"Bilangnya ditunggu Nak Nadio. Tapi kenapa Nak Nadio nyariin?" tanya Bu Rahmat dengan mimik heran. Jiwa keibuannya telah merasa ada sesuatu, tetapi wanita separuh umur ini masih mau berpikir positif."Ibu tenang aja. Nanti saya cari tahu petugas di sana. Siapa yang telepon Karmila barusan. Karmila gak mungkin berangkat kalo bukan petugas beneran," jawab Nadio berusaha menenangkan hati ibu mertuanya.Nadio pun berjalan terburu-buru menuju garasi diikuti oleh Pak Rahmat. Sedangkan Bu Rahmat terengah-engah tertinggal di belakang. Sesampai garasi, Nadio segera membuka pintu mobil untuk bapak mertuanya."Ibu gak usah antar sini. Cukup di paviliun dan doakan kami aja,"ujar Nadio begitu Bu Rahmat sudah sampai di depan mereka."Ibumu tuh, pengen ikutan, Nak," sahut Pak Rahmat yang langsung direspon sebuah anggukan oleh Bu Rahmat. Wanita ini pun tersenyum tipis ke arah Nadio."Lebih baik Ibu di rumah. Jaga-jaga, kalo Karmila pulang duluan. Maafkan saya, Pak, Bu! Karmila pergi dalam keadaan mar
"Kita ikuti permainan dia, lalu kita jebak," balas Karmila dengan senyum penuh arti."Maksudnya, aku ikuti kemauan dia? Ogah!""Kita imbangi dengan permainan. Gini caranya," ucap Karmila lalu berbisik ke telinga Nadio. Sang suami seketika tersenyum lebar mendengar penjelasan Karmila. "Udah gak marahan, kan?" "Kaga. Aku perlu penjelasan doang. Ya, masa, setega itu. Mau cari bini baru tuh, tunggu aku mati dulu. Gak lama juga. Sempat mikir nih. Abang sengaja berulah, biar aku buruan mati," ungkap Karmila dengan tatapan mata tajam ke arah Nadio.Sang suami seketika memeluknya. Tak bisa disangkal, penyesalan amat dalam, membuat air mata Nadio merembes dari pelupuk mata. "Sayang, maafin aku. Di otak ini, cuma mau bantu dia. Hidup dia gak lama. Anggap kasih kebahagiaan di detik-detik terakhir. Kaga taunya, cari kesempatan."Karmila merasakan basah di bahu baju yang dikenakan. Dia mengurai pelukan lalu memandangi wajah sang suami yang bersimbah air mata. Tak jauh beda dengan diriku. Karmila
"Baik, Pak. Saya mohon maaf sebanyak-banyaknya atas keteledoran ini.""Ya. Lain kali jangan diulangi. Harus bertanggung jawab dengan tugas. Jangan dilimpahkan, tanpa persetujuan saya. Selamat sore.""Baik, Pak. Selamat sore."Komunikasi keduanya berakhir. Nadio meletakkan ponsel ke dalam saku celana kembali. Pria berhidung mancung tersebut menoleh ke Karmila lalu tersenyum. Tampak ada ekpresi lega di wajahnya. Karmila mengangkat kedua alis ke arah suaminya."Beres sudah. Nanti tinggal bikin surat mutasi buat Tanto,"ujar Nadio dengan ekspresi sedang berpikir."Ada apa, Honey?" tanya Karmila seketika."Kita salah sangka soal Tanto," ungkap Nadio sembari mulai menghidupkan mesin. Kini mobil mulai beranjak dari tempat parkir. Saat beberapa meter akan mendekati pos penjagaan, Nadio menatap ke arah kaca spion. Tampak baby sitter sedang memandang depan."Benar sekuriti ini?" tanya Nadio ke wanita pengasuh si kecil."Ya, betul, Pak. Dia yang ngobrol dengan Mas Tanto," jawab baby sister yakin.
