Gadis itu melangkah dengan tergesa - gesa menyusuri rak demi rak buku menjulang yang memadati perpustakaan.
Karena ia tidak bisa berteleportasi seperti penduduk Fantasia lainnya, dengan bermodalkan ilmu komunikasinya yang menanyai setiap orang yang ia temui di koridor mengenai keberadaan Pangeran Orion akhirnya membuahkan hasil.
Langkah itu semakin cepat ketika melihat punggung familiar di depan sana tengah membolak - balikkan lembar tiap lembar buku usang.
“Aaric!” Airélle berseru.
Laki-laki itu menoleh. “Ada apa?”
Airélle mencebik. “Kau bilang untuk menemuimu—”
“—jika kau sadar ada sesuatu yang kau butuhkan. Jadi, apa yang hilang dan kau butuhkan?” sela Aaric dengan wajah tanpa dosanya.
Airélle menggeram kecil. “Kalungku hilang! Kalung yang kutunjukkan padamu hari itu. Aku butuh... siapa tahu kalung itu bisa membawaku kembali lagi ke Chicago!&rdqu
Airélle menghadap cermin, menguncir rambutnya dengan sedikit tricky sehingga hasilnya terlihat lebih cantik.“Wow, bagaimana kau menguncirnya seperti itu, Airélle? Lebih tinggi dan cantik.” Kareen berkomentar.“Mau kulakukan juga ke rambutmu?” tawar Airélle. Maka, Kareen tidak akan menyia-nyiakan dengan menolaknya.Airélle meminta Kareen duduk menghadap cermin rias, lalu ia akan mengambil alih rambut coklat dengan sedikit helai berwarna hijau bergelombang itu.Amatera baru selesai dengan seragamnya. Ia mengamati Airélle yang menguncir rambut Kareen. Sedikit lebih menyusahkan dilihat dari caranya, tapi hasil tidak mengkhianati usaha.“Kalian berdua tampak lebih segar dengan bentuk kuncir itu.” Amatera berkomentar tepat setelah Kareen memekik senang atas hasil rambutnya.“Ame!” Kareen berseru, masih senang. “Kau juga harus mencoba ini. Ayolah, kita bertiga
“Aku tidak jadi izin ke Mr. Grevin.” putus Airélle.Sontak saja dua sahabatnya itu menoleh padanya.“Kau serius?” Amatera memastikan, dan dijawab dengan anggukan kepala Airélle.“Tidak takut jadi santapan singa itu?” tanya Kareen, sedikit menggoda Airélle. Setidaknya ia harap bisa menggoyahkan Airélle, karena bagaimana pun, dia juga cemas akan keselamatan sahabatnya itu.Menanggapi pertanyaan Kareen, Airélle bergidik. Semoga saja dia tidak benar dijadikan santapan sarapan singa itu.“Itu sihir, ya? Singanya tidak habis-habis.” celetuk Airélle.Kareen di sebelahnya terkekeh. “Iya, itu ilusi mata.”“Menyenangkan....” gumam Airélle.“Bagaimana kau akan membunuh singa itu nantinya?” Amatera bertanya lagi.Airélle mengendikkan bahunya. “Aku tidak berpikir akan membunuhnya.”
