"Padahal semua aset Tuan Ongki disita karena ada utang piutang yang belum terbayar. Bisa jadi perusahaan di Singapura, disita juga. Kalo memang hak kepemilikan sah milik Tua Bangka. Data apa saja yang udah masuk ke sana?" tanya Nadio tampak panik."Pak, saya bertanggung jawab atas kesalahan fatal ini. Saya pantas masuk penjara," ungkap Vivian dengan raut wajah kalut."Ini bukan perkara masuk penjara doang. Saya khawatir data pribadi pemegang saham disimpan dia juga. Suami Miss. Vivian ada di mana?" tanya Nadio dengan nada tinggi."Saya laporan dia. Sekarang udah ditahan, Pak.""Di Singapura?""Ya, Pak. Sesuai lokasi kejadian," jawab Vivian dengan raut muka penuh penyesalan."Kok bisa data diambil sama suami Miss. Vivian. Bukannya semua file ada di kantor?""Ralat, Pak. Mantan suami. Berkas saya bawa pulang. Buat lembur di mess.""Oh, iya, maaf. Saya ikut prihatin. Emang Miss. Vivian tinggal di mess?""Ya, Pak. Biar hemat biaya. Rencana sih, pengen nabung buat beli rumah di sana. Kaga
Ray dan Lisa tampak sangat terpukul. Sepanjang pemakaman sampai acara selesai, air mata mereka tak berhenti mengalir. Sementara itu, Nadio dan Karmila hanya bisa menghibur dengan kata-kata penguat. Sepanjang hari itu dua pasutri ini duduk berhadap-hadapan mengungkap semua rasa. Ray dan Lisa menceritakan bagaimana mereka bisa terjangkit virus tersebut. Gaya pergaulan mereka yang bebas dalam hal apa pun telah membuka jalan untuk jadi pembawa virus. Beruntung Ray dan Lisa tak putus asa. Mereka akan tetap semangat menjalani hidup yang lebih baik lagi. Sekarang mereka mempunyai jadwal rutin untuk pemantauan kesehatan oleh dinas kesehatan. Hanya mereka berempat dan tenaga kesehatan yang tahu tentang hal ini. Keluarga besar mereka yang tahu agar jiwa keduanya tak semakin tertekan. Nadio dan Karmila bertekat akan selalu membuat kedua sahabatnya selalu merasa bahagia. Sesuai saran tenaga medis, daya tahan tubuh tak boleh ngedrop agar umur pasutri penderita bisa lebih panjang. Ray dan Lisa sud
Pagi ini Lisa terlihat semakin sehat dan cantik. Seakan-akan rasa sakit yang ia derita kemarin hilang tak berbekas. Kini wanita berkulit eksotis tersebut duduk santai di sofa sedang menikmat acara salah satu channel televisi. Keadaan sang istri yang semakin membaik membuat gairah hidup Ray menggeliat kembali.Padahal sebelumnya pria berdarah Taiwan ini sempat ngedrop di titik terendah, hingga tubuhnya tampak kurus kering. Nadio yang melihat perubahan positif pada kedua sahabatnya jadi ikut bahagia. Tibalah waktu, dokter datang memeriksa keadaan Lisa. Wanita tersebut seketika merangkul suaminya erat, saat dokter menyatakan bahwa dirinya sudah diperbolehkan pulang. Sinar mata berbinar ditunjukkan oleh Ray juga. Kebahagiaan mereka dirasakan pula oleh Karmila yang gagal pergi ke rumah sakit karena Baby Fey rewel. Kabar tentang kesembuhan didapat Karmila dari Nadio lewat telepon.Akhirnya yang menjadi keinginan Lisa terwujud. Ia pulang dengan diiringi rasa bahagia Ray dan juga dua sahabat
Kemudian disepakati bersama bahwa jenazah Lisa akan dimakamkan hari itu juga."Sayang, aku akan ikut kamu," ucap Ray sambil menatap tubuh terbujur di hadapannya.Pria keturunan Taiwan tersebut sangat terpukul. Beberapa kali, ia menciumi wajah sang istri dan seketika tubuhnya limbung lalu tak sadarkan diri. Nadio segera mengangkat tubuh sang sahabat ke salah satu ranjang. Sementara jenazah Lisa dibawa ke kamar mayat menunggu keluarga yang akan datang menjemput.Karmila merasa syok dan hampir tak percaya dengan kepergian Lisa. Ia berdiri terpaku layaknya orang linglung. Tampak Karmila berulang kali menyeka air mata yang tiada berhenti mengalir. Nadio mendekap si istri erat. Pria tersebut ikut merasa sedih, tetapi tak sedalam kesedihan yang dirasakan Karmila.“Lisa, lu boong! Jahat, lu! Bilang aja mau ninggalin gua! Ngapain pura-pura sehat? Ngapaiiiin!” Karmila semakin merancu, hatinya teramat sakit."Sayang, ikhlaskan, ya. Biar Lisa bisa tenang di sana," bujuk Nadio sembari membelai ram
