Membelalakkan matanya, Adriana tak dapat berkata apa-apa. Ya Tuhan, bagaimana ini? Apa dia bisa melakukan hal yang diperintahkan oleh Nyonya kaya ini? Rasanya itu pekerjaan yang teramat sulit untuk dilakukan.
Tapi kemudian ia teringat akan kondisi dompetnya yang mengenaskan dan entah akan cukup sampai berapa hari lagi untuk dipakai bertahan hidup sementara ia belum juga mendapat pekerjaan hingga saat itu.Maka, dengan segala keterpaksaan serta kenekatan, akhirnya ia menganggukkan kepala tanda menyetujui penawaran tersebut."Baik, Nyonya. Saya akan berusaha semampu saya," jawab Adriana mencoba terdengar penuh ketegasan. Padahal, kalau saja nyonya itu bisa melihat ke dalam hatinya, ia sendiri sama sekali tidak yakin bisa melakukan hal tersebut.Tampak wajah semringah yang ditunjukkan oleh sang nyonya. Ia lalu menjabat tangan Adriana dan dengan sangat bersungguh-sungguh mengucapkan rasa terima kasih yang tak berhingga."Terima kasih banyak, Adriana. Saya benar-benar menghargai ini. Bahkan, kamu bisa meminta apa saja yang kamu kehendaki dari saya mulai saat ini," janjinya menawarkan imbalan yang tak bisa disebutkannya apa saking besar rasa berterima kasih kepada gadis di hadapan.Adriana menganggukkan kepala tanda mengiyakan saja entah apa yang dimaksud sang nyonya. Baginya, mendapat pekerjaan yang sangat ia butuhkan saja sudah lebih dari cukup untuk saat ini. Entah harus bersyukur atau mengeluh dengan adanya pekerjaan absurd yang tengah akan dilakoni demi bertahan hidup kali ini.Ia lalu keluar dari kamar mandi dan mulai menjalani apa yang harus dibiasakannya kini. Menjadi sosok Zoya, kekasih dari Dante si tampan nan kaya.Deg! Debaran jantungnya langsung saja kembali bertalu kencang sebab begitu membuka pintu kamar mandi, rupanya Dante sudah menunggu tepat di depannya. Ya Tuhan ... ditatap oleh kedua bola mata berwarna coklat pekat itu membuat Adriana mendadak kehilangan kata. Seluruh tubuhnya seolah lemas lemas tanpa daya."K-kamu di situ?" tanyanya bodoh. Ah, apa lagi yang ingin ditanyakan. Ia bahkan tak tahu gaya berpacaran Zoya dan Dante seperti apa biasanya. Ckckck, seperti meraba dalam gelap dan tak ada petunjuk."Aku tungguin karena takut kamu menghilang lagi, Zoya! Dengar Sayang, jangan pernah tinggalin aku tanpa kabar lagi," ujar pria di hadapan itu penuh penegasan di tiap katanya. Hal mana membuat hati Adriana berdesir oleh sebuah rasa yang aneh yang seketika muncul di dalam dada. Cemburu.Ya, ia mendadak saja merasa cemburu kepada gadis bernama Zoya yang begitu beruntung dicintai dengan sangat dalam oleh Dante sampai seperti itu. Ia rasa setiap wanita pasti mendambakan bisa dicintai dengan sepenuh jiwa raganya seperti cinta Dante kepada Zoya.'Ya Tuhan, sisakan satu pria yang juga mencintaiku sebesar itu' mohon Adriana dalam hati."Eh, kita ... ke rumah sakit, yuk? Kata dokter kamu harus diperiksa secara intensif karena baru saja pingsan tanpa sebab di jalanan tadi," ucap Adriana teringat pesan sang dokter.Langsung saja Nyonya Wanda menyahut,"Betul, Dante. Kita harus ke rumah sakit. Dokter tadi ke sini dan dia berpesan untuk bertemu lagi di rumah sakit saat kamu telah sadar.""Tapi Dante merasa baik aja, Ma. Nggak kenapa-kenapa, kok," ucap Dante sekenanya. Ia memang tak merasakan sensasi aneh apa pun dalam tubuhnya kecuali perasaan hangat dan bahagia yang menjalar sebab kekasihnya telah berhasil ditemukan dan kini tengah bersamanya."Tidak, Sayang. Kita harus tetap ke sana. Mama nggak mau ada ketidakjelasan dengan kondisi kamu. Ayolah, kita