𝗥𝗼𝗮𝗱 𝘁𝗼 𝗖𝗵𝗲𝗹𝘀𝗲𝗮’𝘀 𝗣𝗮𝗿𝘁𝘆🎉 ( 𝟮𝟬 )𝗟𝗮𝘂𝗿𝗮 𝗠𝗲𝗴𝗮𝘄𝗲𝗹𝘅 :| Happy birthday Queen👑💖 ﹫𝘾𝙝𝙚𝙡𝙨𝙚𝙖 𝙍𝙤𝙭𝙚𝙣𝙖𝗗𝗼𝗻𝗻𝗮 𝗛𝗮𝗱𝗲𝗲𝗱 :| Yash, happy bday. I wish u all the best, always😘 ﹫𝘾𝙝𝙚𝙡𝙨𝙚𝙖 𝙍𝙤𝙭𝙚𝙣𝙖𝗔𝘂𝗿𝗼𝗿𝗮 𝗕𝗲𝗹𝗹𝗶𝗻𝗲 :| ﹫𝘼𝙭𝙩𝙤𝙣𝙞𝙤 𝙂𝙚𝙧𝙖𝙡𝙙 I— even we are waiting for your sweet words and wishes🤭𝗖𝗵𝗲𝗹𝘀𝗲𝗮 𝗥𝗼𝘅𝗲𝗻𝗮 :| Aww thank u bb ﹫𝙇𝙖𝙪𝙧𝙖 𝙈𝙚𝙜𝙖𝙬𝙚𝙡𝙭 ﹫𝘿𝙤𝙣𝙣𝙖 𝙃𝙖𝙙𝙚𝙚𝙙| Axton might be busy right now, that's okay ﹫𝘼𝙪𝙧𝙤𝙧𝙖 𝘽𝙚𝙡𝙡𝙞𝙣𝙚𝗔𝘀𝗴𝗮𝗿𝗱 𝗧𝗼𝗺𝗺𝗶𝗲 :| Is he busy preparing surprises???𝗦𝗲𝗹𝗲𝗻𝗮 𝗛𝗲𝗹𝗲𝗻 :| I can't wait to see Chelsea's party!𝗔𝗶𝗿𝗲́𝗹𝗹𝗲 𝗣𝗮𝗻𝗲𝗺𝗼𝗿𝗳𝗶 :| Me too ﹫𝙎𝙚𝙡𝙚𝙣𝙖 𝙃𝙚𝙡𝙚𝙣𝗖𝗵𝗲𝗹𝘀𝗲𝗮 𝗥𝗼𝘅𝗲𝗻𝗮 :| Don't forget to come at 7 pm today. You won't get the cake if you're late, hahaha𝗪𝗶𝗹𝗹𝗶𝗮𝗺 𝗛𝗮𝗻𝘀
Airélle beranjak dari posisinya untuk memperjalas suara yang tadi didengarnya.Dan suara itu terdengar lagi. Airélle mengerjap tak percaya, kuda mana yang tersasar ke pantai begini? Pikir Airélle. Karena tidak memikirkan suatu kemungkinan buruk pun, Airélle mendekati sumber suara ringkikan kuda tersebut. Ia yakin suara kuda itu berasal dari sebuah goa batu yang tak jauh dari posisinya saat ini.Airélle berjalan pelan— nyaris mengendap-endap tanpa suara agar tidak menakuti kuda tersebut. Berinisiatif karena pencahayaan minim di dalam goa, Airélle pun menyalakan flashlight dari ponselnya. Tentunya dia berhati-hati untuk menyorotkannya.𝘚𝘳𝘬𝘬!Airélle spontan diam membatu di tempatnya. Kuda itu tidak lebih jauh dari 5 meter di depannya. Karena sangat gelap, Airélle memberanikan diri untuk menyorotkan flashlight ke arah hewan itu.𝘒𝘳𝘢𝘬𝘬!Ponsel itu terjatuh. Airélle men
Mari lupakan fakta bahwa ia terdampar ke dimensi— ah, dunia lain, atau apapun itu. Nyatanya saat ini Airélle sedang sibuk mengamati dan mengagumi setiap inci bangunan dari akademi megah yang dipijakinya.Pemandangan segar, suasana asri, bangunan megah— tinggi menjulang juga sangat luas, sentuhan ornamen unik yang khas. Airélle tidak pernah menemukan tempat seperti ini di Chicago. Satu-satunya yang ada di bayangannya adalah film adaptasi dari fiksi karangan J. K. Rowling. Oh tunggu, apa dia akan bertemu Harry Potter di sini?Terlalu asyik melamun membuat Airélle terperanjat kecil saat Mr. Ernest mengetuk sebuah pintu kaca— bukan kaca polos, ah, bagaimana menjelaskannya. Seperti ada pantulan air dari kolam di pintu kaca itu, mengesankan.Setelah mendengar sahutan dari dalam, Mr. Ernest memberi kode agar Airélle mengikutinya masuk ke dalam ruangan itu.“Dia memiliki keistimewaan seperti kita, jadi saya berp
Airélle terbangun karena suara jam weker milik teman sekamarnya berbunyi. Ia mengusak matanya, membiasakan cahaya memasuki retina matanya.“Pagi, Airélle!” Kareen menyapa. “Mau mandi duluan?”Dengan keadaan belum sepenuhnya sadar dan masih diliputi kantuk, Airélle pun menganggukkan kepalanya setuju. Dia berjalan sedikit terseok menuju kamar mandi.Beberapa waktu setelah Airélle memasuki kamar mandi, Amatera keluar dari ruangan walk-in closet dengan tubuh yang sudah terbalut seragam lengkap dari akademi.“Oww, kau sangat keren, Ame!” puji Kareen.Amatera tersenyum tipis. “Aku tahu itu.” katanya, lalu ia melangkah ke arah ranjangnya untuk dirapikan.“Ame,” Kareen memanggil. “Apa benar, ya, Airélle tidak memiliki elemen?” seketika suara Kareen memelan.Tangan Amatera berhenti dengan aktivitasnya. Ia juga memikirkan hal mengganjal te
