“Romo, apa yang terjadi? Mengapa se-pagi ini ada pertarungan?” Tanya Salindri yang baru saja menyusul ayahnya.Mendengar ucapan itu Haryo Wicaksono pun tersentak kaget. Ia tidak menduga kalau putrinya juga mengikuti pertarungan yang terjadi. Namun, dirinya tidak berani melihat lebih dekat, ia tidak ingin terkena imbas perkelahian yang menurutnya berbahaya itu.“Sebaiknya kamu pulang saja, Nduk? Lihatlah, mereka bukan orang sembarangan,” ujar Haryo Wicaksono sembari mengusap lengan putrinya.“Tidak mengapa, Romo? Bukankah itu pemuda yang dulu itu?” jawab Salindri sembari mengamati pertarungan.“Benar, Romo merasa sebentar lagi akan terjadi sesuatu yang besar di wilayah Selatan ini. Kemunculannya tentu tidak sekedar mengembara,”“Jika seperti itu, kita harus bersiap membantunya. Terlebih mereka hanya berdua saja menghadapi pimpinan Kembang Kenongo, saya khawatir mereka akan kewalahan, Romo?”“Jangan gegabah, Salindri... Lihatlah gadis yang membantu Nak Ajiseka, dia bertarung dengan makh
Semudah itu seorang yang memiliki ilmu Kanuragan tingkat tinggi meregang nyawa, hanya karena pengaruh iblis yang merasuki dirinya dan meyakini dapat mengalahkan lawannya. Padahal, jika Brojolewo benar-benar menggunakan kekuatan aura alamnya kemungkinan besar akan membuat Ajiseka kewalahan. Hal itu terbukti dari kekhawatiran Kumbolo yang notabene kekuatan intinya adalah air, setidaknya Kumbolo ingin menghindari kekuatan yang sama-sama berasal dari alam.Beruntung iblis mendahului Brojolewo, dan meminjam raganya. Dan saat ini, wakil pimpinan Padepokan Kembang Kenongo itu benar-benar tewas. Bahkan, pedang Nogoweling masih menancap di dadanya. Seperti yang di inginkan oleh Kumbolo, energi panas dengan cepat menyebar dari pedang dan bau daging terbakar mulai menguat. Artinya, raga Brojolewo benar-benar akan terbakar. Perlahan tetapi pasti, aroma sangit pun semakin tajam menusuk Indera penciuman, pada akhirnya tubuh Brojolewo menghitam dan terbakar hingga menyisakan abu.Tinggalkan Kumbolo
Haryo Wicaksono dan Salindri membawa Galuh ke kediamannya, pasalnya kondisi gadis itu semakin melemah setelah mendapat serangan mematikan dari Dewi Wengi. Oleh sebab itu Haryo Wicaksono memutuskan menyelamatkan Galuh terlebih dahulu, ia yakin ada sesuatu yang menyebabkan merosotnya kekuatan tubuh Galuh. Bahkan, saat sampai di kediamannya bibir gadis itu sudah mulai membiru.“Romo, sepertinya gadis ini terkena racun dari Nyai Dewi Wengi, tetapi aku tidak melihat adanya luka di tubuhnya,” ujar Salindri kepada Ayahnya.“Bawa ke bilikmu, Nduk? Buka pakaiannya dan periksa semua, Romo yakin ada sesuatu yang melukainya.”Beberapa saat setelah memeriksa tubuhnya, Salindri menemukan kejanggalan di punggung galuh. Sebuah jarum perak menancap disana, melihat itu Salindri tidak langsung mencabutnya. Ia tidak mau mengambil resiko jika sembarangan melakukannya, melihat bagian yang tertancap membiru saja sudah menandakan jika jarum itu beracun.“Romo!” panggilnya kemudian.“Ada jarum yang menancap,