pakai supir saja," ucapnya tanpa mau dibantah. Ia lalu mengambil tas tangannya dan mengajak Dante serta Adriana untuk segera mengikuti.Mereka pun ke rumah sakit dan di mobil, Dante terus menanyai ke mana saja Zoya selama ini. Adriana yang tak tahu menahu apa pun soal Zoya akhirnya hanya menjawab bahwa ia sedang sibuk mengerjakan pekerjaan penting yang tidak boleh orang lain tahu."Maksud kamu proyek rahasia?" tanya Dante penasaran.Zoya adalah seorang model di sebuah majalah mode. Terkadang ia memang melakukan sebuah pemotretan untuk edisi spesial yang dirahasiakan dari umum agar terhindar dari pemberitaan sebab edisi itu memang untuk versi kejutan dengan harapan majalah mode lain tidak ada yang meniru tema mereka.Merasa lebih baik mengiyakan semua perkataan Dante, Adriana menganggukkan kepala sambil berkata,"Jadi jangan tanya-tanya soal itu lagi, ya. Itu cukup rahasia."Dante pun mengangguk serius. Astaga! Pria itu percaya dengan bualannya yang hampir tak masuk akal itu. Adriana hampir tak bisa mempercayai keberuntungannya. Bahwa pria itu tak akan membantah apa pun perkataannya.Dante duduk merapat sekali kepada Adriana. Bahkan kedua tangannya menggenggam jemari Adriana sembari sesekali meremasnya dan terkadang menautkan sela-sela jemari mereka.Astaga! Sepertinya gaya pacaran antara Zoya dan Dante sangat dekat hingga semesra itu. Dia juga tak segan sama sekali terhadap mamanya yang turut pula berada dalam mobil. Ck! Jangan-jangan kalau tidak ada orang lain malah akan lebih mesra lagi! Ya Tuhan, gawat! pekiknya khawatir dengan keselamatan dirinya dari pria yang menganggapnya sebagai kekasih itu.Adriana sebenarnya sangat segan, tetapi untuk menjaga jarak dan menepis perlakuan Dante ia takut kalau akan terjadi masalah. Jangan-jangan pria itu akan curiga atau merasa aneh pada tingkahnya? Bisa-bisa dia jadi harus menjelaskan apa yang terjadi kenapa sikapnya berubah atau yang sejenisnya.Selepas pemeriksaan yang hasilnya harus menunggu sekitar dua hari sebab melibatkan pemeriksaan CT scan dan beberapa detail lain, Dante meminta persetujuan mamanya untuk mengantar Adriana pulang sebab hari sudah sore.Terkejut dan tak tahu harus bagaimana, Adriana memohon lewat tatapan mata ke arah Nyonya Wanda untuk memberinya instruksi apa yang harus dilakukan. Mana mungkin dia mengajak Dante ke rumah kontrakan temannya yang kumuh di daerah pinggiran kota? Sementara Zoya pastinya gadis dari keluarga kaya kalau melihat dari namanya saja, pikir Adriana ngeri.Seolah mengerti akan kesulitan Adriana, Nyonya Wanda pun segera menjawab cepat, "Zoya akan tinggal di rumah kita untuk sementara waktu, Dante.""Ap-Apa?" Kedua orang di dalam mobil--Dante dan Adriana--sama-sama memekik saking terkejutnya."Tolong, Zoya. Kamu tolong temani Dante dalam masa pemulihan ini, ya? Tante mohon," ujar Nyonya Wanda tulus dari dalam hatinya. Lagipula akan sangat susah menjadikan Adriana sebagai Zoya yang harus pulang setiap hari ke rumah Zoya yang asli, bukan?Sementara Dante seketika bingung sebab tak biasanya sang mama menyetujui bahkan tampak sangat welcome kepada Zoya. Dulu mana pernah seperti itu, pikirnya terheran. Namun, ia menyimpulkan mungkin sang mama takut bila ia sampai sakit keras lagi seperti yang lalu ketika ia berpisah dari Zoya.Adriana akhirnya hanya bisa mengangguk pasrah dengan apa yang akan terjadi dalam kehidupan selanjutnya. Ia merasa sudah tergadai dan harus menurut pada apa pun yang diperintahkan oleh sang Nyonya.***What? Harus seatap pulakk? OMG, gawat gak, tuh?
