Bahkan saat sang ayah mengaku mau berbicara dengan Neil mengenai keberatan mereka atas pertunangan itu pun, Adriana menolak dengan tegas."Jangan, Pak. Kasihan Neil dan keluarganya kalau sampai semua persiapan besar ini sampai gagal." Adriana berkata tegas."Tapi, Nak. Nanti kamu yang akan menderita kalau sampai menikah bukan atas dasar cinta. Ini pernikahan sakral loh. Jangan dibuat mainan." Sang ayah berpesan dengan tatapan sangat khawatir terhadap nasib yang akan menyambut sang putri di depan.Adriana menghela napas panjang. Ia bahkan sudah tak ingin membantah takdir. Ia pasrah menerima semuanya. Bagaimanapun, Neil sudah sangat berjasa terhadapnya hingga ia tak mungkin rela menyakiti atau membuat kecewa pria baik itu."Tak apa, Pak, Bu. Adriana yakin, cinta bisa datang karena terbiasa. Yang penting Neil itu baik kok. Adriana yakin kelak akan bisa bahagia bersamanya."Sambil berkata begitu, Adriana bangkit dari tempat duduknya dan pamit untuk masuk ke dalam kamar untuk tidur. Jam su
Usai mengatakan hal itu, Neil turun dari panggung dan beranjak pergi. Ia sesak rasanya di sana. Tapi keputusan itu sudah hal yang paling benar. Memang ia telah mempermalukan keluarganya sendiri saat itu, tapi demi kebenaran, semua itu harus dilakukannya. Ya, dari awal kesalahannya lah terlalu memaksakan cinta sepihaknya terhadap Adriana.Adriana terkejut mendengar perkataan Neil yang membatalkan pertunangannya secara sepihak. Adriana sendiri bingung ia harus senang atau sedih, karena sebenarnya ia tidak mencintai Neil.Tidak hanya Adrina yang terkejut, para tamu pun terkejut mendengar pernyataan dari Neil yang membatalkan acara pertunangannya itu.Karena sebelumnya Neil terlihat sangat antusias dengan acara pertunangannya dengan Adriana. Dan mereka kurang mempercayainya jika Neil sendirilah yang membatalkan acara pertunangan itu.Para tamu langsung berbisik-bisik mengenai batalnya acara pertunangan mereka. Sedangkan Neil tidak peduli dengan semua omongan para tamu itu, Neil hanya memi
Adriana dan Dante akhirnya bersatu. Mereka mengakui perasaan masing-masing hari itu juga dengan cara yang begitu lucu."Jadi, apa benar yang dikatakan Neil barusan?" Dante mengkonfirmasi kepada Adriana.Tentu ia juga ingin mendengar cerita versi dari gadis itu sendiri, kan. Bukan hanya dari versi Neil."Tentang yang mana?" Adriana malah balik bertanya karena ia sungguh tak paham arah pembicaraan Dante barusan. Apa maksudnya mengira Neil main-main atau bagaimana."Tentang yang dia bilang bahwa kamu ... mencintaiku, dan bukannya Neil," ucap Dante memperjelas maksud perkataannya. Hal mana tentu saja sukses menerbitkan rona memerah di pipi gadis cantik itu."Mana kutahu! Tanya saja sama yang bilang!" Adriana memasang wajah cemberut. Dan ia jadi baru ingat kalau orangtuanya masih tertinggal di gedung tadi."Astaga! Aku harus menjemput orangtuaku!" ucap Adriana memekik."Apa? Di mana?" Dante bertanya terkejut dengan perubahan topik yang sedrastis itu."Di gedung tadi," jawab Adriana menampak