Api berkobar semakin tinggi. Bahkan, Roh Nogoweling yang membersamai Ajiseka masih memutari tubuh Dewi Wengi yang terbakar. Begitu juga dengan api yang tidak kunjung padam dan menyembur tanpa henti dari mulutnya. Sekalipun lengkingan terdengar menyayat dari Dewi Wengi, tetapi tidak menghentikan prosesi peleburan itu.Aroma daging terbakar menguar cukup lama dan kobaran api yang semakin besar, hingga akhirnya api menyusut seiring habisnya raga Dewi Wengi. Pertarungan yang menghabiskan waktu sehari semalam senyatanya menyisakan dua gundukan abu kematian yang mulai terkikis oleh hembusan udara. Ajiseka kembali ke wujud aslinya dan memastikan jika tidak ada keanehan yang mungkin bisa membangkitkan Dewi Wengi.“Maafkan aku makhluk Tuhan yang paling sempurna, kalian harus berakhir seperti ini.” ujar Ajiseka setelah memastikan tidak ada kejanggalan yang terjadi.Ia menundukkan kepala dan mendoakan mendiang musuhnya, memohon belas kasihan kepada sang pencipta agar di beri ampunan atas segala
Masih di wilayah selatan, tidak jauh dari padepokan Kembang Kenongo. Sekelompok orang dari padepokan Lowo Ireng bergerak menuju barat. Tujuannya adalah desa-desa yang berpotensi menentang keberadaan adanya padepokan yang berada dalam kendali sekte aliran hitam atau sesat.Tidak tanggung-tanggung, mereka tanpa segan melukai siapa saja yang di inginkan. Seperti halnya kelompok yang di pimpin oleh Brojolewo, merampok dan merampas paksa wanita yang di inginkan. Bahkan, mereka tanpa segan melecehkan wanita yang di inginkan di depan keluarganya.Seperti halnya saat ini. Desa yang menjadi targetnya porak-poranda, banyak mayat orang yang melakukan perlawanan. Akibatnya karena di dera ketakutan para warga terpaksa bergabung dengan mereka, sayangnya walaupun sudah bergabung tapi wanita-wanita mereka sama saja di minta oleh anggota sekte.Ternyata setelah meninggalnya Tanu, padepokan Lowo Ireng bertindak lebih brutal dari sebelumnya. Bahkan, terkadang dipimpin langsung oleh Roro Palupi, Sang ket
Ulas senyum merekah indah, seindah pagi yang menyapanya. Galuh, selama proses pemulihan luka dalam, beberapa hari ini dirinya selalu di temani adik kandungnya. Ya! Haryo Wicaksono dan Salindri, keluarga yang terpisah akibat peperangan melawan sekte aliran hitam di masa lalu.Sedangkan Ajiseka sendiri masih melakukan meditasi di ruangan khusus yang disiapkan oleh Haryo Wicaksono. Terhitung sudah tiga hari Ajiseka mengurung diri tanpa makan dan minum. Rupanya Ajiseka sedang bepergian ke alam lain dengan cara meraga sukma.Ia menemui beberapa pimpinan padepokan lelembut aliran putih, termasuk padepokan Balung Wojo. Dirinya meminta izin kepada gurunya dan meminta murid utama untuk berjaga jika terjadi sesuatu yang tidak di inginkan. Ajiseka juga menemui Ki Paksi Maruta dan mengajak Elang perak menemani dirinya mencari desa-desa yang menjadi korban anggota sekte Kembang Kenongo.Ajiseka ingin mengetahui letak pasti sebelum mendatangi perkampungan yang akan ia datangi, oleh sebab itu juga d
Paksi Maruta, sejatinya adalah gelar untuk siluman burung yang memiliki kecepatan terbang luar biasa cepatnya. Bahkan, sebelum nama itu tersemat. Bertahun-tahun Paksi Maruta menjalani tapa Brata di udara.Jadi, kecepatan lesatan siluman ular bernama Kadut tidak ada artinya jika di bandingkan dengan Paksi Maruta. Dan serangan yang dilakukan Kadut malah mengenai bangunan padepokan Wono Kelono. Akibatnya siluman ular itu mengalami luka yang luar biasa.“Apa maksudmu, Kadut? Mengapa tiba-tiba kau menyerang Ki Paksi Maruta?” tanya Wono Kelono.Bukan jawaban yang di dengar oleh pimpinan padepokan Wono Kelono, tetapi suara mirip Kokok induk ayam yang memanggil anaknya. Seketika ratusan ular siluman datang dari berbagai arah. Seringai licik dan penuh kemenangan tergambar jelas, dengan bantuan siluman yang berpihak padanya, Kadut merasa mampu menundukkan padepokan.“Ikutlah bergabung dengan diriku, Ki. Aku tau saat ini semua kalangan sedang bersitegang. Dan demi baktiku kepada padepokan ini, b
