Dua kekuatan di luar nalar masih beradu, pemuda yang dirasuki Gaharu melawan Tanu tanpa jeda. Tentu tenaga keduanya sama-sama meningkat dua kali lipat dari kapasitas manusia umumnya. Bahkan, terkadang dengan gerakan jarak jauh mereka mampu menghempaskan lawannya.Akibat hempasan tubuh keduanya, cekungan tanah terjadi dimana-mana. pengaruh kekuatan makhluk tak kasat mata yang merasuk membuat rasa sakit di tubuh mereka tidak terasa. Namun, sesuatu terjadi, fisik pemuda yang di gunakan Gaharu lambat laun tidak mampu menampung kekuatan besar yang membersamainya.Gaharu menyadari hal itu, ia tidak ingin terjadi sesuatu kepada manusia yang ia rasuki. Oleh sebab itu Dirinya membawa raga si pemuda menjauhi area pertarungan agar proses pemisahan dari tubuh si pemuda tidak di ketahui oleh lawannya. Namun, tampaknya usaha Gaharu cukup riskan.Pasalnya sosok Tanu, mulai bergerak mengikuti kepergiannya. Maka dengan waktu yang begitu sempit, ia secepatnya keluar dari tubuh si pemuda. Gaharu berubah
Roro Palupi, pimpinan utama padepokan Lowo Ireng muncul seorang diri, perempuan anggun itu merupakan salah satu anggota sekte hitam yang memiliki jabatan penting. Bahkan, ia merupakan kaki tangan Sariti yang paling patuh. Wajah ayunya tidak menyiratkan kejahatan seperti yang sering ia lakukan, tentu hal itu terlihat ketika dirinya dalam keadaan tenang.Tetapi seringai bengisnya tak dapat di sembunyikan manakala dirinya sedang tidak baik-baik saja. Seperti halnya saat ini, tatapannya nanar menelisik tubuh lelaki yang sudah tidak lagi bernyawa tergeletak tidak jauh dari tempatnya. Ya! Tanu, tetua muda sekaligus lelaki yang bebas menjamah dirinya melalui pengaruh sang junjungan telah tewas.“Kau telah memulai perang terbuka dengan sekte kami, wahai anak muda!” ucap Roro Palupi sembari menunjuk ke arah Ajiseka.“Tidak akan ada peperangan jika tidak ada penyebabnya, Nyai! Dan sudah menjadi kewajibanku memerangi sekte hitam yang selalu meresahkan kehidupan.” Jawab Ajiseka.“Baiklah, tidak ad
SlashDharDharLangkah Roro Palupi terhenti saat hendak mendekati Ki Lodra dan muridnya. Pasalnya Ajiseka meluncur turun dari pepohonan sembari melontarkan energi berwarna putih ke arahnya. Terlebih serangannya begitu padat, jika saja lontaran energi itu tepat mengenai sasaran kemungkinan terkecil yang di alami Roro Palupi adalah terpental.“Aku suka, rupanya kau memiliki sisi bengis, anak muda! Heah ....” wanita itu melesat ke arah Ajiseka.Sosoknya yang ayu dan terlihat lembut nyatanya memiliki kemampuan luar biasa. Setiap gerakannya begitu terarah, ia jarang melakukan pergerakan yang sia-sia. Namun, setiap jurus yang ia gunakan selalu saja mampu menjilat kulit tubuh Ajiseka. Bahkan, tekanan tenaga dalamnya sungguh luar biasa menekan setiap serangan.Di sisi lain, Roro Palupi juga merasakan hal yang sama, pemuda di depannya begitu gesit menghindar. Sehingga hanya sedikit serangannya yang menyerempet, dan tusukan jurus-jurus yang seharusnya mengenai nyatanya seperti menghantam gelom
