Ketika sandikala terlewati dan gelap malam mulai merayap, Jerit tangis tersaji gamblang di telinga kedua manusia yang masih khusyuk berkecumik melantunkan doa-doa. Ya! Tidak di pungkiri perkampungan itu dipenuhi dengan arwah yang belum ikhlas meninggalkan raganya, hal itu membuat Danuseka dan Haryo Wicaksono begitu lama berada di tempat itu. Bahkan, ketika doa berakhir tangisan pilu masih terdengar menyayat.Bahkan, terkadang suara-suara aneh juga terdengar. Seolah menceritakan begitu bengisnya tragedi yang terjadi di perkampungan siang tadi. Kedua lelaki itu hanya menggeleng manakala suara benturan pintu terdengar begitu nyaring, begitu juga rintihan-rintihan kesakitan yang setiap saat terdengar.“Baiknya segera tinggalkan tempat ini Kang, disini terlalu banyak energi tidak baik,” ujar Danuseka.“Memang seharusnya begitu, Danuseka. Lagi pula perkampungan ini sudah tidak ada lagi kehidupan.” Jawab Haryo Wicaksono.Danuseka segera mengajak Haryo Wicaksono pergi meninggalkan tempat itu
“Saudaraku sekalian, tewasnya Nyai Roro Palupi merupakan pukulan telak terhadap sekte Kembang Kenongo. Sebagaimana kita ketahui, padepokan Lowo Ireng memiliki begitu banyak tetua jalur kebatinan dan juga Kanuragan. Namun, senyatanya masih tidak dapat menemukan potongan tubuh Nyai Roro Palupi yang seharusnya mudah di temukan. Saya menduga hal ini terjadi karena ada pihak lelembut yang turut andil, oleh sebab itu saya menghimbau semua anggota. Khususnya para pimpinan dan tetua agar lebih keras menggembleng murid yang memiliki potensi lebih, terutama di jalur kebatinan. Sebab hanya dengan itu kita dapat memanfaatkan makhluk lain, atau menambah kedigdayaan diri.” Ucap pimpinan pusat sekte Kembang Kenongo yang sesungguhnya.Rupanya padepokan Kembang Kenongo yang berada di wilayah Selatan bukanlah pimpinan pusat. Hanya namanya saja yang sama dan statusnya adalah sebuah padepokan se level padepokan Lowo Ireng. Dan, tujuan menyamakan nama tidak lain hanya untuk mengecoh musuh yang setiap saa
“Bed*bah! Apa yang terjadi? Kenapa perempuan-perempuan ini mati? Wongso! Wongso!” Teriak seorang lelaki tua yang tak lain Brojolewo.Ia memanggil bawahan yang selalu mengikuti dirinya, tetapi jawaban tidak kunjung di dengar olehnya. Brojolewo terus memanggil bawahannya, hingga akhirnya ia melihat Wongso tegah terlelap di sudut pos penjagaan. Hal itu membuat Brojolewo geram, pasalnya wanita-wanita itu hasil jarahannya dari dukuh yang di kepalai oleh Suryo Mentak.Bugh!Brojolewo menendang tubuh Wongso yang tengah meringkuk pulas.“Bangun bod*h!” sentaknya.Wongso terperanjat, ia kaget bukan kepalang manakala sebuah kaki mendarat keras di perutnya. Perutnya terasa mual, tetapi ia tidak berani berucap manakala melihat pelaku yang tidak lain Brojolewo. Lelaki itu beringsut dan segera memperbaiki posisinya.“Bod*h Kau! Sekarang siapkan lubang besar untuk menguburkan mereka!” titah Brojolewo.“Ada apa, Ki. Siapa yang di kubur?” tanya Wongso. Raut wajahnya tampak kebingungan manakala dirinya
“Hua ha ha ha ha, rupanya beberapa hari berada disini usahaku tidak sia-sia. Tunduklah padaku, wahai siluman Kera! Auramu begitu memikat, oleh sebab itu ikutlah denganku agar digdaya yang kau miliki dapat digunakan secara maksimal. Jangan khawatir, aku akan merawat dirimu dan memberi makanan kesukaanmu,” ucapnya sembari menatap tajam ke arah Rimpang.Lalu, mulut lelaki itu berkecumik pelan, membaca mantra untuk menarik Rimpang agar tunduk kepadanya. Namun, lelaki itu tidak mudah menaklukkan Kera raksasa di depannya. Nyatanya Rimpang melakukan perlawanan yang luar biasa.Serangan Rimpang mendarat telak dan menghantam tubuh si lelaki. Seketika kecumik bibirnya terhenti manakala Rimpang berhasil membuatnya terjengkang. Tetapi Hal itu tidak membuat si lelaki mundur, ia malah duduk bersila dan melanjutkan pembacaan mantranya.“Apa yang terjadi? Ada apa ini?” gumam Rimpang manakala mantra mengalun semakin intens.Tubuhnya melemas, lambat Laun energinya serasa tersedot. Di waktu yang bersama