Zoya!” Adriana terkejut saat lengannya mendadak saja dicekal oleh sesosok pria tak dikenal. “Maaf, Anda salah orang,” jawab Adriana seraya beringsut melepas tangannya dari cekalan itu. Tampak si pria mengernyitkan kening dengan tatapan tak percaya. Dengan cepat mata beriris coklat itu mencermati Adriana dari atas ke bawah, kemudian langsung menggelengkan kepalanya keras-keras. “Nggak! Kamu pasti Zoya. Ke mana aja selama ini, sih, Sayang? Aku nyariin kamu, loh!” Kedua tangan pria itu malah kini mengguncang-guncang bahu Adriana seolah menuntut jawab. Adriana menggeliat menghindar dari pria tampan tapi aneh plus tukang ngeyel itu. “Ih, dibilang bukan. Anda salah ngenalin orang!” bantah Adriana. “Udahlah, Zoy. Cukup main-mainnya. Kita pulang sekarang, ya?” Astaga, tetap saja pria itu berkeras menyebutnya Zoya dan bahkan kini mau mengajaknya pulang. What? “Heh! Tuan! Udah kubilang, ya. Namaku Adriana, bukan Zoya. Nih, kalo nggak percaya aku bawa KTP, nih!” tukasnya kesal. Tanga
Tentu saja Adriana terperangah mendengar tuduhan serupa itu. Jelas –jelas ia tak melakukan apa pun. Kenapa malah jadi tertuduh begini? Astaga! “Jawab saya! Kamu nggak bisu, kan?” Sang nyonya dengan rambut disasak teramat rapi itu kembali mengulang tanya. Ia kini berdiri di hadapan Adriana dengan mata menatap nyalang.“Sa-saya nggak ngapa-ngapain dia, Nyonya—““Bohong kamu! Kalau nggak diapa-apain gimana bisa pingsan?” Sang Nyonya semakin gemas hingga Adriana mundur saking takutnya.“Mana saya tahu. Saya cuma lagi jalan sendirian dan dia datang tiba-tiba aja nyebut saya Zoya. Kami sempat berdebat dan kemudian dia memegangi kepalanya seperti pusing gitu. Abis itu pingsan. Sumpah, Nyonya, itulah kejadian sebenarnya.” Adriana kembali mengulang penjelasan yang sama dengan saat tadi diinterogasi di luar.Duh, kalau tahu urusannya akan seribet ini, tadi nggak usah ditolongin aja kali, ya. Biarin aja pingsan sampai ada orang lain yang nemuin! Ish! Adriana membatin dalam diam.Sang Nyonya tamp
Beberapa saat berlalu dalam hening. Adriana kehilangan kata-kata untuk merespon permintaan absurd itu.Bagaimana mungkin dia bisa diminta berpura-pura jadi kekasih pria amnesia ini? Pikirannya sungguh tak sampai untuk menelaah permintaan aneh tersebut."Nona bersedia, kan?" ulang Nyonya Wanda beberapa saat kemudian setelah Adriana tak juga membuka mulutnya untuk menjawab pintanya."Tap--tapi, maksudnya saya bisa bantu bagaimana, ya? Mana mungkin saya berpura-pura jadi kekasihnya sementara dia seharusnya dipertemukan dengan yang asli agar bisa sembuh total, bukan?" tanya Adriana belum paham.Nyonya Wanda tampak menarik napas panjang, mengumpulkan segala kekuatan untuk mengungkap masalah yang sebenarnya. "Sebenarnya urusan ini sangat rumit, Adriana. Saya jelas taka akan sudi mempertemukan Dante lagi dengan Zoya yang asli. Dia itu ... ah, yang penting ada sesuatu yang membuat kami tak mungkin meminta Zoya kembali. Lagipula gadis itu hilang entah ke mana.""Hilang?" Spontan Adriana memeli
Membelalakkan matanya, Adriana tak dapat berkata apa-apa. Ya Tuhan, bagaimana ini? Apa dia bisa melakukan hal yang diperintahkan oleh Nyonya kaya ini? Rasanya itu pekerjaan yang teramat sulit untuk dilakukan.Tapi kemudian ia teringat akan kondisi dompetnya yang mengenaskan dan entah akan cukup sampai berapa hari lagi untuk dipakai bertahan hidup sementara ia belum juga mendapat pekerjaan hingga saat itu.Maka, dengan segala keterpaksaan serta kenekatan, akhirnya ia menganggukkan kepala tanda menyetujui penawaran tersebut."Baik, Nyonya. Saya akan berusaha semampu saya," jawab Adriana mencoba terdengar penuh ketegasan. Padahal, kalau saja nyonya itu bisa melihat ke dalam hatinya, ia sendiri sama sekali tidak yakin bisa melakukan hal tersebut. Tampak wajah semringah yang ditunjukkan oleh sang nyonya. Ia lalu menjabat tangan Adriana dan dengan sangat bersungguh-sungguh mengucapkan rasa terima kasih yang tak berhingga."Terima kasih banyak, Adriana. Saya benar-benar menghargai ini. Bahka