Luka menganga kembali rapat dengan sekali usap, aroma daging bakar yang menguat pun sirna. Dan sesuai dengan namanya, Sewunyowo. Lelaki pemilik ilmu rawa rontek itu menyeringai tatkala berhasil memulihkan lukanya.“Hampir saja kau membunuhku, anak muda. Tetapi Sewunyowo tidak akan mati secepat itu, Mue he he he” ujar jumawa lelaki sepuh itu.SlasSebuah energi melesat, menghantam pepohonan di sekitar Ajiseka. Sungguh kombinasi serangan lawan yang tidak bisa di sepelekan, pasalnya manakala Sewunyowo mengajak interaksi di situ Roro Palupi melakukan serangan cepat. Beruntung Ajiseka menghindar tepat waktu, jika lengah sedikit saja akibat fatal pasti ia terima.“Linuwih kalian luar biasa, tetapi tidak di gunakan untuk hal baik. Tidak salah jika aku melawan, sebab kehidupan akan terinjak keserakahan jika kalian masih berkeliaran di dunia ini,” ujar Ajiseka.Ia memasang kewaspadaan tinggi, sebab dua orang lawannya sangat lihai melakukan serangan. Sedangkan pedang Nogoweling sendiri Masi terg
Wadah yang terikat cangkang mulai bergolak, dua kekuatan telah bersatu seutuhnya menjadi satu kesatuan yang tidak akan terlepas. Dan itu menjadi milik Ajiseka seutuhnya, pedang pusaka Nogoweling tidak lagi berwujud pedang, mustika buaya pun bernasib sama. Kini, kekuatan mutlak berada di diri Ajiseka. Bahkan, pedang pusaka yang menjadi rebutan kalangan hitam, terlebih sekte Kembang Kenongo telah berakhir.Ajiseka menjadi pemilik sahnya manakala pertempuran besar terjadi antara dirinya dengan Roro Palupi juga Sewunyowo. Pasalnya tanpa di sadari oleh Ajiseka, setiap pertempuran terjadi, wadah digdaya leluhur di dirinya selalu mengalami peningkatan. Berlaku pula untuk pusaka yang sedang dalam proses penyatuan pemilik dan energinya.Nyatanya peningkatan energi Ajiseka menciptakan aura yang mengerikan untuk dua lawannya. Bahkan, selama menjadi pimpinan padepokan, Roro Palupi tidak pernah bersinggungan dengan aura aneh yang terpancar seperti dari tubuh Ajiseka. Roro Palupi menoleh ke arah Sew
Satu orang lebur menjadi abu dan dua tewas, beruntung lawan terakhir tidak bernasib sama dengan Roro Palupi yang menjadi mayat tanpa kepala. Dalam satu pencarian dua orang terdekat pimpinan pusat, sekte Kembang Kenongo tewas mengenaskan. Beruntung Ki Lodra menguburkan jasad-jasad itu, setidaknya jenazah tidak terbengkalai begitu saja di pinggiran hutan.“Ada hubungan apa dirimu dengan Janudoro, Nak Mas. Apakah kau Putranya?” tanya Ki Lodra setelah Ajiseka ikut ke padepokannya.“Aki mengenal Lik Janudoro? Saya muridnya, Ki.” Jawab Ajiseka sembari tersenyum.“Pantaslah, jurus dasar yang kau gunakan mirip dengan jurus yang kami pelajari dahulu. Dimana dia sekarang, Nak Mas”“Ada di wilayah perbatasan utara, Ki. Beliau sedang sibuk menata kehidupan warga bersama Romo saya,”“Ah, rupanya dia menepi. Aku pikir dia akan melanglang buana seperti yang lainnya.” Pada akhirnya perbincangan yang terjadi berubah topik. Ajiseka mengajak Ki Lodra bersatu bersama padepokan aliran putih lainnya untuk
Perdebatan kecil terjadi manakala Dewi Wengi menanyakan mayat Roro Palupi yang tidak berada di lingkungan padepokan, dirinya malah semakin mencurigai jika ada unsur kesengajaan dari Sewunyowo. Tetapi Dewi Wengi mengabaikan pikiran negatifnya, sebab dirinya lebih memikirkan bagaimana cara memberangus musuh baru yang sangat meresahkan untuk kelompoknya itu.“Jangan biarkan kursi pimpinan kosong terlalu lama, Ki. Baiknya segera kukuhkan nama pengganti,”“Dalam hal ini saya tidak berwenang, Nyai. Terlebih, padepokan Lowo Ireng memiliki banyak sesepuh kebatinan yang tersebar di berbagai tempat. Saya khawatir ada pergunjingan di padepokan jika keputusan di ambil secara sepihak. Walau bagaimanapun padepokan ini lebih berfokus di bidang kebatinan, Nyai.” Ucap Sewunyowo.“Baiklah, baiknya kumpulkan segera sesepuh-sesepuh itu. Saran saya, cari mayat Nyai Roro Palupi, Ki.”“Jika hanya tubuhnya, saya rasa tidak menjadi masalah, Nyai. Sebab Telik sandi padepokan masih memantau wilayah pertempuran