Tertegun serta terpana di saat yang bersamaan, begitulah sikap Adriana ketika pertama kali mobil mewah yang mereka tumpangi masuk ke halaman sebuah rumah megah yang bak istana saja di penglihatannya.Tadi saat di luar pagar tinggi menjulang berwarna hitam, ia sudah melihat siluet rumah itu dari kejauhan, tetapi begitu satpam membukakan pagar jumbo tersebut, ia semakin melongo dibuatnya.Rupanya keluarga Danuaji ini begitu kaya raya. Dari pagar masuk menuju ke teras rumah saja Adriana akan merasa butuh waktu belasan menit untuk berjalan mencapainya. Ckckck.Seketika terbayang rumahnya sendiri di kampung yang hanya sepetak tanah berisi rumah dengan halaman yang barangkali hanya sepersekian dari luas teras rumah ini, bukan halaman ya, tapi teras! Ckckck! Sebuah kesenjangan yang hakiki.Saat Dante meraih lengannya dengan lembut dan membimbingnya keluar dari mobil, Adriana pun berjalan di samping pria itu dengan pandangan menyapu sekeliling teras yang tampak sangat asri sekaligus mewah deng
DEG! Adriana langsung terbungkam. Untung ia langsung bisa berpikir cepat soal jawaban yang dapat menutupi kecurigaan Dante."Maksudku itu pesan papaku dulu sebelum meninggal," ucapnya buru-buru.Akhirnya Dante menghela napas panjang. Sedikit terbersit curiga tapi kemudian rautnya kembali netral. Pria itu lalu mencubit hidung gadis di hadapannya gemas. Adriana berpura-pura terkekeh. Ia kemudian menguap lebar demi menciptakan kesan bahwa ia sedang sangat mengantuk dan lelah. "Ngantuk?" tanya Dante tampak prihatin.Adriana cepat-cepat menganggukkan kepala. Terlalu cepat hingga Dante tampak sedikit merasa aneh lagi dengan sikap gadis di hadapannya."Ya udah, tidur aja. Aku akan keluar," ujar Dante. Hal yang sangat dinantikan oleh Adriana memang kepergian pria itu dari dalam kamarnya."Oh ya, kalau butuh apa-apa, kamu langsung bilang ke aku atau ke pelayan. Anggap aja rumah sendiri, oke?" Dante mengucapkan kalimat pamungkasnya sebelum berlalu dan menutup pintu kamar Adriana di belakangn
Terbelalak ngeri, Adriana langsung beranjak tak jadi duduk di sana. Ini kursi mesum mereka, pikirnya membatin, agak jijik dengan bayangan yang seketika melintas dalam pikirannya. "Hei, mau ke mana, Zoya?" panggil Dante yang mellihat sang gadis malah ngeloyor pergi menjauhinya. "Aku ... mau ke kamar mandi sebentar!" jawab Adriana memberi alasan. Bergegas pergi daripada mengundang bahaya yang lain lagi, Adriana mencari-cari jalan ke kamarnya tadi. Di rumah ini banyak sekali lorong sehingga ia hampir tersesat kalau saja tidak melihat seorang pelayan yang menyapanya dengan menundukkan tubuh lalu ditanyai,"Bik, anu ... bisa antar ke kamarku tadi, nggak? Ehehe ... aku ... lupa," jujurnya kepada wanita berusia sekitar empat puluhan itu. "Oh, baik, Nona Zoya. Mari saya antar," jawabnya ramah lalu mendahului Adriana ke lorong tempat kamarnya dan kamar Dante berada. Astaga! Ternyata memang kalau lewat pintu samping rumah, jadi membingungkan rutenya. "Nona mungkin butuh apa-apa lagi? Biar s
