POV DONAKu lajukan mobil mewahku menuju Cirebon. Karena mau ada peresmian butik yang bakal menjadi butik paling terkenal dan mewah di Cirebon.Kedua mertuaku pak Pramono dan Bu Rosalinda juga rencananya menyusul memenuhi undanganku. Biar mereka tahu bahwa aku juga bisa berbisnis.Ketika aku baru saja sampai di butik baruku. Acara belum mulai. Ketika hendak masuk tiba-tiba aku melihat mobil pick up si janda udik itu.Ku dekati mobilnya siapa tahu ia didalam. Tidak ada! Mana orangnya? Ah itu dia lagi nggendong anaknya. Ngapain pula di dari kantor expedisi? "Hei, udik! Ngapain kamu di sini? Mau mencari suamiku, yah? Buat kamu goda lagi? Iya!?" ucapku setelah didepan dia. "Maaf, Mbak, saya tidak sengaja di sini. Ini habis ngirim barang di agen expedisi ini," jawabnya dengan rasa takut. Aku yakin dia takut padaku. Anak pejabat teras."Halah, jangan bohong kamu! Aku tahu, wanita miskin macam kamu pasti sedang cari mangsa pria-pria kaya macam suamiku! Jangan harap kamu bisa mendapatkann
Pria berkacamata yang keluar dari mobil Jeep Wrangler Rubicon adalah Reno. Aku menundukkan wajahku untuk sembunyi pun percuma. Ia mengenali mobilku. Ia menyeberang jalan menuju warung kelapa muda.Semakin kesini semakin bingung. Bagaimana harus bersikap kepada Reno. Meski sebenarnya aku juga bahagia bertemu dengannya. Karena jujur aku begitu sayang kepada Reno. Aku meninggalkan dia juga karena didorong rasa sayang. Aku tak mau menyakitinya jika ia nanti mengetahui apa yang menimpaku. Makanya aku lebih baik pergi dan tidak memilih diantara keduanya.Reno ... Reno, seandainya engkau tahu. Kamu pasti akan sangat membenciku. Aku yakin itu. Ditambah lagi Bu Rosalinda pasti akan sangat membenciku. Padahal Bu Rosalinda wanita yang sangat baik. Aku aja yang bodoh! Kenapa waktu itu pasrah saja ketika pak Pramono memaksaku melayaninya.Akhirnya, aku sendiri sekarang yang bingung harus bersikap bagaimana kepada Reno. Seandainya kemarin aku pergi jauh sekalian. Mungkin tidak akan bertemu Reno lag
Malam ini aku kedatangan tamu. Ia seorang Uztadzah. Bu Siti Badriah namanya. Beliau adalah istri ustadz Bahrudin Mukhtar. Rumahnya sekitar berjarak lima rumah dari tempatku menetap.Kemarin, selepas bertemu dengan Reno aku langsung berkonsultasi kepada beliau. Aku mengatakan kepada beliau bahwa aku ingin memperdalam agama kembali. Beliau pun bersedia datang kerumah selepas Maghrib. Beliau tahu jika aku tidak pernah keluar rumah jika malam tiba. Semua itu kulakukan untuk menjaga marwah sebagai seorang wanita single parent."Maafkan saya Bu, jika saya merepotkan ibu untuk datang ke rumah. Padahal harusnya saya yang datang," ucapku kepada Bu Siti Badriah setelah kami sama duduk bersama Naomi juga."Tidak apa-apa, Teh, saya paham kenapa teteh gak mau keluar rumah. Kan gak ada yang antar Teteh. Kalau saya kesini kan di antar Abi. Jadi aman deh," ucapnya sambil mengulum senyum ramah."Bu, seperti yang sudah Rini sampaikan tempo hari. Jika Rini ingin kembali memperdalam agama. Mungkin telat