Nahas, Suryo Mentak menggelepar akibat hantaman telak energi yang terlontar. Sedangkan Brojolewo sendiri langsung mendekatinya. Memegang pundaknya, lalu menatap tatapan Suryo Mentak yang kian meredup. Tindakannya tidak lain adalah menyerap energi kehidupan Suryo Mentak, hal yang paling disukai oleh sosok jahat di dalam raga Brojolewo.“Mue he he he, rupanya energi seorang pendekar lebih nikmat daripada warga biasa. Aku menyukainya ....” gumam Brojolewo. Lelaki sepuh itu pergi meninggalkan Suryo Mentak yang masih menggelepar pelan.Sedangkan salah satu warga yang melihat kekalahan Suryo Mentak langsung mengabarkan hal itu kepada Haryo Wicaksono di desa sebelah, desa yang juga menjadi pusat perkumpulan sekte Kembang Kenongo. Ia datang ke desa pun tidak melewati jalan besar, sebab di desa itu cukup banyak warga yang juga menjadi kelompok Kembang Kenongo. Bahkan, dirinya harus berhati-hati berucap jika berpapasan dengan warga.Pada akhirnya ia sampai di kediaman Haryo Wicaksono, ia lantas
Tidak sedikit warga yang langsung jatuh pingsan manakala sosok hitam besar memorak-porandakan tempat berlangsungnya Ritual doa-doa. Melihat hal itu Ajiseka tidak dapat menahan dirinya, pasalnya malam ini adalah malam sakral pemakaman jasad kuno leluhurnya. Ia langsung menghempaskan kekuatan besarnya ke arah sosok hitam besar itu, lebur dan tanpa ada perlawanan yang berarti.“Lanjutkan ritual doanya, Romo? Biarkan aji yang membersihkan area ini dari gangguan-gangguan itu,” ujar tegas Ajiseka.“Baiklah, saudaraku sekalian, mari lanjutan lantunan doa, agar esok hari dan seterusnya kita terbebas dari ketakutan. Yakinkan yang meragu dan gelisah agar kembali khusyuk, biarkan Ajiseka yang membereskan kekacauan ini.” ajak Danuseka.Disisi lain, tidak ada lagi makhluk yang membayangi arwah Sekar Sari. Ia mengambang di atas cungkup Punden, menyaksikan seluruh warga mendoakan dirinya agar tenang. Namun, ia terganggu dengan kehadiran Ajiseka yang juga mengambang.“Nyai, sesungguhnya apa yang meny
Dhar!Dhar!Ajeng Ratri mengamuk manakala menyadari raga Sekar Sari telah di Hujam dengan senjata, akibatnya pertarungan terjadi di dalam ruangan itu. Bahkan, ruangan yang semula tertata rapi dengan wewangian yang semerbak, kini hancur lebur. Rumah gaib alam mimpi yang ia bangun sedemikian rupa senyatanya hancur dalam beberapa saat saja.“Bedebah! Tidak seharusnya aku percaya begitu saja dengan kalian!” Teriak Ajeng Ratri.Kemarahannya memuncak dan menyebabkan hawa panas tak terkira di dalam ruangan itu. Beruntung Sekar Pinesti lebih dulu menyusup dan keluar dari ruangan tanpa sepengetahuan wanita tua yang sedang di amuk amarah. Sedangkan Ajiseka sendiri masih bergeming, kemarahan wanita tua itu sama sekali tidak menjadi masalah untuk dirinya.“Hancurkan sepuasmu, Nyai ...” ujar Ajiseka.“Kau harus bertanggungjawab!” teriak Ajeng Ratri.Tubuh ringkihnya tiba-tiba membesar gagah dan hitam. Bahkan, ukurannya terus meningkat mengikuti amarahnya. Namun, lagi-lagi Ajiseka tetap bergeming.