Raja dedemit alas kulon, memiliki tubuh tinggi besar. Menyerupai manusia, tetapi setiap sisi pipinya tumbuh cula. Seonggok mahkota tersemat begitu kokoh di kepalanya yang besar.Tinggalkan perwujudan raja dedemit kulon, ada hal yang lebih penting dari itu. Pasalnya aura yang terpancar dari makhluk itu jauh lebih menyeramkan dari wujudnya. Bahkan, jika memaksakan diri, dua pimpinan lelembut itu tidak akan mampu menandinginya.GhooarrrRaungan menggelegar memekakkan telinga, raja dedemit itu mulai menunjukkan tanda-tanda penyerangannya. Rupanya aura besar miliknya berasal dari energi tingkat tinggi yang dikeluarkan dan mempengaruhi setiap gerak-geriknya. Tidak heran jika dunia lelembut kekuasaan Ki Wono Kelono memanas dan terasa begitu pengap.Blar!Blar!Hantaman energi kuat menghujani dua pimpinan padepokan, seketika keduanya melesat cepat menghindari gelombang kuat yang mengancam keselamatannya. Paksi Maruta menukik ke atas, sedangkan Wono Kelono lesap entah kemana. Dua teknik yang be
Tidak sedikit warga yang langsung jatuh pingsan manakala sosok hitam besar memorak-porandakan tempat berlangsungnya Ritual doa-doa. Melihat hal itu Ajiseka tidak dapat menahan dirinya, pasalnya malam ini adalah malam sakral pemakaman jasad kuno leluhurnya. Ia langsung menghempaskan kekuatan besarnya ke arah sosok hitam besar itu, lebur dan tanpa ada perlawanan yang berarti.“Lanjutkan ritual doanya, Romo? Biarkan aji yang membersihkan area ini dari gangguan-gangguan itu,” ujar tegas Ajiseka.“Baiklah, saudaraku sekalian, mari lanjutan lantunan doa, agar esok hari dan seterusnya kita terbebas dari ketakutan. Yakinkan yang meragu dan gelisah agar kembali khusyuk, biarkan Ajiseka yang membereskan kekacauan ini.” ajak Danuseka.Disisi lain, tidak ada lagi makhluk yang membayangi arwah Sekar Sari. Ia mengambang di atas cungkup Punden, menyaksikan seluruh warga mendoakan dirinya agar tenang. Namun, ia terganggu dengan kehadiran Ajiseka yang juga mengambang.“Nyai, sesungguhnya apa yang meny
Dhar!Dhar!Ajeng Ratri mengamuk manakala menyadari raga Sekar Sari telah di Hujam dengan senjata, akibatnya pertarungan terjadi di dalam ruangan itu. Bahkan, ruangan yang semula tertata rapi dengan wewangian yang semerbak, kini hancur lebur. Rumah gaib alam mimpi yang ia bangun sedemikian rupa senyatanya hancur dalam beberapa saat saja.“Bedebah! Tidak seharusnya aku percaya begitu saja dengan kalian!” Teriak Ajeng Ratri.Kemarahannya memuncak dan menyebabkan hawa panas tak terkira di dalam ruangan itu. Beruntung Sekar Pinesti lebih dulu menyusup dan keluar dari ruangan tanpa sepengetahuan wanita tua yang sedang di amuk amarah. Sedangkan Ajiseka sendiri masih bergeming, kemarahan wanita tua itu sama sekali tidak menjadi masalah untuk dirinya.“Hancurkan sepuasmu, Nyai ...” ujar Ajiseka.“Kau harus bertanggungjawab!” teriak Ajeng Ratri.Tubuh ringkihnya tiba-tiba membesar gagah dan hitam. Bahkan, ukurannya terus meningkat mengikuti amarahnya. Namun, lagi-lagi Ajiseka tetap bergeming.
