Masyarakat di kampung beda sekali dengan masyarakat di kota yang lebih modern dalam berpikir. Sekarang mereka bisa berlega hati setelah mendapat penjelasan lebih lengkap barusan. Mereka kini bisa berinteraksi seperti biasa dengan Ray. Nadio dan Karmila berpamitan lalu melangkah keluar menuju rumah induk untuk menemui anak mereka. Yang sudah beberapa hari diasuh oleh baby sitter.Pagi ini matahari menyembul dengan indahnya. Semburat warna merah bercampur orange keemasan menimpa manis di sela-sela awan seputih kapas. Udara terasa segar, kicauan burung bersahutan terdengar merdu. Tania barusan akan keluar gerbang ketika ada suara langkah menghampiri. Ia pun segera menghentikan laju motornya.“Karmila! Mau ke mana? Boleh nebeng?” Suara Ray terdengar serak hampir mendekati motor matic Tania“Wah, Bang Ray! Udah sehat? Boleh aja. Emang mau ke mana?” tanya Karmila keheranan dengan keinginan pria ‘soulmate’ suaminya ini.“Mau ikutan nebeng ampe lapangan depan doang, sih.”“Boleh kok. Tapi en
“Loh, Bang! Kenapa dikunci?” Karmila kaget bukan main dengan perilaku Ray yang tak lazim tersebut.“Karmila, bantu aku bentar, aja!” Ray mendekati Karmila lalu memeluknya. Seketika wanita tersebut berteriak, tetapi tangan Ray dengan cekatan membungkamnya. Tampak Ray telah merencanakan semuanya. Sebuah tali telah disiapkan untuk mengikat tangan dan kaki Karmila. Wanita berambut ikal ini berteriak kencang, tetapi sayang ruangan terlalu luas. Kemudian, suaranya menghilang dalam sekapan kain yang diikatkan untuk membungkam suara wanita berambut ikal tersebut.Karmila berontak sekuat tenaga. Ia menendang apa pun yang ada agar terdengar gaduh dan mengundang seseorang datang untuk menolong. Sialnya, Ray semakin menggila dan kesetanan. Pria keturunan Taiwan tersebut memaksakan diri mengumbar nafsu setan. Akhirnya terjadilah hal yang memalukan sekaligus membuat hancur jiwa raga Karmila. Setelah selesai dengan keberingasannya, Ray seakan-akan baru tersadar dari perbuatan nista. "Maaf Karmila!”
VISUM DAN AUTOPSI"Ya Allah, Ya Rabb!” Pak Handoko seketika berteriak melihat tubuh Ray yang sudah terbujur di dalam kamar. Dekat tubuh pria tersebut terdapat sebotol obat anti serangga yang sudah tumpah isinya. Bau sangat menyengat segera menguar dari dalam kamar. Nadio syok melihat kenyataan di depan mata. Emosi yang terlanjur di ubun-ubun, seketika reda.“Ya Tuhan! Hukuman macam apa ini? Apa dosaku? Katakan!”Nadio memekik bagai orang kesetanan. Ia tak tahu harus bagaimana lagi menahan gejolak dalam dadanya. Amarah dan kesedihan yang teramat dalam ia rasakan kini. Seketika Pak Handoko bangkit lalu membimbing Nadio keluar untuk berjalan menuju teras paviliun. Mereka duduk.Nadio hanya mampu tertunduk berurai air mata. Jiwanya benar-benar terguncang. Pria berambut gondrong tersebut mencoba menenangkan diri dengan cara mengatur napas sejenak. Kemudian, tangannya merogoh ponsel dari saku celana.Tampak genangan air mata mengalir tiada henti. Nadio beberapa kali mengusapnya. Setelah per
Oleh karena, ia harus aktif bekerja juga. Dengan keberadaan orang tua Karmila bisa menjadi penguat istrinya. Selama ini memang Karmila selalu dekat dengan orang tuanya meskipun sudah lama tinggal di kota. Hampir tiap hari Karmila selalu berkirim kabar pada orang tuanya, meski di rumah sudah ada pasutri Handoko.Ario merasakan sepanjang hidup, hanya kali ini ujian terberat yang harus ia hadapi. Kemarin, pria tersebut sempat syok waktu dihadapkan dengan kasus Tuan Ongki yang berusaha melecehkan Karmila. Beruntung dengan kasus ini, akhirnya ia tahu fakta sebenarnya. Orang yang selama ini dianggap papa kandung, rupanya hanya papa sambung. Ujian yang sekarang adalah terberat yang ia hadapi. Sudah pasti lebih berat lagi bagi Karmila.Dirinya harus bisa lebih tegar demi sang istri. Penderitaan yang dialami Karmila jauh lebih berat. Beberapa kali Nadio menghela napas hanya sekadar melepaskan rasa sesak yang mengendap di dada dan pikirannya. Dia menoleh ke belakang melihat sang istri yang seda
