Untuk kesekian kalinya, Karmila mendapat telepon dari anak Bude Darmo. Wanita berambut ikal tersebut memilih mengabaikannya. Anak Bude Darmo ternyata nekat mengirim sebuah pesan.[Dasar gak punya hati. Ditelepon bukannya diangkat. Bude kamu sakit parah.]Karmila hanya membaca dan tak ingin membalas. Dia segera menelepon Nadio untuk meminta ke rumah Bu Darmo untuk mengecek keadaannya, sepulang dari menebus resep di apotek."Sayang, gak usah dipikirin. Abang udah otewe ke sana. Silent aja deringnya. Biar lebih tenang, minta tolong baby sitter panggilin Ibu buat temani," saran Nadio dari seberang telepon."Gak perlu, Honey. Aku lagi mual-mual habis minum obat. Entar Ibu tambah panik.""Yodah, kalo gitu. Buat tiduran aja. Mau titip apa?""Gak usah, Honey. Masih mampir Bude Darmo juga, kan. Hati-hati di jalan.""Terima kasih, Sayang."Hubungan telepon pun berakhir. Akhirnya, Karmila bisa tidur, setelah beberapa ke toilet karena mual.°°°°°°°°°°°°Pukul 10 pagiKarmila terlihat lebih segar
Karmila merasa bahagia dengan pesta kejutannya yang diadakan oleh karyawan kantor. Nadio pun berinisiatif memesan minuman dan makanan kecil dari sebuah gerai kuliner dekat kantor. Jadilah pesta dadakan yang meriah dengan berbagai atraksi hiburan spontan dari beberapa karyawan. Seketika senyum mengembang dari bibir Karmila. Wanita yang kini semakin kurus, merasa tersanjung oleh semua itu. Akhirnya niat semula hanya sebentar untuk menyelesaikan pekerjaan, harus molor sampai berjam-jam.Pasutri tersebut sangat menikmatinya dan merasa bahagia. Beberapa kali Bu Rahmat menelepon ke ponsel Karmila. Dia menanyakan tentang keberadaan putri dan menantunya. Wanita separuh baya ini sangat khawatir dengan keadaan Karmila. Oleh karena pasutri muda ini pamit untuk mengambil hasil tes dan mampir sebentar ke kantor untuk menyelesaikan sedikit pekerjaan. Namun, mereka belum pulang sampai hari menjelang malam.Nadio yang mendengar pembicaraan Karmila dengan Bu Rahmat hanya tersenyum dan sesekali menjawa
Bu Rahmat sudah selesai mengolah bahan makanan lalu mengatur semua menu di atas meja makan. Pak Rahmat datang dari arah depan dengan menenteng sebuah kantong plastik hitam. Pria berkaca mata itu kemudian meletakkan kantong tersebut di atas meja. Dia pun duduk di salah satu kursinya. Bu Rahmat yang merasa penasaran lalu membuka bawaan sang suami. Begitu wanita tersebut melihat isinya, seketika tersenyum manis. "Wah masih hangat! Beli di mana ini Pak?""Tadi ada yang jual lewat depan. Pas kebetulan Bapak ngobrol dengan satpam.""Kalo gitu, Ibu bikin kopi dulu, Pak." Bu Rahmat kemudian melangkah ke kompor untuk merebus air. Saat Bu Rahmat merebus air, tiba-tiba Karmila datang dari arah belakang. Wanita berambut Ikal ini pun melihat keberadaan kantong plastik di atas meja. Dia penasaran segera membukanya. “Wah enaknya, pisang rebus. Dari mana, Pak?” tanyanya kepada pria separuh baya yang sedang duduk di sebelah.“Dari beli di depan barusan.”Kemudian Karmila mengambil satu dan mencicip
"Ah, akhirnya aku tahu, apa yang mesti kita berbuat. Agar persoalan ini segera teratasi.”Nadio setelah mengatakan hal tersebut lalu tertawa lebar, terlihat kelegaan di raut wajahnya. Sehingga Bude Darmo pun menjadi penasaran dibuatnya."Apa yang akan dilakukan Nak Nadio lakukan?" tanya Bude Darmo sambil mencondongkan tubuh. Namun, saat Nadio akan menjawab pertanyaan tersebut, anak tiri Bude Darmo keburu datang. Dia tanpa berucap salam lalu ikut bergabung bersama mereka yang ada di ruang tamu.Nadio yang melihat kedatangan anak tiri Bude Darmo ini merasa kebetulan. Pria ini bisa langsung membicarakan keberatan soal tindakan pria berkepala plontos dan bertubuh penuh tato ini. Semua mata tertuju ke arah Pendi. Pria berpenampilan preman ini tak merasa bersalah maupun canggung sedikit pun. Tingkahnya seketika membuat Bude Darmo geleng-geleng kepala.“Le, kasih salam kepada sodaramu yang lain,” saran Bude Darmo sembari bangkit dan menepuk pundak putranya“Ngapain, Buk? Kita ini sodara tu
Bude Darmo akhirnya keluar kamar dengan membawa botol bening yang di dalamnya berisi beberapa helai rambut. Dia mendekat lalu duduk dan membuka botol tersebut. Wanita tua tersebut mengeluarkan isinya. Kini, tampak beberapa helai rambut yang sebagian beruban. Nadio dan yang lain mengamati sejenak."Emang ini yang kita butuhkan. Tolong masukkan lagi, Bude Darmo," ujar Nadio dengan tersenyum lega. Ada ambisi tersendiri baginya untuk pembuktian DNA Pendi karena sikap arogan pria berkepala plontos tersebut. Dia merasa yakin bahwa pria tersebut bukan anak kandung Pakde Darmo. Oleh karena perilaku ibu dan anak ini bagai langit dan bumi.Sementara itu, Karmila sembari tersenyum mengeluarkan sebuah kantong plastik berklip."Surprise! Aku pun punya bukti otentik," ungkap Karmila dengan kedua mata berbinar-binar sambil mengangkat plastik.Dalam plastik tersebut terlihat beberapa potongan pendek rambut. Seketika semua pandangan tertuju memperlihatkan pada yang lain.“Lah, itu rambut siapa, Nduk?”