Senja jingga terlewati, temaram pun mengantar sang malam mencapai puncak kelam. Di sebuah bangunan kuno di atas Puncak Punden, beberapa orang tengah khusyuk memanjatkan doa untuk leluhur yang disemayamkan di lokasi itu. Punden Kepaten, nama yang terlontar dari mulut Danuseka akibat beberapa kali menjadi tempat terjadinya kebengisan manusia yang bersekutu dengan siluman, juga arwah penasaran.Orang-orang itu tidak lain, Ajiseka berikut kedua orang tuanya, Projo dan beberapa orang yang memiliki pengaruh di wilayah Punden. Kecuali Dadungkolo, lurah Wono wingit yang membelot dan memilih bersekutu dengan siluman ular yang bernama Dewi Sengkolo.Obor-obor di tancapkan untuk sarana penerangan, lalu setelah selesai memanjatkan doa rombongan mereka bertolak ke wilayah selatan. Melewati desa Wono Kahuripan yang di pimpin oleh lurah Janudoro, penghujung desa terlewati. Namun, perjalanan belumlah selesai.Ajiseka dan rombongan berjalan menuju hamparan hutan sisi Selatan Punden, tempat dimana poho
Seluruh warga Wono Wingit menghentikan aktivitas manakala terjadi gemuruh di angkasa, hal itu di sebabkan oleh pertarungan Ajiseka yang melintasi wilayah tepi Utara. Tidak hanya suara gemuruh yang menyebabkan kekhawatiran, pasalnya sesekali Ajiseka turun saat pemuda titisan iblis mendaratkan tubuhnya di pepohonan. Akibatnya kerusakan terjadi di area itu.Letak wilayah desa yang kebetulan berada di Utara punden, jelas terkena imbasnya. Beruntung pertarungan itu hanya melintas di pinggiran desa dan menghancurkan pepohonan yang ada. Melihat kekacauan yang terjadi, warga yang kebetulan hendak meladang memilih kembali ke desa.Sementara itu, Ajiseka terus menggempur pemuda titisan iblis hingga ke lautan. Beruntung pelarian musuhnya melewati jalur udara dan tidak lagi mendaratkan diri di wilayah perkampungan. Pada akhirnya laut Utara menjadi titik akhir pelarian, pertarungan sengit kembali terjadiLaut yang semula tenang kini dihiasi dengan deburan silih berganti, kebetulan keduanya memilik
Alam yang temaram memanas. Senyatanya Danuseka tidak selemah seperti dugaan Ajeng Ratri, setiap digdaya yang dikeluarkan mampu di halau begitu mudah oleh Danuseka. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat alam ilusi buatan Ajeng Ratri itu hancur lebur, sayangnya setelah kehancuran itu terjadi Ajeng Ratri juga turut menghilang.Dan ketika Danuseka kembali ke alam nyata ia baru tersadar jika dirinya tengah di pecundangi oleh Sariti. Dirinya sengaja di giring ke alam ilusi agar wanita jelmaan itu terbebas dari incarannya. Danuseka yakin Sariti sudah pergi jauh meninggalkan wilayah Punden, lelaki itu lantas kembali berbaur dengan tiga rekannya.“Bagaimana, kang?” tanya Danuseka kepada Janudoro.“Sementara kekuatan mayat hidup itu berkurang banyak, Ki? Namun, kita harus mewaspadai jika nantinya mereka bangkit lagi,” jawab Janudoro.“Dimana Ki Sawung dan Ki Dirgodono, saya tidak melihat keberadaan mereka, Kang?”“Tenaga mereka terkuras habis dan sedang melakukan pemulihan, beruntung ada ba
