Tanpa terasa, waktu berlalu begitu saja. Tugas yang diberikan pada Adriana untuk merapikan berkas-berkas administrasi serta sejumlah laporan telah selesai dia kerjakan. Beberapa rekan kerjanya telah merapikan meja dan memadamkan layar monitor. Begitu juga dengan Adriana yang tampak sibuk menyiapkan kepulangannya. Dering ponsel terdengar memanggil berkali-kali. Namun, gadis muda itu mengabaikannya. Dia harus bisa pulang lebih awal dari biasanya. Rencananya, Adriana ingin mampir ke rumah kontrakan Emma untuk mengambil sebagian bajunya yang tertinggal di sana. Gadis muda itu bergegas keluar dari ruangan berukuran sedang tersebut. Dia menarik langkahnya cepat agar segera keluar dari gedung bertingkat itu lebih awal. Setengah berlari Adriana menyusuri selasar perkantoran. Hingga akhirnya gadis itu tiba di pelataran parkir. Sejumlah karyawan tampak berdiri menunggu sesuatu atau juga seseorang yang akan menjemputnya. Sementara Adriana segera melangkah keluar lingkungan gedung agar tidak
"Hati-hati kamu, Na!" pekik Emma sesaat sebelum sahabatnya itu berangkat menaiki ojek online. Adriana bersorak girang seraya melambaikan tangannya pada Emma. Gadis manis bertubuh semampai itu segera menutup pintu kamar. Sepertinya malam ini dia akan tidur lebih awal. Tubuhnya terasa penat setelah seharian menyelesaikan pekerjaannya di spa house yang tidak jauh dari kontrakan.Emma segera memadamkan lampu kamar. Gadis manis itu segera menghempaskan tubuh ke atas ranjang. Sebuah pesan dia kirimkan pada Adriana via aplikasi hijau. [Titip salam buat Nyonya Wanda, Na]Pesan tersampaikan, tapi belum dibaca. Mungkin Adriana masih dalam perjalanan menuju rumah keluarga Dante.***Mentari pagi tampak bersinar dengan cahaya lembutnya. Gumpalan awan yang berarak ke arah timur seolah menyembunyikan bias cahaya yang harusnya menyinari bumi. Langit tampak mendung dengan angin yang bertiup sepoi-sepoi. Dedaunan kering tampak berguguran di halaman.Zoya kini sedang berencana untuk menyuruh salah seo
Emma terperangah. Wah, banyak juga ya duit, pikirnya ragu. Dia masih bingung harus berbuat apa. Jika dia menyetujui permintaan Desri berarti hubungan persahabatannya dengan Adriana akan merenggang. Tapi uang lima puluh juta sangat menggiurkan. Dia belum tentu bisa mengumpulkan uang segitu banyak selama setahun bekerja di spa house ini. Mana sebentar lagi lebaran. Emma harus mudik dan menyiapkan semua kebutuhan keluarganya di desa. Gadis manis itu melanjutkan memijat Desri sesuai prosedur pekerjaan. Dia belum bisa memutuskan mau memilih untuk deal atau menolak permintaan client barunya. "Iya, Mbak! Itu tuh mantap banget. Udah sejak kemarin pegelnya minta ampun di pundak." Desri terdengar menggumam. "Emang Mbaknya sering berlama-lama gitu angkat berat? Atau sering bawa beban gitu ya?" selidik Emma sembari melaksanakan tugasnya dengan santai. "Enggak juga. Saya cuma seneng motoran!" sahut Desri santai. "Emang tadi ke sini naik motor, Mbak?" Emma mulai memijat bagian tangan Desri ya