“Ini ponsel kamu?” Dante membeliakkan mata terkejut dengan benda pipih yang ditemukannya berdering nyaring dari tas Adriana tersebut. Itu adalah ponsel murah dan kondisinya sudah memprihatinkan. Bagian sudut-sudutnya mengelupas dan bahkan terdapat beberapa retakan di layar.Berpikir cepat, Adriana segera menjawab, “I-itu … iya, ponsel seadanya di rumah. A-aku … belum sempat beli lagi,” jawabnya tergagap dengan debaran jantung yang bertalu kencang. Berpura-pura menjadi orang lain ternyata memang sungguh melelahkan. Setiap saat ia harus bergumul dengan risiko akan ketahuan! Ya ampun! Rasanya ia terus mendapatkan shock terapy setiap hari. Dan itu terjadi berkali-kali!Dante melempar tatapan iba lantas segera menggamit lengan gadis itu. Bahkan, ia setengah menyeretnya menuju ke luar rumah lagi.“He-heiii! Mau ke mana kita?” tanya Adriana ketika ia mendapati mereka terus berjalan ke arah garasi mobil. Garasi di sayap kiri rumah itu begitu besar dengan tak kurang ada empat mobil di sana. Ad
Dante tertawa. Ia mengacak rambut Adriana dengan lembut dan sedikit menarik kepala gadis itu ke dalam dadanya. Ya ampun! Ini kan di tempat umum! Adriana memekik dalam batin, tapi tak urung larut dalam gerakan yang bagi Dante hanya sambil lalu tapi berhasil membuat jantung Adriana jumpalitan saking berdebarnya. Ya ampun! “Kamu cukup berpengalaman dalam membuatku nyaman, Sayang,” bisik Dante tepat di telinga Adriana. Panas napas pria itu membelai lembut di telinga hingga Adriana tergelitik serta memerah padam wajahnya. Sungguh, lama-lama dalam posisi itu Adriana bisa khilaf! Akhirnya ditariknya kepala seraya berlagak seolah sedang meneliti ke sekitaran. Mereka sedang berada dalam mall terbesar di ibu kota. Dante tadi langsung mengajaknya ke counter ponsel yang tampaknya memang paling iconic di sana. “Cari minum dulu, yuk?” ajak Adriana hanya agar dirinya bisa terlepas dari aksi mesra pria di sebelahnya itu. Mereka pun pergi ke sebuah stand minuman. Tentu saja stand yang tak akan mungk
Adriana sibuk terpukau memeriksa baju-baju yang disediakan oleh Nyonya Wanda untuknya. Banyak model baju yang tak akan pernah mau dipakainya walau harus diancam mati sekalipun. Mana mungkin ia memakai rok super pendek dengan belahan yang begitu tinggi di atas lutut? Apalagi atasan-atasan yang potongan lehernya model kemben dan menampilkan keseluruhan bagian atas dadanya. Big No! Astaga! Dari sebanyak itu, yang mau dikenakannya dengan sukarela hanya kaos-kaos santai dan kemeja casual yang untungnya ada juga terselip. Ya ampun, selera berpakaiannya dengan Zoya sama sekali berbeda. Tidak akan pernah sama sekalipun ia sedang dalam misi berpura-pura jadi Zoya! Terbayang kembali foto Zoya di wallpaper ponsel Dante tadi. Sosok gadis rupawan nan cantik memesona! Bagaimana mungkin Dante bisa bilang mirip dirinya? Mengherankan! Atau … apa aslinya mungkin memang sedikit mirip bila bukan di foto? Kan zaman sekarang foto-foto bisa sangat menipu dengan berjuta filternya. “Apa ada kesulitan hari
Sore itu Adriana dibuat terkejut oleh deretan missed calls dari Emma. Teman dari desanya yang selama sebelum ia mendapat pekerjaan memberinya tumpangan di rumah kontrakannya itu juga mengirimkan serentetan pesan. “Tolong aku, Adriana. Aku butuh bantuan secepatnya!” Terbaca olehnya satu pesan terawal. Ia lalu menscroll ke bawah semua pesannya dan kesemuanya masih bernada serupa. Tapi ia belum menjelaskan apa masalah yang tengah dihadapi. “Ya ampun, gimana ini?” Adriana kebingungan seraya menelepon kembali nomor ponsel Emma. Sejak hari di mana ia bertemu dengan Dante dan mengubah keseluruhan hidupnya itu, Adriana memang belum menghubungi Emma sama sekali. Ia menghindari mengangkat telefn temannya itu karena takut akan terbongkar. Ia hanya menjelaskan lewat pesan singkat bahwa ia sudah diterima bekerja di ujung kota dan belum sempat pamit serta mengambil baju dan barang-barang karena terlalu sibuk. “Halo? Kaukah itu Adriana?” pekik suara Emaa di seberang sambungan. “Iya, Emma. Ini aku