Para murid kelas 1A berhambur keluar dari kelas Herbiologi, mereka kini berbondong-bondong menuju gedung kelas elemen.Di saat para murid terlihat antusias untuk menunjukkan elemen-elemen mereka, berbeda dengan Airélle yang merasa khawatir dan tidak nyaman. Kareen bahkan Amatera pun turut mencemaskan gadis itu.“Mungkin Mr. Radolf akan memberitahu bagaimana cara memunculkan elemenmu, Airélle.” ujar Kareen, berusaha menenangkan.Tapi Airélle tidak mengindahkannya. Pikirnya, ia adalah manusia biasa. Ia berbeda dengan orang-orang di sini. Ia tidak memiliki elemen apapun, tentu saja.Mereka memasuki ruangan luas, seperti lapangan di dalam ruangan. Terdapat kursi-kursi di tepi ruangan, menyisakan ruang luas di tengah.“Selamat siang. Silakan duduk terlebih dulu.” pria dewasa yang terlihat masih muda dan bugar itu berbicara di kursi khusus yang melayang di depan ruangan.Murid-murid pun berhambur untuk
Airélle terlalu sibuk tenggelam dengan pikirannya sendiri sampai tidak memerhatikan sekitarnya.Semua terjadi begitu cepat begitu saja. Lyra yang seharusnya menyerang manekin buatan Mr. Radolf justru mengarahkan elemen airnya pada gadis dengan rambut light blonde itu, Airélle.Dan secepat itu juga, air Lyra dibekukan seorang pengendali es abadi, tepat di depan mata Airélle yang baru tersadar dari lamunannya.Pluit Mr. Radold berbunyi. Beliau mengendalikan kursinya melayang menghampiri Lyra dan memberinya kartu peringatan.“Ini adalah kelas uji elemen, bukan kelas bertarung. Menyerang murid lain di kelas uji elemen adalah pelanggaran, Lyra.” Mr. Radolf menjelaskan. “Silakan datang ke ruang konseling untuk menerima konsekuensimu.”“Tapi, Mr. Radolf, saya tidak sengaja melakukannya,” Lyra menyahut santai.Kareen yang terlihat sangat emosi, langsung mencetus. “Jelas-jelas kau sengaja
“Aku tidak jadi izin ke Mr. Grevin.” putus Airélle.Sontak saja dua sahabatnya itu menoleh padanya.“Kau serius?” Amatera memastikan, dan dijawab dengan anggukan kepala Airélle.“Tidak takut jadi santapan singa itu?” tanya Kareen, sedikit menggoda Airélle. Setidaknya ia harap bisa menggoyahkan Airélle, karena bagaimana pun, dia juga cemas akan keselamatan sahabatnya itu.Menanggapi pertanyaan Kareen, Airélle bergidik. Semoga saja dia tidak benar dijadikan santapan sarapan singa itu.“Itu sihir, ya? Singanya tidak habis-habis.” celetuk Airélle.Kareen di sebelahnya terkekeh. “Iya, itu ilusi mata.”“Menyenangkan....” gumam Airélle.“Bagaimana kau akan membunuh singa itu nantinya?” Amatera bertanya lagi.Airélle mengendikkan bahunya. “Aku tidak berpikir akan membunuhnya.”