Pasangan Handoko menapaki anak tangga menuju lantai atas membawa rantang dan nampan berisi minuman. Dalam waktu bersamaan, baby sitter membawa si kecil menuju kamar. Pasutri Handoko tersenyum senang melihat si kecil yang montok dan terlihat sehat tak rewel meskipun seharian tak bertemu Karmila. Anak yang tahu kondisi orang tuanya, begitu bertemu Nadio dan Karmila, si kecil tertawa bahagia dalam kereta bayi. Nadio segera mengangkatnya ke atas ranjang di antara mereka. Baby sitter permisi minta izin untuk keluar ada kepentingan. Nadio dan Karmila mempersilakan. Kini si kecil merangkak mengitari kasur sembari tertawa girang. Pasangan Handoko mengatur makanan di atas meja. Kemudian Bu Handoko menggendong si kecil keluar bersama sang suami. Mereka memberi kesempatan pasutri tersebut menikmati untuk makanannya.Menu yang dimasak Bu Handoko sangat menggugah selera keduanya. Ada sayur sop, cap cay, ayam goreng tepung dan tempe goreng. Namun, pasutri ini tak berselera makan. Mereka sekadar pe
MENYISAKAN TEROR[Kak, sori. Gua belum sempat kasih kabar. Gua turut berduka cita, ya.][Gua pun tahu, kalo lu sakit. Kenapa kaga bilang gua? Lu udah kaga anggap gua teman?]Balasan Vivian membuat Karmila kaget. Dari mana dia tahu semua ini? Tanya Karmila dalam hati.[Boleh kita meet up?"]Karmila berharap Vivian meluluskan keinginannya. Wanita ini merasa perlu jelaskan semua hal pada Vivian. Dia tak ingin wanita tomboi sakit hati.[Ok. Kita meet up di tempat aman.][Gimana kalo di rumah Kakak?][Rumah udah disita bank. Meet up di hotel tempat gua bermalam aja.][Ok, Kak. Gua entar ke sana sama Bang Nadio.][Gimana kalo gua ke rumah kalian aja? Sekalian mau ketemu mertua almarhum.][Silakan ketemu mertua almarhum. Tapi jangan obrolin soal itu di sini. Ada orang tua gua.][Oke. Wah, ada orang tua lu juga. Gua ke sana entar sore.][Gua tunggu, Kak.][Entar gua kasih kabar, kalo jadi ke sana. Big hug from me. Bye bye.][Ok. Thanks you so much.]Karmila pun mengakhiri chat lalu memasukkan
Mobil telah sampai depan gerbang rumah, sekuriti segera membukakan pintu gerbang dan kebetelulan beberapa sekuriti dari kantor ikut mengamankan rumah. Begitu mobil masuk, pintu gerbang pun segera ditutup rapat dan digembok oleh sekuriti. Mobil segera meluncur ke garasi dan semua penumpang buru-buru turun lalu masuk rumah. Hal ini terlihat jelas oleh orang tua Karmila. Mereka merasa ada sesuatu yang luar biasa telah terjadi terhadap anak dan sang menantu. Bu Rahmat mendekati Karmila yang sedang di dapur mengambil minuman dingin untuk suaminya. Sementara Nadio langsung ke tempat kerja sedang memantau kondisi di luar gerbang dari layar CCTV."Nduk, ada apa, tho, ini? Kamu tuh ya aneh, masa ke pemakaman Nak Ray, Bapak Ibu ndak diajak. Tega kamu, Nduk! Lah itu Paklek dan Bulek Handoko, kok bisa barengan kamu? Kenapa kalian buru-buru masuk rumah kayak dikejar sesuatu. Ada apa sebenarnya ini, Nduk?"Bu Rahmat sengaja duduk tepat di depan anak perempuannya yang sedang membuat orange jus. Kar
Nadio diam sejenak hanya embusan napasnya yang terdengar masih memburu. Semua dalam ruangan tersebut terdiam. Masing-masing tak ingin bersuara. Karmila menggenggam erat jari jemari tangan suaminya dan dirinya pun merasakan kekesalan yang sama. Dia sadar tak boleh larut dalam emosi tak terkendali. Hal tersebut bisa membuat daya tahan tubuh menurun dan berakibat fatal untuk kesehatannya."Paklek dan Buklek, kami memang mencari penjaga rumah tapi gak sembarangan. Dan sekarang bukan waktu yang tepat mencari orang baru. Sekarang udah ada tambahan penjaga rumah dari kantor dan itu untuk tiga bulan ke depan, diperpanjang jika diperlukan." Setelah berucap, Nadio ambil napas sejenak, ada rasa sesak dalam dada, " aku ingin ketenangan, tak ada masalah lagi. Tolong bantu aku!" Wajahnya mendongak lalu menatap Pak Handoko dan Bu Handoko satu persatu.Bu Handoko akhirnya membuka suara, "Maaf sebelumnya. Bulek dan Paklekmu sudah lancang, tanpa izin masukin orang baru. Tapi ini bukan orang baru, ini s