POV RENONaomi ... Anak yang lucu, cantik, menggemaskan. Pipinya yang cubby selalu ingin aku mencium dan mencowelnya. Aku yakin dia itu anakku. Cuma Rini saja yang menyembunyikannya dariku.Saat dekat Naomi, aku merasakan getar-getar jika ia adalah anakku. Perasaanku tidak akan salah. Wajahnya pun mirip denganku.Aku harus cari cara agar aku bisa sesering mungkin bertemu dengannya. Jika begitu aku akan cari tempat usaha baru yang berada di daerah Cirebon. Agar aku punya alasan sering ke sana. Yah! Itu jalan satu-satunya.Bagaimana tidak aku selalu merindukan Naomi. Di sini sunyi tidak ada bayi. Istriku pun tak kunjung memberikan aku keturunan. Padahal sudah dipastikan dokter aku subur! Kalau Dona ku ajak periksa pasti selalu mengelak dengan berbagai alasan. Aku curiga justru dia yang tidak bisa memberikanku keturunan.Aku juga harus cari cara untuk membuktikan bahwa dia subur atau tidak! Tapi bagaimana caranya, yah?"Pa ....!""Papa ....!""Papaaa ....!""Eh, iya, Ma, ada apa? Nga
POV RENO"Hhmmm, hmmmm!" Tiba-tiba terdengar suara dehem dari belakang. Aku menoleh! Dan memalingkan wajahku ke asal suara deheman tersebut. Sedangkan Naomi masih bergelayut memeluk tubuhku sambil memegang bukunya.Aku palingkan wajahku, rupanya Rini sudah berdiri di belakangku."Eh, Rini ... tenang sudah selesai tugasnya Naomi. Kamu fokus saja jualin pelanggan tuh!" ucapku sambil cengar-cengir."Awas, yah! Jangan kamu ajarin nulis yang tidak-tidak. Sini Rini liat tulisannya," ucap Rini masih dengan nada kesal. Namun tidak sekesal tadi. Mungkin udah sedikit mereda emosinya. Asyik!"Naomi, sini mama lihat tulisannya. Bagus tidak tulisannya," ucap Rini dengan lembut dan penuh kasih sayang. Yah! Rini memang tampak begitu sayang kepada Naomi. Wajahnya teduh kalau bicara sama dia. Meskipun tadi ia emosi, tapi gak menakutkan emosinya. Tidak meledak-ledak kayak setan di siang bolong. Meski marah gak seram kaya macan ompong! Upps! Kok macan ompong, sih! Kaya si anu. Hadeeuuh!!Terlihat Naomi
POV DONA"Ma, Papa keluar sebentar, Yah, mau nemuin teman. Mama tunggu saja di sini. Sebentar, kok!" ucap Reno ketika kami duduk bersama teman-teman sosialitaku di cafe Cirebon saat aku mau ingin mencari tempat buka usaha butik. Tapi rencananya bukan yang kelola. Aku serahkan pengelolaan kepada teman-teman sosialita yang ada di Cirebon. Aku itu jadi boss saja."Teman siapa sih, Pa? Mama ikut," pintaku."Kalau Mama ikut, siapa yang nemenin temen-temen Mama di sini. Lagian papa kan gak guna ikut gabung dengan teman-teman sosialita Mama. Sebentar saja kok!" ucap Reno."Ya sudah, jangan lama-lama." Tanpa menjawab Reno langsung keluar kafe menuju resto bernuansa pedesaan di seberang cafe tempat aku dan teman-teman kongkow-kongkow membicarakan segala hal sambil cekikikan.Sudah beberapa puluh menit, Reno belum juga muncul. Lama banget!"Jeng, saya tinggal bentar yah, mau cari suamiku dulu. Dari tadi gak muncul-muncul. Takut tersesat di sini."Takut tersesat ke hati wanita lain, yah?" goda s
Selesai menutup toko, gegas aku melajukan mobil pick up-ku menjemput Naomi. Tadi banyak pelanggan antri belanja jadi sedikit terlambat menjemput Naomi. Padahal biasanya sebelum Naomi keluar kelas aku sudah stand by di luar sekolah menjemputnya.Baru setengah jalan, tiba-tiba aku melihat mobil Pajero sport putih. Kulihat didalam ada Naomi. Mobil itu berhenti dan membunyikan klaksonnya.Tin, tiiinnn ...Aku sontak berhenti lalu gegas membelokkan mobilku untuk mengejar mobil Pajero sport putih tersebut.Semakin dekat rumahku, mobil itu berbelok masuk ke halaman rumah.Aku hentikan mobilku persis di samping mobil itu. Oh! Rupanya Reno. Awas! Kamu yah, berani-beraninya menjemput Naomi tanpa izin!Setelah aku keluar, langsung saja aku hampiri dia."Mas! Tolong, mas! Kalau mau jemput izin dulu sama Rini!" sewotku sambil meraih tangan Naomi agar disampingku."Kamu Naomi, jangan mau ikut orang tanpa persetujuan, Mama, Yah! Ingat itu," Aku langsung menegur Naomi bahwa yang ia lakukan salah, iya