“Bod*h! Segera selesaikan sebelum kekuatan besarnya benar-benar ia gunakan!” Kumbolo berteriak dari dalam relung terdalam Ajiseka.Pemuda itu tidak membantah, ia bergegas menyiapkan diri. Bersamaan dengan itu hawa panas mulai menyebar, menguar dari tubuh lelaki yang masih menggerakkan kedua tangannya. Sedangkan Ajiseka sudah siap dengan pedang Nogoweling di tangannya.BlarDua kekuatan saling beradu, energi pedang Nogoweling berbenturan dengan energi yang keluar dari telapak tangan lawannya. Bahkan, pedang pusaka Ajiseka sampai bergetar akibat benturan itu. Sedangkan lawannya juga tidak jauh berbeda, tangan lelaki itu kebas dan tidak bisa di gerakkan secara normal.Namun, tampaknya anggota sekte Kembang Kenongo itu enggan menyudahi pertarungannya, ia kembali merangsek tanpa memperdulikan tangannya yang masih kebas. Pertarungan jarak dekat pun terjadi, pedang pusaka Nogoweling langsung lesap sesuai keinginan Ajiseka. Ya! Pemuda itu tidak ingin di anggap curang oleh lawannya.“Tidak mud
Jika manusia biasa yang melihat, sudah pasti orang akan menyaksikan seorang manusia di gotong beramai-ramai oleh kawanan Kera. Dan itulah yang terjadi pada Ajiseka, dirinya di papah oleh Rimpang dan lainnya yang juga siluman Kera. Membawa Ajiseka ke sebuah bangunan milik keluarga Rimpang.Rupanya tempat tinggal mereka berada di atas pepohonan yang tumbuh rindang, tidak hanya satu pohon saja. Tetapi beberapa pohon yang berdiri rapat, dan di atasnya ranting-ranting besar yang saling bertautan. Rindang dan tidak mudah di temukan oleh manusia.Ajiseka memulihkan energinya di tempat itu, ya! Hanya energinya saja, karena sejatinya Ajiseka tidak mengalami luka yang serius. Sedangkan Gaharu masih berdiri gagah di atas pohon yang paling tinggi. Tidak hanya membersamai Ajiseka selama pemulihan, tetapi ia juga memantau keadaan di sekeliling tempat itu. Tentu dirinya khawatir jika ada manusia lain yang hendak melakukan praktik penarikan benda bertuah, termasuk mustika milik siluman.Dingin dan he
Panas dan membara, sesuai dengan ucapan Sariti, setelah Roro Palupi beberapa saat berendam di telaga. Giliran Sumokolo yang berendam di lautan asmara, rupanya sang junjungan menghendaki Sumokolo menggantikan Tanu yang tewas di tangan Elang Perak. Tidak heran jika Sariti memperdulikan hidup dan mati Roro Palupi, sebab raganya juga ia kehendaki untuk digunakan olehnya.Pada akhirnya penyatuan raga yang tabu itu berlangsung hingga kokok ayam jantan menunaikan tugas rutin penyambutan sang Surya. Selayaknya pengantin yang dimabuk asmara. Bahkan setelah lepas dari pengaruh Sariti, Roro Palupi masih bersikap hangat dengan Sumokolo.Tinggalkan dua sejoli yang tidak mau keluar dari bilik tidurnya.Ajiseka berdiri diantara rapatnya pepohonan, ia menyambut indahnya pagi yang tercemar oleh keberadaan anggota sekte Kembang Kenongo yang mulai hilir mudik di sekitar hamparan hutan yang sengaja mereka rusak. Tidak lama kemudian salah satu orang berteriak memanggil rekannya. Rupanya mereka menemukan l
Terlalu mudah untuk menghabisi total 20 lebih anggota sekte yang berada di tingkatkan rendah. Bahkan, Ajiseka hanya perlu mengibaskan beberapa kali pedang pusaka Nogoweling ke arah mereka, maka seluruh anggota sekte itu meregang nyawa.Kini Ajiseka dan rimpang sudah kembali ke padepokan Balung Wojo, tetapi yang tinggal di padepokan hanya Rimpang. Sedangkan Ajiseka langsung menghadap ke padepokan Kahuripan menemui guru besar yang juga ibu angkatnya.“Sesungguhnya dirimu di tuntut untuk memerangi Angkara murka, Anakku... Tidak heran jika Kumbolo dan roh Nogoweling tidak menyatu dengan dirimu manakala di dalam hatimu ada niat menyelamatkan hidup pelaku angkara murka. Bahkan di dalam bayangan masa depan akan terjadi hal yang menakutkan, dimana manusia semakin jauh terperosok di lembah hitam. Lembah yang Ibu maksud adalah sifat ingkar terhadap pemilik alam dan seisinya dan memilih mengabdi kepada jalan sesat” ucap Dewi Panguripan setelah Ajiseka menceritakan kejadian selama bepergian.“Lal