Tak lama kemudian, Adriana jadi harus keluar lagi untuk ke ATM dan mentransfer sebesar lima juta rupiah ke rekening Emma.Emma yang menerima kabar dari Adriana langsung bisa bernapaqs lega. Sebenarnya bukan masalah di minimarket yang mengharuskannya meminjam uang sampai sebegitu besarnya kepada Adriana. Tapi untuk menyelamatkan pacarnya yang sedang dauber-uber debt collector karena tak bisa membayar pinjamannya. “Aku akan bayar ini nanti, Adriana. Aku cicil, ya,” pinta Emma setelah ia menyelesaikan masalah sang pacar. Adriana di seberang sambungan pun mengiyakan, “Iya, aku tunggu tiap bulan, ya, Em.” Ia tetap harus menjaga image sebagai karyawan baru yang gajinya masih tak seberapa besar di hadapan Emma agar temannya itu tak sampai curiga.Hari itu Dante sibuk seharian di kantor. Ya, dia memang seorang workaholic yang selalu menyukai pekerjaannya. Kecuali saat ingatan soal Zoya mengganggunya, maka saat itu ia hanya akan mengamuk saja di kamar atau bepergian tak tentu arah sama seper
Adriana dan Dante akhirnya bersatu. Mereka mengakui perasaan masing-masing hari itu juga dengan cara yang begitu lucu."Jadi, apa benar yang dikatakan Neil barusan?" Dante mengkonfirmasi kepada Adriana.Tentu ia juga ingin mendengar cerita versi dari gadis itu sendiri, kan. Bukan hanya dari versi Neil."Tentang yang mana?" Adriana malah balik bertanya karena ia sungguh tak paham arah pembicaraan Dante barusan. Apa maksudnya mengira Neil main-main atau bagaimana."Tentang yang dia bilang bahwa kamu ... mencintaiku, dan bukannya Neil," ucap Dante memperjelas maksud perkataannya. Hal mana tentu saja sukses menerbitkan rona memerah di pipi gadis cantik itu."Mana kutahu! Tanya saja sama yang bilang!" Adriana memasang wajah cemberut. Dan ia jadi baru ingat kalau orangtuanya masih tertinggal di gedung tadi."Astaga! Aku harus menjemput orangtuaku!" ucap Adriana memekik."Apa? Di mana?" Dante bertanya terkejut dengan perubahan topik yang sedrastis itu."Di gedung tadi," jawab Adriana menampak
Usai mengatakan hal itu, Neil turun dari panggung dan beranjak pergi. Ia sesak rasanya di sana. Tapi keputusan itu sudah hal yang paling benar. Memang ia telah mempermalukan keluarganya sendiri saat itu, tapi demi kebenaran, semua itu harus dilakukannya. Ya, dari awal kesalahannya lah terlalu memaksakan cinta sepihaknya terhadap Adriana.Adriana terkejut mendengar perkataan Neil yang membatalkan pertunangannya secara sepihak. Adriana sendiri bingung ia harus senang atau sedih, karena sebenarnya ia tidak mencintai Neil.Tidak hanya Adrina yang terkejut, para tamu pun terkejut mendengar pernyataan dari Neil yang membatalkan acara pertunangannya itu.Karena sebelumnya Neil terlihat sangat antusias dengan acara pertunangannya dengan Adriana. Dan mereka kurang mempercayainya jika Neil sendirilah yang membatalkan acara pertunangan itu.Para tamu langsung berbisik-bisik mengenai batalnya acara pertunangan mereka. Sedangkan Neil tidak peduli dengan semua omongan para tamu itu, Neil hanya memi
