Selesai menutup toko, gegas aku melajukan mobil pick up-ku menjemput Naomi. Tadi banyak pelanggan antri belanja jadi sedikit terlambat menjemput Naomi. Padahal biasanya sebelum Naomi keluar kelas aku sudah stand by di luar sekolah menjemputnya.Baru setengah jalan, tiba-tiba aku melihat mobil Pajero sport putih. Kulihat didalam ada Naomi. Mobil itu berhenti dan membunyikan klaksonnya.Tin, tiiinnn ...Aku sontak berhenti lalu gegas membelokkan mobilku untuk mengejar mobil Pajero sport putih tersebut.Semakin dekat rumahku, mobil itu berbelok masuk ke halaman rumah.Aku hentikan mobilku persis di samping mobil itu. Oh! Rupanya Reno. Awas! Kamu yah, berani-beraninya menjemput Naomi tanpa izin!Setelah aku keluar, langsung saja aku hampiri dia."Mas! Tolong, mas! Kalau mau jemput izin dulu sama Rini!" sewotku sambil meraih tangan Naomi agar disampingku."Kamu Naomi, jangan mau ikut orang tanpa persetujuan, Mama, Yah! Ingat itu," Aku langsung menegur Naomi bahwa yang ia lakukan salah, iya
POV RENO"Pa, besok mama mau meresmikan butik dan salon mama di Cirebon. Papa ikut, yah?" ucap Dona malam itu setelah aku pulang kerja."Duh, Ma, Papa gak bisa. Ada ketemuan sama klien yang dari perusahaan Jepang itu. Gak mungkin Papa batalkan bisa gagal nanti," ucapku. Ya, memang rencana mau lihat tanah di Cirebon pinggiran kota untuk lokasi pabrik bersama investor dari Jepang tersebut. Dan tentu sekalian mengunjungi Rini dan Naomi."Yah, Papa, gimana sih!" rengek Dona."Mau bagaimana lagi, Ma, ntar minta temenin Papa Pramono sama Mama Rosalinda saja yah," ucapku ngeles. Padahal males banget sih! Kan butik punya dia, ngapain aku ikut segala."Ya, deh, Ntar minta Papa Pramono sama Mama yang nemenin," ucapnya.*****Pagi sekali aku sudah meluncur dengan mobil Jeep Wrangler Rubicon-ku menuju Cirebon, sementara mobil Pajero sport untuk menjemput para utusan investor dari Jepang di hotel HI tempat mereka beristirahat.Akhirnya, bisa juga aku membuat usaha di Cirebon. Semakin dekat dengan
POV DONAKu lajukan mobil mewahku menuju Cirebon. Karena mau ada peresmian butik yang bakal menjadi butik paling terkenal dan mewah di Cirebon.Kedua mertuaku pak Pramono dan Bu Rosalinda juga rencananya menyusul memenuhi undanganku. Biar mereka tahu bahwa aku juga bisa berbisnis.Ketika aku baru saja sampai di butik baruku. Acara belum mulai. Ketika hendak masuk tiba-tiba aku melihat mobil pick up si janda udik itu.Ku dekati mobilnya siapa tahu ia didalam. Tidak ada! Mana orangnya? Ah itu dia lagi nggendong anaknya. Ngapain pula di dari kantor expedisi? "Hei, udik! Ngapain kamu di sini? Mau mencari suamiku, yah? Buat kamu goda lagi? Iya!?" ucapku setelah didepan dia. "Maaf, Mbak, saya tidak sengaja di sini. Ini habis ngirim barang di agen expedisi ini," jawabnya dengan rasa takut. Aku yakin dia takut padaku. Anak pejabat teras."Halah, jangan bohong kamu! Aku tahu, wanita miskin macam kamu pasti sedang cari mangsa pria-pria kaya macam suamiku! Jangan harap kamu bisa mendapatkann
Pria berkacamata yang keluar dari mobil Jeep Wrangler Rubicon adalah Reno. Aku menundukkan wajahku untuk sembunyi pun percuma. Ia mengenali mobilku. Ia menyeberang jalan menuju warung kelapa muda.Semakin kesini semakin bingung. Bagaimana harus bersikap kepada Reno. Meski sebenarnya aku juga bahagia bertemu dengannya. Karena jujur aku begitu sayang kepada Reno. Aku meninggalkan dia juga karena didorong rasa sayang. Aku tak mau menyakitinya jika ia nanti mengetahui apa yang menimpaku. Makanya aku lebih baik pergi dan tidak memilih diantara keduanya.Reno ... Reno, seandainya engkau tahu. Kamu pasti akan sangat membenciku. Aku yakin itu. Ditambah lagi Bu Rosalinda pasti akan sangat membenciku. Padahal Bu Rosalinda wanita yang sangat baik. Aku aja yang bodoh! Kenapa waktu itu pasrah saja ketika pak Pramono memaksaku melayaninya.Akhirnya, aku sendiri sekarang yang bingung harus bersikap bagaimana kepada Reno. Seandainya kemarin aku pergi jauh sekalian. Mungkin tidak akan bertemu Reno lag