Sudah beberapa jam Naomi diajak Reno. Sepi sekali terasa. Untungnya aku sambil menunggu warung jadi tidak terasa begitu kesepian dengan melayani beberapa pembeli yang kadang mengajak mengobrol."Teh Rini, saya pulang dulu yah, hujan udah mau turun saya gak bawa payung," ucap pelanggan yang tadi barusan belanja dan sebentar mengobrol berbagai hal."Yah, Teh, Terima kasih, Teh," ucapku sambil melempar senyum.Yah, cuaca terlihat gelap. Awan- awan hitam bergelayut dilangit sana. Disertai beberapa kali suara petir. Tak berapa lama hujan pun turun dengan derasnya.Ya, Allah, hujan deras, dimana Naomi dan Reno yah? Semoga tidak apa-apa ditengah jalan nanti.Hujan begitu derasnya terus mengguyur hingga malam. Reno tak juga muncul. Membuatku semakin khawatir dengan kondisi mereka dijalan. Sementara kondisi rumahku juga tidak kalah mengkhawatirkan. Air sudah masuk kedalam rumah dengan ketinggian beberapa sentimeter.Aku pencet tombol di ponsel untuk menghubungi Reno."Assalamu'alaikum, Mas, se
Sudah satu Minggu lebih aku menumpang tinggal di rumah Bu Darniah. Aku sebenarnya sudah ingin pulang tapi Bu Darniah masih menahannya. Katanya menunggu sehat betul.Namun, dirumah Bu Darniah aku juga bukan ongkang-ongkang kaki, makan tidur, makan tidur saja. Segala urusan rumah aku beresin, rumah Bu Darniah kini tampak rapi. Yah, mungkin karena kesibukan mereka di sawah jadi rumah Bu Darniah tampak berantakan. Makanya aku berinisiatif untuk merapikan rumahnya. Membersihkan areal rumahnya. Bu Darniah tampak senang sekali.Selain itu aku juga kerap ikut ke sawah, meski gak ikut terjun langsung tapi sekedar menemani mereka berdua. Kadang membawakan bekal mereka ke sawah untuk makan siang.Hari itu, selepas sholat dhuhur, seperti biasanya aku ke sawah membawa bekal untuk makan siang buat mereka. Bekal itu aku taruh dalam tas anyaman tali sejenis plastik. Isinya ada nasi, lauk pauk, piring sendok, pisau dapur dan sebongkah buah semangka dan beberapa butir jeruk. Ada juga termos air panas
Kini aku dijebloskan di sel tahanan khusus wanita. Ruang tahanan 5x5 yang pengap. Di huni oleh beberapa tahanan wanita. Entah kasus apa yang menimpa mereka hingga berada ditahanan.Ketika pertama kali masuk, aku langsung di kerubuti penghuni tahanan berjumlah empat orang. Mereka sepertinya sudah lama berada di tahanan dan seperti sudah beradaptasi dengan dengan ruangan pengap itu.*****Hari demi hari terus bergulir. Mendekam di sel tahanan sambil menunggu panggilan pengadilan. Aku terus meningkatkan ibadahku. Aku terus berdoa agar diberi kesabaran dan kekuatan untuk menghadapi kasus yang menimpaku ini. Kasus berat yang bisa saja menjebloskan tubuh ini menjadi pesakitan seumur hidup di penjara.Selain itu tak lupa aku terus berdoa bagi kesehatan dan keselamatan Naomi. Aku kangen Naomi, kangen senyumannya, manjanya, tangisannya, lucunya dan sebagainya.Aku selalu menangis jika ingat dengan Naomi. Ia harta satu satunya yang paling berharga.Sekarang aku tidak memiliki harta, rumah dan
POV RENOKerinduan kepada Naomi sudah tak terbendung lagi. Akhirnya sehabis subuh kulajukan mobil sedanku menuju gerbang tol jurusan Jakarta Cirebon.Tapi kali ini aku wajib meminta izin terlebih dahulu kepada Rini bila ingin menjemput Naomi.Setelah sampai di rumah Rini, segera aku menemuinya untuk meminta izin terlebih dahulu."Assalamu'alaikum, Rini," ucapku ketika sudah mendekatinya di warung."Wa'alaikumussalam, Mas," wah! Bawaannya sekarang beda yah, semenjak lama ia tak datang. Kelihatan lebih cool dan religius," ucap Rini wajah berbinar-binar."Maaf, Rini, Mas mau minta izin menjemput Naomi di sekolah," ucapku setelah aku dipersilahkan duduk di bangku teras rumahnya."Sudah bisa dengan syarat yang Rini ajukan," ucap Rini."Insya Allah Rini. Sudah Mas bilang. Apapun syaratnya akan Mas lakukan," ucapku antusias penuh keyakinan."Syarat itu bukan untuk Rini, Mas, tapi buat kebaikan Mas juga. Mas kan seorang Imam keluarga. Wajib memiliki bekal agama untuk membimbing keluarganya,"