Senja jingga terlewati, temaram pun mengantar sang malam mencapai puncak kelam. Di sebuah bangunan kuno di atas Puncak Punden, beberapa orang tengah khusyuk memanjatkan doa untuk leluhur yang disemayamkan di lokasi itu. Punden Kepaten, nama yang terlontar dari mulut Danuseka akibat beberapa kali menjadi tempat terjadinya kebengisan manusia yang bersekutu dengan siluman, juga arwah penasaran.Orang-orang itu tidak lain, Ajiseka berikut kedua orang tuanya, Projo dan beberapa orang yang memiliki pengaruh di wilayah Punden. Kecuali Dadungkolo, lurah Wono wingit yang membelot dan memilih bersekutu dengan siluman ular yang bernama Dewi Sengkolo.Obor-obor di tancapkan untuk sarana penerangan, lalu setelah selesai memanjatkan doa rombongan mereka bertolak ke wilayah selatan. Melewati desa Wono Kahuripan yang di pimpin oleh lurah Janudoro, penghujung desa terlewati. Namun, perjalanan belumlah selesai.Ajiseka dan rombongan berjalan menuju hamparan hutan sisi Selatan Punden, tempat dimana poho
Seluruh warga Wono Wingit menghentikan aktivitas manakala terjadi gemuruh di angkasa, hal itu di sebabkan oleh pertarungan Ajiseka yang melintasi wilayah tepi Utara. Tidak hanya suara gemuruh yang menyebabkan kekhawatiran, pasalnya sesekali Ajiseka turun saat pemuda titisan iblis mendaratkan tubuhnya di pepohonan. Akibatnya kerusakan terjadi di area itu.Letak wilayah desa yang kebetulan berada di Utara punden, jelas terkena imbasnya. Beruntung pertarungan itu hanya melintas di pinggiran desa dan menghancurkan pepohonan yang ada. Melihat kekacauan yang terjadi, warga yang kebetulan hendak meladang memilih kembali ke desa.Sementara itu, Ajiseka terus menggempur pemuda titisan iblis hingga ke lautan. Beruntung pelarian musuhnya melewati jalur udara dan tidak lagi mendaratkan diri di wilayah perkampungan. Pada akhirnya laut Utara menjadi titik akhir pelarian, pertarungan sengit kembali terjadiLaut yang semula tenang kini dihiasi dengan deburan silih berganti, kebetulan keduanya memilik
Alam yang temaram memanas. Senyatanya Danuseka tidak selemah seperti dugaan Ajeng Ratri, setiap digdaya yang dikeluarkan mampu di halau begitu mudah oleh Danuseka. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat alam ilusi buatan Ajeng Ratri itu hancur lebur, sayangnya setelah kehancuran itu terjadi Ajeng Ratri juga turut menghilang.Dan ketika Danuseka kembali ke alam nyata ia baru tersadar jika dirinya tengah di pecundangi oleh Sariti. Dirinya sengaja di giring ke alam ilusi agar wanita jelmaan itu terbebas dari incarannya. Danuseka yakin Sariti sudah pergi jauh meninggalkan wilayah Punden, lelaki itu lantas kembali berbaur dengan tiga rekannya.“Bagaimana, kang?” tanya Danuseka kepada Janudoro.“Sementara kekuatan mayat hidup itu berkurang banyak, Ki? Namun, kita harus mewaspadai jika nantinya mereka bangkit lagi,” jawab Janudoro.“Dimana Ki Sawung dan Ki Dirgodono, saya tidak melihat keberadaan mereka, Kang?”“Tenaga mereka terkuras habis dan sedang melakukan pemulihan, beruntung ada ba