Bahkan saat sang ayah mengaku mau berbicara dengan Neil mengenai keberatan mereka atas pertunangan itu pun, Adriana menolak dengan tegas."Jangan, Pak. Kasihan Neil dan keluarganya kalau sampai semua persiapan besar ini sampai gagal." Adriana berkata tegas."Tapi, Nak. Nanti kamu yang akan menderita kalau sampai menikah bukan atas dasar cinta. Ini pernikahan sakral loh. Jangan dibuat mainan." Sang ayah berpesan dengan tatapan sangat khawatir terhadap nasib yang akan menyambut sang putri di depan.Adriana menghela napas panjang. Ia bahkan sudah tak ingin membantah takdir. Ia pasrah menerima semuanya. Bagaimanapun, Neil sudah sangat berjasa terhadapnya hingga ia tak mungkin rela menyakiti atau membuat kecewa pria baik itu."Tak apa, Pak, Bu. Adriana yakin, cinta bisa datang karena terbiasa. Yang penting Neil itu baik kok. Adriana yakin kelak akan bisa bahagia bersamanya."Sambil berkata begitu, Adriana bangkit dari tempat duduknya dan pamit untuk masuk ke dalam kamar untuk tidur. Jam su
Dan diantara orang yang sangat mengkhawatirkan Dante adalah Nyonya Wanda, karena semenjak Neil yang memberitahu mereka jika Adriana menerima lamarannya, Dante langsung terlihat sangat kacau bahkan jarang sekali makan.Seperti saat ini Dante tidak kunjung turun dari kamarnya padahal jam dinding sudah menunjukkan jam makan malam.Nyonya Wanda yang merasa sangat khawatir terhadapnya langsung pergi ke kamar Dante. Setelah sampai di depan kamar Dante, Nyonya Wanda langsung mengetuk pintu kamar Dante."Dante!" panggil Nyonya Wanda.Tapi Dante tidak kunjung menjawab panggilan dari nyonya Wanda. "Dante. Ayo makan, kamu udah beberapa hari ini gak makan dengan teratur."Dante sebenarnya malas, tapi karena ia tidak mau membuat ibunya khawatir, jadi Dante pun berniat untuk turun malam ini."Iya, Ma. Nanti Dante nyusul.""Mama gak mau turun kalau kamu nggak keluar," jawab Nyonya Wanda.Dante pun menghela nafas panjang lalu beranjak dari tempatnya. Ketika Dante pergi, tiba-tiba ponselnya bergetar d
Sudah hampir satu jam tapi Adriana belum menemukan gaun yang cocok untuknya, tapi tiba-tiba Neil langsung merekomendasikan gaun yang dia sukai."Bagaimana dengan ini? Kamu suka?" tanya Neil sambil menunjukan gambar gaun yang ada di majalah.Adriana sangat menyukai gaun yang ditunjukkan oleh Neil itu, tapi ia merasa gaun itu tidak cocok untuknya karena gaun itu terlihat sangat mahal."Kayaknya nggak bakal cocok deh sama aku," jawab Adriana."Kan belum dicobain udah gih kamu cobain dulu," ujar Neil.Neil pun memanggil pegawai butik itu lalu menyuruh pegawai itu untuk memberikan gaun yang nilai sukai kepada Adriana. Adriana yang memang tidak bisa menolak akhirnya mencoba gaun itu. Dan ternyata gaun itu sangat cocok tidak perlu dikecilkan atau pun diperbesar.Pada akhirnya mereka menjatuhkan pilihan gaun pertunangan itu kepada gaun yang baru saja Adriana coba. Setelah membayar semuanya Neil dan Adriana pun pergi dari sana.Lalu Neil kembali membawa Adriana ke toko perhiasan, Neil dan Adri
Saat Adriana baru saja masuk ke dalam kantor, ternyata berita tentang mail yang mengajak serius kepada Adriana sudah tersebar luas ke semua karyawan, dan entah siapa yang menyebarkannya, karena Adriana dan Neil tidak merasa memberitahukan hubungan mereka kepada orang lain, termasuk Yanti sekali pun.Beberapa karyawan langsung merasa iri kepada Adriana, tapi beberapa karyawan lainnya juga merasa Adriana dan Neil cocok, termasuk Yanti yang sangat men-support hubungan Neil dan Adriana.Berbeda dengan Neil yang sangat merasa senang karena sebentar lagi dirinya dan Adriana akan melakukan acara tunangan, justru Adriana tidak merasa senang, Adriana malah memikirkan Dante yang sepertinya sedang mencoba menjauhinya.Karena biasanya Dante selalu datang ke kosannya atau ke kampusnya kini Dante tidak pernah menunjukkan batang hidungnya lagi.Bahkan terakhir kali Adriana bertemu dengan Dante adalah pada saat dirinya akan pulang dari rumah sakit, dan kebetulan Dante akan menjemput Nyonya Wanda.Saa