Tertegun serta terpana di saat yang bersamaan, begitulah sikap Adriana ketika pertama kali mobil mewah yang mereka tumpangi masuk ke halaman sebuah rumah megah yang bak istana saja di penglihatannya.Tadi saat di luar pagar tinggi menjulang berwarna hitam, ia sudah melihat siluet rumah itu dari kejauhan, tetapi begitu satpam membukakan pagar jumbo tersebut, ia semakin melongo dibuatnya.Rupanya keluarga Danuaji ini begitu kaya raya. Dari pagar masuk menuju ke teras rumah saja Adriana akan merasa butuh waktu belasan menit untuk berjalan mencapainya. Ckckck.Seketika terbayang rumahnya sendiri di kampung yang hanya sepetak tanah berisi rumah dengan halaman yang barangkali hanya sepersekian dari luas teras rumah ini, bukan halaman ya, tapi teras! Ckckck! Sebuah kesenjangan yang hakiki.Saat Dante meraih lengannya dengan lembut dan membimbingnya keluar dari mobil, Adriana pun berjalan di samping pria itu dengan pandangan menyapu sekeliling teras yang tampak sangat asri sekaligus mewah deng
Adriana dan Dante akhirnya bersatu. Mereka mengakui perasaan masing-masing hari itu juga dengan cara yang begitu lucu."Jadi, apa benar yang dikatakan Neil barusan?" Dante mengkonfirmasi kepada Adriana.Tentu ia juga ingin mendengar cerita versi dari gadis itu sendiri, kan. Bukan hanya dari versi Neil."Tentang yang mana?" Adriana malah balik bertanya karena ia sungguh tak paham arah pembicaraan Dante barusan. Apa maksudnya mengira Neil main-main atau bagaimana."Tentang yang dia bilang bahwa kamu ... mencintaiku, dan bukannya Neil," ucap Dante memperjelas maksud perkataannya. Hal mana tentu saja sukses menerbitkan rona memerah di pipi gadis cantik itu."Mana kutahu! Tanya saja sama yang bilang!" Adriana memasang wajah cemberut. Dan ia jadi baru ingat kalau orangtuanya masih tertinggal di gedung tadi."Astaga! Aku harus menjemput orangtuaku!" ucap Adriana memekik."Apa? Di mana?" Dante bertanya terkejut dengan perubahan topik yang sedrastis itu."Di gedung tadi," jawab Adriana menampak
Usai mengatakan hal itu, Neil turun dari panggung dan beranjak pergi. Ia sesak rasanya di sana. Tapi keputusan itu sudah hal yang paling benar. Memang ia telah mempermalukan keluarganya sendiri saat itu, tapi demi kebenaran, semua itu harus dilakukannya. Ya, dari awal kesalahannya lah terlalu memaksakan cinta sepihaknya terhadap Adriana.Adriana terkejut mendengar perkataan Neil yang membatalkan pertunangannya secara sepihak. Adriana sendiri bingung ia harus senang atau sedih, karena sebenarnya ia tidak mencintai Neil.Tidak hanya Adrina yang terkejut, para tamu pun terkejut mendengar pernyataan dari Neil yang membatalkan acara pertunangannya itu.Karena sebelumnya Neil terlihat sangat antusias dengan acara pertunangannya dengan Adriana. Dan mereka kurang mempercayainya jika Neil sendirilah yang membatalkan acara pertunangan itu.Para tamu langsung berbisik-bisik mengenai batalnya acara pertunangan mereka. Sedangkan Neil tidak peduli dengan semua omongan para tamu itu, Neil hanya memi