Pertarungan terjadi di tiga tempat, Ajiseka masih dengan pemuda siluman titisan iblis. Janudoro, Ki Sawung dan Dirgodono meneruskan pertarungannya dengan mayat hidup. Di bantu oleh para siluman termasuk pimpinannya yang menyusupi raga mayat hidup, akibatnya sebagian makhluk itu saling serang dengan rekannya.Sedangkan Danuseka baru saja mengejar Sariti yang terbang kesana-kemari, ya! Pertarungan mereka lebih banyak terjadi di udara. Di pohon-pohon dan sesekali turun ke daratan. Tidak masuk akal memang, bahkan jika yang melawan Sariti bukanlah praktisi supranatural niscaya hanya akan menjadi mainan wanita jelmaan itu.Seperti halnya saat ini, Danuseka mengeluarkan digdayanya secara bersamaan. Pasalnya, pergerakan yang dilakukan Sariti sungguh gesit. Bahkan, cenderung menggunakan tipu muslihat yang sangat mengganggu konsentrasi Danuseka.“Danuseka... Sepertinya aku tidak perlu sungkan lagi terhadap leluhurmu, baiklah... Jika itu yang ada pikiranmu, maka kau tidak salah sedikit pun... Ak
Sorot penuh amarah terlihat jelas di tatapan mata Danuseka, sebab sosok arwah yang ada di depannya tidak lain adalah Sekar Sari atau Sariti. Dahulu semasa hidup dan di jaman terbentuknya keraton Setyaloka, Sekar Sari merupakan salah satu anak pemilik keraton dari istri kedua yang bernama Ajeng Ratri. Wanita yang memiliki ilmu hitam dan menguasai kekuatan ilusi, atau lebih dikenal dengan penguasa alam mimpi.Artinya, Sekar Sari atau Sariti juga salah satu leluhur Danuseka. Namun, karena sifat serakah dari Ajeng Ratri yang ingin menguasai keraton Setyaloka membuat ia harus terusir. Ia ditempatkan di sisi selatan bagian luar Setyaloka yang sekarang menjadi Punden.Bahkan, keberadaan arwah yang kini diselimuti oleh aura buruk dari alam kegelapan tidak luput dari sumpah serapah Sekar Sari sendiri yang juga di Amini oleh ibunya, Ajeng Ratri. Tidak heran, sebab kematiannya pun diwarnai dengan kekejian. Dan tidak disangka, sosok yang lebih dikenal dengan sebutan Sariti itu masih ingin menguas
Hampir tengah malam Danuseka dan dua rekannya masih berjibaku melawan hampir seratus mayat hidup yang di bangkitkan oleh pemuda titisan iblis. Bukan perkara mudah mengalahkan makhluk-makhluk itu, pasalnya mereka benar-benar kembali hidup, tetapi berbeda dengan layaknya manusia. Sebab perangai orang-orang itu lebih menyerupai makhluk kegelapan, datar dan hanya fokus menyerang saja.Keberadaan mayat hidup yang berwujud Roro Palupi, Danuseka langsung memikirkan sesuatu. Pasalnya, pimpinan padepokan itu tidak mungkin secara kebetulan menjadi korban untuk siluman danau tepi barat. Dan pada akhirnya pemikiran Danuseka berhenti pada satu sosok yang di anggap cukup memungkinkan menjadi tersangka.Sariti, wanita jelmaan itu menjadi satu-satunya orang yang memungkinkan menjadi pelaku. Pemikiran Danuseka tidak hanya berhenti di situ saja, ia menggabungkan rentetan peristiwa yang di ceritakan rekannya di wilayah selatan. Lelaki itu menggeleng pelan manakala semua rentetan kejadian itu masuk akal,
Raja Tirta Dunya membisiki Ajiseka agar keluar dari pusaran air Danau, hal itu di lakukan karena tidak adanya pengawasan dari pihak lain. Sedangkan pemuda siluman ikan titisan iblis itu bukanlah lawan yang tepat untuk Ajiseka. Tentu raja Tirta Dunya sudah mempertimbangkan dan menelisik seberapa kuat kekuatan iblis yang berada ditubuh pemuda siluman itu.Sesaat setelah mendapat bisikan, Ajiseka langsung melesat ke daratan. Seketika pusaran air itu pudar dan beradu, akibatnya gelombang air yang cukup tinggi menyembur hampir setinggi tebing. Tidak lama setelah aktivitas air mereda pemuda siluman pun turut melesat ke atas menusuk Ajiseka.“Banyu Panguripan, ijinkan ibu melengkapi kekuatan yang ada di tubuhmu,” ujar Dewi Panguripan kepada Ajiseka.“Maksud Kanjeng Ibu?” jawab Ajiseka. Dirinya merasa kebingungan dengan maksud melengkapi yang di lontarkan oleh Ibu angkatnya.“Ibu harus merasuk dan melengkapi kekuatan yang kamu miliki. Sebentar lagi gelap dan Ibu yakin iblis itu akan mengumpul