Dante dan juga nyonya Wanda langsung melihat ke arah Adriana dan Neil mereka menatap Adriana dan Neil secara bergantian. Dante juga menatap Adriana dan berharap apa yang dikatakan oleh Neil adalah kebohongan."Benarkah?" tanya Dante. Tak terkira shock dalam hatinya meski ia berusaha untuk tak menampakkanya sama sekali.Adriana langsung menganggukkan kepalanya, dan Neil langsung tersenyum lebar sambil merangkul Adriana dengan lembut.Danti yang merasa gengsi langsung mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum ke arah mereka berdua."Selamat, selamat untuk kalian berdua," ujar Dante."Selamat," ucap Nyonya Wanda juga.Nyonya Wanda melirik ke arah putranya itu, nyonya Wanda tahu jika Dante pasti merasakan sakit hati. Tapi di depan mereka berdua Nyonya Wanda terlihat ikut bahagia atas diterimanya lamaran Neil.Tiba-tiba Dante berpura-pura mengangkat telepon. "Iya? Sekarang? Baiklah aku akan pergi," ucap Dante.Setelah mengatakan hal itu Dante kembali pura-pura menutup sambungan telep
Tapi sebisa mungkin Nyonya Wanda menepis pikirannya itu, ia harap Neil tidak benar-benar menyukai Adriana. Karena nyonya Wanda ingin Dante dan Adriana bersama.Karena merasa tidak nyaman melihat Adriana dan juga Neil, Nyonya Wanda pun memilih ke luar dari ruangan Adriana untuk pergi ke kantin saja.Sedangkan Neil yang melihat Adriana lebih baik justru berpikir ingin melamar Adriana, tapi pikirannya langsung menolaknya. Tapi di sisi lain Neil merasa ini kesempatannya siapa tahu sekarang Adriana menerima lamarannya itu.Neil menghela nafas panjang, lalu memegang tangan Adriana dengan lembut. Adriana yang tangannya dipegang oleh Neil merasa dadanya berdegup kencang."Adriana, aku gak tahu ini waktu yang tepat atau bukan, tapi aku cuman mau bilang ke kamu, kalau aku mencintai kamu. Aku ingin melamar kamu jadi mau gak kamu menikah denganku?" tanya Neil.Adriana merasa sangat terkejut dengan pernyataan dari Neil barusan. Adriana tidak menyangka jika Neil akan melamarnya di sini di rumah sak
"Kemarin Tante panik banget, Tante takut terjadi apa-apa sama kamu, apalagi Dante bilang kamu di tusuk Zoya," ujar Nyonya Wanda sambil memberikan sepotong buah apel yang sudah ia kupas."Makasih Tante.""Terus pas udah sampe rumah sakit, dokter bilang kamu kekurangan darah, Tante, Dante sama Neil makin panik tuh. Kami kan gak tau golongan darah kami jadi kami bertiga di cek dulu, dan ternyata golongan darah Neil yang cocok," ujar Nyonya Wanda.Adriana yang sedang memakan buah apel terkejut ternyata orang yang sudah mendonorkan darah kepada Adriana adalah Neil atasannya sendiri.Adriana merasa kebaikan Neil itu di luar batas, Adriana bersyukur dipertemukan dengan orang yang sangat baik seperti Neil. Tapi di sisi lain Adrian nama rasa bingung karena dirinya merasa tidak enak ketika Neil terus memperlakukannya baik, karena Adriana belum menyukainya Neil.Sedangkan nyonya Wanda langsung terdiam, iya keceplosan sudah memberitahu adriannya jika nilai yang mendonorkan darah untuk Adriana.Ta