Hari ini Nadio berangkat kerja dengan iringan perasaan sendu dari Karmila. Stamina tubuh wanita berambut ikal ini terlihat semakin ringkih dan Nadio tak tega meninggalkan sendiri di pagi ini. Namun, Karmila meyakinkan suaminya bahwa dia akan baik-baik saja dan akan ke rumah salkit diantar sopir. Akhirnya dengan berat hati, Nadio berangkat juga ke kantor."Telepon aku, kalo ada apa-apa. Segera periksa, Sayang!" Pesan Nadio diiringi kecupan lembut di kedua pipi istrinya."Siap, Bos!" Lengan Tania bergelayut manja pada lengan Nadio."Jaga diri! Aku kerja dulu," ucap Nadio seraya memasuki mobil. Karmila berdiri menunggu sampai mobil yang dikemudikan suaminya menghilang dari penglihatan. Dia segera masuk untuk menghabiskan minumannya. Tak berapa lama, Bu Rahmat menghampiri Karmila sembari membawa beberapa buah mangga."Nduk, Ibu kupaskan mangga, nih. Ada yang matang pohon tadi.""Entar, aja, Bu. Karmila mau ke dokter, periksa tensi darah.""Ibu temani, ya, Nduk?""Enggak usah, Bu. Karmila
"Gak apa. Barusan dia kirim pesan kalo akan naik taksi," jawab Nadio sambil melingkarkan lengan ke pinggang Vivian yang tampak buncit.Oh, My God! Kak Vivian hamil besar. Pantas aja, gak mau ke rumah, saat berkunjung ke Indonesia. Rupanya ini, batin Karmila dengan jantung berdetak tak karuan. Kalian tega banget padaku!Air mata tak terbendung keluar dari kelopak. Karmila menahan isakan sambil menunggu mobil berlalu bersama pasangan yang telah menghancurkan hati Karmila.****Keesokan harinya“Okey, saya percaya Bapak. Mohon kerja samanya, agar proyek selesai tepat waktu,” ucap Ario sembari mengulurkan tangan ke arah pemborong yang akan memulai pembangunan lahan kosong.Sejam kemudian, bahan-bahan material telah sampai. Nadio segera mengecek seluruh barang-barang yang diturunkan. Setelah semua material dianggap lengkap sesuai pesanan, dia segera menandatangai faktur pengiriman barang. Nadio kemudian menghampiri pemborong dan mengatakan bahwa material telah siap untuk digunakan. Baru k
Beberapa tetangga yang melihat adegan penangkapan Pendi barusan, mengikuti langkah Bude Darmo dan menantunya. Para tetangga ingin tahu kejadian sebenarnya karena selama ini tak ada yang berani lapor polisi walaupun Pendi sering berbuat onar. Kedua wanita tersebut hanya tersenyum membalas pertanyaan ingin tahu warga.Sepanjang jalan, Bude Darmo dan menantunya hanya duduk terdiam, sesekali dari kedua sudut mata menetes buliran bening. Mereka merasa malu dengan perilaku Pendi yang kurang ajar. Selama ini, keluarga Karmila telah banyak membantu mereka.Namun, entahlah! Apa yang ada di benak Pendi hingga beranggapan bahwa kedua orang tua Karmila telah menghabiskan tanah warisan milik wanita tua tersebut. Dari mana pula informasi tentang hal itu yang mampu menghasut Pendi. Selama ini pria bertato itu tak pernah ambil pusing dengan segala tentang keluarga di kampung. Pria tersebut tak mengenal mereka sama sekali karena baru saat ini bertemu.Karmila dan Bu Rahmat mengerti kegundahan hati Bude