POV RENOPerlahan aku dekati mereka yang sedang menikmati kopi dan kue menu kafe terkenal tersebut.Aku berjalan perlahan di belakang Dona, yang saling berhadapan dengan Andrean Jhon Sujiwo Tejo. Aku berhenti persis di belakang Dona duduk. Andrean kemudian melihat kehadiranku. "Pak Reno? Bapak ada di sini juga. Mari silahkan gabung bersama kami," ucapnya begitu melihatku. Ia berdiri sambil merenggangkan letak kursi di samping mereka.Dona yang duduk membelakangiku secara refleks berpaling ke arahku.Wajahnya sepontan melihatku dengan wajah terkejut. Lalu beranjak dari tempat duduknya dan berdiri."Papa? Pa-pa-papa kok disini?" tanya Dona dengan sedikit gugup. Ia tak mampu menyembunyikan rasa keterkejutannya kepadaku. Ia kemudian berpaling ke arah Andrean yang juga sama terkejut karena Dona memanggilku Papa."Andrean, kenalkan ini suami Dona. Papa kenalkan ini Andrean teman kuliah Dona dulu, i-i-iya baru beberapa minggu di jakarta," ucap Dona dengan berusaha bersikap tenang."Oh, ja
Bab 63POV DONA"Dona, hari ini Papa mau ngajak kamu ke rumah Pak Heryawan," ucap papa pagi itu."Siapa pak Heryawan, Pa?" tanyaku."Papanya Reyhan, papa mau memperkenalkan kamu dengan mereka. Sebelum kamu mendekati Reyhan kamu harus mendekati orang tuanya dulu terutama mamanya ibu Mardiyanti," ucap Papa."Wah, ide bagus tuh, Pa," ucapku."Tenang, nanti papa yang bicara. Kamu cukup diam saja. Kamu harus menunjukkan pribadi kamu yang kalem, baik dan sopan," ucap Papa."Siap Pa, ucapku bergembira.Bagus! Aku harus bisa mengambil hatinya Bu Mardiyanti. "Nanti kita berangkat agak selepas siang jadi sampai Bandung sudah menjelang malam biar kita menginap dirumahnya. Saat menginap itulah. Kamu tunjukkan bahwa kamu calon menantu idaman," ucap Papa."Soal itu gampang, Pa," ucapku."Bagus, ya sudah kamu siap-siap sana, dandan yang cantik agar orang tua Reyhan terkesima dengan calon menantunya," ucap Papa penuh semangat.Sore itu kami akhirnya melajukan mobil ke Bandung. Memang Reyhan asli p
Bab 62"Mas, tidur di kamar ini yah sama Andika. Rini biar tidur sama Rena, Maafkan, Mas, jika rumah Rini seperti ini. Jauh berbeda dengan rumah mas," ucapku ketika mengantarkan mas Reyhan yang membopong Andika ke dalam kamar setelah terlihat tertidur di pangkuanku. Mungkin kelelahan."Tidak, apa-apa, loh, Dek. Mas bahagia tak terkira akhirnya kamu mau memperkenalkan Mas kepada keluargamu," ucap Mas Reyhan setelah membaringkan Andika."Terima kasih banyak, Mas," ucapku."Loh, terima kasih buat apaan. Justru mas yang terima kasih bisa bertemu dengan ibu dan adik kamu," ucap Mas Reyhan."Iya, Mas, kalau begitu, Mas istirahat jika sudah cape. Rini mau ngobrol dulu dengan Biyung dan Rena. Kangen banget sama mereka, Mas," ucapku."Ya, sudah, tapi kamu perlu istirahat juga. Yah," ucap Mas Reyhan."Iya, Mas, Rini tinggal dulu, Mas," ucapku."Iya, Dek," ucap Mas Reyhan. Aku kemudian meninggalkan Mas Reyhan dalam kamar Rena. Sedangkan aku ngobrol di kamar Biyung bersama Rena. Kami tidur berti