Airélle menghadap cermin, menguncir rambutnya dengan sedikit tricky sehingga hasilnya terlihat lebih cantik.“Wow, bagaimana kau menguncirnya seperti itu, Airélle? Lebih tinggi dan cantik.” Kareen berkomentar.“Mau kulakukan juga ke rambutmu?” tawar Airélle. Maka, Kareen tidak akan menyia-nyiakan dengan menolaknya.Airélle meminta Kareen duduk menghadap cermin rias, lalu ia akan mengambil alih rambut coklat dengan sedikit helai berwarna hijau bergelombang itu.Amatera baru selesai dengan seragamnya. Ia mengamati Airélle yang menguncir rambut Kareen. Sedikit lebih menyusahkan dilihat dari caranya, tapi hasil tidak mengkhianati usaha.“Kalian berdua tampak lebih segar dengan bentuk kuncir itu.” Amatera berkomentar tepat setelah Kareen memekik senang atas hasil rambutnya.“Ame!” Kareen berseru, masih senang. “Kau juga harus mencoba ini. Ayolah, kita bertiga
Gadis itu melangkah dengan tergesa - gesa menyusuri rak demi rak buku menjulang yang memadati perpustakaan.Karena ia tidak bisa berteleportasi seperti penduduk Fantasia lainnya, dengan bermodalkan ilmu komunikasinya yang menanyai setiap orang yang ia temui di koridor mengenai keberadaan Pangeran Orion akhirnya membuahkan hasil.Langkah itu semakin cepat ketika melihat punggung familiar di depan sana tengah membolak - balikkan lembar tiap lembar buku usang.“Aaric!” Airélle berseru.Laki-laki itu menoleh. “Ada apa?”Airélle mencebik. “Kau bilang untuk menemuimu—”“—jika kau sadar ada sesuatu yang kau butuhkan. Jadi, apa yang hilang dan kau butuhkan?” sela Aaric dengan wajah tanpa dosanya.Airélle menggeram kecil. “Kalungku hilang! Kalung yang kutunjukkan padamu hari itu. Aku butuh... siapa tahu kalung itu bisa membawaku kembali lagi ke Chicago!&rdqu
“AIRÉLLE!!”Kedua gadis itu, Kareen dan Amatera, berseru bersamaan ketika melihat satu bagian dari mereka menunjukan pergerakan pasti.Kelompak mata itu perlahan terbuka. Maniknya yang segelap malam justru seakan berkilauan diterpa sinar mentari.Airélle kembali mengerjapkan matanya.“Oh Gods! Airélle, akhirnya kau sadar!” Kareen langsung berhambur memeluknya.Amatera dengan sigap menarik Kareen agar melepaskan pelukannya pada Airélle.“Jangan membuatnya sesak napas, Reen.” katanya, sukses mengundang kekehan dari Airélle.“Kau sudah tidak apa-apa?” Amatera bertanya, mengabaikan gerutuan Kareen yang merajuk padanya.“Badanku... terasa lemas.” jawab Airélle pelan.“Serius, Airélle!” Kareen menatap lekat-lekat pada Airélle, memberitahu ia tak ingin dibantah. “Jangan tinggalkan sarapanmu, maka
Azrival akhirnya izin pamit undur diri, dia beralasan akan menemui Panglima Fantasia, meskipun niat sebenarnya adalah memberikan waktu berdua kepada dua orang yang paling dihormati di Fantasi, Raja dan Ratu.Sepeninggal Azrival, Raja Galant berjalan lebih mendekat lagi pada Ratu Eliza. Di jarak dekat, beliau bisa melihat wajah khawatir istrinya yang belum pernah Eliza tunjukkan padanya lagi selama belasan tahun.Raja Galant menyampirkan lengannya pada pundak Ratu Eliza. Mengusapnya, menghantarkan ketenangan di sana.“Kau akan menemuinya?” tanya Raja Galant, pelan dan dalam.Ratu Eliza menggeleng sekali lagi. “Tidak, suamiku. Aku belum siap.”“Berikan dia pengertian perlahan. Kau harus menemuinya, Eliza.” Raja Galant memberitahu.“Aku hanya takut, dia tidak bisa menerimaku sebagai ibunya. Dia sangat menyayangi Giovany dan Federick, dia pasti sulit menerima kenyataan ini.” ungkap Ratu Eliza.