Pandangan Dante mulai terasa berkunang-kunang. Lelaki berparas tampan itu akhirnya berpamitan pada rekan bisnisnya. Sejak sore tadi mereka mengadakan pesta di sebuah kafe ternama. Alkohol menjadi pilihan mereka untuk bersenang-senang. "Aku pamit deh, Wan!" ucap Dante seraya memegang pelipisnya kencang. "Aman gak tuh di jalan?" Gunawan mencoba memastikan kondisi Dante yang tampak berjalan sempoyongan. "Aman!" Dante mengulurkan jempolnya pada lelaki berkacamata yang mengajaknya pesta di kafe sejak tadi. Gegas lelaki bertubuh tinggi itu menarik langkah keluar dari kafe. Dante mencoba agar tetap menyeimbangkan tubuhnya yang mulai oleng. Malam telah menua. Tiupan angin perlahan menerpa tubuh Dante hingga matanya sedikit terpejam. Rasa sejuk yang dihembuskan semilir angin, membuatnya ingin segera memejamkan matanya saja. Dante membuka pintu mobil. Dia segera menghempaskan tubuhnya di kursi kemudi. Untuk sejenak Dante mengikuti saja keinginan matanya yang sudah sangat lelah. Dia terlel
Bias mentari pagi menyembul dari balik tirai. Adriana tersadar setelah hangat cahaya mentari menerpa wajahnya. Dante tampak masih pulas di sampingnya. Dengkuran halus lelaki berparas tampan itu membuat Adriana bangkit dari ranjang kemudian duduk sembari bersandar menegakkan kepala. Mendadak bola mata Adriana menghangat, bulir-bulir bening mulai berdesakan ingin keluar dari kelopak mata. Adriana menangisi perbuatannya dengan Dante tadi malam. Dia menyesal telah memberi mahkota berharga miliknya begitu saja pada Dante. Dante berhasil membuat ia melayang hingga lupa begitu saja dengan tujuan awalnya di rumah ini. Nyonya Wanda hanya meminta untuk berpura-pura menjadi Zoya. Bukan malah menjadi pelampiasan nafsu Dante yang sangat mencintai Zoya. Adriana menarik-narik rambutnya dengan keras. Dia menyesal sudah melakukan perbuatan sial itu tadi malam. Harusnya mahkota berharga itu dia berikan ke orang yang pantas. Sosok lelaki yang telah menghalalkannya kelak. Bukan Dante! Bulir-bulir ben
Adriana kembali menangisi kondisinya yang semakin terpuruk. Dia tidak sanggup untuk terus bertahan di rumah besar ini dengan segala perdebatan yang berkelebat dalam benaknya. Suara deru mobil dari arah luar membuatnya menoleh. Dante tampak menyalakan mesin mobil sembari menginjak gas dengan kencang. Berkali-kali deru mesin terdengar memekakkan telinga. Adriana hanya melirik ke arah jendela tanpa mau tahu kelanjutannya. Setelah cukup puas membuat bising di halaman rumah, akhirnya Dante melajukan kendaraan beroda empat miliknya keluar dari rumah. Lelaki berparas tampan itu juga bingung ke mana arah dan tujuannya. Yang penting saat ini, dia hanya ingin menghabiskan waktu tanpa Zoya yang menyebalkan. Adriana masih terpaku di dalam kamarnya. Dia mengutuk dirinya sendiri yang sangat teledor membiarkan Dante sesuka hati menguasai tubuhnya. Tangis gadis muda semakin kuat. Rahangnya mengeras hingga tangannya terkepal sempurna. Dia harus segera keluar dari rumah besar ini. Gegas gadis berpa
Kabut tipis mendadak turun di pagi yang sejuk ini. Adriana tampak menggeliat di atas ranjangnya. Gadis muda berambut panjang itu tampak lebih segar dari semalam. Berkumpul dengan keluarga adalah obat terbaik bagi dirinya. Perlahan Adriana mulai bisa menata hatinya yang terluka. Gadis muda itu bergegas bangkit dari ranjang kemudian beranjak keluar. Ibu tampak masih sibuk di dapur dengan sejumlah rutinitasnya. Sementara Bapak terlihat duduk di meja makan sembari menikmati secangkir kopi yang asapnya masih mengepul tipis. Berita di layar televisi menjadi santapan harian setiap paginya. "Na! Baru bangun, Nduk?" tegur wanita berkerudung itu pada putrinya. "Iya, Bu!" Adriana bergegas menarik langkahnya menuju dapur. Tungku masak di dapur tampak penuh dengan asap. Pagi ini ibu membuat serabi. Adriana melongok ke arah tungku pembakaran. Gadis muda itu sama sekali tidak memiliki keahlian seperti ibunya. Sejak kecil dia terbiasa dimanja karena Ibu dan Bapak hanya memiliki Adriana sebagai p