Bab 61Apa? Dia ....? Dia ada di sini?Gawat! Bisa kacau!Bergegas aku menuju kamar atas dimana aku tinggal.Wah, aku dikamar saja lah dari pada panjang urusanya jika ketemu orang itu.Yah, ternyata Dona yang datang bersama ayahnya kemungkinan.Bergegas aku menuju kamar, aku harus menghindari masalah dulu sekarang. Terlalu banyak masalah yang sudah aku hadapi. Lebih baik aku menghindar. Bukan takut menghadapi Dona, tapi ini di rumah orang, gak enak ada keributan. Aku paham betul watak Dona. Ia kadang berbicara tidak lihat tempat.Dikamar aku coba pejamkan mata.Tidak berapa lama aku terlelap. tiba-tiba sayup-sayup aku mendengar pintu diketuk beberapa kali. Aku yang baru bangun mendengar ketukan tidak langsung menyahut. Tak berapa lama aku bangun untuk membuka pintu. Namun ternyata Mas Reyhan. Namun ia sudah turun menuruni tangga.Ada apa ia mengetuk pintu? Apakah mungkin ia memanggilku untuk bertemu Dona? Duh! Bagaimana ini.Aku kemudian masuk kembali ke kamar. Ingin tidur lagi tapi
Bab 60POV REYHAN"Oh, ya ini berhubung sudah malam jadi kami mau permisi kepada bapak dan ibu. Boleh tidak jika kami menginap di sini. Pak?" tanya pak Agus kepada Papa.Papa memandang aku dan mama untuk meminta pendapat. Mama malah memandangiku minta pendapat.Aku hanya melebarkan kedua tanganku sebagai tanda terserah karena yang tuan rumah adalah Mama dan Papa."Duh, Bagaimana ya, Pak, kamar terisi semua. Kamar yang kosong tinggal satu itupun kamar bagian luar samping garasi mobil," ucap Mama."Oh, begitu ya, Bu. Bagaimana jika saya yang menempati kamar luar. Nanti anak saya ini dikamar calonnya Pak Reyhan. Sebab mereka kan belum resmi pasti ia tidur sendiri di kamarnya. Ya, hitung-hitung buat nemenin calonnya pak Reyhan dikamar," ucap Pak Agus."Tapi dia udah tidur kayaknya, Pak, kasihan kalau di ganggu," ucapku menimpali."Ya, sudah, biar putri saya yang tidur kamar luar samping garasi. Kalau saya biar tidur di hotel dekat sini, saja, maksudnya nanti putri saya pulang ke Jakarta i
Bab 59POV ReyhanSungguh tidak ada kebahagiaan tak terkira sebelumnya kecuali Rini mau aku ajak ke rumah Mama dan Papa untuk aku kenalkan sebagai calon istri.Tersirat di wajah Andika juga sangat begitu senang ketika mendengar Rini mau ke rumah eyangnya.Seperti yang sudah disepakati, weekend itu aku menjemput Rini untuk aku ajak ke Bandung tentunya bersama Andika, anak kesayanganku.Sesampainya di rumah mama aku bawa Rini langsung kehadapan Mama. Ternyata mama menanggapinya dengan sangat positif. Bahkan Rini langsung ditest untuk membuat kue dan camilan.Mama ternyata langsung menyukai Rini begitu ia melihat sosok Rini dengan senyumannya yang menawan.Mama malah langsung menanyakan kapan akan menikahi Rini. Padahal perjanjian dengan Rini ingin melihat respon kedua orang tuaku. Jika orang tuaku menerima Rini maka ia bersedia menjadi istriku.Ternyata mama menerima Rini, meski sudah aku sampaikan bahwa Rini bukan dari keluarga berada. Bersyukur, Mama bukan tipe wanita yang memandang
Bab 58Antara Aku, Majikanku dan Anaknya"Ma, Pa, inilah yang kemarin Reyhan bicarakan sama mama dan papa. Kenalkan namanya Rini Amanda Tyas," ucap Mas Reyhan begitu kami berada dihadapan mereka berdua. Jantungku semakin berdegup tak karuan. Kira-kira apa penilaian mereka kepadaku?Haduh! Kok jadi nervous gini yah!Aku lalu menyalami seorang perempuan berumur namun masih keliatan cantik dan berpenampilan elegant. Aku cium punggung tangan kanannya sambil sedikit menunduk."Perkenalkan Bu, nama saya Rini," ucapku dengan grogi. "Oh, ini, Reyhan, yang kamu ceritakan kemarin. Duh, cantiknya. Kalau begini ya, mama mau lah kalau dijadikan menantu," ucap Mamanya Reyhan sambil memegang pundakku. Terlihat Reyhan hanya senyum-senyum saja menatap mamanya. Sungguh jantungku hampir copot tadi, tapi akhirnya lega juga setelah mendengar tanggapan hingga akhir."Biasa saja kok, Bu, saya hanya wanita kampung, Bu," ucapku."Baru menjadi wanita kampung saja cantik. Apalagi jadi wanita modern, ya, tamba