POV RENO"Pa, besok mama mau meresmikan butik dan salon mama di Cirebon. Papa ikut, yah?" ucap Dona malam itu setelah aku pulang kerja."Duh, Ma, Papa gak bisa. Ada ketemuan sama klien yang dari perusahaan Jepang itu. Gak mungkin Papa batalkan bisa gagal nanti," ucapku. Ya, memang rencana mau lihat tanah di Cirebon pinggiran kota untuk lokasi pabrik bersama investor dari Jepang tersebut. Dan tentu sekalian mengunjungi Rini dan Naomi."Yah, Papa, gimana sih!" rengek Dona."Mau bagaimana lagi, Ma, ntar minta temenin Papa Pramono sama Mama Rosalinda saja yah," ucapku ngeles. Padahal males banget sih! Kan butik punya dia, ngapain aku ikut segala."Ya, deh, Ntar minta Papa Pramono sama Mama yang nemenin," ucapnya.*****Pagi sekali aku sudah meluncur dengan mobil Jeep Wrangler Rubicon-ku menuju Cirebon, sementara mobil Pajero sport untuk menjemput para utusan investor dari Jepang di hotel HI tempat mereka beristirahat.Akhirnya, bisa juga aku membuat usaha di Cirebon. Semakin dekat dengan
POV DONAKu lajukan mobil mewahku menuju Cirebon. Karena mau ada peresmian butik yang bakal menjadi butik paling terkenal dan mewah di Cirebon.Kedua mertuaku pak Pramono dan Bu Rosalinda juga rencananya menyusul memenuhi undanganku. Biar mereka tahu bahwa aku juga bisa berbisnis.Ketika aku baru saja sampai di butik baruku. Acara belum mulai. Ketika hendak masuk tiba-tiba aku melihat mobil pick up si janda udik itu.Ku dekati mobilnya siapa tahu ia didalam. Tidak ada! Mana orangnya? Ah itu dia lagi nggendong anaknya. Ngapain pula di dari kantor expedisi? "Hei, udik! Ngapain kamu di sini? Mau mencari suamiku, yah? Buat kamu goda lagi? Iya!?" ucapku setelah didepan dia. "Maaf, Mbak, saya tidak sengaja di sini. Ini habis ngirim barang di agen expedisi ini," jawabnya dengan rasa takut. Aku yakin dia takut padaku. Anak pejabat teras."Halah, jangan bohong kamu! Aku tahu, wanita miskin macam kamu pasti sedang cari mangsa pria-pria kaya macam suamiku! Jangan harap kamu bisa mendapatkann
Pria berkacamata yang keluar dari mobil Jeep Wrangler Rubicon adalah Reno. Aku menundukkan wajahku untuk sembunyi pun percuma. Ia mengenali mobilku. Ia menyeberang jalan menuju warung kelapa muda.Semakin kesini semakin bingung. Bagaimana harus bersikap kepada Reno. Meski sebenarnya aku juga bahagia bertemu dengannya. Karena jujur aku begitu sayang kepada Reno. Aku meninggalkan dia juga karena didorong rasa sayang. Aku tak mau menyakitinya jika ia nanti mengetahui apa yang menimpaku. Makanya aku lebih baik pergi dan tidak memilih diantara keduanya.Reno ... Reno, seandainya engkau tahu. Kamu pasti akan sangat membenciku. Aku yakin itu. Ditambah lagi Bu Rosalinda pasti akan sangat membenciku. Padahal Bu Rosalinda wanita yang sangat baik. Aku aja yang bodoh! Kenapa waktu itu pasrah saja ketika pak Pramono memaksaku melayaninya.Akhirnya, aku sendiri sekarang yang bingung harus bersikap bagaimana kepada Reno. Seandainya kemarin aku pergi jauh sekalian. Mungkin tidak akan bertemu Reno lag
Malam ini aku kedatangan tamu. Ia seorang Uztadzah. Bu Siti Badriah namanya. Beliau adalah istri ustadz Bahrudin Mukhtar. Rumahnya sekitar berjarak lima rumah dari tempatku menetap.Kemarin, selepas bertemu dengan Reno aku langsung berkonsultasi kepada beliau. Aku mengatakan kepada beliau bahwa aku ingin memperdalam agama kembali. Beliau pun bersedia datang kerumah selepas Maghrib. Beliau tahu jika aku tidak pernah keluar rumah jika malam tiba. Semua itu kulakukan untuk menjaga marwah sebagai seorang wanita single parent."Maafkan saya Bu, jika saya merepotkan ibu untuk datang ke rumah. Padahal harusnya saya yang datang," ucapku kepada Bu Siti Badriah setelah kami sama duduk bersama Naomi juga."Tidak apa-apa, Teh, saya paham kenapa teteh gak mau keluar rumah. Kan gak ada yang antar Teteh. Kalau saya kesini kan di antar Abi. Jadi aman deh," ucapnya sambil mengulum senyum ramah."Bu, seperti yang sudah Rini sampaikan tempo hari. Jika Rini ingin kembali memperdalam agama. Mungkin telat