Mencekam, satu-satunya kata yang pantas untuk menggambarkan situasi di dalam aula padepokan. Sosok Sariti tiba-tiba melayang dan menyambar salah satu lelaki yang duduk di tengah-tengah kumpulan anggota sekte. Hal itu membuat sebagian anggota yang duduk di dekatnya hampir berteriak histeris.Brugh!Sariti melempar begitu saja lelaki yang kini meringkuk di atas altar, tubuhnya menggigil manakala Sariti mengendusnya.“Siapa pun dia!” Ucap tegas Sariti sembari menunjuk ke arah lelaki yang meringkuk tak berdaya.“Habisi! Aku tidak sudi tempat ini dikotori dengan penyusup atau penghianat!” ujar Sariti setelah beberapa saat mengendus tubuh lelaki di depannya.Semua orang tercengang, terlebih saat tatapan sosok yang mereka agungkan itu masih menelisik seisi ruangan. Seolah mencari siapa-siapa yang akan dijadikan tumbal berikutnya. Sedangkan di atas altar sendiri salah satu anggota sudah berada di sebelah lelaki yang meringkuk ketakutan, di tangannya sudah tergenggam senjata untuk melaksanakan
Cukup lama Ajiseka menemani dua sahabatnya, Rimpang dan Condro Kumolo. Beruntung keberadaan padepokan tertutup dan tidak bisa di lihat oleh pihak luar. Jika saja terlihat oleh manusia, sudah pasti Ajiseka akan ditertawakan oleh orang-orang.Pasalnya, wujud Rimpang di alam manusia adalah seekor Kera, dan Musang merupakan wujud asli Condro Kumolo. Sedangkan mereka bertiga berteman selayaknya manusia biasa, malahan terkadang mereka bergurau seperti teman sepermainan. Tentu sangat janggal dan tidak bisa di nalar oleh manusia.Hari berlalu, tetapi kedua murid Ki Balung Wojo masih tampak ragu. Pasalnya, untuk pertama kalinya Ajiseka mengikuti kompetisi, begitu juga dengan Calingkolo. Namun, mereka selalu di yakinkan oleh gurunya, bahwa kompetisi itu sangat berarti untuk padepokan juga pesertanya.“Misi kalian sebelumnya adalah ujian sekaligus latihan yang sesungguhnya. Ingat! Walaupun kalian berada di lingkup pertandingan, tetapi lawan yang dihadapi sama persis dengan pengalaman semasa menj
Terhempasnya Rengas, artinya kekalahan untuknya, maka babak berikutnya pun di mulai. Jual beli pukulan dan adu kekuatan terjadi begitu cepat, sehingga babak demi babak dapat terselesaikan dengan cepat.“Calingkolo!”Setelah satu nama di sebut akhirnya pewarta memanggil Calingkolo. Keduanya langsung menuju arena pertarungan, tidak lama kemudian adu kekuatan terjadi, pergerakan Calingkolo dan lawannya sama-sama cepat. Bahkan, adu kekuatan keduanya sudah berada di tingkatan yang lumayan tinggi.Sehingga, setiap terjadinya benturan selalu saja menimbulkan kerusakan di sekitar mereka. Hal itu membuat arena di perluas oleh penyelenggara, tentu tujuannya agar pertandingan memiliki ruang gerak yang lebih luas. Mengingat peserta sudah mulai melakukan gerakan dan tingkat tenaga dalam yang digunakan berada level menengah.Blar!Blar!Baru saja arena pertandingan di perluas, dua energi kembali berbenturan cukup keras, lagi-lagi mengakibatkan kerusakan yang cukup berat. Tanah yang semula rata, kin
“Uuugh ...” Lenguh Ajiseka manakala bangkit dari cekungan tanah bekas hempasan tubuhnya.KrekKrekIa memegangi lehernya lalu memiringkan ke kanan dan kiri, sehingga menimbulkan bunyi gemeretak yang cukup nyaring.DharDharBelum lama bangkit, dirinya kembali dihujani oleh lesatan energi yang meledak di sebelahnya. Hal itu memaksa Ajiseka melakukan serangan balasan, tentu dirinya tidak ingin benar-benar menjadi bulan-bulanan seperti yang di ucapkan lawannya. Satu Hentakan kaki sudah cukup mengantarkan Ajiseka di depan Gaharu, tetapi dirinya tidak langsung menyerang, ia malah menukik ke atas lalu lesap begitu saja dari pandangan lawannya.Lesapnya Ajiseka jelas membuat Gaharu kebingungan, terlebih saat dirinya melihat sekelebat samar ular naga terbang memutari tubuhnya. Wujudnya bening seperti air, membutuhkan konsentrasi untuk melihatnya. Namun, alangkah terkejutnya Gaharu manakala bayangan naga mendarat di tanah dan perlahan mulai berbentuk nyata.“A-apa yang terjadi?” ucap Gaharu se