Bab 57Antara Aku, Majikanku dan AnaknyaKring kring kringTertulis Mas Reyhan di ponselku"Assalamu'alaikum, Mas ...." sapaku."Wa'alaikumussalam, maaf, sibuk gak Dek?" tanya Mas Reyhan."Enggak, mas, ada apa, Mas,?" tanyaku."Nanti malam, Mas mau ngajak jalan, dek, free gak?" tanya Mas Reyhan."Boleh, Mas, jam berapa?" jawabku."Jam tujuh malam Mas jemput," ucap Mas Reyhan."Iya, Mas, mau makan dimana?" tanyaku."Di tempat yang romantis," ucapannya."Andika?""Andika tetap ikut, dia malah yang mengajak," ucap Mas Reyhan."Baik, Mas," jawabku."Sampai nanti, yah, Dek. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumussalam, Mas."KlikKumatikan sambungan telepon. Karena sudah tidak ada lagi ketemu klien, bergegas sore itu langsung pulang. Seperti yang dijanjikan. Mas Reyhan datang tepat waktu. Mobilnya terlihat terparkir di pinggir jalan.Setelah itu Andika dan Mas Reyhan menuju ke kostanku dimana aku juga mulai bergegas mengunci rumah kost."Nte, wah, cantik sekali Nte. Kita langsung berangkat Nte,"
Bab 56POV RENOHari ini aku menghadiri sidang perceraianku dengan Dona dengan sebelumnya pihak pengadilan agama melayangkan surat undangan sidang kepadaku.Aku langsung sendiri menghadiri sidang gugatan perceraian yang sudah aku layangkan ke pengadilan agama.Pukul 09.00 WIB, aku sudah memasuki ruang sidang begitu juga dengan Dona.Sidang mulai dibuka.Panitera membacakan protokol."Assalamu’alaikum, wr.wb Sidang dengan no. perkara 256 /JKT. akan dimulai, majelis hakim memasuki ruang sidang para hadirin dimohon untuk berdiri," Kami semua berdiri ketika majelisnya hakim memasuki ruangan dan duduk di depan meja sidang."hadirin mohon untuk duduk kembali.""Assalamu’alaikum, wr.wb sidang dengan no. perkara 256/JKT sidang terbuka untuk umum," ucap hakim ketua."Penggugat atas nama Reno Adian dan tergugat Dona Manohara dipersilahkan duduk di tempat masing-masing," ucap Panitera"Saudara penggugat, benar nama anda adalah Reno Adian?" tanya hakim ketua."Benar, yang mulia hakim," ucapku.
Bab 55POV DonitaDuh, kok bisa aku harus bertemu dengan wanita semacam Dona? Gak habis pikir aku, ada juga wanita seperti itu. Tidak melihat situasi jika berbicara seolah-olah dunia miliknya saja.Karena inseden tersebut akhirnya aku dan Mas Reno memilih menyingkir saja. Jika diladeni bisa-bisa sampai malam.Akhirnya aku memilih minta diantar pulang oleh Reno. Dengan berat hati Reno mengantarku pulang.Setelah Reno pergi dari rumah, akhirnya aku mengeluarkan mobilku dari garasi dan memilih jalan sendiri saja. Sekalian mau mutar-mutar ibu kota. Rencananya iseng sambil mencari Rini yang setelah bebas langsung hilang bak ditelan bumi.Setahuku ia tinggal di rumah pak Pramono. Namun ternyata tidak ada juga bahkan Naomi seperti ditinggal begitu saja. Padahal setahuku Rini begitu menyayangi Naomi. Namun, aneh kok bisa-bisanya ia meninggalkan Naomi. Sepertinya ada sesuatu yang menyebabkan ia harus melakukan itu.Setelah mutar-mutar di ibu kota tak juga aku menemukannya. Apakah ia tidak ting