekali tidak masalah?Aku tahu kalau hati nuraniku sudah menjawab dengan lantang. Kergauan itu sudah
Waktu melihat gambar anak itu di layar tidak ada perasaan bahagia yang mucul di dalam hatiku. Malahan aku merasa takut dan sedih. Semua orang gembira. Wajah mereka berseri-seri menatap makhluk yang berada di dalam perutku yang terkadan bergerak itu.Mata orang-orang bersinar-sinar tidak sabar menunggu saat-saat aku melahirkan. Mereka akan bertemu dengan hal yang paling mereka inginkan di dunia. Lalu, bagaimana denganku?Aku melihat berbagai macam orang di dunia ini dan bagaimana cara mereka menyambut kelahiran. Ada yang bahagia. Ada yang sedih. Dan hal yang aku yakini dilakukan ibuku sendiri adalah benci.Rasa takut itu semakin besar setiap kali aku melihat orang-orang bereaksi. Seluruh tubuhku seolah berteriak meminta mereka bertanya padaku apa yang aku rasakan.Aku ingin ditanyai. Aku ingin ditenangkan. Aku yang akan merasakan sakit saat melahirkan. Akan tetapi, aku adalah orang yang mereka abaikan pendapatnya. Bukankah ini tidak adil?Namun, ternyata ada seseorang yang peduli denga
Sebuah pusat perbelanjaan bukan tempat yang buruk. Hanya saja aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan di sini. Aku tidak tertarik dengan barang-barang yang dipajang. Harganya mahal. Aku takut merusaknya bahkan dengan emnyentuhnya saja. Mungkin saja Gatra marah kalau aku membuat masalah.Sopir yang ditugaskan oleh Gatra mengikuti dengan jarak lima meter di belakang. Sebenarnya Gatra tidak berniat melepaskanku sendirian saja!“Wah, lihat siapa yang ada di sini?”Seluruh tubuhku mematung. Aku tidak bisa menghentikan bagaimana sensasi ketakutan muncul pada diriku. Semuanya, yang aku miliki di dalam diriku berteriak menyuruhku lari.Namun, sebelum aku melakukannya pemiik suara itu mengalungkan tangannya di leherku.“Apa kabar, Ayu?”Aku menoleh, melotot karena takut. Napasku tercekat dan tanganku gemetar saat berusaha melepaskan diri dari Alina.“Aku tidak menganggu! Aku akan pulang!” kataku dengan suara gemetar.Wajah cantik Alina yang sedang tersenyum, terlihat sangat menyeramkan saat i
Sopir yang aku tugaskan bersama dengan Ayu berdiri gemetar di depanku. Di sampingku ada Erlan yang memeluk dirinya sendiri dan diam saja. Cahaya diari jendela di belakangnya menjadikan Erlan bagaikan bayangan hitam besar yang mengancam.“Katakan lagi!” Aku menyuruh sopir yang ada di depanku untuk bicara.“Saat saya sadar, Nyonya sudah tidak ada di depan saya. Padahal saya hanya beberapa langkah saja di belakang Nyonya!” Sopir itu berkata dengan suara yang sama gemetarnya seperti tubuhnya.Aku menyambar gelas di depanku dan melemparkannya kepada orang itu. “BAGAIMANA BISA KAMU KEHILANGAN SEORANG WANITA YANG SEDANG HAMIL BESAR? APA MUNGKIN?” Tenggorokanku terasa nyeri karena berteriak.Setelah kemarahan yang hebat itu aku memegangi kepalaku sambil menengadah ke atas, menatap langit-langit kantor mewah yang terasa suram saat ini.“Kamu akan dikurung untuk sementara!” Erlan yang bergantian bicara pada sopir itu.Jika aku melanjutkan untuk melampiaskan kemarahan padanya, pria itu hanya ak
Aku tidak kenal dengan perempuan yang datang dan sambil mengerutu itu. Ia menyuapiku asal-asalan dan sama sekali tidak berusaha menenangkanku. Memang apa yang aku harapkan dari seorang wanita yang ditugaskan untuk mengurusku?“Buka mulutmu lebih lebar!” Ia berteriak padaku.Mana mungkin aku akan mematuhinya. Segera saja kukatupkan mulutku rapat-rapat. Sial. Kenapa aku harus mengalami kejadian buruk seperti ini? Dosa apa yang aku perbuat?Bukan! Jelas tidak semua perbuatan salah yang dilakukan manusia akan diganjar dengan dosa oleh Tuhan. Tuhan pasti sedang melihat bagaimana aku menghadapi masalah dalam hidupku saat ini.“Dasar wanita brengsek! Bagaimana bisa kamu malah trdiam seperti itu hah?” Orang yang digusai untuk mengurusiku tampaknya juga ditugasi untuk menyiksaku.Kini dia berdiri dengan berani dan mencengkeram rahangku dengan tangan kirinya. Sementara itu tangan kanannya memegang sendok berisi makanan dan menjejalkan makanan itu ke dalam mulutku.Uhuk! Uhuk! Aku terbatuk-batuk
Lift itu terbuka. Ini pertama kalinya aku masuk ke dalam ruangan kotak kecil yang ke semua sisinya terbuat dari besi. Aku merasa sedikit terayun saat benda itu bergerak setelah pintu lift tertutup dan aku menekan tombol yang paling kecil di sana.Tolong jangan biarkan aku bertemu dengan Alina! Aku berdoa di dalam hati sambil menutup mata dan menyatukan kedua telapak tanganku.Kalau sampai tertangkap habis sudah. Aku tidak tahu apa yang akan dilakukan Alina kepadaku. Ia pasti akan membiarkan aku kabur. Ia membenciku, sudah pasti akan melukaiku.Setelah pintu litf terbuka. Pemandangan di depanku lebih asing lagi. Deretan mobil yang bersusun rapi dengan tonggak-tonggak besar berada di sana. Aku melangkah keluar dengan hati-hati. Pintu lift berdenting tertutup di belakangku.Aku mendengar beberapa orang mengobrol dari sebelah kananku.Aku pikir sebaiknya kuhindari. Jadi, aku pergi ke arah lain dengan segera. Mobil-mobil itu masih berderet saja. Kemudian aku melihat titik cahaya di ujung.
“BUkankah operasinya lama sekali?” Aku kembali berhenti di depan dokter keluarga, menanyakan kenapa operasi yang dijalani oleh Ayu lama sekali.Pria itu yang rambutnya telah abu-abu tersenyum. Namun, buat apa ia tersenyum padaku? Sama sekali tidak membuatku tenang. Aku hanya mau jawaban dari pertanyaanku saja.“Karena Nyonya datang dalam keadaan pendarahan dan tak sadarkan diri, pasti dokter bedah menunggu sampai tekanan darah Nyonya normal. Sebentar lagi operasinya pasti akan selesai, Tuan!”Aku harap juga begitu. Aku tidak tahu sampai berapa lama bisa menahan diri untuk tidak lebih panik dari ini lagi.Seperti yang diperkirakan oleh dokter keluarga, pintu ruang operasi terbuka dan dari sana keluar seorang perawat. “Suami Nyonya Ayudhia?” Matanya memandang satu-satu orang-orang yang menunggu.Aku langsung bergegas maju. “Saya! Apa ada sesuatu pada istri saya?” tanyaku.Tanganku dingin, begitu juga dengan kaki. Aku mulai merasa gemetaran dan sesak napas saat ini. Jangan sampai terjadi