Langkah Adriana terhenti di depan gerbang utama. Seorang lelaki berseragam tampak melongo ke arah gadis muda itu dengan tatapan aneh. "Pak, tolong buka pagarnya. Saya mau masuk," ucap Adriana sedikit tenang. "Ohh, iya, Non. Maaf saya kaget lihat Non tiba-tiba udah muncul di depan pagar," sahut lelaki berseragam tersebut. "Bapak yang melamun tuh. Saya kan turun dari taksi tadi," timpal Adriana seraya menyugar rambutnya ke belakang. Setelah kunci dibuka akhirnya gerbang terbuka. Adriana melangkahkan kaki menuju rumah besar milik Nyonya Wanda. Suasana rumah tampak sepi, Adriana bergegas menarik langkah menuju kamarnya. Gadis muda itu menekan handel pintu lalu mendorongnya perlahan. "Baru pulang, Adriana?" tanya Nyonya Wanda dari arah belakang. "Eum, Nyonya?" Adriana memutar tubuhnya. "Iya, dari tadi saya nungguin kamu di sini." Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu meremas jemarinya. Adriana segera beranjak dari depan kamar kemudian menghampiri wanita paruh baya di had
Adriana dan Dante akhirnya bersatu. Mereka mengakui perasaan masing-masing hari itu juga dengan cara yang begitu lucu."Jadi, apa benar yang dikatakan Neil barusan?" Dante mengkonfirmasi kepada Adriana.Tentu ia juga ingin mendengar cerita versi dari gadis itu sendiri, kan. Bukan hanya dari versi Neil."Tentang yang mana?" Adriana malah balik bertanya karena ia sungguh tak paham arah pembicaraan Dante barusan. Apa maksudnya mengira Neil main-main atau bagaimana."Tentang yang dia bilang bahwa kamu ... mencintaiku, dan bukannya Neil," ucap Dante memperjelas maksud perkataannya. Hal mana tentu saja sukses menerbitkan rona memerah di pipi gadis cantik itu."Mana kutahu! Tanya saja sama yang bilang!" Adriana memasang wajah cemberut. Dan ia jadi baru ingat kalau orangtuanya masih tertinggal di gedung tadi."Astaga! Aku harus menjemput orangtuaku!" ucap Adriana memekik."Apa? Di mana?" Dante bertanya terkejut dengan perubahan topik yang sedrastis itu."Di gedung tadi," jawab Adriana menampak
Usai mengatakan hal itu, Neil turun dari panggung dan beranjak pergi. Ia sesak rasanya di sana. Tapi keputusan itu sudah hal yang paling benar. Memang ia telah mempermalukan keluarganya sendiri saat itu, tapi demi kebenaran, semua itu harus dilakukannya. Ya, dari awal kesalahannya lah terlalu memaksakan cinta sepihaknya terhadap Adriana.Adriana terkejut mendengar perkataan Neil yang membatalkan pertunangannya secara sepihak. Adriana sendiri bingung ia harus senang atau sedih, karena sebenarnya ia tidak mencintai Neil.Tidak hanya Adrina yang terkejut, para tamu pun terkejut mendengar pernyataan dari Neil yang membatalkan acara pertunangannya itu.Karena sebelumnya Neil terlihat sangat antusias dengan acara pertunangannya dengan Adriana. Dan mereka kurang mempercayainya jika Neil sendirilah yang membatalkan acara pertunangan itu.Para tamu langsung berbisik-bisik mengenai batalnya acara pertunangan mereka. Sedangkan Neil tidak peduli dengan semua omongan para tamu itu, Neil hanya memi