"Emang ada di mana?" tanya Karmila yang semakin penasaran. Wanita berambut ikal ini hingga memiringkan badan demi mendengar penjelasan sang suami."Mas Tanto udah ditangkap bersama Bulek Handoko di warung dekat terminal.""Hah! Kok bisa, Honey? Kasus apaan?" Kedua mata Karmila terbelalak. Wanita ini benar-benar tak menyangka kejadian tersebut."Selama beberapa hari, orang kita udah intai aktivitas Mas Tanto. Tau, kaga? Mas Tanto udah ambil foto-foto kegiatan pekerja dan barang-barang yang akan diekspor di sekitar gudang. Kemarin mau masuk gudang, keburu ketaun.""Apa mungkin gerbang macet, gara-gara ulah dia?" tanya Karmila dengan muka memerah. Wanita ini sembari mengingat-ingat sesuatu."Abang pikir juga gitu. Dia pandai merakit elektronik.""Aku sempat liat di rumah Mas Tanto ada alat pemotong besi. Apa mungkin dia bekerja membuat pagar?""Tunggu hasil penyelidikan. Habis antar mereka, kita ke kantor polisi," ucap Nadio sembari menunjuk arah belakang dengan jempol. Karmila seketika
"Semoga mereka gak bisa susul kita," ujar Nadio yang semakin menambah kecepatan kendaraannya."Aamiin," sahut Karmila yang mulai menghubungi nomor polisi."Mbak, bisa fotoin mereka? Plat nomor harus jelas!" perintah Nadio kepada baby sitter. "Baik, Pak," balas baby sitter yang segera mengambil ponsel dari dalam tas.Nadio mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi lalu saat ada kesempatan ada sebuah kawasan perumahan, dia pun segera berbelok. Kebetulan para sekuriti telah mengenal dengan baik mobil yang dikendarai oleh Nadio.Dengan menurunkan kaca jendela, Karmila dan Nadio menyapa dua sekuriti yang sedang berjaga. Keduanya sudah beberapa kali mengunjungi kediaman seorang staf yang ada di sini."Honey, penguntit kita masih ada, tuh," ucap Karmila saat mobil telah melewati pos penjagaan."Tenang. Kita akan lewat pintu belakang,"balas Nadio dengan tersenyum melihat pantulan bayangan para penguntit dari kaca spion."Aman deh, kalo gitu," sahut Karmila tersenyum sambil mengamati para pe
"Madam, silakan tenangin diri dulu. Satu jam lagi, saya akan menemui Anda. Bagaimana? Anda tak keberatan?""Baik, Pak Na-Nadio. Ma-maaf.""Terima kasih telah berbaik hati menelepon saya. Selamat sore, Madam Alexa.""Selamat sore, Pak Nadio."Hubungan telepon berakhir dengan menyisakan rasa penasaran dalam diri Nadio. Karmila datang di saat sang suami telah mengeluarkan mobil dari garasi. Wanita berambut ikal tersebut segera menutup pintu garasi lalu melangkahkan kaki menuju mobil."Honey, apa perlu aku telepon sekuriti dulu?" tanya Karmila sesaat setelah duduk di samping Nadio."Oh, ya. Tolong tanyain, mobil di depan gerbang udah pergi belum? Suruh cek CCTV lalu simpan plat nomornya.""Oke, Honey. Lega juga. Akhirnya, bisa pulang," balas Karmila yang segera menghubungi nomor kontak sekuriti. Sedangkan Nadio segera mengemudikan mobil ke arah gerbang. Dia menghentikan mobil sejenak lalu segera mengemudi ke arah pulang. Karmila yang menghubungi sekuriti tampak terperangah mendengar penj
"Madam Alexa ingin bertemu kita di rumah sakit sekarang. Gimana?""Coba aku ngomong ke dia langsung," jawab Nadio sambil menekan tombol speaker layar ponsel."Halo, Madam Alexa. Kami antar baby sitter pulang bentar. Habis itu langsung ke sana," ucap Nadio."Bisa secepatnya?" tanya Madam Alexa dari ujung telepon."Kami usahakan, Madam. Mohon ditunggu," jawab Nadio sambil beradu pandang dengan sang istri sekilas. Kedua mata pria tersebut kembali ke arah depan karena akan berbelok. Sekitar satu kilometer lagi, mereka akan sampai rumah."Oke, saya berharap kalian secepatnya datang. Vivian kritis dan ingin bertemu dengan kalian. Please!"Pasutri ini pun terkejut, begitu mendengar ucapan Madam Alexa."Oh My God! Kami turut prihatin. Madam tenang dulu. Lima menit lagi kami sampe rumah. Kami secepatnya ke sana. Take care," ucap Nadio dengan ekspresi sedih."Thanks you so much." Hubungan telepon terputus dan Karmila bengong mendengar percakapan barusan. Dia masih memegang ponsel. Banyak hal ya
"Nak, tolong lepasin Bulek. Paklek kasian sedang sakit di rumah. Bulek gak akan melarikan diri dan akan rajin wajib lapor.""Maaf, Bulek. Harus ikuti prosedur kepolisian. Karena kali ini, Bulek tak merugikan aku dan Karmila saja, tetapi perusahaan juga. Bulek telah menyalahgunakan data pribadi Karmila.""Bulek kena jebak Tanto dan Miss. Vivian. Nak, minta tolong.""Maaf, Bulek. Aku sedang di jalan. Selamat sore," ucap Nadio mengakhiri pembicaraan.Karmila tersenyum lebar mendengar ucapan Nadio kepada Bu Handoko. Wanita berambut ikal ini memandangi ponselnya yang berisi beberapa pesan masuk dari Bu Handoko. Dirinya tak ingin membaca dan sudah tahu tentang maksud si pengirim pesan."Semoga bisa jera oleh kejadian ini. Berat memang buat kita. Mereka berdua memanfaatkan keadaan untuk memperdaya kita," kata Nadio dengan masih menyisakan ekspresi kekesalan. "Jadi pembelajaran, Honey. Ke depannya, kita lebih berhati-hati. Kadang masih teringat, mereka telah bekerja sama dengan pembakar ruma