Bahkan saat sang ayah mengaku mau berbicara dengan Neil mengenai keberatan mereka atas pertunangan itu pun, Adriana menolak dengan tegas."Jangan, Pak. Kasihan Neil dan keluarganya kalau sampai semua persiapan besar ini sampai gagal." Adriana berkata tegas."Tapi, Nak. Nanti kamu yang akan menderita kalau sampai menikah bukan atas dasar cinta. Ini pernikahan sakral loh. Jangan dibuat mainan." Sang ayah berpesan dengan tatapan sangat khawatir terhadap nasib yang akan menyambut sang putri di depan.Adriana menghela napas panjang. Ia bahkan sudah tak ingin membantah takdir. Ia pasrah menerima semuanya. Bagaimanapun, Neil sudah sangat berjasa terhadapnya hingga ia tak mungkin rela menyakiti atau membuat kecewa pria baik itu."Tak apa, Pak, Bu. Adriana yakin, cinta bisa datang karena terbiasa. Yang penting Neil itu baik kok. Adriana yakin kelak akan bisa bahagia bersamanya."Sambil berkata begitu, Adriana bangkit dari tempat duduknya dan pamit untuk masuk ke dalam kamar untuk tidur. Jam su
Dan diantara orang yang sangat mengkhawatirkan Dante adalah Nyonya Wanda, karena semenjak Neil yang memberitahu mereka jika Adriana menerima lamarannya, Dante langsung terlihat sangat kacau bahkan jarang sekali makan.Seperti saat ini Dante tidak kunjung turun dari kamarnya padahal jam dinding sudah menunjukkan jam makan malam.Nyonya Wanda yang merasa sangat khawatir terhadapnya langsung pergi ke kamar Dante. Setelah sampai di depan kamar Dante, Nyonya Wanda langsung mengetuk pintu kamar Dante."Dante!" panggil Nyonya Wanda.Tapi Dante tidak kunjung menjawab panggilan dari nyonya Wanda. "Dante. Ayo makan, kamu udah beberapa hari ini gak makan dengan teratur."Dante sebenarnya malas, tapi karena ia tidak mau membuat ibunya khawatir, jadi Dante pun berniat untuk turun malam ini."Iya, Ma. Nanti Dante nyusul.""Mama gak mau turun kalau kamu nggak keluar," jawab Nyonya Wanda.Dante pun menghela nafas panjang lalu beranjak dari tempatnya. Ketika Dante pergi, tiba-tiba ponselnya bergetar d
Sudah hampir satu jam tapi Adriana belum menemukan gaun yang cocok untuknya, tapi tiba-tiba Neil langsung merekomendasikan gaun yang dia sukai."Bagaimana dengan ini? Kamu suka?" tanya Neil sambil menunjukan gambar gaun yang ada di majalah.Adriana sangat menyukai gaun yang ditunjukkan oleh Neil itu, tapi ia merasa gaun itu tidak cocok untuknya karena gaun itu terlihat sangat mahal."Kayaknya nggak bakal cocok deh sama aku," jawab Adriana."Kan belum dicobain udah gih kamu cobain dulu," ujar Neil.Neil pun memanggil pegawai butik itu lalu menyuruh pegawai itu untuk memberikan gaun yang nilai sukai kepada Adriana. Adriana yang memang tidak bisa menolak akhirnya mencoba gaun itu. Dan ternyata gaun itu sangat cocok tidak perlu dikecilkan atau pun diperbesar.Pada akhirnya mereka menjatuhkan pilihan gaun pertunangan itu kepada gaun yang baru saja Adriana coba. Setelah membayar semuanya Neil dan Adriana pun pergi dari sana.Lalu Neil kembali membawa Adriana ke toko perhiasan, Neil dan Adri
Saat Adriana baru saja masuk ke dalam kantor, ternyata berita tentang mail yang mengajak serius kepada Adriana sudah tersebar luas ke semua karyawan, dan entah siapa yang menyebarkannya, karena Adriana dan Neil tidak merasa memberitahukan hubungan mereka kepada orang lain, termasuk Yanti sekali pun.Beberapa karyawan langsung merasa iri kepada Adriana, tapi beberapa karyawan lainnya juga merasa Adriana dan Neil cocok, termasuk Yanti yang sangat men-support hubungan Neil dan Adriana.Berbeda dengan Neil yang sangat merasa senang karena sebentar lagi dirinya dan Adriana akan melakukan acara tunangan, justru Adriana tidak merasa senang, Adriana malah memikirkan Dante yang sepertinya sedang mencoba menjauhinya.Karena biasanya Dante selalu datang ke kosannya atau ke kampusnya kini Dante tidak pernah menunjukkan batang hidungnya lagi.Bahkan terakhir kali Adriana bertemu dengan Dante adalah pada saat dirinya akan pulang dari rumah sakit, dan kebetulan Dante akan menjemput Nyonya Wanda.Saa