“Apa yang kau cari, Kakang?” Ujar Ajiseka. Ia berdiri sembari mengibaskan tangan, membersihkan pakaiannya dari tanah yang menempel. Melihat itu, senyum kemenangan Gaharu lesap dari bibirnya. Ia langsung melayangkan serangan dadakan kepada Ajiseka yang dikira sudah tidak berdaya. Bam! Ajiseka kembali terjengkang, tetapi ia segera mengangkat kedua kakinya dan menyentakkan ke tanah. Keduanya tidak perduli berada di tengah tebalnya debu yang masih berhamburan. saling mengadu kekuatan tangan dan kaki, menunjukkan jurus bawaan yang mereka kuasai dari padepokan masing-masing. Hingga akhirnya Ajiseka kembali terhempas oleh dorongan kekuatan tenaga dalam yang di keluarkan secara mendadak oleh lawannya. Bahkan, dirinya tidak sadar jika selalu mendapat tekanan dikala sedang terjatuh. Seperti halnya saat ini, ia kembali di hujani dengan serangan jarak jauh. “Eum .... Cukup sudah!” gumam Ajiseka. Pasalnya, selama pertandingan dirinya tidak benar-benar mengeluarkan digdayanya. Hal itu terjadi k
“Alam nyata!” Teriak Ajiseka manakala tipu muslihat yang di ciptakan salah satu peserta mulai memudar.Kejadian itu membuat padepokan penyelenggara pertandingan riuh. Tentu menjadi pertanyaan besar manakala makhluk alam lain di seret menuju alam nyata. Jelas ada maksud tertentu di baliknya.Hal itu membuat arena pertarungan dipenuhi dengan para peserta, terlebih saat mereka mendengar teriakan Ajiseka yang menyebut Alam nyata. Artinya saat ini keduanya berada di alam manusia. Ajiseka pun bertindak, ia diam-diam pergi menyendiri, mengembalikan energi aslinya sebagai manusia.TengTerik mentari menelusup rimbunnya dedaunan, alam nyata telah ia pijak. Di dekat pohon besar nan rindang, seseorang tampak duduk bersila. Mulutnya terus berkecumik merapalkan sesuatu sembari menatap sesosok makhluk gaib yang terikat oleh mantra celuk jiwo miliknya.Dhar!Ledakan energi mengagetkan lelaki kurus yang sesaat lalu khusyuk membaca mantra, Ajiseka tersenyum manakala lelaki itu terganggu konsentrasinya
“Kadut! Bereskan manusia lancang itu! Bukan karena amarah pribadiku. Tetapi ini untuk kepentingan bangsa kita, laksanakan segera!” Titah Ki Wono Kelono kepada bawahannya.Kadut sendiri sesungguhnya memiliki wujud yang tidak mengerikan. Tetapi karena ukurannya yang ratusan kali lebih besar dari ukuran normalnya membuat orang tidak akan menyangka jika dirinya binatang berbisa. Bahkan, ia lebih mirip dengan sebuah bedug.Tanpa membalas ucapan pimpinannya, Kadut pun melesat cepat dan lesap. Dirinya melintasi tabir tipis pemisah alam. Lalu muncul lagi di lokasi yang berbeda, tepatnya di tempat lelaki Kurus berada.Tubuh kurus tetua padepokan Lowo Ireng terlihat semakin ringkih manakala semua digdayanya telah di cabut, terlebih ia juga terkena hantaman tenaga dalam dari Ajiseka. Jangankan untuk berjalan, berdiri saja ia tidak mampu melakukannya. Tidak terbayangkan, dirinya seorang diri berada di tengah hutan dengan keadaan yang mengenaskan seperti itu.Sekuat tenaga lelaki itu berusaha meni
Setidaknya ada sepuluh peserta yang terlibat dalam penyusupan, semuanya beraliran hitam. Bahkan, pelaku yang menyeret salah satu peserta yang di selamatkan Ajiseka kini harus terikat selamanya di salah satu ruang penyekapan khusus. Pasalnya lelaki itu memiliki digdaya yang paling tinggi di antara teman-temannya.Empat pimpinan menyalurkan energinya, membuat perisai tebal yang melingkupi seluruh wilayah padepokan Wono Kelono. Bahkan, setiap pimpinan menancapkan pagar pembatas tak terlihat, sekalipun yang melintas adalah bangsa lelembut. Hanya pimpinan yang bersangkutan saja yang dapat melihatnya.“Saya rasa perisai dan pagar ini sudah cukup, terimakasih telah bersedia membantu mengamankan padepokan Wono Kelono. Ke-depannya akan dilakukan pembenahan dan tata cara masuk agar tidak terjadi hal yang serupa,” ujar Ki Joyo Kelono.“Benar, Ki. Memang seharusnya seperti itu. Bahkan, aliran putih sekalipun harus menggunakan tanda pengenal khusus untuk memasuki area padepokan,” jawab Ki Balung W