“Hoy! Untuk apa kalian membuat tandu! Kuburkan di tempat atau bakar saja!” Teriak Tanu manakala melihat bawahannya merakit kayu dan tali.“Baik, Ki.” Jawab salah satu bawahan. Mereka urung membuat tandu untuk membawa mayat tetua jalur kebatinan. Galian seadanya di siapkan. Bahkan, kedalamannya tidak sedalam pemakaman biasanya, mayat naas itu sudah di kuburkan.“Kita lanjutkan pencarian, aku yakin pemuda itu berada di perkampungan yang tidak jauh dari tempat ini,”“Ki Tanu, saya rasa perkampungan masihlah jauh. Terlebih jika kita melihat mayat tetua kebatinan, sudah pasti pemuda itu berada jauh dari tempat ini,”“Ya, lebih baik kita segera menyusulnya bukan? Lihatlah hutan ini, Kang. Gelap dan silu, apakah Kakang ingin mencoba bermalam di sini, hem?”Mendengar pertanyaan dari tetua mudanya, lelaki itu hanya menggaruk kepala. Tidak ada yang salah, pasalnya hutan rimba itu terlihat silu, atau seram. Tak terbayangkan jika mereka memutuskan bermalam di tempat itu, apalagi matahari sudah mu
Purnama yang seharusnya bersinar terang kini menjadi kelam, sinarnya yang sesaat lalu menyinari permukaan danau tak lagi mampu menerangi. Gelap temaram. Bahkan, kabut semakin tebal menyelimuti, tidak hanya di permukaan danau saja, tetapi sudah menyeluruh hingga merambah di tebing yang menjadi pembatas danau dan daratan.Di atas tebing, berdiri anggun dua sosok yang memang sudah menunggu prosesi itu terjadi. Keduanya tidak lain adalah Duripati dan Sariti. Makhluk penghuni Punden yang ingin menguasai wilayah itu secara total.“Nyai, jika suatu saat sesuatu terjadi padaku. Jagalah tempat ini, rawatlah hingga anak turunku benar-benar siap menjadi kekuatan besar yang kelak berada di bawah kekuasaanmu,” ucap Duripati.“Apa yang kau bicarakan Nyai? Mereka adalah calon kekuatan mutlak kita, maka semua harus menjaganya baik-baik, kabut itu menunjukkan jika hanya bangsanya yang bisa memasuki area danau, selebihnya akan sangat sulit. Bahkan diriku juga akan kesulitan kesana, Nyai?”“Ya! Tetapi ti
“Hentikan! Tidak selayaknya kalian berbuat seperti ini demi mendapatkanku!”Perseteruan berhenti seketika, bersamaan dengan itu, Ajiseka tiba-tiba berada di tengah dua kelompok yang sedang bertikai. Tidak susah membedakan kelompok itu, sebab dari pakaian yang dikenakan saja sudah sangat mencolok. Terlebih dari tanda yang mereka kalungkan di lehernya.Ajiseka memberi isyarat kepada orang-orang di belakangnya agar menghindar dari lokasi. Bukan tanpa sebab dirinya melakukan itu, ia merasa jika anggota sekte itu menjadi urusannya. Terlebih ia mendengar jika mereka akan melakukan kekisruhan sebelum menemukan dirinya.“Lakukan yang menurut kalian baik, dan tugasku menghentikan sepak terjang sekte aliran hitam seperti kalian!”“Bagus anak muda! Serang ....” kelompok Tanu merangsek maju secara bersamaan setelah mendapat perintah nya, mereka menghunus pedang dan menyabetkan secara acak. Bahkan, Tanu menyusul dengan serangan atas. Ajiseka melesat cepat ke arah Tanu, tentu melawan satu musuh leb
Dua kekuatan di luar nalar masih beradu, pemuda yang dirasuki Gaharu melawan Tanu tanpa jeda. Tentu tenaga keduanya sama-sama meningkat dua kali lipat dari kapasitas manusia umumnya. Bahkan, terkadang dengan gerakan jarak jauh mereka mampu menghempaskan lawannya.Akibat hempasan tubuh keduanya, cekungan tanah terjadi dimana-mana. pengaruh kekuatan makhluk tak kasat mata yang merasuk membuat rasa sakit di tubuh mereka tidak terasa. Namun, sesuatu terjadi, fisik pemuda yang di gunakan Gaharu lambat laun tidak mampu menampung kekuatan besar yang membersamainya.Gaharu menyadari hal itu, ia tidak ingin terjadi sesuatu kepada manusia yang ia rasuki. Oleh sebab itu Dirinya membawa raga si pemuda menjauhi area pertarungan agar proses pemisahan dari tubuh si pemuda tidak di ketahui oleh lawannya. Namun, tampaknya usaha Gaharu cukup riskan.Pasalnya sosok Tanu, mulai bergerak mengikuti kepergiannya. Maka dengan waktu yang begitu sempit, ia secepatnya keluar dari tubuh si pemuda. Gaharu berubah