Dante dan juga nyonya Wanda langsung melihat ke arah Adriana dan Neil mereka menatap Adriana dan Neil secara bergantian. Dante juga menatap Adriana dan berharap apa yang dikatakan oleh Neil adalah kebohongan."Benarkah?" tanya Dante. Tak terkira shock dalam hatinya meski ia berusaha untuk tak menampakkanya sama sekali.Adriana langsung menganggukkan kepalanya, dan Neil langsung tersenyum lebar sambil merangkul Adriana dengan lembut.Danti yang merasa gengsi langsung mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum ke arah mereka berdua."Selamat, selamat untuk kalian berdua," ujar Dante."Selamat," ucap Nyonya Wanda juga.Nyonya Wanda melirik ke arah putranya itu, nyonya Wanda tahu jika Dante pasti merasakan sakit hati. Tapi di depan mereka berdua Nyonya Wanda terlihat ikut bahagia atas diterimanya lamaran Neil.Tiba-tiba Dante berpura-pura mengangkat telepon. "Iya? Sekarang? Baiklah aku akan pergi," ucap Dante.Setelah mengatakan hal itu Dante kembali pura-pura menutup sambungan telep
Tapi sebisa mungkin Nyonya Wanda menepis pikirannya itu, ia harap Neil tidak benar-benar menyukai Adriana. Karena nyonya Wanda ingin Dante dan Adriana bersama.Karena merasa tidak nyaman melihat Adriana dan juga Neil, Nyonya Wanda pun memilih ke luar dari ruangan Adriana untuk pergi ke kantin saja.Sedangkan Neil yang melihat Adriana lebih baik justru berpikir ingin melamar Adriana, tapi pikirannya langsung menolaknya. Tapi di sisi lain Neil merasa ini kesempatannya siapa tahu sekarang Adriana menerima lamarannya itu.Neil menghela nafas panjang, lalu memegang tangan Adriana dengan lembut. Adriana yang tangannya dipegang oleh Neil merasa dadanya berdegup kencang."Adriana, aku gak tahu ini waktu yang tepat atau bukan, tapi aku cuman mau bilang ke kamu, kalau aku mencintai kamu. Aku ingin melamar kamu jadi mau gak kamu menikah denganku?" tanya Neil.Adriana merasa sangat terkejut dengan pernyataan dari Neil barusan. Adriana tidak menyangka jika Neil akan melamarnya di sini di rumah sak
"Kemarin Tante panik banget, Tante takut terjadi apa-apa sama kamu, apalagi Dante bilang kamu di tusuk Zoya," ujar Nyonya Wanda sambil memberikan sepotong buah apel yang sudah ia kupas."Makasih Tante.""Terus pas udah sampe rumah sakit, dokter bilang kamu kekurangan darah, Tante, Dante sama Neil makin panik tuh. Kami kan gak tau golongan darah kami jadi kami bertiga di cek dulu, dan ternyata golongan darah Neil yang cocok," ujar Nyonya Wanda.Adriana yang sedang memakan buah apel terkejut ternyata orang yang sudah mendonorkan darah kepada Adriana adalah Neil atasannya sendiri.Adriana merasa kebaikan Neil itu di luar batas, Adriana bersyukur dipertemukan dengan orang yang sangat baik seperti Neil. Tapi di sisi lain Adrian nama rasa bingung karena dirinya merasa tidak enak ketika Neil terus memperlakukannya baik, karena Adriana belum menyukainya Neil.Sedangkan nyonya Wanda langsung terdiam, iya keceplosan sudah memberitahu adriannya jika nilai yang mendonorkan darah untuk Adriana.Ta