Pertarungan terjadi di tiga tempat, Ajiseka masih dengan pemuda siluman titisan iblis. Janudoro, Ki Sawung dan Dirgodono meneruskan pertarungannya dengan mayat hidup. Di bantu oleh para siluman termasuk pimpinannya yang menyusupi raga mayat hidup, akibatnya sebagian makhluk itu saling serang dengan rekannya.Sedangkan Danuseka baru saja mengejar Sariti yang terbang kesana-kemari, ya! Pertarungan mereka lebih banyak terjadi di udara. Di pohon-pohon dan sesekali turun ke daratan. Tidak masuk akal memang, bahkan jika yang melawan Sariti bukanlah praktisi supranatural niscaya hanya akan menjadi mainan wanita jelmaan itu.Seperti halnya saat ini, Danuseka mengeluarkan digdayanya secara bersamaan. Pasalnya, pergerakan yang dilakukan Sariti sungguh gesit. Bahkan, cenderung menggunakan tipu muslihat yang sangat mengganggu konsentrasi Danuseka.“Danuseka... Sepertinya aku tidak perlu sungkan lagi terhadap leluhurmu, baiklah... Jika itu yang ada pikiranmu, maka kau tidak salah sedikit pun... Ak
Sorot penuh amarah terlihat jelas di tatapan mata Danuseka, sebab sosok arwah yang ada di depannya tidak lain adalah Sekar Sari atau Sariti. Dahulu semasa hidup dan di jaman terbentuknya keraton Setyaloka, Sekar Sari merupakan salah satu anak pemilik keraton dari istri kedua yang bernama Ajeng Ratri. Wanita yang memiliki ilmu hitam dan menguasai kekuatan ilusi, atau lebih dikenal dengan penguasa alam mimpi.Artinya, Sekar Sari atau Sariti juga salah satu leluhur Danuseka. Namun, karena sifat serakah dari Ajeng Ratri yang ingin menguasai keraton Setyaloka membuat ia harus terusir. Ia ditempatkan di sisi selatan bagian luar Setyaloka yang sekarang menjadi Punden.Bahkan, keberadaan arwah yang kini diselimuti oleh aura buruk dari alam kegelapan tidak luput dari sumpah serapah Sekar Sari sendiri yang juga di Amini oleh ibunya, Ajeng Ratri. Tidak heran, sebab kematiannya pun diwarnai dengan kekejian. Dan tidak disangka, sosok yang lebih dikenal dengan sebutan Sariti itu masih ingin menguas
Hampir tengah malam Danuseka dan dua rekannya masih berjibaku melawan hampir seratus mayat hidup yang di bangkitkan oleh pemuda titisan iblis. Bukan perkara mudah mengalahkan makhluk-makhluk itu, pasalnya mereka benar-benar kembali hidup, tetapi berbeda dengan layaknya manusia. Sebab perangai orang-orang itu lebih menyerupai makhluk kegelapan, datar dan hanya fokus menyerang saja.Keberadaan mayat hidup yang berwujud Roro Palupi, Danuseka langsung memikirkan sesuatu. Pasalnya, pimpinan padepokan itu tidak mungkin secara kebetulan menjadi korban untuk siluman danau tepi barat. Dan pada akhirnya pemikiran Danuseka berhenti pada satu sosok yang di anggap cukup memungkinkan menjadi tersangka.Sariti, wanita jelmaan itu menjadi satu-satunya orang yang memungkinkan menjadi pelaku. Pemikiran Danuseka tidak hanya berhenti di situ saja, ia menggabungkan rentetan peristiwa yang di ceritakan rekannya di wilayah selatan. Lelaki itu menggeleng pelan manakala semua rentetan kejadian itu masuk akal,
Raja Tirta Dunya membisiki Ajiseka agar keluar dari pusaran air Danau, hal itu di lakukan karena tidak adanya pengawasan dari pihak lain. Sedangkan pemuda siluman ikan titisan iblis itu bukanlah lawan yang tepat untuk Ajiseka. Tentu raja Tirta Dunya sudah mempertimbangkan dan menelisik seberapa kuat kekuatan iblis yang berada ditubuh pemuda siluman itu.Sesaat setelah mendapat bisikan, Ajiseka langsung melesat ke daratan. Seketika pusaran air itu pudar dan beradu, akibatnya gelombang air yang cukup tinggi menyembur hampir setinggi tebing. Tidak lama setelah aktivitas air mereda pemuda siluman pun turut melesat ke atas menusuk Ajiseka.“Banyu Panguripan, ijinkan ibu melengkapi kekuatan yang ada di tubuhmu,” ujar Dewi Panguripan kepada Ajiseka.“Maksud Kanjeng Ibu?” jawab Ajiseka. Dirinya merasa kebingungan dengan maksud melengkapi yang di lontarkan oleh Ibu angkatnya.“Ibu harus merasuk dan melengkapi kekuatan yang kamu miliki. Sebentar lagi gelap dan Ibu yakin iblis itu akan mengumpul