Bahkan saat sang ayah mengaku mau berbicara dengan Neil mengenai keberatan mereka atas pertunangan itu pun, Adriana menolak dengan tegas."Jangan, Pak. Kasihan Neil dan keluarganya kalau sampai semua persiapan besar ini sampai gagal." Adriana berkata tegas."Tapi, Nak. Nanti kamu yang akan menderita kalau sampai menikah bukan atas dasar cinta. Ini pernikahan sakral loh. Jangan dibuat mainan." Sang ayah berpesan dengan tatapan sangat khawatir terhadap nasib yang akan menyambut sang putri di depan.Adriana menghela napas panjang. Ia bahkan sudah tak ingin membantah takdir. Ia pasrah menerima semuanya. Bagaimanapun, Neil sudah sangat berjasa terhadapnya hingga ia tak mungkin rela menyakiti atau membuat kecewa pria baik itu."Tak apa, Pak, Bu. Adriana yakin, cinta bisa datang karena terbiasa. Yang penting Neil itu baik kok. Adriana yakin kelak akan bisa bahagia bersamanya."Sambil berkata begitu, Adriana bangkit dari tempat duduknya dan pamit untuk masuk ke dalam kamar untuk tidur. Jam su
Dan diantara orang yang sangat mengkhawatirkan Dante adalah Nyonya Wanda, karena semenjak Neil yang memberitahu mereka jika Adriana menerima lamarannya, Dante langsung terlihat sangat kacau bahkan jarang sekali makan.Seperti saat ini Dante tidak kunjung turun dari kamarnya padahal jam dinding sudah menunjukkan jam makan malam.Nyonya Wanda yang merasa sangat khawatir terhadapnya langsung pergi ke kamar Dante. Setelah sampai di depan kamar Dante, Nyonya Wanda langsung mengetuk pintu kamar Dante."Dante!" panggil Nyonya Wanda.Tapi Dante tidak kunjung menjawab panggilan dari nyonya Wanda. "Dante. Ayo makan, kamu udah beberapa hari ini gak makan dengan teratur."Dante sebenarnya malas, tapi karena ia tidak mau membuat ibunya khawatir, jadi Dante pun berniat untuk turun malam ini."Iya, Ma. Nanti Dante nyusul.""Mama gak mau turun kalau kamu nggak keluar," jawab Nyonya Wanda.Dante pun menghela nafas panjang lalu beranjak dari tempatnya. Ketika Dante pergi, tiba-tiba ponselnya bergetar d
Sudah hampir satu jam tapi Adriana belum menemukan gaun yang cocok untuknya, tapi tiba-tiba Neil langsung merekomendasikan gaun yang dia sukai."Bagaimana dengan ini? Kamu suka?" tanya Neil sambil menunjukan gambar gaun yang ada di majalah.Adriana sangat menyukai gaun yang ditunjukkan oleh Neil itu, tapi ia merasa gaun itu tidak cocok untuknya karena gaun itu terlihat sangat mahal."Kayaknya nggak bakal cocok deh sama aku," jawab Adriana."Kan belum dicobain udah gih kamu cobain dulu," ujar Neil.Neil pun memanggil pegawai butik itu lalu menyuruh pegawai itu untuk memberikan gaun yang nilai sukai kepada Adriana. Adriana yang memang tidak bisa menolak akhirnya mencoba gaun itu. Dan ternyata gaun itu sangat cocok tidak perlu dikecilkan atau pun diperbesar.Pada akhirnya mereka menjatuhkan pilihan gaun pertunangan itu kepada gaun yang baru saja Adriana coba. Setelah membayar semuanya Neil dan Adriana pun pergi dari sana.Lalu Neil kembali membawa Adriana ke toko perhiasan, Neil dan Adri
Saat Adriana baru saja masuk ke dalam kantor, ternyata berita tentang mail yang mengajak serius kepada Adriana sudah tersebar luas ke semua karyawan, dan entah siapa yang menyebarkannya, karena Adriana dan Neil tidak merasa memberitahukan hubungan mereka kepada orang lain, termasuk Yanti sekali pun.Beberapa karyawan langsung merasa iri kepada Adriana, tapi beberapa karyawan lainnya juga merasa Adriana dan Neil cocok, termasuk Yanti yang sangat men-support hubungan Neil dan Adriana.Berbeda dengan Neil yang sangat merasa senang karena sebentar lagi dirinya dan Adriana akan melakukan acara tunangan, justru Adriana tidak merasa senang, Adriana malah memikirkan Dante yang sepertinya sedang mencoba menjauhinya.Karena biasanya Dante selalu datang ke kosannya atau ke kampusnya kini Dante tidak pernah menunjukkan batang hidungnya lagi.Bahkan terakhir kali Adriana bertemu dengan Dante adalah pada saat dirinya akan pulang dari rumah sakit, dan kebetulan Dante akan menjemput Nyonya Wanda.Saa