"Hah? Lu bilang baru berangkat entar sore. Barusan selesai. Kami otw ke rumah sakit, liat Bang Ray. Lu langsung nyusul aja.""Emang Pak Ray kaga ikut ke makam?""Kaga bisa. Masih pake ventilator. Gimana? Nyusul rumah sakit, aja. Sekalian bezuk Bang Ray.""Harus. Pak Ray itu sodara kandung gua," ucap Vivian lirih, tetapi terdengar bagai petir di telinga Karmila."Whaat! Yang bener aja, Kak!" Teriakan Karmila seketika membuat Nadio menoleh kaget. Pria ini segera menepuk bahu istrinya pelan. "Pelan. Suasana berduka," bisik Nadio sambil mengerlingkan mata ke arah bangku belakang. Orang tua Lisa yang sedang sempat kaget dengan teriakan Karmila, hanya tersenyum tipis. Wajah keduanya tampak sendu.Karmila pun salah tingkah sendiri karenanya. Wanita berambut ikal tersebut berucap lirih, "Maaf.""Milaa! Ada masalah?" tanya Vivian saat percakapan mereka terjeda."Enggak, Kak. Gua teriak barusan, pada terkejut. Btw, kami mau antara bapak-ibu Lisa pulang kampung. Kami tunggu sampe jam 3 sore," un
Masyarakat di kampung beda sekali dengan masyarakat di kota yang lebih modern dalam berpikir. Sekarang mereka bisa berlega hati setelah mendapat penjelasan lebih lengkap barusan. Mereka kini bisa berinteraksi seperti biasa dengan Ray. Nadio dan Karmila berpamitan lalu melangkah keluar menuju rumah induk untuk menemui anak mereka. Yang sudah beberapa hari diasuh oleh baby sitter.Pagi ini matahari menyembul dengan indahnya. Semburat warna merah bercampur orange keemasan menimpa manis di sela-sela awan seputih kapas. Udara terasa segar, kicauan burung bersahutan terdengar merdu. Tania barusan akan keluar gerbang ketika ada suara langkah menghampiri. Ia pun segera menghentikan laju motornya.“Karmila! Mau ke mana? Boleh nebeng?” Suara Ray terdengar serak hampir mendekati motor matic Tania“Wah, Bang Ray! Udah sehat? Boleh aja. Emang mau ke mana?” tanya Karmila keheranan dengan keinginan pria ‘soulmate’ suaminya ini.“Mau ikutan nebeng ampe lapangan depan doang, sih.”“Boleh kok. Tapi en
“Loh, Bang! Kenapa dikunci?” Karmila kaget bukan main dengan perilaku Ray yang tak lazim tersebut.“Karmila, bantu aku bentar, aja!” Ray mendekati Karmila lalu memeluknya. Seketika wanita tersebut berteriak, tetapi tangan Ray dengan cekatan membungkamnya. Tampak Ray telah merencanakan semuanya. Sebuah tali telah disiapkan untuk mengikat tangan dan kaki Karmila. Wanita berambut ikal ini berteriak kencang, tetapi sayang ruangan terlalu luas. Kemudian, suaranya menghilang dalam sekapan kain yang diikatkan untuk membungkam suara wanita berambut ikal tersebut.Karmila berontak sekuat tenaga. Ia menendang apa pun yang ada agar terdengar gaduh dan mengundang seseorang datang untuk menolong. Sialnya, Ray semakin menggila dan kesetanan. Pria keturunan Taiwan tersebut memaksakan diri mengumbar nafsu setan. Akhirnya terjadilah hal yang memalukan sekaligus membuat hancur jiwa raga Karmila. Setelah selesai dengan keberingasannya, Ray seakan-akan baru tersadar dari perbuatan nista. "Maaf Karmila!”
VISUM DAN AUTOPSI"Ya Allah, Ya Rabb!” Pak Handoko seketika berteriak melihat tubuh Ray yang sudah terbujur di dalam kamar. Dekat tubuh pria tersebut terdapat sebotol obat anti serangga yang sudah tumpah isinya. Bau sangat menyengat segera menguar dari dalam kamar. Nadio syok melihat kenyataan di depan mata. Emosi yang terlanjur di ubun-ubun, seketika reda.“Ya Tuhan! Hukuman macam apa ini? Apa dosaku? Katakan!”Nadio memekik bagai orang kesetanan. Ia tak tahu harus bagaimana lagi menahan gejolak dalam dadanya. Amarah dan kesedihan yang teramat dalam ia rasakan kini. Seketika Pak Handoko bangkit lalu membimbing Nadio keluar untuk berjalan menuju teras paviliun. Mereka duduk.Nadio hanya mampu tertunduk berurai air mata. Jiwanya benar-benar terguncang. Pria berambut gondrong tersebut mencoba menenangkan diri dengan cara mengatur napas sejenak. Kemudian, tangannya merogoh ponsel dari saku celana.Tampak genangan air mata mengalir tiada henti. Nadio beberapa kali mengusapnya. Setelah per