Roro Palupi, pimpinan utama padepokan Lowo Ireng muncul seorang diri, perempuan anggun itu merupakan salah satu anggota sekte hitam yang memiliki jabatan penting. Bahkan, ia merupakan kaki tangan Sariti yang paling patuh. Wajah ayunya tidak menyiratkan kejahatan seperti yang sering ia lakukan, tentu hal itu terlihat ketika dirinya dalam keadaan tenang.Tetapi seringai bengisnya tak dapat di sembunyikan manakala dirinya sedang tidak baik-baik saja. Seperti halnya saat ini, tatapannya nanar menelisik tubuh lelaki yang sudah tidak lagi bernyawa tergeletak tidak jauh dari tempatnya. Ya! Tanu, tetua muda sekaligus lelaki yang bebas menjamah dirinya melalui pengaruh sang junjungan telah tewas.“Kau telah memulai perang terbuka dengan sekte kami, wahai anak muda!” ucap Roro Palupi sembari menunjuk ke arah Ajiseka.“Tidak akan ada peperangan jika tidak ada penyebabnya, Nyai! Dan sudah menjadi kewajibanku memerangi sekte hitam yang selalu meresahkan kehidupan.” Jawab Ajiseka.“Baiklah, tidak ad
SlashDharDharLangkah Roro Palupi terhenti saat hendak mendekati Ki Lodra dan muridnya. Pasalnya Ajiseka meluncur turun dari pepohonan sembari melontarkan energi berwarna putih ke arahnya. Terlebih serangannya begitu padat, jika saja lontaran energi itu tepat mengenai sasaran kemungkinan terkecil yang di alami Roro Palupi adalah terpental.“Aku suka, rupanya kau memiliki sisi bengis, anak muda! Heah ....” wanita itu melesat ke arah Ajiseka.Sosoknya yang ayu dan terlihat lembut nyatanya memiliki kemampuan luar biasa. Setiap gerakannya begitu terarah, ia jarang melakukan pergerakan yang sia-sia. Namun, setiap jurus yang ia gunakan selalu saja mampu menjilat kulit tubuh Ajiseka. Bahkan, tekanan tenaga dalamnya sungguh luar biasa menekan setiap serangan.Di sisi lain, Roro Palupi juga merasakan hal yang sama, pemuda di depannya begitu gesit menghindar. Sehingga hanya sedikit serangannya yang menyerempet, dan tusukan jurus-jurus yang seharusnya mengenai nyatanya seperti menghantam gelom
Luka menganga kembali rapat dengan sekali usap, aroma daging bakar yang menguat pun sirna. Dan sesuai dengan namanya, Sewunyowo. Lelaki pemilik ilmu rawa rontek itu menyeringai tatkala berhasil memulihkan lukanya.“Hampir saja kau membunuhku, anak muda. Tetapi Sewunyowo tidak akan mati secepat itu, Mue he he he” ujar jumawa lelaki sepuh itu.SlasSebuah energi melesat, menghantam pepohonan di sekitar Ajiseka. Sungguh kombinasi serangan lawan yang tidak bisa di sepelekan, pasalnya manakala Sewunyowo mengajak interaksi di situ Roro Palupi melakukan serangan cepat. Beruntung Ajiseka menghindar tepat waktu, jika lengah sedikit saja akibat fatal pasti ia terima.“Linuwih kalian luar biasa, tetapi tidak di gunakan untuk hal baik. Tidak salah jika aku melawan, sebab kehidupan akan terinjak keserakahan jika kalian masih berkeliaran di dunia ini,” ujar Ajiseka.Ia memasang kewaspadaan tinggi, sebab dua orang lawannya sangat lihai melakukan serangan. Sedangkan pedang Nogoweling sendiri Masi terg
Wadah yang terikat cangkang mulai bergolak, dua kekuatan telah bersatu seutuhnya menjadi satu kesatuan yang tidak akan terlepas. Dan itu menjadi milik Ajiseka seutuhnya, pedang pusaka Nogoweling tidak lagi berwujud pedang, mustika buaya pun bernasib sama. Kini, kekuatan mutlak berada di diri Ajiseka. Bahkan, pedang pusaka yang menjadi rebutan kalangan hitam, terlebih sekte Kembang Kenongo telah berakhir.Ajiseka menjadi pemilik sahnya manakala pertempuran besar terjadi antara dirinya dengan Roro Palupi juga Sewunyowo. Pasalnya tanpa di sadari oleh Ajiseka, setiap pertempuran terjadi, wadah digdaya leluhur di dirinya selalu mengalami peningkatan. Berlaku pula untuk pusaka yang sedang dalam proses penyatuan pemilik dan energinya.Nyatanya peningkatan energi Ajiseka menciptakan aura yang mengerikan untuk dua lawannya. Bahkan, selama menjadi pimpinan padepokan, Roro Palupi tidak pernah bersinggungan dengan aura aneh yang terpancar seperti dari tubuh Ajiseka. Roro Palupi menoleh ke arah Sew