Dante dan juga nyonya Wanda langsung melihat ke arah Adriana dan Neil mereka menatap Adriana dan Neil secara bergantian. Dante juga menatap Adriana dan berharap apa yang dikatakan oleh Neil adalah kebohongan."Benarkah?" tanya Dante. Tak terkira shock dalam hatinya meski ia berusaha untuk tak menampakkanya sama sekali.Adriana langsung menganggukkan kepalanya, dan Neil langsung tersenyum lebar sambil merangkul Adriana dengan lembut.Danti yang merasa gengsi langsung mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum ke arah mereka berdua."Selamat, selamat untuk kalian berdua," ujar Dante."Selamat," ucap Nyonya Wanda juga.Nyonya Wanda melirik ke arah putranya itu, nyonya Wanda tahu jika Dante pasti merasakan sakit hati. Tapi di depan mereka berdua Nyonya Wanda terlihat ikut bahagia atas diterimanya lamaran Neil.Tiba-tiba Dante berpura-pura mengangkat telepon. "Iya? Sekarang? Baiklah aku akan pergi," ucap Dante.Setelah mengatakan hal itu Dante kembali pura-pura menutup sambungan telep
Tapi sebisa mungkin Nyonya Wanda menepis pikirannya itu, ia harap Neil tidak benar-benar menyukai Adriana. Karena nyonya Wanda ingin Dante dan Adriana bersama.Karena merasa tidak nyaman melihat Adriana dan juga Neil, Nyonya Wanda pun memilih ke luar dari ruangan Adriana untuk pergi ke kantin saja.Sedangkan Neil yang melihat Adriana lebih baik justru berpikir ingin melamar Adriana, tapi pikirannya langsung menolaknya. Tapi di sisi lain Neil merasa ini kesempatannya siapa tahu sekarang Adriana menerima lamarannya itu.Neil menghela nafas panjang, lalu memegang tangan Adriana dengan lembut. Adriana yang tangannya dipegang oleh Neil merasa dadanya berdegup kencang."Adriana, aku gak tahu ini waktu yang tepat atau bukan, tapi aku cuman mau bilang ke kamu, kalau aku mencintai kamu. Aku ingin melamar kamu jadi mau gak kamu menikah denganku?" tanya Neil.Adriana merasa sangat terkejut dengan pernyataan dari Neil barusan. Adriana tidak menyangka jika Neil akan melamarnya di sini di rumah sak
"Kemarin Tante panik banget, Tante takut terjadi apa-apa sama kamu, apalagi Dante bilang kamu di tusuk Zoya," ujar Nyonya Wanda sambil memberikan sepotong buah apel yang sudah ia kupas."Makasih Tante.""Terus pas udah sampe rumah sakit, dokter bilang kamu kekurangan darah, Tante, Dante sama Neil makin panik tuh. Kami kan gak tau golongan darah kami jadi kami bertiga di cek dulu, dan ternyata golongan darah Neil yang cocok," ujar Nyonya Wanda.Adriana yang sedang memakan buah apel terkejut ternyata orang yang sudah mendonorkan darah kepada Adriana adalah Neil atasannya sendiri.Adriana merasa kebaikan Neil itu di luar batas, Adriana bersyukur dipertemukan dengan orang yang sangat baik seperti Neil. Tapi di sisi lain Adrian nama rasa bingung karena dirinya merasa tidak enak ketika Neil terus memperlakukannya baik, karena Adriana belum menyukainya Neil.Sedangkan nyonya Wanda langsung terdiam, iya keceplosan sudah memberitahu adriannya jika nilai yang mendonorkan darah untuk Adriana.Ta