Aaric memutuskan untuk benar - benar pergi dari sekitar air mancur halaman sisi barat akademi ketika melihat Airélle beranjak dari duduknya. Gadis light blonde itu menepuk-nepuk bagian belakangnya yang ia pikir kotor. Aaric membalik badannya, berniat berjalan dengan arah yang berlawanan dengan Airélle. Memberikan waktu sendiri bagi gadis itu. Tentunya, sebelum insting istimewanya menyala. Aaric kembali berbalik, dan melihat Airélle tengah kewalahan menjaga keseimbangannya. Gadis itu tumbang. Hampir jatuh dan merasakan sakit di badannya apabila Aaric tidak segera menangkap tubuhnya. “Airélle? Kau mendengarku? Hey, bangun.” Aaric menepuk - tepuk pelan pipi itu, tetapi Airélle hanya diam menutup mata rapat. Dia pingsan. Dengan segera Aaric mengangkat tubuh Airélle di gendongannya. Membawa Airélle sesegera mungkin ke unit kesehatan. Koridor - koridor akademi nampak sepi. Dan tiba - tiba suara gadis menyerukan namanya. Aaric melihat di depa
Berjalan berjam-jam mengelilingi akademi yang maha-luas beehasil membuat kaki Airélle terasa ingin patah sekarang. Maka, Airélle memutuskan untuk duduk beristirahat di air mancur yang ada di halaman sisi barat akademi. Dari keadaan langitnya, Airélle tahu hari sudah beranjak senja. Embusan angin menerbangkan anak rambut Airélle lembut. Senja, ya? Airélle bukan seorang gadis senja. Yang selalu mengagumi goresan oranye yang membentang luas di cakrawala. Sambil mengenang rindu atau kenangan. Bukan Airélle sekali. Tapi, ada satu momen yang membuatnta mengenang masa lalu. Tentang hari itu, saat senja. Ulang tahunnya yang ke delapan belas. Dirayakan saat senja menyapa, bersama kedua orang tuanya. Ayahnya mengajaknya berdansa, dan sang Ibu bernyanyi dengan suaranya yang merdu. Hari itu, Airélle berhasil merasakan bagaimana menjadi seorang yang bahagia. Sangat bahagia. Lantas, kenapa kebahagiaan itu tidak berlan
Dunia penuh kegelapan. Tidak pernah ada cahaya matahari di wilayah Hellger. Iblis-iblis jaya di bawah kegelapan. Penuh nafsu dan ambisi. “Ada apa?” suara berat dan menyeramkan itu menyapa. Seorang iblis perempuan terkekeh. “Kau tidak pandai berbasa-basi, Paman.” “Kau membunyikan alarm rapat darurat. Jadi ada apa?” iblis tua itu tidak mengindahkan kritikan sang keponakan. “Segel di perbatasan kian hari semakin melemah. Menurut ramalan, ini dikarenakan anak hasil hubungan Devilos dan Eliza telah kembali ke tanah kelahirannya.” Qyne, sepupu Raja Hellger yang memiliki ambisi besar itu memulai. Qyne melanjutkan, “Bukan sebagai Putri, kedudukan anak itu adalah Dewi Kehidupan dan Kematian. Sebagaimana orangtuanya. Darahnya bisa membangkitkan Devilos yang tersegel kekuatan Dewa-Dewi.” “Jadi, kita culik dia untuk mengambil darahnya dan membangkitkan Devilos?” sang adik, Qyre, terlihat menyeringai senang. Qyne memandang adiknya s
Hantu...?Yang benar saja! Setelah Airélle mengatakan hal itu dan terus menarik Aaric agar pergi dari tanah lapang belakang akademi, mereka berdua akhirnya berteleport ke unit kesehatan.“Kau beralasan agar tidak latihan lagi?” desis Aaric.Airélle terkejut karena suara Aaric yang tiba-tiba memecah hening di antara keduanya. Sejurus kemudian, ia mendengus.“Aku tidak.” sanggahnya.“Hantu apanya? Kau tahu, delapan belas tahun aku hidup, tidak ada yang namanya hantu.” Aaric jengkel.“Bukan tidak ada, kau saja yang belum pernah melihatnya.” balas Airélle.“Hantu apa yang kau maksud?” tanya Aaric, masih jengkel.Airélle tergagu. Tidak langsung menjawab, jujur saja dia masih merinding.Mengingat latar belakangnya, jangan lupa bahwa kedua orangtuanya telah tiada. Tapi, tidak dipungkiri Airélle masih mengingat jelas sosok kedua orangt