Malam ini aku kedatangan tamu. Ia seorang Uztadzah. Bu Siti Badriah namanya. Beliau adalah istri ustadz Bahrudin Mukhtar. Rumahnya sekitar berjarak lima rumah dari tempatku menetap.Kemarin, selepas bertemu dengan Reno aku langsung berkonsultasi kepada beliau. Aku mengatakan kepada beliau bahwa aku ingin memperdalam agama kembali. Beliau pun bersedia datang kerumah selepas Maghrib. Beliau tahu jika aku tidak pernah keluar rumah jika malam tiba. Semua itu kulakukan untuk menjaga marwah sebagai seorang wanita single parent."Maafkan saya Bu, jika saya merepotkan ibu untuk datang ke rumah. Padahal harusnya saya yang datang," ucapku kepada Bu Siti Badriah setelah kami sama duduk bersama Naomi juga."Tidak apa-apa, Teh, saya paham kenapa teteh gak mau keluar rumah. Kan gak ada yang antar Teteh. Kalau saya kesini kan di antar Abi. Jadi aman deh," ucapnya sambil mengulum senyum ramah."Bu, seperti yang sudah Rini sampaikan tempo hari. Jika Rini ingin kembali memperdalam agama. Mungkin telat
Sudah beberapa jam Naomi diajak Reno. Sepi sekali terasa. Untungnya aku sambil menunggu warung jadi tidak terasa begitu kesepian dengan melayani beberapa pembeli yang kadang mengajak mengobrol."Teh Rini, saya pulang dulu yah, hujan udah mau turun saya gak bawa payung," ucap pelanggan yang tadi barusan belanja dan sebentar mengobrol berbagai hal."Yah, Teh, Terima kasih, Teh," ucapku sambil melempar senyum.Yah, cuaca terlihat gelap. Awan- awan hitam bergelayut dilangit sana. Disertai beberapa kali suara petir. Tak berapa lama hujan pun turun dengan derasnya.Ya, Allah, hujan deras, dimana Naomi dan Reno yah? Semoga tidak apa-apa ditengah jalan nanti.Hujan begitu derasnya terus mengguyur hingga malam. Reno tak juga muncul. Membuatku semakin khawatir dengan kondisi mereka dijalan. Sementara kondisi rumahku juga tidak kalah mengkhawatirkan. Air sudah masuk kedalam rumah dengan ketinggian beberapa sentimeter.Aku pencet tombol di ponsel untuk menghubungi Reno."Assalamu'alaikum, Mas, se
Sudah satu Minggu lebih aku menumpang tinggal di rumah Bu Darniah. Aku sebenarnya sudah ingin pulang tapi Bu Darniah masih menahannya. Katanya menunggu sehat betul.Namun, dirumah Bu Darniah aku juga bukan ongkang-ongkang kaki, makan tidur, makan tidur saja. Segala urusan rumah aku beresin, rumah Bu Darniah kini tampak rapi. Yah, mungkin karena kesibukan mereka di sawah jadi rumah Bu Darniah tampak berantakan. Makanya aku berinisiatif untuk merapikan rumahnya. Membersihkan areal rumahnya. Bu Darniah tampak senang sekali.Selain itu aku juga kerap ikut ke sawah, meski gak ikut terjun langsung tapi sekedar menemani mereka berdua. Kadang membawakan bekal mereka ke sawah untuk makan siang.Hari itu, selepas sholat dhuhur, seperti biasanya aku ke sawah membawa bekal untuk makan siang buat mereka. Bekal itu aku taruh dalam tas anyaman tali sejenis plastik. Isinya ada nasi, lauk pauk, piring sendok, pisau dapur dan sebongkah buah semangka dan beberapa butir jeruk. Ada juga termos air panas
Kini aku dijebloskan di sel tahanan khusus wanita. Ruang tahanan 5x5 yang pengap. Di huni oleh beberapa tahanan wanita. Entah kasus apa yang menimpa mereka hingga berada ditahanan.Ketika pertama kali masuk, aku langsung di kerubuti penghuni tahanan berjumlah empat orang. Mereka sepertinya sudah lama berada di tahanan dan seperti sudah beradaptasi dengan dengan ruangan pengap itu.*****Hari demi hari terus bergulir. Mendekam di sel tahanan sambil menunggu panggilan pengadilan. Aku terus meningkatkan ibadahku. Aku terus berdoa agar diberi kesabaran dan kekuatan untuk menghadapi kasus yang menimpaku ini. Kasus berat yang bisa saja menjebloskan tubuh ini menjadi pesakitan seumur hidup di penjara.Selain itu tak lupa aku terus berdoa bagi kesehatan dan keselamatan Naomi. Aku kangen Naomi, kangen senyumannya, manjanya, tangisannya, lucunya dan sebagainya.Aku selalu menangis jika ingat dengan Naomi. Ia harta satu satunya yang paling berharga.Sekarang aku tidak memiliki harta, rumah dan